HALIMAH BINTI MASDARI

Kamis, 17 Agustus 2017

KEUTAMAAN MEMBACA AYAT KURSI PART II

KEUTAMAAN MEMBACA AYAT KURSI
*****
PART II
*****
Dikutip dari Kitab Khozinatul Asror page 126-127
  


            Sebagaimana telah saya jelaskan sebelumnya di artikel “Khasiyat Ayat Kursi”, ayat kursi memiliki beberapa keutamaan. Melanjutkan halaman kemarin, yakni kajian dari kitab Khozinatul Asror halaman 126-127. Ayat kursi merupakan pimpinan ayat dalam ayat suci Al-Qur’an. Pada Bab ini akan dijelaskan bahwasanya keutaman membaca ayat kursi adalah memperoleh kewibawaan.
            Duhai muslimin muslimat yang dirahmati oleh Allah SWT, sesungguhnya tiada kemuliaan yang lebih mulia daripada kemuliaan di sisi Allah SWT. Mulia di hadapan manusia belum tentu mulia di hadapan Allah. Dan yang paling mulia adalah mulia di sisi Allah SWT jua mulia di mata manusia. Keagungan yang sesungguhnya adalah keagungan menurut Allah SWT dan utusan-Nya (Rosulullah SAW). Keagungan yang sejati adalah keagungan menurut Dzat yang Maha Berkehendak atas semua makhluknya.
            Terkadang manusia mulia di hadapan manusia lainnya, namun hina di hadapan Allah. Sebagaimana contohnya seorang publik figur wanita yang suka mengumbar aurotnya (padahal haram mengumbar aurot selain pada yang halal memandangnya), ia memiliki banyak fans dari lelaki mata keranjang namun ia hina di hadapan Allah SWT kecuali ia bertaubatan nasuha sebelum ajal tiba sampai di tenggorokannya. Keagungan menurut para ummat adalah milik para Nabi, Keagungan menurut para murid adalah syeh. Sebagaimana contohnya, keagungan seorang syeh Toriqoh di mata jama’ahnya. Keagungan menurut para murid adalah kepunyaan gurunya. Hal ini tiada lain karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang murid dibandingkan pengetahuan yang dimiliki gurunya, sehingga sudah sepantasnya ia memuliakan gurunya.  
            Dan apabila kecerdasan seorang murid menyamai kecerdasan seorang guru atau bahkan melebihinya, maka hilanglah keagungan yang dimiliki oleh seorang guru. Namun etika seorang murid yang mulia, kendatipun seumpama ia memiliki kecerdasan di atas gurunya, ia senantiasa tetap tawadhu’ dan memuliakan gurunya sebab ia sadar betul bahwa ia cerdas pun lantaran guru yang mengajarnya. Ia sadar bahwasannya pada hakekatnya kecerdasan yang ia miliki itu anugerah yang Allah berikan lantaran ilmu yang diajarkan oleh gurunya.
            Sebagaimana telah kusebutkan di atas bahwasanya salah satu khasiyat membaca ayat kursi adalah memberikan kewibawaan pada seseorang. Keutamaan membaca ayat kursi diantaranya memperoleh pahala dan memperoleh kedudukan di hadapan orang yang dipimpinnya. Ayat kursi adalah lebih agung-agungnya ayat di dalam Al-Qur’an. Ayat kursi terdiri dari 50 kalimat dan 170 huruf. Hal ini dicontohkan pada zaman perang Thalut dan perang Badar, para kaum muslimin yang mengikuti perang membaca ayat kursi sebanyak 313 kali, sehingga karena berkahnya membaca ayat kursi kaum muslimin yang jumlahnya 313 orang dapat mengalahkan musuhnya yang jumlahnya lebih banyak. Sesungguhnya Allah SWT memberikan keberkahan pada orang yang membaca ayat kursi sebanyak 313 kali dengan mengabulkan permintaan orang yang membaca ayat kursi sebanyak 313 kali tersebut (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror halaman 126).    


            Apabila seseorang menginginkan kewibawaan ada pada dirinya, memiliki keberanian (ketegasan) dan disegani (disungkani) oleh pengikut atau bawahannya serta bawahannya yang dipimpin mau taat pada perintahnya, maka bacalah ayat kursi sebanyak 313 kali, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tafsir Al Qudsi. Berdasarkan keterangan dari Abu Hurairah RA, Rosulullah SAW berkata: “Sesungguhnya puncaknya ayat di dalam Al Qur’an adalah QS. Al Baqoroh, dan pimpinannya ayat (sayyidul ayat) di dalam Al Qur’an adalah ayat kursi sebagaimana termaktub dalam kitab Duril Mansur”.
            Diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur, Imam Hakim dan Imam Baihaqi dari Abi Hurairah RA, Rosulullah SAW berkata “Di dalam QS. Al Baqoroh terdapat pimpinannya ayat-ayat di dalam Al Qur’an yakni ayat kursi. Apabila ayat kursi dibacakan di dalam rumah, maka syetan yang ada dalam rumah tersebut akan pergi meninggalkan rumah tersebut sebagaimana tertera dalam kitab Duril Mansur”.
            Rosulullah SAW pernah berkata pada para sohabat, “Apakah lebih utama-utamanya ayat di dalam Al Qur;an?”. Ali bin Abi Tholib menjawab, “Lebih utama-utamanya ayat di dalam al qur’an adalah ayat kursi”. Lantas Rosulullah SAW berkata: “Hai Ali, sesungguhnya pemimpin ummat manusia adalah Nabi Adam AS, pemimpin bangsa Arab adalah Muhammad (aku), pemimpin bangsa Persia adalah Salman, Pemimpin bangsa Roma adalah Suhaib, Pemimpin bangsa Habasah (Ethiopia Eropa) adalah Bilal, dan pemimpin gunung adalah bukit Sinai, dan pemimpin pepohonan adalah pohon Sidoro, dan pemimpin bulan adalah bulan Muharam, dan pimpinan hari (sayyidul ayam) adalah hari Jum’at, dan pimpinan nasehat (kalam) adalah Al Qur’an, dan pimpinannya ayat di dalam Al Qur’an adalah ayat kursi. Barangsiapa membaca ayat kursi sebanyak 50 kali (sebagaimana jumlah kalimat dalam ayat kursi itu sendiri yakni 50 kalimat), maka akan mendapatkan 50 keberkahan sebagaimana dijelaskan dalam kitab Jami’us Shogir”.    
            Barangsiapa membaca ayat kursi maka ia akan memimpin baik tatkala di dunia maupun nanti di akherat. Barangsiapa menginginkan kemuliaan baik di hadapan Allah SWT maupun di hadapan manusia, maka bacalah ayat kursi setiap hari sebanyak 50 kali (sebagaimana jumlah kalimat yang terdapat pada ayat kursi itu sendiri yakni 50 kalimat) atau sebanyak 170 kali (sebagaimana jumlah huruf dalam ayat kursi itu sendiri yakni 170 huruf), maka engkau dapat memimpin nafsumu (mengendalikan nafsumu) dari sifat-sifat tercela yang tidak kau inginkan sebagaimana termaktub dalam kitab Khowas.
            Rosulullah SAW bersabda bahwa “Lebih utama-utamanya surat di dalam Al Qur’an adalah surat Al Baqoroh, dan lebih uatma-utamanya ayat di dalam Al Qur’an adalah ayat kursi. Sebab turunnya ayat kursi, diturunkanlah surat Al Baqoroh dari bawah Arsy”.
            Diriwayatkan oleh Wake’ dan Abu Daril Harwi dari Taisir RA, Rsoulullah SAW berkata: “Ibnu Abbas minta diberitahu  bahwasannya lebih utama-utamanya surat di dalam Al Qur’an adalah QS. Al Baqoroh dan lebih utama-utamanya ayat di dalam Al Qur’an adalah ayat kursi”. Suatu yang sangat disayangkan, terkadang orang yang tidak mengerti khasiyat ayat kursi mengamalkan membaca ayat kursi, namun justru orang yang mengerti khasiyat membaca ayat kursi tidak mengamalkan ilmunya yakni tidak membaca ayat kursi.
            Syeh Muhammad Haqi An Nadzili (pengarang kitab Khozinatul Asror) menyebut dirinya sebagai Al fakir dengan kerendahan hati. Ia berkata “Semoga Dzat yang Maha Berkuasa memberikan kebagusan padaku dari membaca ayat kursi yang kuhadiahkan/ kutujukan kepada Nabi Muhammad SAW”. Maka Syeh Muhammad Haqi An Nadzili pun bermimpi bertemu dengan Rosulullah SAW di dalam roudhoh yang suci, lantas Rosulullah SAW berkata “Lebih utama-utamanya ayat di dalam Al Qur’an adalah ayat kursi”.
            Sungguh berdasarkan pemaparan di atas yang diambil dari kitab Khozinatul Asror, sungguh begitu mulia keutamaan dari membaca Ayat Kursi. Maka hendaklah bagi kaum muslimin terlebih yang sudah mengetahui keutamaan membaca ayat kursi, untuk senantiasa mengamalkan membaca ayat kursi dengan niatan yang lurus bahwasannya segala sesuatu terjadi atas kehendak Alllah SWT melalui perantara salah satunya dengan membaca ayat kursi sebanyak 50 kali atau 170 kali atau sebanyak 313 kali. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Tulisan ini ditulis oleh penulis sebagai bentuk takdim seorang murid kepada gurunya, wabil khusus kepada Abah KH. Muharor Ali selaku pengasuh sekaligus guru yang mengajarkan kitab Khozinatul Asror pada para santri. Mohon doanya semoga penulis senantiasa menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya, dapat bermanfaat di sepanjang hayatnya, dan dapat memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik. Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Allah SWT dan semoga akhir hayat kita nanti dalam keadaan khusnul khotimah. Aamiin.
   Jika dirasa tulisan ini bermanfaat, silahkan dishare. Semoga dengan membagikan tulisan ini dapat menjadi amal jariyah penulis jua guru penulis serta orang yang membagikan tulisan ini. Mohon doanya semoga penulis mendapatkan ilmu yang berkah dan senantiasa bermanfaat, serta menjadi santri yang berhasil dalam menimba ilmu serta tawadhu’. Tulisan ini tidaklah sempurna, sebab penulispun jua manusia yang tak luput dari dosa. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulis pertimbangkan pada penulisan selanjutnya. Saran dan kritik: WA 085725784395/ email. halimahundip@gmail.com. Semoga bermanfaat.  
Tiada yang lebih utama dari sebuah ilmu yakni ilmu yang diamalkan dan dibagikan pada kaum muslimin lainnya. Maka atas setiap ilmu yang kau dapatkan, ajarkan pula pada yang lainnya sebagai jalan dakwahmu akan kebaikan sembari engkau amalkan.    

REFERENSI: 
Syeh Muhammad Haqi An Nadzili. Kitab Khozinatul Asror. Bab Sebab Turunnya Ayat Kursi. Halaman 126-127.             


Minggu, 13 Agustus 2017

CAHAYA DI PESANTREN

CAHAYA DI PESANTREN   

PP. Khozinatul Ulum Pusat, Blora

          Pesantren?. Mendengar kata pesantren, apa yang terbesit di benakmu?. Pesantren bukanlah istilah yang asing bagi khalayak umum. Pesantren adalah tempat untuk menimba ilmu, lebih tepatnya untuk memperdalam ilmu agama. Dari lorong pesantren, kutemukan cahaya kedamaian. Itulah sebabnya, aku (Halimah) memutuskan untuk resign (mengundurkan diri) dari pekerjaan-pekerjaan terdahulu di perusahaan, tak lain karena untuk menuntut ilmu agama. Sebab, ilmu agamalah yang akan menjadi bekalku di kehidupan akherat. Di pesantren, kutemukan cahaya kebahagiaan di atas kesederhanaan.
            Sungguh, kehidupan di pesantren mengajarkanku banyak hal tentang arti kehidupan seperti ketawadhu’an, kesederhanaan, tabaru’an, rasa syukur, kesabaran, kebersamaan, dan pengetahuan. Aku tak dapat melukiskan isi hatiku, melainkan melalui sebuah goresan yang tertuang dalam kata demi kata yang menyatu menjadi sebuah tulisan ini. Tiada yang dapat kukatakan selain mengucapkan syukur, tiada Rabb semesta alam melainkan Allah SWT. Sungguh, tiada kekuatan melainkan datangnya dari Allah, Dialah dzat yang Maha Kuat lagi yang menguatkan makhluknya. Bahkan, gerakan jemari tanganku hingga dapat merangkai kata demi kata ini pun terjadi tak lain atas izinNya.
            Perjalanan menuju pesantren bukanlah hal yang mulus bagiku, penuh gelombang berliku, ada yang pro dan ada yang kontra. Menurutku, itu adalah hal yang biasa. Bagi yang pro, mereka mengatakan, “Semoga dengan kau di pesantren, akan kau dapatkan keberkahan, kau dapatkan ilmu yang bermanfaat serta akhlak yang semakin baik”. Bagi yang kontra, mereka mengatakan, “Sekolah tinggi-tinggi, lulusan sarjana kog ujung-ujungnya mondok di pesantren. Apa gunanya sarjana, mubadzir ilmunya”. Well….keputusan tetaplah di tanganku, maka kupilih merenung dan istikhoroh adalah jawabannya. Terhadap yang pro kukatakan, “Aamiin ya rabb, semoga doamu untukku diijabah oleh Allah SWT, dan kebaikan pun kembali padamu, semoga Allah merohmatiku dan merohmatimu. Aamiin”. Terhadap yang kontra, yang menyayangkan keputusanku untuk memilih mondok di pesantren, kukatakan, “Tiada ilmu yang tak berguna. Selama ilmu itu dimanfaatkan untuk kebaikan. Terimakasih atas masukannya. Bagiku, sains perlu dilengkapi dengan ilmu agama. Sains dan ilmu agama itu sepaket, tidak bisa dipisahkan. Sehingga alangkah indahnya bila ulama dan inovator itu saling melengkapi untuk bersinergi dalam memajukan teknologi dan mengembangkan ilmu pengetahuan”. 
            Sudah kuputuskan bahwasannya mondok adalah pilihan. Aku memutuskan untuk mondok karena aku merasa kurang ilmu agama, sehingga masih perlu menimba ilmu agama lebih dalam lagi. Amal tanpa ilmu adalah suatu kebodohan, ilmu tanpa guru dapat menimbulkan kesalahpahaman penafsiran ataupun pemahaman. Maka dari itu, aku menimba ilmu (berguru di pesantren) untuk perlahan-lahan diamalkan sebagai bekal di kehidupan yang abadi. Sejak kecil aku bermimpi supaya aku bisa menjadi wanita yang mandiri, tidak membebani orangtua, serta menjadi wanita yang cerdas jua tawadhuk meneladani sang idola, Robi’ah Al Adawiyah dan Sayyidah Khodijah RA. Alhamdulillah, apa yang aku impikan Allah wujudkan. Sedari SD hingga kuliah bahkan hingga di pesantren, aku tak membebani biaya pendidikan pada orangtua. Sejak SD penulis mendapatkan bantuan dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah), bantuan siswa prestasi dan bantuan siswa kurang mampu. Ketika SMP, Allah berikan nikmat beasiswa prestasi dan beasiswa tidak mampu (dua beasiswa karena pada saat itu, double beasiswa masih diperbolehkan). Saat SMA mendapatkan beasiswa prestasi dari kejuaraan paralel, kelas dan lomba serta beasiswa tidak mampu. Selama kuliah di Universitas Diponegoro (UNDIP) di Semarang, aku mendapatkan beasiswa bidikmisi dan dapat mandiri biaya kuliah dengan bekerja part time sebagai guru les, penerjemah, serta ghost writter.
            Alhamdulillah, masalah biaya pendidikan Allah berikan solusi mandiri melalui beasiswa dan kerja. Selanjutnya, saat mondokpun aku tidak mau membebani orangtua. Aku mondok dari uang bisaroh ngajar di MTs (Madrasah Tsanawiyah) dan MA (Madrasah Aliyah). Terimakasih ya Rabb, Kau permudah jalanku menuntut ilmu tanpa harus membebani biaya kepada kedua orangtuaku. Sungguh aku tak mau membebani orangtuaku, biar orangtuaku cukup membiayai adekku dan aku dapat mengenyam pendidikan melalui keringatku sendiri. Semua itu tak kan terjadi tanpa qudrot dan irodahMu ya Allah, segala puji syukur bagiMu, Rabb Semesta Alam. Di pesantren inilah, aku melukis kenangan perjalanan hidup baru untuk menemukan jati diriku yang sesungguhnya. Di pesantren inilah (PP. Khozinatul Ulum, Blora), aku mendapatkan banyak pelajaran berharga untuk aku gunakan sebagai bahan dalam mengevaluasi diri (memperbaiki akhlak) dan memperdalam pengetahuan agama untuk aku amalkan yang menjadi bekalku nanti di alam barzah, bekalku nanti di kehidupan akherat, bekalku nanti di kehidupan setelah kematian.
            Di sini terkadang aku merasa malu, aku menjumpai banyak anak yang usianya jauh di bawah usiaku namun sudah hafal Al-Qur’an (Khafidzhoh). Tetapi aku jua bersyukur, di sini masih banyak remaja seusiku yang mondok di pesantren ini bahkan yang usia di atasku pun masih ada (sekitar usia 24-27 tahun). Sehingga, akupun tak malu bila harus mondok, sebab teman seusiaku banyak. Jadi bukan aku yang paling gedhe di sini. Alhamdulillah, Allah berikan kemudahan untuk mendekatkan diri padanya. Sejak di pesantren, aku berkomitmen untuk bersungguh-sungguh belajar ilmu agama. Bila pagi hingga sore hari kumanfaatkan untuk mengajar di MA  dan MTs, maka saat malam hari kumanfaatkan untuk mengaji Al-Qur’an dan ikut memaknai kitab kuning, lalu aku ringkas kembali, aku berikan tafsir/ penjabaran sendiri dari penjelasan guru yang sudah aku catat.
            Pelajaran yang kudapatkan tiap malam diantaranya dari belajar kitab (maknai dan memahami) apa yang disampaikan ustadz dan Pak Yahi seperti pelajaran kitab Fathul Mu’in, kitab Majalisus Saniyyah, kitab Ibnu Aqil, kitab Uqudillujen, kitab Tafsir Al Qur’an, kitab Bidayatil Hidayah, kitab Khozinatul Asror, kitab Tajridu Soreh. Saat diterangkan, aku benar-benar memperhatikan, pokok-pokok materi yang disampaikan pak ustads aku catat, dan saat memaknai aku berusaha cepat agar tak ketinggalan. Alhamdulillah dulu pernah sekolah di madrasah dinniyah, jadi saat memaknai tidak menemukan kesulitan yang sangat signifikan. Terimakasih saya haturkan kepada seluruh para guru madrasah diniyyah sore saya dulu, dari madrasah diniyyah itulah yang menjadi bekal saya untuk menimba ilmu di pesantren. Saat tengah malam, biasanya aku bangun, meringkas kembali yang disampaikan Pak Kiahi dan Pak ustads, dan aku ketik ulang untuk aku jabarkan dalam sebuah artikel yang aku publikasikan di blog pribadiku agar ilmu itu dapat dipelajari sepanjang waktu. Tulisan tak kan pernah hilang dimakan waktu, karena tulisan akan abadi sepanjang masa bahkan saat sang penulispun telah tiada. Aku berfikir, dengan mempublikasikan tulisanku, semoga tulisanku dapat dipelajari orang lain dan dapat menjadi amal ibadah guruku karena beliaulah yang pertama menjadi sumber inspirasiku untuk menulis.                              
           Terkadang beberapa hal hadir menguasai pikiranku, hingga aku menangis ketakutan saat mengingat itu. Beberapa hal yang membuatku sedih, karena bayangan itu terus hadir dan terpatri di otakku. Sering pertanyaan itu muncul dan  menguasai benakku, seolah bertahta bersemayam di otakku. Sungguh beberapa pertanyaan yang selalu hadir itu diantaranya:
1.      Sungguh, demi Rabb Semesta Alam. Saat aku bersanding dengan Khafidhah yang sedang menghafal ayat-ayat al qur’an, hatiku sangat terharu. Bagaimana tidak, mereka in syaallah adalah calon ahli surga. Tiap kali mendengar para santriwati mengaji dengan suara yang merdu, faseh, mahroj jelas, sungguh hatiku rasanya bergetar. Dalam benakku sering muncul merenung seperti ini:
“Sungguh, mereka beruntung karena hafal dengan kalam Allah. Bisa jadi para khafidhoh ini adalah calon ahli surga, bagaimana dengan nasibku ini ya Allah, aku bukan khafidhoh, bagaimanakah nasibku nanti di akherat?. Bila engkau tak memberikan kasih dan sayangMu padaku, bila engkau tak mencurahkan hidayahMu untukku, maka aku termasuk golongan orang yang merugi. Duhai Rabb Semesta Alam…ampunilah dosaku karena kebodohanku, ampunilah dosaku karena kelalaianku, ampunilah dosaku karena kekhilafanku, ampunilah dosaku karena kepandaianku yang belum kuamalkan, ampunilah dosa lisan yang terkadang terpeleset, ampunilah dosa pendengaranku, ampunilah dosa tanganku, ampunilah dosa kakiku, dan ampunilah dosa penglihatanku. Masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa engkau cintai dan engkau rahmati. Sesungguhnya Engkaulah dzat yang berkuasa untuk menyesatkan dan menyelamatkan seorang hamba”.
Terkadang tanpa sadar saat merenungkan itu, air mata berjatuhan. Terlebih saat ingat pesan Imam Ghozali dalam kitab bidayatil hidayah, pesan Rabi’ah Al Adawiyah (terlebih ia adalah tokoh idolaku sejak kecil). Sungguh, hal yang mendasariku kenapa aku belajar sungguh-sungguh di pesantren, kenapa aku rajin ikut mengaji, rajin ikut majlis karena aku merasa masih bodoh dan sangat memerlukannya sebagai bekalku nanti dalam membangun keluarga sehingga semangatku belajar kian membara. Pesan bapakku dalam wejangannya yang senantiasa teringan dalam benakku:
Nduk sampean neg pengen khasil, mongko sekolaho seng tenanan. Neg pengen anakmu sok manut ambi sampean, sak iki manuto. Neg pengen jodohmu ngalim, sekolaho seng tenanan, ngaji o seng tenanan, dadi o wong ngalim. Jodoh iku cerminan songko awakmu. Neg sampean ngalim, in syaallah jodohmu yo ngalim”.
Kata-kata Bapak itu selalu terpatri di benakku, tatkala nanti aku menginginkan jodoh yang cerdas ilmu dunianya jua ilmu akheratnya atau minimal cerdas ilmu akheratnya serta bagus akhlaknya, maka terlebih dahulu aku jua harus baik akhlakku jua harus cerdas pengetahuanku akan ilmu agama dan ilmu duniawi. “Jangan menuntut jodohmu wow, tetapi tengokkah pada kemampuanmu. Sebab jodoh biasanya adalah cerminan dari pribadimu”. Ya, sekalilagi aku tak banyak menuntut, aku pasrahkan semua pada Rabb Semesta Alam, selama ia bisa membuatku merasakan kedamaian, kenyamanan, mengingatkanku akan kematian, mengingatkanku akan akherat, mampu dan mau dengan sabar membimbingku, berarti itulah jodoh yang Allah SWT takdirkan untukku.
2.      Sungguh, saat solat berjamaah atau saat mengajar anak-anak di MTs atau MA, fikiranku selalu terbayang akan hal ini:
“Anak-anak ini bisa jadi menjadi ahli surga, sedangkan diriku, akupun tak tahu nasibku nanti di akherat, akankah menjadi ahli surga ataukah ahli neraka?. Semoga Allah berikan pertolongan untukku. Anak-anak masih kecil, lembaran catatan amalnya belum banyak tercoret-coret oleh tinta dosa, sedangkan diriku sudah besar, secara otomatis tinta dosanya lebih banyak. Semoga Allah SWT senantiasa mengampuniku dan memberikan petunjuknya untukku sehingga aku jua termasuk golongan orang yang beruntung”.
Aku sering merenung seperti ini tiap kali aku usai membaca kitab karangan imam Ghozali, sungguh wejangan-wejangan imam ghozali mengenai ketawadhu’an terpatri di otakku, hingga tak jarang air mataku terjatuh ketika sendirian dan saat dihadapan orang banyak, aku tahan air mata itu supaya tidak terjatuh. Sebab aku sangat menghawatirkan akan nasibku nanti di akherat. Aku tak mau merasa menjadi orang yang beruntung, aku tak mau merasa menjadi orang yang pintar, aku tak mau merasa menjadi orang yang selamat (ahli surga) dan sebagainya, aku lebih nyaman ketika aku merasa orang yang bodoh sehingga mendorongku untuk rajin belajar, aku lebih nyaman merasa sebagai ahli dosa sehingga membuatku lebih banyak intropeksi diri, aku lebih nyaman merasa sebagai ahli neraka sehingga amal ibadah dan taubatku kutambah agar senantiasa semakin dekat kepada Allah SWT. Aku belajar hal ini dari kisah-kisah idolaku, lebih tepatnya Imam Ghozali, Imam Simbabweh, dan Rabi’ah Al Adawiyah sebagai contohnya. Sebagaimana dhawuhnya Imam Ghozali dalam kitab Bidayatil Hidayah:
Sungguh merugi orang yang merasa dirinya baik sehingga ia terlarut dalam membanggakan diri, riya’, takabbur yang membawanya terjerumus dalam kesesatan yang tiada terasa. Sebodoh-bodohnya orang adalah orang yang merasa dirinya lebih baik daripada orang lain”
Membaca wejangan Imam Ghozali, aku selalu merenung, aku selalu berusaha mengamalkan apa yang beliau ajarkan terlebih beliau adalah sosok yang ngalim, begitu luas pengetahuannya akan agama. Maka dalam tulisan ini aku persembahkan padanya hadiah solawat untuknya. Semoga Allah SWT senantiasa memuliakannya karena ilmu yang ia ajarkan melatihku untuk zuhud, melatihku untuk selalu intropeksi diri, melatihku untuk selalu merenung dan melatihku untuk senantiasa ingat akherat.    
3.      Sungguh, tatkala aku bersanding dengan orang yang usianya lebih tua denganku, aku selalu merenung seperti ini:
Orang-orang ini usianya lebih tua dariku, sudah barang tentu amal ibadahnya lebih banyak dari aku, sehingga besar peluangnya sebagai ahli ibadah. Sedangkan diriku, aku tak tahu nasibku di akherat nanti, akankah aku sebagai ahli surga dan kekasih Allah SWT ataukah justru sebagai ahli neraka ayng senantiasa disiksa?. Wallahu a’lam, sungguh itu di luar pengetahuanku sebab aku hanyalah makhluk yang pengetahuannyapun sangat terbatas. Duhai Rabb Semesta Alam yang menciptakan langit tanpa tiang, menciptakan bumi beserta isinya, menciptakan rembulan, bintang dan matahari dengan terang cahayanya, maka tiada pertolongan melainkan pertolongan dariMu. Ya Rabb, ampunilah aku, terimalah taubatku, ajarkan aku tentang cara mencintaiMu di atas mencintai makhlukku, selamatkanlah aku dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang engkau kasihi dan kau masukkan ke dalam jannah serta engkau temui sebagai kekasih karena kataatannya padaMu”.
4.      Sungguh, tatkala aku melihat orang gila, hatiku tergugah. Terkadang air mataku berjatuhan, kasihan, terlebih saat melihatnya mengaisi nasi di sampah-sampah. Terkadang aku dekati, jika orang gila itu tak terkesan menyeramkan/ menakutkan, masih bisa dihandle (bisa diluluhkan), kuberikan makanan, atau aku dekatinya sekedar menemaninya. Pada hakekatnya yang dibutuhkan orang gila agar sembuh itu, mereka butuh perhatian yakni perhatian lahir (berupa makanan, minumam, tempat tinggal, pakaian), perhatian batin (kasih sayang, kepedulian dan ilmu agama seperti ajaran dzikir, wirid) sebab gila dapat sembut tatkala seorang hamba yang gila kembali ingat pada Tuhannya. Sehingga akupun menanamkan untuk berhusnudzan padanya:
Orang ini gila, sehingga selama masa gilanya tidak dihisab amalnya sebab karena kegilaannya. Barangkali sebelum ia gila, ia adalah ahli ibadah, maka sungguh kemungkinan besar peluangnya ia termasuk orang yang beruntung sehingga bisa mendapatkan rahmad Tuhannya. Aku ditakdirkan waras, apakah warasku aku manfaatkan sepenuhnya untuk ketaatanku pada Allah SWT? Apakah aku mensyukuri nikmat waras yang senantiasa Allah berikan untukku? Apakah aku senantiasa memanfaatkan kewarasanku untuk menuntut ilmu? Ataukah aku justru menggunakan kewarasanku untuk kemaksiyatan. Syngguh, aku tak tahu nasibku di akherat nanti, maka selamatkanlah aku ya Rabb. Tunjukkan jalan hidayahmu untukku agar aku senantiasa termasuk golongan orang-orang yang beruntung sebagai kekasihMu yang engkau cintai dan jua senantiasa menegakkan apa saja yang engkau perintahkan tanpa rasa malas”.
5.      Dan beberapa pertanyaan yang sering muncul di benakku, hingga aku menangis bila teringat adalah:
  1. Bagaimanakah nasibku nanti di akherat, akankah aku termasuk ahli jannah ataukah ahlun nar?
  2. Akankah aku menerima catatan amal dengan menggunakan tangan kanan atau justru menggunkan tangan kiri?
  3. Akankah aku bisa lolos selamat saat melewati jembatan sirotol mustaqim atau justru terpeleset terjatuh saat menyeberangi jembatan sirotol mustaqim yang tebalnya  dengan rambut saja, masih kecil jembatan sirotol mustaqim, akankah aku selamat ya Rabb?
  4. Akankah aku mati dalam kondisi muslim ataukah kafir? Akankah aku mati dalam keadaan su’ul khotimah ataukah khusnul khotimah?
  5. Akankah ketika timbangan hisab amalku diperlihatkan, catatan amalku yang baik lebih berat ataukah catatan amal burukku yang lebih berat?
  6. Akankah Nabi Muhammad SAW berkenan mengakui sebagai ummatnya ataukah tidak?
  7. Akankah Allah berkenan menemuiku saat di akherat ataukah tidak?
  8. Akankah aku termasuk sebagai golongan orang yang beruntung ataukah tidak?
  9. Bisakah aku berkumpul dengan ayah, ibu, adek, serta keluargaku saat nanti di akherat di jannah ataukah justru berkumpul di neraka atau justru terpisah ada yang di neraka dan ada yang di surga?
Sungguh, hatiku bergetar saat aku memikirkan itu. Terkadang terbawa mimpi, terkadang air matapun terjatuh saat merenung sendirian. Sungguh, aku sangat menghawatirkan nasibku di akherat. Sungguh, aku sangat merinduhkan para idolaku yang lebih dahulu bertemu Allah dan sudah di nash sebagai ahli jannah dan dinash sebagai kekasih Allah SWT layaknya sang baginda rosul, layaknya para ummahatul mukminin, layaknya para khulafa’ur rosyidin, layaknya Siti Maryam, layaknya Siti Asiyah (istri Fir’aun). Duhai Rabb semesta alam, tunjukkanlah aku jalan lurusMu, masukkanlah aku sebagai golongan orang yang beruntung. Sungguh, tanpa pertolonganmu maka aku termasuk orang yang merugi. Sesungguhnya, tiada dzat yang dapat menyelamatkanku melainkan darimu. Engkaulah Rabb Yang berkuasa untuk menyesatkan jua menyelamtkan, maka selamatkanlah aku. Kumpulkanlah aku bersama orang-orang yang engkau cintai.     
Saat ini aku berkomitmen untuk memperdalam ilmu agama semaksimal yang aku bisa, sehingga setiap ada kesempatan untuk belajar aku berupaya untuk memanfaatkannya sebaik-baiknya. Banyak hal yang perlu aku  persiapkan sebelum aku terjun ke dalam rumah tangga menjadi seorang istri dan seorang Ibu. Aku ingin meniru jejaknya Sayyidah Muthi’ah RA yang dinobatkan sebagai bidadari surga karena ketaatannya pada sang suami. Sebab ridho Allah SWT bersamaan dengan ridho sang suami bagi seorang wanita yang sudah menikah. Hal inipun dijelaskan dalam kitab Uqudillujen dan Majalisus Saniyyah. Aku jua ingin  menjadi layaknya Siti Fatimah RA yang mendidik anaknya (Hasan dan Husain) dengan kasih sayang, kelembutan sehingga menjadi putra yang cerdas dan berakhlak.  
Sebagaimana kata guruku:
Kecerdasan seorang anak itu 80% diturunkan dan kecerdasan seorang Ibu. Bila engkau menginginkan anakmu cerdas, maka jadilah Ibu yang cerdas”.
Sungguh, aku sangat ingin menjadi wanita yang cerdas baik pengetahuan duniawi maupun pengetahuan ukhrawi bukan untuk menyaingi suamiku melainkan sebagai bekalku untuk mendidik putra-putriku nanti ketika berkeluarga, sebab seorang Ibu adalah madrasah pertama bagi putra putrinya. Ibu adalah teladan pertama bagi seorang anak, maka Ibu yang cerdas akan melahirkan generasi yang cerdas. Caranya bagaimana, rajin belajar. Para imam (imam syafi’I, imam hanafi, imam ghozali, dll) itu sangat rajin dalam belajar. Bahkan tiada waktu tanpa belajar, sungguh teramat malu bagiku bila aku yang masih bodoh tak ada apa-apanya dengan mereka, lantas malas belajar, maka pada diriku kutekankan aku harus rajin belajar.    
Hal yang membuatku semangat belajar dan mengaji adalah aku selalu teringat pesan Ibu dan bapak untuk senantiasa belajar bersungguh-sungguh. Terhadap orang yang aku cintai, ayah dan ibuku, adekku, ahlul bait aku hadiahkan doa, sholawat, agar pahalanya senantiasa tercurah padanya. Terkadang aku merenung, inilah renunganku:
Duhai Rabbku, cinta adalah anugerah rasa yang kau limpahkan padaku. Bila aku mencintai manusia sebegini dalamnya, lalu bagaimana pantasnya cintaku padamu. Anugerahkanlah rasa cinta yang suci padaku, ajarkan aku untuk mencintaiMu di atas mencintai makhlukmu. Dari cimta ke manusia, aku mengerti hakekat cinta dan bagaimana seyogyanya cintaku padaMu ya Rabb. Aku ingin mencintaimu layaknya Rabi’ah Al Adawiyah mencintaimu”.
Dari lorong pesantren kutemukan cahaya kedamaian. Beberapa hal banyak kutemui, salah satunya budaya tabaru’an. Di sana aku menjumpai santri putra ketika hendak sowan ke kiahi, datang duduk ndepe-ndepe (duduk dengan penuh kerendahan hati/ ketawadhu’an untuk memulikan gurunya). Lalu begitu sang Kiahi masuk rumah, santri berebut merapikan sandal Pak Kiahi. Sebagaimana konsep tabaru’an. Sungguh, hatiku sangat tersentuh. Bagimana tidak/ aku tidak pernah menjumpai ini saat aku di dunia kampus/ dunia perkuliahan. Mahasiswa mau salaman dan mengucapkan salam ke gurunya saja sudah bagus, apalagi tabaru’an (ngalap berkah). Lalu ada tabaruk terhadap waktu seperti memuliakan hari jum’at, dan lain sebagainya.
Hukum tabaruk adalah boleh sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para sahabat terdahulu terhadap Rosulullah SAW. Sahabat Anas r.a. menceritakan bagaimana para sahabat bertabarruk dengan rambut Rasulullah SAW: “Aku melihat tukang cukur sedang mencukur Rasulullah SAW dan para sahabat mengitarinya. Tidaklah mereka kehendaki satu helai pun dari rambut beliau terjatuh kecuali telah berada di tangan seseorang.” (H.R Muslim, Ahmad dan Baihaqi).
Aun bin Abi juhaifah menceritakan dari ayahnya para sahabat yang bertabarruk dengan air sisa wudhu’ Rasulullah : “Aku mendatangi Rasulullah sewaktu beliau ada di kubah hamra’ dari Adam, aku juga melihat Bilal membawa air bekas wudhu’ Rasulullah dan orang-orang berebut mendapatkannya. Orang yang mendapatkannya air bekas wudhu’ itu mengusapkannya ke tubuhnya, sedangkan yang tidak mendapatkannya, mengambil dari tangan temannya yang basah” (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Dalam hadits lain juga dijelaskan bahwa para sahabat bertabarruk dengan keringat Rasulullah SAW. Berkata Anas bin Malik : “Rasulullah SAW masuk rumah Umi Sulaim dan tidur di ranjangnya sewaktu Umi Sulaim tidak ada di rumah, lalu di hari yang lain Beliau datang lagi, lalu Umi Sulaim di beri kabar bahwa Rasulullah tidur di rumahnya di ranjangnya. Maka datanglah Umi Sulaim dan mendapati Nabi berkeringat hingga mengumpul di alas ranjang yang terbuat dari kulit, lalu Umi Sulaim membuka kotaknya dan mengelap keringat Nabi lalu memerasnya dan memasukkan keringat beliau ke dalam botol, Nabi pun terbangun: “Apa yang kau perbuat wahai Umi Sulaim”, tanyanya.” “Ya Rasulullah, kami mengharapkan berkahnya untuk anak-anak kami, jawab Umi Sulaim. Rasulullah berkata: “Engkau benar” (H.R. Muslim dan Ahmad).  
Demikianlah banyak hal yang aku pelajari di dunia pesantren, selain ilmu juga akhlak. Aku jua menjumpai dimana santri sering gotong royong membersihkan pesantren rutin setiap hari dan ro’an (gotong royong) setiap hari Jum’at. Bukan hanya itu, aku jua melihat kebersamaan santri-santri saat makan, sungguh nikmat saat makan bersama dalam satu wadah makanan. Di atas kesederhanaan, dibawah rasa ketawadhu’an, diantara ajaran tabarukan, aku belajar memperbaiki akhlak. Dan dengan penjelasan Pak Kiahi, ustadzah serta Pak ustadz saat belajar kitab, aku belajar ilmu agama. Mohon doanya, semoga saya bisa menjadi insan yang lebih baik, lebih baik segalanya termasuk lebih baik akhlaknya dan lebih bertambah ilmunya yang bermanfaat. Aamiin.  


Rabu, 09 Agustus 2017

KHASIYAT AYAT KURSI

KHASIYAT AYAT KURSI
*****
Kitab Khozinatul Asror halaman 125-126
*****
PART I
*****   
  

            
                   Beberapa khasiyat ayat kursi diantaranya:
1.  Apabila dibaca di rumah rutin setiap malam hari dapat digunakan untuk mengusir setan dari rumah. Hal ini karena salah satu sebab turunnya ayat kursi adalah untuk mengusir setan yang terlaknat.
2.   Ayat kursi merupakan ayat Al-Qur’an yang lebih agung-agungnya ayat di Al Qur’an (memiliki keagungan dibandingkan ayat-ayat yang lain).
3.      Allah tidak menciptakan langit, bumi, surga, dan neraka, tiada lain karena keagungan ayat kursi.
Dalam kitab Khozinatul Asror, Bab Sebab Turunnya Ayat Kursi disebutkan bahwasannya:
Diriwayatkan oleh Abi Mundir bahwasannya Rosulullah SAW berkata: “Diantara khasiyat ayat kursi, salah satunya adalah membantu memudahkan untuk memahami ilmu”. (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).
            Maksud dari hadits tersebut adalah  ayat kursi dapat berkhasiat sebagai perantara bagi seorang murid yang mengalami kendala menghafalkan pelajaran/ ilmu atau mengalami kesulitan memahami pelajaran/ ilmu, maka dengan membaca ayat kursi, Allah akan memudahkannya untuk menghafal atau memahami pelajaran dengan niatan yang lurus tentunya. Pada hakekatnya yang memberikan pemahaman adalah Allah SWT, sedangkan ayat kursi adalah perantaranya. Contoh lafal niatan saat membaca ayat kursi dengan tujuan membantu memahami ilmu:
            “Bibarokati ayat kursi, semoga Allah SWT (Dzat yang Maha Cerdas) memberikan kecerdasan padaku sehingga dengan barokahnya ayat kursi, aku dengan mudah dapat memahami dan menghafal pelajaran. Al-Fathekah. Lalu dilanjutkan baca ayat kursi”.
Diriwayatkan oleh Al Khotib dari Annas RA bahwa rosulullah SAW berkata: “Apakah kalian semua tahu bahwasannya ayat kursi adalah lebih agung-agungnya surat di dalam Al-Qur’an sebagaimana termaktub dalam kitab Daril Mansur”. (tertera dalam Kitab Khozinatul Asror).
Hadits tersebut menjelaskan betapa agungnya ayat kursi sehingga Allah menurunkannya karena ayat kursi memiliki keagungan yang luar biasa tentang penciptaan. Ayat kursi memiliki keagungan diantaranya sebagai sebab asal muasal diciptakannya langit, bumi, surga, dan neraka. Sungguh, Dialah Allah SWT…Rabb semesta alam yang Maha Agung yang menciptakan dunia dan seisinya, yang menciptakan akhirat, surga dan neraka.
Diriwayatkan oleh Al Haris bin Abi Umamah dari Al Hasan RA tertera dalam hadits Mursala bahwasannya Rosulullah SAW bersabda “Lebih utama-utamanya ayat dalam Al-Qur’an adalah surat Al-Baqoroh dan ayat yang berisi kebahagiaan (bungah-bungahe ayat) adalah ayat kursi sebagaimana termaktub dalam kitab Al-Itqon” (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).
Diriwayatkan oleh Ad-Dharimi dari Robi’ bin Abdillah Al Kala’i bahwasannya Rosulullah SAW berkata “Ayat Al Qur’an dari kitab Allah yang paling agung dari kitab Allah adalah ayat kursi yang jua disenangi dan sempat dijumpai oleh ummatku (Ummat Muhammad). Dan Rosulullah SAW jua berkata bahwa “surat Al-Baqoroh adalah gedungnya rahmad Allah SWT dari bawah arsy-nya Allah SWT” (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).  
Diriwayatkan oleh Abu Abid dan Ibnu Dharis dan Muhammad bin Nasir dari Ibnu Mas’ud RA bahwasannya Rosulullah SAW berkata “Sesungguhnya Allah SWT tidak menciptakan langit, bumi, surga dan neraka melainkan karena keagungan dari ayat di surat Al Baqoroh, khususnya ayat khursi” (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Dharis dan Hakam dan Baihaqi dari Abi Daril Ghofur RA bahwa Rosulullah SAW berkata “Ayat yang agung yang menjelaskan tentang penciptaan adalah ayat kursi” (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).
Diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur dan Ibnu Dhoris dan Baihaqi dari Ibnu Abbas RA bahwa Rosulullah SAW berkata “Allah tidak menciptakan langit, bumi, tanah yang datar, dan gunung-gunung melainkan karena keagungan ayat kursi” (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).
 Diriwayatkan oleh Wake’ dan Haris dan Muhammad bin Nasir dan Ibnu Dhoris dari Hasan RA bahwasannya Rosulullah SAW berkata “Lebih utama-utamanya ayat Al Qur’an adalah surat Al-Baqoroh dan lebih agung-agungnya ayat Al-Qur’an adalah ayat kursi. Dan sesungguhnya setan akan pergi (meninggalkan) dari suatu rumah apabila rumah tersebut dibacakan surat Al-Baqoroh sebagaimana termaktub dalam kitab daril mansur” (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).
Keutamaan Ayat Kursi (www.risalah.net).

             Berdasarkan hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa ayat kursi memiliki keagungan yang luar biasa bagi hamba yang melafalkannya. Sebab dasar asal mula penciptaan langit bumi beserta isinya adalah ayat kursi. Sungguh Dialah Allah, yang Maha Menciptakan dunia beserta isinya. Namun perlu digarisbawahi, jangan sampai terjadi kesalahpahaman bahwa Ayat kursi memiliki kekuatan. Kembali pada tauhid, bahwasannya tiada kekuatan melainkan dari Allah. Jadi yang dapat mengusir setan adalah Allah SWT melalui pembacaan ayat kursi, sehingga dalam hal ini ayat kursi adalah perantara/ alatnya. Sebagaimana yang dapat memberikan kepaham seseorang terhadap pelajaran/ ilmu adalah Allah SWT, sedangkan membaca ayat kursi adalah jalan perantaranya agar Allah mempermidah kita dalam menghafal/ memahami pelajaran.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Penulis haturkan terimakasih kepada Al Mukharom KH. Muharror Ali selaku kiahi peulis yang senantiasa mengajarkan Kitab Khozinatul Asror pada santri dan santriwati PP. Khozinatul Ulum Blora, sehingga dengan belajar melalui mendengarkan sambil mengartikan kitab Khozinatul Asror (ma’nani kitab Khozinatol Asror) yang disampaikan KH. Muharor Ali, penulis dapat menyampaikan apa yang beliau sampaikan. Semoga Allah SWT senantiasa mengagungkan Romo Kiahi Muharror Ali, melimpahkan rizki yang halal dan berkah, serta nikmat kesehatan dan panjang umur pada beliau. Aamiin. Segala kebenaran datangnya dari Allah SWT dan segala kesalahan dalam penulisan ini datangnya dari penulis. Mohon doanya, semoga penulis bisa menjadi insan yang lebih baik. Saat ini, setelah penulis menyelesaikan program sarjana dari Universitas Diponegoro (Semarang), penulis sempat kerja di Kediri dan Jakarta, lantas sekarang penulis memutuskan untuk nyantri (sedang berusaha untuk memperbaiki akhlak dan menimba ilmu untuk memperdalam ilmu agama sebab ilmu agama yang akan menjadi bekal penulis di kehidupan yang abadi nanti (kehidupan akherat). Mohon doanya semoga penulis mendapatkan ilmu yang berkah dan senantiasa bermanfaat, serta menjadi santri yang berhasil dalam menimba ilmu serta tawadhu’. Tulisan ini tidaklah sempurna, sebab penulispun jua manusia yang tak luput dari dosa. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulis pertimbangkan pada penulisan selanjutnya. Saran dan kritik: WA 085725784395/ email. halimahundip@gmail.com. Semoga bermanfaat.  
Tiada yang lebih utama dari sebuah ilmu yakni ilmu yang diamalkan dan dibagikan pada kaum muslimin lainnya. Maka atas setiap ilmu yang kau dapatkan, ajarkan pula pada yang lainnya sebagai jalan dakwahmu akan kebaikan sembari engkau amalkan.

REFERENSI:

Kitab Khozinatul Asror. Bab Sebab Turunnya Ayat Kursi.             

Sabtu, 05 Agustus 2017

KEUTAMAAN MENJAGA PANDANGAN DAN KEMALUAN BAGI ORANG BERIMAN

KEUTAMAAN MENJAGA PANDANGAN DAN KEMALUAN
BAGI ORANG BERIMAN  

            Pandangan, bila berbincang tentang pandangan apa yang terbesit dibenakmu? Pandangan adalah panah yang dapat menjadi sumber fitnah maupun sumber kebahagiaan. Pandanglah sesuatu yang halal untuk dilihat sehingga akan mendatangkan manfaat dan kebaikan bagimu. Sementara memandang akan hal-hal yang haram dilihat dapat mendatangkan keburukan atau siksaan padamu.
            Seringkali kita jumpai di kehidupan sehari-hari, awal rasa cinta berasal dari pandangan. Itulah mengapa, pandangan dapat dikatakan sebagai panah beracun yang dapat menjadikan timbulnya maksiyat mata (zina mata). Bahkan kemaksiyatan farji bermula dari maksiyat mata. Sebagaimana kisah Siti Zulaikha yang menggoda Nabi Yusuf AS berawal dari pandangannya terhadap Nabi Yusuf AS. Saat Siti Zulaikha memandang Nabi Yusuf, ia terpesona akan ketampanan Nabi Yusuf. Dari hal itulah, Zulaikha tergoda iblis sehingga dikuasai akan nafsunya. Ia selalu terbayang akan wajah Nabi Yusuf, sehingga ketika ada kesempatan untuk berbuat maksiyat, iapun terpancing dan menggoda Nabi Yusuf untuk bercumbu rayu dengannya. Namun Allah berkehendak lain, Allah melindungi Nabi Yususf AS dari hal-hal buruk. Ketika Nabi Yusuf digoda Siti Zulaikha, Nabi Yusuf menolak. Akibatnya, baju belakang Nabi Yusuf AS sobek karena dikoyak Siti Zulaikha yang mengejarnya.
            Bayangkan, lelaki mana yang tak tergoda dengan wanita secantik Zulaikha. Wanita yang sangat cantik, bukan hanya kembang desa (tercantik sedesa), tercantik sekecamatan, tetapi Zulaikha adalah wanita tercantik senegara. Coba renungkan, kalau bukan pemuda yang beriman yang selalu ingat akan Tuhannya, mana mungkin Nabi Yusuf AS menolak ajakan bercumbu Siti Zulaikha. Hal itu tak lain karena, Nabi Yusuf AS merasa malu berbuat maksiyat sementara Allah SWT senantiasa mengawasinya barang sedetikpun. Duhai hamba yang beriman, perlu engkau renungi bahwa malu akan berbuat kemaksiyatan adalah awal dari sumber keimanan seseorang. Seorang yang beriman dan bertaqwa pada Allah SWT akan merasa malu tatkala berbuat maksiyat. Hal itu tak lain karena ia malu manakala Tuhan melihatnya, sementara ia dalam keadaan berbuat maksiyat. Sungguh inilah buah hadits yang mengatakan bahwa “Malu (berbuat maksiyat) adalah sebagian dari iman”. Ketika hilang rasa malu seseorang, maka hilang pulalah keimanan seseorang.     
   Sebagaimana kisah Kiahi Barseso yang diceritakan dalam Al Qur’an. Kiahi Barseso adalah kiahi yang tersohor akan kengalimannya pada zamannya, bahkan muridnya hingga ribuan. Beliau adalah ahli ibadah, tidak pernah berjumpa pada wanita dan selalu menjaga pandangannya dari maksiyat mata. Maka datanglah tiga pemuda kepada Kiahi Barseso untuk menitipkan saudari (perempuannya) karena mereka bertiga hendak bepergian jauh untuk berdagang. Tiga pemuda tersebut yakin bahwa hanya Kiahi Barseso lah yang bisa dipercaya untuk menjaga adek perempuannya dengan baik dan aman selama mereka pergi.
Awalnya Kiahi Barseso menolak amanah untuk menjaga saudari perempuan mereka, karena Kiahi Barseso takut jikalau ibadahnya terganggu. Namun atas bujukan (dengan alasan kemanusiaan) oleh tiga pemuda tersebut, akhirnya Kiahi Barseso menyetujui permintaan mereka untuk menjaga saudari perempuan mereka selama mereka pergi dengan satu syarat saudari perempuan mereka tinggal di gubug yang terpisah dengan Kiahi Barseso. Berawal dari menuruti bisikan syetan, ia memandang wanita yang dititipkan padanya digubug miliknya. Dari pandangan itulah, Kiahi Barsisho terpesona akan kecantikan wanita tersebut. Ia selalu didatangi bayangan akan kecantikan wanita tersebut dalam setiap ingatannya baik ketika beribadah, maupun ketika melakukan kegiatan sehari-hari. Dari pandangan itu, maka tibalah zina mata yang berdampak pada zina hati (hati yang selalu terfikir akan kecantikan wanita), lantas dari zina hati yang selalu terbayang-bayang akan hal yang tak halal. Lalu berlanjut dengan maksiyat kaki yang melangkah untuk berzina hingga akhirnya Kiahi barsisha terjebak dalam maksiyat farji dengan berzina pada wanita tersebut. Hingga akhirnya Kiahi Barsisho meninggal dalam kondisi su’ul khotimah (mati dalam kondisi bersujud pada syetan). Naudhubillah…
Selain itu, juga Kisah Malaikat Harut dan malaikat Marut yang terpilih diantara malaikat karena ketaatannya pada Allah SWT, sehingga oleh Allah diturunkan ke bumi dan dibekali nafsu layaknya manusia untuk diuji keimanannya. Malaikat Harut dan malaikat Marut terpilih menjadi hakim di suatu negara karena kebijakannya. Sampai suatu hari, mereka menangani permasalahan dimana mereka harus menangani masalah yang terjadi pada seorang wanita cantik yang bernama Zuhra. Zuhra adalah wanita tercantik di suatu negara, rambutnya terurai sebahu, matanya bebinar-binar, bibirnya merah jambu, kulitnya putih bersih, hidungnya mancung. Dialah si cantik Zuhra, barangsiapa memandangnya di zamannya, maka ia akan terpesona akan kecantikannya. Datanglah si Zuhra merayu malaikat Harut dan Marut agar mereka (malaikat Harut dan malaikat Marut) memenangkannya di sidang pengadilan meskipun ia terbukti bersalah. Awalnya malaikat Harut dan Marut menolak karena ketakutannya pada Allah. Namun setan datang membisikinya di telinganya, sehingga timbulah rasa kecewa ketika ditinggalkan si cantik Zuhra. Akhirnya keesokannya mereka berduapun meladeni Zuhra yang datang ke rumahnya, Zuhra memberinya pilihan memilih mau berzina dengannya atau memilih mabuk. Malaikat Harut dan Marut memilih mabuk, dari mabuk itulah akhirnya mereka tak sadarkan diri hingga mereka (malaikat Harut dan Marut) berzina dengan si cantik Zuhra. Lalu ada orang yang bertamu di rumah mereka dan mengetahui perbuatan zina itu, malaikat Harut dan Marut ketakutan. Dari ketakutan akan diketahui sang Raja, Malaikat Harut dan Marut mencekik orang yang mengetahui aibnya berzina agar tidak dibeberkan. Sudah mabuk, berzina, membunuh pula. Ketika keluar rumah, lantas ada suara menggelegar dari angkasa…
“Engkau telah berdosa besar, maka kau pilih siksa dunia atau siksa akherat?”
Malaikat Harut dan Marut menyesal dan ia pun memilih siksa dunia. Maka Malaikat Harut dan Marutpun disiksa di dunia sejak saat itu hingga hari kiamat datang.
Duhai insan yang dimuliakan Allah…
            Coba kau renungi dari kisah-kisah tersebut (Kisah Zulaikha, Kisah Kiahi Barseso, Kisah Malaikat Harut Marut). Sungguh pandangan adalah panah beracun yang berbahaya. Berawal dari pandangan, maka timbulah maksiyat mata. Dari maksiyat mata timbulah bayang-bayang wanita sehingga datanglah maksiyat hati (membayangkan sesuatu yang tak halal dilakukan). Dari maksiyat mata menjadi penyebab maksiyat kaki, yakni maksiyat kaki yang digunakan untuk melangkah dalam kemaksiyatan (berzina). Dari maksiyat kaki, maka timbulah maksiyat farji (berzina).

            Diriwayatkan oleh Imam Rodifah RA (termaktub dalam kitab Majlisus Saniyyah halaman 78), Rosulullah SAW berkata bahwa “Zina itu mendatangkan 3 siksa di dunia dan 3 siksa di akherat. Siksa di dunia itu diantaranya: 1) mendatangkan penyakit, 2) mendekatkan pada kefakiran/ kemiskinan, 3) memperpendek usia/ umur. Siksa di akherat diantaranya: 1) mendatangkan murka Allah SAW, 2) Memperburuk hisab/ timbangan amal di akherat, 3) dimasukkan ke neraka”.
            Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA (termaktub dalam kitab Majlisus Saniyyah halaman 78), bahwa Rosulullah SAW berkata: “Zina itu menyebabkan hilangnya cahaya iman seseorang. Ketika seseorang berzina, maka Allah SWT mencabut cahaya iman yang ada pada diri seseorang. Dan apabila seorang pezina tersebut bertaubatan nasuha, maka Allah kembalikan cahaya iman pada dirinya”.
            Rosulullah SAW berkata pada pemuda-pemuda bangsa Qurais agar menjaga kemaluannya dari perbuatan zina. Barangsiapa menjaga kemaluannya dari perbuatan zina, maka akan dimasukkan surga. Dalam hadits sohih dijelaskan bahwa “Barangsiapa bisa menjaga diantara kedua rahangnya (lisan) dan menjaga kemaluannya dari hal-hal yang diharamkan, maka akan dimasukkan ke dalam surga”. Rosulullah SAW juga bersabda bahwasannya “sesungguhnya cinta dunia dan perempuan menjadi awal fitnah yang terjadi pada bani isrofil(termaktub dalam kitab Majlisus Saniyyah halaman 78).
Duhai kaum muslimin muslimat yang dirahmati Allah SWT…
Duhai kaum adam, jagalah pandanganmu terhadap wanita. Tundukkan pandanganmu ketika memandang wanita yang bukan makhram (wanita yang tidak halal dilihat) melainkan melalui penghalang/ hijab. Sesungguhnya padanganmu terdadap wanita dapat menjadikan zina mata, zina hati, zina kaki hingga zina farji. Ambilah hikmah dari kisah-kisah orang terdahulu sebagaimana kisah Zulaikha, kisah Kiahi Barseso, dan kisah Malaikat Harut dan Marut. Dan jagalah kemaluanmu dari perbuatan zina. Perlu diketahui, bahwa sesungguhnya Allah SWT maha tahu atas apapun yang dilakukan setiap hambanya. Maka malulah saat engkau berbuat maksiyat, sementara Allah SWT melihatmu.
Duhai kaum hawa, jagalah mandanganmu dari melihat hal-hal yang haram dilihat termasuk memandang laki-laki yang bukan makhram. Dan jagalah pula kemaluanmu dari perbuatan zina. Duhai wanita, jagalah aurotmu, tutuplah aurotmu, jagalah kecantikanmu hanya untuk suamimu semata, hanya untuk yang halal memandangmu. Jangan kau biarkan aurotmu dipandang oleh siapapun. Sesungguhnya wanita mulia karena ia mampu menjaga kehormatannya dengan menjaga aurotnya.
Rosulullah SAW bersabda “Pendangan itu seperti panah syetan yang beracun. Maka barangsiapa bisa meninggalkan barang yang haram untuk dilihat (menjaga pandangannya dari memandang sesuatu yang haram dilihat) karena rasa takut akan murkanya Allah (ketika berbuat maksiyat). Maka Allah karuniakan iman yang dirasa manis pada hati orang tersebut”. (termaktub dalam kitab uqudillujen).
Nabi Isa AS  berkata “Takutlah engkau akan pandangan. Karena pandangan bisa menjadi penyebab timbulnya syahwat (keinginan) dalam hati. Dan pandangan bisa menimbulkan datangnya fitnah”. Seorang mujahid berkata bahwasannya ketika seorang perempuan menghadap ke depan, maka iblis duduk di atas kepala wanita tersebut untuk menarik perhatian akan orang (laki-laki) yang memandangnya. Dan ketika seorang perempuan meninggalkan suatu tempat (beranjak berdiri pergi), maka iblis duduk di pinggulnya sehingga menarik perhatian orang (laki-laki) yang memandangnya (termaktub dalam kitab uqudillujen).
Rosulullah SAW bersabda : “Setelah zamanku, tiada fitnah yang lebih bahaya yang menimpa kaum laki-laki selain fitnah yang datang dari para wanita”.
Duhai kaum muslimin muslimat, sungguh betapa bahayanya memandang akan hal-hal yang haram, maka dari itu hindarilah. Dalam kitab uqudillujen dijelaskan bahwasannya zinanya mata adalah memandang akan hal-hal yang haram dilihat, termasuk salah satunya memandang wanita yang bukan makhram. Zinanya telinga adalah mendengarkan hal-hal yang haram didengar, salah satunya adalah mendengarkan ghibah. Zinanya lisan adalah membicarakan hal-hal yang haram dilakukan sebagaimana ghibah, adu domba (namimah), dll. Zinanya kaki adalah kaki yang digunakan untuk melangkah melakukan maksiyat. Dan zinanya kemaluan adalah berzina.
Rosulullah SAW bertanya pada Fatimah RA; “Apa saja hal bagus (kebagusan) yang bisa dilakukan wanita?”. Sayyidah Fatimah RA menjawab: “Perempuan yang tidak memandang laki-laki yang bukan makhramnya dan laki-laki yang tidak memandang perempuan yang bukan makhramnya”.
Kaum muslimin muslimat yang dirahmati Allah SWT….
Demikianlah artikel yang penulis sampaikan yang sebagian sumbernya dikutip dari kitab majlisus saniyyah dan uqudillujen tentang keutamaan menjaga pandangan dan kemaluan dari hal-hal yang haram dilakukan. Semoga tulisan ini bermanfaat, terimakasih telah berkunjung. Jika dirasa bermanfaat, tulisan ini boleh di share, semoga menjadi amal ibadah penulis dan bagi yang membagikan ilmu ini. Mohon doanya, semoga penulis bisa menjadi insan yang lebih baik. Tulisan ini tidaklah sempurna, sebab penulispun jua manusia yang tak luput dari dosa. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulis pertimbangkan pada penulisan selanjutnya. Saran dan kritik: WA 085725784395/ email. halimahundip@gmail.com. Semoga bermanfaat.   
Tiada yang lebih utama dari sebuah ilmu yakni ilmu yang diamalkan dan dibagikan pada kaum muslimin lainnya. Maka atas setiap ilmu yang kau dapatkan, ajarkan pula pada yang lainnya sebagai jalan dakwahmu akan kebaikan sembari engkau amalkan.
REFEREBSI:

  1. Kitab Majlisus Saniyyah. Halaman 78.
  2. Kitab Uqudillujen Bab Haramnya Laki-Laki Memandang Wanita yang Bukan Makhramnya.