HALIMAH BINTI MASDARI

Sabtu, 23 Agustus 2014

Sepenggal Cerita Perjalanan Hidupku



Sepenggal Cerita Perjalanan Hidupku

Dewi Nur Halimah, itulah nama yang diberikan oleh kedua orangtuaku, seorang wiraswasta dan petani. Bapak Masdari dan Ibu Siti Mahzunah adalah nama kedua orangtuaku yang telah membesarkanku sampai sekarang ini. Menurutnya, mereka memberiku nama Dewi Nur Halimah karena makna itu yang begitu besar dan harapan kehidupan yang cemerlang bagiku. Dewi berarti cantik karena aku seorang wanita, Nur diambil dari bahasa arab yang berarti cahaya, dan Halimah juga dimbil dari bahasa arab yang berarti sabar. Jadi Dewi Nur Halimah memiliki makna seorang anak wanita yang cantik dengan penuh cahaya kesabaran.
Setelah aku dilahirkan sampai aku berusia tiga tahun, kehidupan keluargaku sangatlah menderita. Kami tidak punya rumah dan menumpang di kampung (tanah) milik tetangga untuk mendirikan rumah kecil-kecilan hanya untuk sekedar berteduh. Setelah tiga tahun menumpang di kampung orang, allhamdulillah kakek memberikan kampung (tanah) pada Bapak. Lalu rumahkupun dipindah dikampungku sendiri (pemberian kakek) sampai sekarang ini. Saat itu orangtuaku tak pernah membayangkan dan tak pernah terlintas berfikir untuk menyekolahkanku sampai jenjang kuliah karena keadaan ekonomi keluargaku lemah, untuk makan saja susah apalagi untuk sekolah.
Seiring dengan perjalanan waktu, kehidupan kamipun membaik. Usia empat tahun aku disekolahkan di TK Pertiwi desa Bandungrojo. Namun hasil yang kuperoleh sedikit mengecewakan kedua orangtuku. Aku tidak naik kelas karena usiaku belum cukup umur untuk sekolah di SD. Pada saat itu, aku ngambek dan tidak mau mengulang sekolah di TK lagi. Tetapi dengan penuh kesabaran dan kasih sayang ibuku membujukku untuk sekolah lagi, dan allhamdulillah aku naik kelas dan dapat melanjutkan sekolah SD.
Hal yang paling mengesankan bagiku adalah saat SD kelas 1 catur wulan III .Ketika di cawu I dan II nilaiku sangatlah biasa dan pas-pasan. Sampai pada suatu malam, ketika aku belajar ditemani lampu teplok karena pada saat itu kami belum punya listrik, ibuku melatihku cara belajar membaca dan menulis. Aku dapat belajar membaca dengan lancar, tetapi yang sungguh lucu, tulisanku sangat jelek dan tidak rapi sama sekali. Ukurannya ada yang kecil, ada yang besar, tidak karuan. Karena itu ibuku sangat marah padaku dantanganku digedokkan di atas meja sampai aku menangis kesakitan. Namun setelah itu allhamdulillah aku menjadi semangat dan rajin belajar. Alhasil peningkatan drastis pun terjadi padaku, dari yang mulanya di cawu I dan II tidak mendapatkan juara, bisa berubah menjadi juara 1 di cawu III.
Sejak Kejadian itulah semangatku bangkit dan rasa cinta terhadap ilmu semakin tumbuh. Alhamdulillah dengan kegigihan dan ketekunan aku dapat mempertahankan prestasiku menjadi juara kelas. Tidak lepas dari itu semua, itu semua atas dukungan dari beberapa pihak. Atas rido Allah yang mengabulkan semua usaha dan doaku, serta didikan disiplin dan belajar istiqomah tiap hari dari orang tuaku.
Oh ya ,sekilas tentang orang tuaku, orangtuaku adalah seorang pekerja keras, ulet dan pantang menyerah. Mereka selalu bekerja dengan gigih demi membiayaiku sekolah dan biaya kehidupan sehari hari. Bahkan ibuku ikut bekerja angkat berat untuk berjualan garam dengan gerobak sepeda onthelnya di pasar. Hal itu dilakukan hanya untuk membantu Bapakku, karena penghasilan gabungan Bapak dan Ibukku kurang lebih hanya 20.000/hari. Sungguh hal itulah yang membakar semangatku untuk meraih mimpi menjadi orang yang sukses.
Menginjak kelas VI SD aku merasa kebingungan. Mau melanjutkan ke SMP mana? dan bagaimana biayanya?. Namun aku tk patah semangat, aku tetap belajar dengan tekun dan sungguh sungguh. Allhamdulillah ujian sekolah dan ujian nasional sudah aku lampaui dengan baik dan hasilnya cukup memuaskan, saya mendapat juara 1di kelas dan nilai ijazah serta danem terbaik di kelas VI. Guruku kelasVI menyarankan orangtuaku supaya beliau menyekolahkanku di SMP 1 Ngawen. Orangtuaku hanya tersenyum dan mengusahakan untuk menyekolahkanku sesuai dengan yang disarankan guruku.
Alhamdulillah dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan. Untuk persiapan seleksi tes tulis masuk SMP 1 Ngawen, aku berlatih dari soal soal pelajaran kelas VI tiap hari. Buku buku keas VI inilah yang mennjadi sahabatku belajar selama beberapa hari, sampai menjelang tes seleksi tersebut. Aku dapat mengikuti tes tulis tersebut dan sampai pada pengumuman, akhirnya aku diterima menjadi siswinSMP 1 Ngawen. Ya walaupum aku mendapatkan juara 16 dari 288 siswa,yang penting diterima dululah. Masalah prestasi insyaAllah kalau mau belajar sungguh sungguh pasti bisa meningkat.
Perjuangan tak sampai disini sajauntuk membayar sumbangan gedung dan biaya kain seragam, orangtuaku harus usaha exstra untuk mendapatkan sejumlah uang yang dibutuhkan dan tepat waktu. Karena kalau tidak bisa membayar, bisa saja dilempar pada siswa cadangan yang mampu membayar sumbangan tersebut. Penghasilan orangtuaku tak seberapa, hanya cukup untuk kebutuhan sehari hari dan kalaupun sisa mungkin hanya 1000/2000 an tiap hari.  Untuk biaya sumbangan tersebut, akhirnya Bapakku memutuskan untuk menjual kambing satu-satumya yang kami punya.
Tak pernah terbayangkan aku bisa melanjutkan SMP. Jika melihat keadaan ekonomi keluargaku yang lemah, yang sudah jelas terlihat kesusahan membiayai sekolahku. Hal itu mendorongku untuk semakin bertambah semangat menyemai mimpi-mimpiku menjadi sebuah kenyataan. Aku tidak boleh malas dan sombong, aku harus lebih giat lagi belajar, dan tidak boleh pantang menyerah itulah tekadku. Persaingan disini semakin ketat, tak seperti dulu di SD, yang siswanya tidak lebih dari 40 orang. Yang kuhadapi adalah anak anak dari berbagai SD dari desa yang berkumpul menuntut ilmu. Mereka bukanlah saingan yang ringan, karena mereka adalah anak anak pilihan yang lolos dari seleksi tes tulis diantara beratus-ratus siswa yang ingin menjadi siswa di SMP 1 Ngawen.
Strategi pribadiku adalah belajar dengan memanfaatkan setiap waktu luangku untuk membaca dan mngulas kembali materi yang diajarkan oleh guru. Caraku belajar yaitu dengan mengerjakan soal soal di LKS dan sering membaca untuk pelajaran menghafal. Bila dalam mengerjakan soal tak kutemukan hasilnya, aku tak menyerah begitu saja, akan kuulangi berulangkali sampai kutemukan hasilnya.
Masalah biaya pasti menghimpitku yang memang tak semurah dulu ketika di SD. Ditambah lagi jumlah buku buku dan LKS yang dibeli jumlahnya banyak. Dan apalagi kalau teringat pendapatan orangtuaku yang tak seberapa dan hasilnya tak menentu. Siasat pribadiku adalah aku selalu menabung uang sakuku tiap hari untuk membeli buku-buku dan LKS, tanpa meminta uang dari orang tuaku, bahkan masih bisa aku gunakan untuk keperluan mendadak seperti fotocopy, iuran kelas, dll. Memang kalau di sekolah aku jarang sekali jajan. Uang sakuku memang tak banyak, hanya 2000/hari, tetapi jika aku tabung terus tiap hari hasilnya cukup banyak  dan bisa untuk keperluan dan peralatan sekolahku. Toh aku kan pulang pergi sekolah naik sepeda,  jadi tidak perlu uang untuk transportasi.
Selain itu aku juga mendapatkan beasiswa BKM ( Beasiswa Kurang Mampu) di sekolah tiap semesternya. Dengan beasiswa tersebut saya menjadi tidak kawatir untuk biaya SPP, soalnya uang tersebut sudah cukup untuk SPP selama satu semester. Aku bersyukur, ditengah kehidupan ekonomi yang lemah, aku masih bisa mengenyam pendidikan SMP sampai lulus.
Alhamdulillah atas usaha dan doa, prestasiku semakin meningkat dari kelas VII sampai kelas IX. Dulu yang mulanya aku dapat juara 16 dari 288 siswa saat pendaftaran, bisa menjadi juara II di kelas VII pada semester I. Kemudian saat semester II kelas VII sampai kelas IX prestasiku konstan yaitu juara I kelas dan mendapatkan juara III parallel.
Tak jarang saat menginjak kelas IX, aku sering merenungi tentang kedaan ekonomi orangtuaku. Apa mungkin aku masih bisa melanjutkan sekolah menengah atas?. Bagaimana mungkin orangtuaku mampu membiayai ini semua?, sederet  pertanyaan lain terus memenuhi otakku. Namun semua itu aku pasrahkan pada Allah, yang penting aku focus terlebih dahulu pada UN dan ujian sekolah. InsyaAllah kalau danemnya tinggi, pastidiberikan kemudahan untuk mendaftar di SMA manapun. Mau nanti disuruh bayar berapapun, itu adalah urusan belakangan, yang penting UN lulus dengan hasil maksimal.
Setelah lulus SMP aku mendaftarkan diri di SMA1 Tunjungan. Pendaftarannya lebih mudah dari SMP dulu, karena di SMA 1 Tunjugan ini tidak ada seleksi tes tulis tetapi langsung dari jumlah nilai danem dan nilai ijazah. Alhamdulillah aku diterima di SMA 1 Tunjungan dengan peringkat 85 dari kurang lebih 260 anak. Perjuangan tak henti di sini, biaya sumbanganpun besar sekitar Rp 1.600.000,00, apalagi beban orangtuaku semakin berat karena pada saat aku daftar SMA bersamaan dengan adikku yang mendaftar di SMP, maklum usiaku hanya terpaut tiga tahun dengan adikku.
Masalah biaya yang jumlahnya besar, dan teringan Bapakku hanya mempunyai pedhet( anak sapi) yang nlainya tidak lebih dari 2,5 juta pada waktu itu, jauh dari biaya daftarku dan adikku. Terpaksa aku harus mengalah, uang tersebut untuk biaya sumbangan gedung dan kain adik serta untuk membelikan sepeda adik karena Bapak sudah berjanji kalau adik SMP akan dibelikan sepeda baru. Sementara itu sisanya hanya cukup untuk membayar uang kain seragamku dan setengah dari jumlah sumbangan uang gedungku. Kekurangan uang sumbangan itu, aku cicil sampai kelas XI.
Setelah menjadi bagian dari SMA N 1 Tunjungan, perjuangan tak henti sampai disini. Banyak temanku yang aku sebut super pintar. Tak berbeda dari strategiku sebelumnya, aku harus belajar super ekstra untuk meningkatkan peringkatku yang cukup bawah itu. Aku harus pandai memanage waktua antara belajar, membantu orangtua, dan beribadah.
Tak seperti yang kubayangkan , persaingan disini cukup ketat. Apalagi banyak diantara temanku yang mengikuti les semacam bimbel di lur jam sekolah untuk meningkatkan peringkat mereka. Ya, sekali lagi aku katakanan sahabatku adalah buku-buku LKS yang aku punya dan buku dari pinjam dari buku prpustakaan, karena memang tidak bisa ikut les sebab orangtuaku tak mampu untuk membiayanya. Namun semangatku tetap berkobar. Aku tak tega melihat orangtuaku mandi keringat di sawah, apalagi ibuku, seorang wanita harus angkat berat hanya demi untuk membiayai sekolahku. Yang bisa kulakukan adalah berjuang dan berusaha untuk  memberikan hasil yag terbaik pada mereka dengan membuat mereka tersenyum.
Alhamdulillah bersama kesulitan-kesulitan yang kuhadapi selalu ada kemudahan. Tidak ada yang mustahil dalam hidup ini kalau kita mau berjuang. Alhamdulillah hasilnya aku selalu mendapat juara 1 di kelas sejak kelas X sampai kelas XII semester II. Meskipun ketika kelas XI semangatku pernah turun drastis, mentalku yang lemah karena aku merasa minder dengan teman-temanku yang mayoritas anak orang mampu, jauh lebih mampu dari keadaan ekonomi keluargaku. Namun pada saat semangatku turun, pada saat itu pula semangatku naik drastis. Hal itu karena dorongan dan motivasi dari temanku agar aku semangat lagi seperti dulu. Dan saat itu pula aku sadar, kalau ingin sukses janganlah psimis tetapi harus optimis. Semua manusia itu sama yang membedakan adalah tingkat ketakwanya, JADI mengapa saya harus minder.
Menjelang UN hatiku sering deg-degan, hampir setiap malam dalam tidurku selalu terbayang soal-soal UN yang mematikan. Aku tak mau hasil UN ku jelek, lulus tak akan berarti jika dengan jumlah danem yang jelek dan jumlah ijazah yang minim. Maka mulai saat itupun aku menyusun strategi agar hasil UAN  dan UASku baik. Menurut bu Ekatri Yuniarsih ( guru BK ), beliau mengatakan bahwa tidak akan ada kesuksesan yang datang begitu saja, malainkan kita sendiri yang harus menjemput dan meraihnya. Dari kata-kata itulah aku menjdi terinspirasi, aku menyusun strategi untuk menghadapi uas, dan inilah strategiku:
1.      Berdoa kepada Allah dan mohon restu pada orang tua
Setiap keberhasilan ada keikutsertaan Tuhan di dalamnya. Berdoa adalah upayaku untuk mendekatkan diri pada Allah agar diriku diberi kemudahan dalam menghadapi UN. Selain itu aku juga mendekatkan diri pada orangtua, berusaha untuk patuh pada setiap perintahnya. Bagiku keberhasilan UN adalah suatu ajang yang akan aku persembahkan nantinya kepada kedua orangtuaku tercinta, maka dari itu aku harus mendapatkan ridho kedua orangtuaku. Masih ingatkah kawan hadis yang berbunyi, “Ridhollohi fi ridhol walidain”, yang berarti ridhonya Allah itu ada dalam ridhonya kedua orangtua. Oleh karena itu, mintalah restu orangtua sebelum UN agar diberi kemudahan dan kelancaran.
2.      Memperbanyak latihan soal
Dalam hal ini aku banyak latihan soal-soal UN tahun-tahun lalu. Karena biasanya soal-soal UN tiap tahun tidaklah jauh berbeda, kalaupun berbeda pasti hanya angka-angkanya saja yang di rubah sedangkan bentuk dan tipe soalnya masih sama. Jika menunggu kehadiran buku detik-detik UN dari sekolah terlalu lama, maka akulah yang harus aktif, sesering mungkin aku pergi ke perpustakaan mencari buku-buku soal UN tahun lalu, lalu di rumah aku mengerjakan soal-soal itu atau kalau ada jam kosong aku gunakan untuk mengerjakan soal-soal tersebut. Teringat kata guruku SMP, beliau Pak Kastudi, selalu mengatakan “ ala bisa karena biasa”, jadi jika aku terbiasa mengerjakan soal-soal UN, maka aku akan bisa dengn sendirinya karena sudah terbiasa. Selain itu aku juga sering mengkondisikan diriku seolah-olah menghadapi UN yang sesungguhnya. Aku selalu mematok waktuku mengerjakan soal dengan jam. Jika waktunya habis, maka akupun berhenti mengerjakan soal, lalu aku cocokkan hasil kerjaanku dengan kunci jawaban yang ada, aku hitung jumlah yang benar dan yang salah. Namun jika soal itu tak ada kunci jawabannya aku tak segan-segan setelah usai mengerjakan, jika disekolah aku tanyakan pada guru yang bersangkutan jawaban yang benar.
3.      Membiasakan diri bersikap jujur dan sportif
UN adalah ajang yang sangat prestasius, namun dalam menjalaninya tak perlulah dengan cara curang seperti membeli kunci UN pada saat UN. Percaya pada diri sendiri itu lebih baik, karena segala sesuatu yang diperoleh dengan  cara tidak baik, meskipun hasilnya bagus tetapi tidak akan membawa keberkahan. Walaupun ada yang mengatakan belajar 3 tahun hanya ditentukan oleh ujian 4 hari, maka bagaimanapun caraya kita harus lulus. Kawan coba ingatlah, kita menuntut ilmu bukan untuk mencari nilai, tetapi untuk mencari ridho Allah dan memajukan islam. Meskipun bukti kita berhasil adalah nilai, namun nilai bukanlah segala-galanya. Kita tak perlu menghalalkan segala cara agar lulus UN,  tapi cobalah mantabkan hatimu, jika kamu belajar dengan sungguh-sungguh dan doa yang selalu istiqomah insyaAllah kesuksesan akan mengikuti dengan sendirinya, yakinlah dengan kerja kerasmu sendiri kau tak akan rugi. Berlaku jujurlah dalam mencapai keberhasilan, jika orang lain tak tahu, maka sesungguhnya Allah Maha Tahu atas segala apa yang kau lakukan. Tak malukah kau dengan Allah, tak takutkah kau dengan Allah yang mengawasimu sementara kau berbuat tak adil, berbuat dosa. Perhatikanlah ayat  8 pada QS. Al-Maidah yang berarti:”…Berlaku adillah.Karena ( adil ) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Teliti atas apa yang kamu kerjakan.” Dari ayat tersebut kita dituntut untuk berlaku adil, karena sesungguhnya setiap perbuatan yang kita lakukan tidak ada satupun yang luput dari pengawasan Allah, Dialah (Allah) yang Maha Teliti atas apa yang kita kerjakan.
4.      Menghindari system belajar kebut semalam
Menurut perspektifku, belajar jauh-jauh hari sebelum UN tiba jauh lebih baik daripada system belajar kebut semalam. Sistem belajar kebut semalam tidaklah efektif, karena pada hari-hari menjelang UN, badan dan pikiran harus rileks, supaya ketika UN badan tetap fit. Kalau belajar dengan system kebut semalam berarti ibaratnya kamu mengisi air kedalam botol aqua, air satu gayung langsung kamu masukkan pada mulut botol akua dengan langsung tanpa sedikit-sedikit, bisa dibayangkan air yang masuk ke dalam botol hanya sedikit sedangkan lainnya tumpah semua. Sekarang bandingkan dengan belajar jauh-jauh hari sebelum UN, ibaratnya kamu memasukkan air ke mulut botol pelan-pelan, sedikit demii sedikit maka hasilnya adalah botol bisa terisi air dengan penuh dan airnya tidak tumpah kawan.
5.      Menghindari kegitan yang bisa mengganggu belajar
Strategiku yang terakhir ini yaitu, untuk menghadapi UN dan UAS untuk sementara waktu itu aku meninggalkan kegiatan  yang bisa mengganggu pikiranku untuk konsentrasi belajar. Karena yang aku punya hanya TV, maka aku tidak menonton TV ketika mau ujian, tetapi ada trik lain supaya tidak jenuh belajar terus, ada hari untukku refreshing yaitu pada hari minggu. Pada hari minggu itu aku gunakan refreshing untuk nonton TV, sering ngaji dan menyendiri di bawah pohon untuk mendapatkan oksigen yang banyak sebab kerja otak dipengaruhi oksigen. Nah buat kawan-kawan yang fasilitasnya banyak untuk kegiatan hobi/ kesenangan seperti: main play station, chatting internet, fb-an, twitter-an, dan menonton TV, saranku tunda dululah kesenangan kalian saat-saat akan ujian, baru setelah ujian silahkan kalian sepuas-puasnya menjalani kesenangan kalian.
            Alhamdulillah wal hasil, nilai danem dan ijazahku cukup memuaskan, aku mendapatkan juara parallel II dari seluruh peserta UN dan UAS anak ipa. Subhanallah, terimakasih Tuhan atas nikamat yang kau berikan, semoga dengan semangat kejujuran membawaku pada kesuksesanku selanjutnya menempuh jalan menuntut ilmu yang lebih tinggi di perguruan tinggi.
            Perjuangan tak henti sampai disini saja, aku harus berjuang sungguh-sungguh agar aku bisa melanjutkan pendidikan lebih lanjut di perguruan tinggi. Dalam hal ini aku harus berjuang ekstra, terlebih lagi Bapakku saat awal mengerti bahwa aku menginginkan untuk kuliah, beliau kurang setuju karena sebenarnya sejak awal beliau menghendaki aku masuk ke pesantren memperdalam pengetahuan agama. Aku berusaha meyakinkan Bapakku agar beliau mendukungku. Bahkan untuk ikut sanlat (pesantren kilat), semacam bimbingan belajar yang mewadahi siswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi melalui jalur snmptn tulis dengan biaya gratis selama satu bulan sampai menjelang snmptn tulis, beliau tidak mengizinkan. Awalnya aku hanya terdiam ketika beliau tidak menyetujuiku ikut sanlat, namun karena dukungan ibuku aku semangat mengikuti sanlat. Melihat aku yang sering terdiam merenung di kamar, sembari mengerjakan soal-soal snmptn tahun-tahun lalu, Bapakku akhirnya hatinya tersentuh dan mengizinkanku mengikuti sanlat karena beliau tak tega melihat semangatku yang menggebu-gebu menginginkan bisa kuliah.   
            Untuk mensiasati biaya masuk perguruan tinggi yang terbilang jumlah nominalnya sangat besar, aku mendaftar beasiswa bidikmisi dan beasiswa beastudi etos. Bahkan aku sudah melampaui berbagai seleksi tersebut, mulai dari tes administrative, tes wawancara, tes visit home untuk beasiswa beastudi etos. Sedangkan untuk beasiswa bidikmisi aku baru samapai memasukkan data administrative melalui via online dengan bantuan guru BKku.
            Kehidupan baru di sanlat yang mengambil lokasi di pondok pesantren Al-Hikmah Nadipurwo km 8 dari Blora pun dimulai. Selama satu bulan, aku bersama teman-teman dari SMA-SMA lain di kabupaten Blora berkumpul memperoleh bimbingan belajar sebagai bekal mengerjakan snmptn tahun 2012 yang akan kami hadapi.  Bimbingan yang luar biasa dahsyat yang disponsori oleh mata air pusat foundation dari Jakarta pusat, sungguh perjuangan yang sangat hebat tanpa memperoleh gaji  yang  diselenggarakan  oleh  kaum anshor  untuk  menjembatani siswa yang berprestasi untuk bisa sukses lolos snmptn masuk perguruan tinggi negeri. Disanlat aku mendapatkan banyak ilmu pengetahuan tak hanya materi snmptn saja, tetapi juga materi agama yang dilakukan setiap malam dengan menghadirkan pembicara yang super hebat dengan pembicara yang selalu berbeda setiap harinya.
            Di sanlat kami dididik dengan serius, ada masa-masa indah yang selalu terkenang sampai kapanpun. Diantaranya, dzikiran setelah sholat wajib selama kurang lebih satu jam, sungguh doa yang sangat lama sampai tak jarang membuat kaki kesemutan dan aku merasa tertegun karena selama di rumah tidak pernah dzikiran sampai selama itu, namun setelah terbiasa hal itu justru menjadi sesuatu yang indah yang  melatihku untuk senantisa dekat dengan Tuhan. Tak hanya itu, masih banyak sederetan kegiatan yang begitu mengenang untukku, tahlilan setiap hari jumat, berjanjen, out bond setiap hari minggu, belajar bareng bahas soal-soal snmptn dan kegiatan asyik lainnya.
            Selama di sanlat aku sangat antusias dan aku manfaatkan waktuku di sanlat dengan sebaik mungkin. Disamping mendapatkan materi dari tutor mulai jam 8 pagi sampai jam 12 siang dan mulai jam 2 siang sampai jam 4 sore, akupun belajar sendiri memanfaatkan waktu luang ketika istrahat seusai  solat dan makan. Biasanya mulai jam 1 siang sampai jam 2 siang aku belajar sendiri, kemudian jika malam aku belajar sendiri sekitar jam 22.00 sampai jam 00.30 setelah mendapatkan materi dari pembicara mengenai materi non snmptn sebagai bekal pengembangan diri menjalani kehidupan di kampus.
            Hari-hari di sanlat pun beakhir dan berganti dengan detik-detik menjelang snmptn. Hatiku semakin berdebar-debar apalagi jika teringat perjuanganku selama ini agar Bapakku menyetujuiku melanjutkan kuliah. Aku sudah bejanji  kepada beliau bahwa aku akan lolos snmptn dan bisa masuk perguruan tinggi dengan beasiswa karena orangtuaku tidak mampu membiayaiku untuk melanjutkan kuliah. Janji itu rasanya menjadi motivator yang membakar semangatku untuk lebih giat lagi  belajar sebagai persiapan menempuh snmptn. Lalu bagaimanakah siasatku agar aku bisa lolos menembus SNMPTN tulis??...Mau tahu, yup siasatku adalah sebagai  berikut:
1.      Berkumpul dengan orang alim, karena orang alim itu dimulyakan oleh Allah SWT.
2.      Niatku kutata bahwa kesuksesanku nantinya bukanlah untuk diriku sendiri, melainkan untuk orang banyak.
3.      Yakin lolos SNMPTN.
4.      Belajar harus konsentrasi dan dalam keadaan fresh.
5.      Tidak perlu tegang ketika mengerjakan soal SNMPTN.
6.      Mengerjakan soal SNMPTN yang mudah terlebih dahulu, jawaban di lembar jawaban adalah jawaban yang aku yakin benar, dan apabila aku tidak tahu sama sekali, lebih baik aku biarkan tidak kuisi.
7.      Manage waktu antara mengerjakan dan memindah jawaban.
8.      Doa dan tirakatnya juga harus kuat.
            Snmptn telah kulalui, sembari menunggu pengumuman hasil snmptn tanggal 7 Juli 2012 aku memanfaatkan waktu tenggangku untuk membantu orangtuaku memanen kacang hijau disawah untuk dikumpulkan dijual sebagai bekalku berangkat kuliah. Hari-hari yang dinantipun tiba yaitu PEGUMUMAN SNMPTN. Pengumuman hasil snmptn, siapa sich yang nggak deg-degan. So PASTI donk semua siswa yang mengikuti SNMPTN jalur tulis merasa deg-degan termasuk salah satunya aku. Apalagi ketika melihat berita di metroTV  bahwa pengumuman SNMPTN diajukan tanggal 6 Juli pukul 19.00, sungguh benar-benar membuatku semakin deg-degan. Di berita tertera bahwa diantara sekian ratus ribu siswa yang mengikuti SNMPTN jalur tulis, yang ketrima hanya 123.225 siswa. Waw….sungguh persaingan yang amat ketat, benar-benar butuh perjuangan ekstra untuk bisa lolos menembus SNMPTN jalur tulis.
            Hatiku semakin penasaran ketika ditambah lagi banyak diantara teman-temanku yang mengirim pesan kepadaku menanyakan hasil SNMPTNku, sungguh hal ini benar-benar membuatku kawatir, campur aduk deg-degan dan penasaran. Dengan segera aku meminta Bapakku untuk mengantarkanku ke warnet tepat pukul 20.00. Kubuka situs snmptn.ac.id, tetapi ketika kumasukkan nomor SNMPTNku dan tanggal lahir beserta capture yang tertera, hasil SNMPTNku tidak bisa dibuka, disitu tertulis nomor peserta dan tanggal lahir yang dimasukkan tidak cocok, padahal nomor peserta dan tanggal lahir yang kumasukkan sudah benar. Sudah kuulang beberapa kali, namun tetap tidak bisa. Akhirnya aku memutuskan jika sampai pukul 21.00 tetap tidak bisa kubuka maka aku akan pulang dari warnet dan kulanjutkan besok lagi, akhirnya aku pulang dengan hasil nihil.
            Aku tak pantang menyerah begitu saja, keesokan harinya aku ditemani adikku bersepeda onthel pergi ke warnet. Sejak pukul 09.00 sampai pukul 14.00 aku di warnet. Tetapi yang membuatku kecewa, hasilnya tetap nihil seperti kemarin, masih tetap tidak bisa dibuka. Aku berusaha terus dan tidak menyerah, aku mencoba menghubungi dikti ingin menanyakan mengapa pengumuman hasil SNMPTNku tidak bisa dibuka, ternyata nomor telponnya belum dipasang. Kemudian aku mencoba menghubungi Bu Ipung bagian akademik undip, kemudian beliau menyarankanku untuk menelfon pak Wahyu pakar IT undip dan beliau memberi nomornya padaku. Lalu aku mencoba menghubungi Pak Wahyu, tetapi hasilnya nomor tidak dipakai lagi ( alias tidak bisa dihubungi). Dengan hasil kecewa, aku pulang, dan spontan air mataku berjatuhan membasahi pipiku.
            Tiba-tiba aku mendapat sms dari Mas Yusuf (panitia sanlat), beliau mengatakan bahwa saya lolos SNMPTN  ketrima di undip jurusan biologi. Beliau juga tidak mengetahui pengumuman ini dari situs resmi snmptn.ac.id, melainkan dari berita koran kompas. Dikoran tertulis namaku, nomor pesertaku dank kode prodiku. Alhamdulillah akhirnya usahaku tidak sia-sia, aku lolos SNMPTN. Sungguh betapa bahagianya aku setelah mengetahui hal ini, apalagi aku telah menangis berjam-jam karena aku tidak bisa membuka pengumuman SNMPTNku. Aku bersyukur atas nikmat yang engkau berikan Ya Allah.
            Setelah pengumuman SNMPTN, untuk mahasiswa yang ketrima di undip diwajibkan mengisi registrasi online dengan memasukkan nomor peserta SNMPTN dan passwordnya adalah tanggal lahir. Kejadian itu terulang lagi, aku tidak bisa registrasi ulang dengan online, hal ini membuatku menangis dan amatlah kebingungan. Hampir sejak hari pertama waktu pengisian registrasi online sampai hari-hari berikutnya aku selalu mendatangi warnet untuk mengisi registrasi online, namun hasilnya selalu nihil, benar-benar membuatku pusing. Akupun memutuskan untuk memastikannya bahwa aku benar-benar ketrima di undip. Aku pergi ke kampus undip dan aku konsultasi masalahku pada Bu Pratiwi bagian regstrasi, kemudian beliau menyarankanku untuk ke Bu Anik. Dan ketika dicek Bu Anik, ternyata aku salah mengisi tanggal lahir ketika input daftar SNMPTN dari yang seharusnya 07-04-1994 disitu aku memasukkan 07-01-1994 ketika input, pantas tidak bisa dibuka.
            Yup….aku teringat, dulu kan ketika input daftar SNMPTN aku dibantu Mas Yusuf dan Mas Mufid, apalagi ketika itu aku baru saja shock terpleset jatuh dari tangga ketika tahu bahwa aku tidak lolos SNMPTN undangan, mungkin saja ketika dibantu itu mereka salah memasukkan tanggal lahirku, dari yang seharusnya April menjadi Januari. Tidak masalah bagiku, yang penting aku sudah tahu letak kesalahannya dan sudah bisa registrasi online kembali  dan menjadi bagian dari mahasiswa undip, kampus tercinta. Hal ini bisa kuambil pelajaran agar selanjutnya aku lebih teliti dalam masalah input data.
            Perjuangan terus melaju, sekarang yang menjadi masalahku adalah sampai saat detik-detik menjelang verivikasi, pengumuman seleksi beasiswa bidikmisipun belum ada, aku semakin kawatir bagaimana aku bisa kuliah jika aku tidak mendapatkan beasiswa, mana mungkin orangtuaku mampu membiayainya?, untuk makan saja harus kerja mati-matian apalagi biaya melanjutkan perguruan tinggi yang super mahal. Sedangkan yang kuharapkan satu-satunya adalah beasiswa bidikmisi apalagi aku sudah tidak lolos beastudi etos. Aku sendiri bingung, padahal dari tahap awal sampai tahap akhir yaitu SNMPTN aku selalu lolos tahap seleksinya, lah kog aku tidak ketrima beastudi etos, teman-temankupun pada kaget termasuk juga aku. Ada apa ini, apa ada yang salah dengan sistemnya, ya sudahlah mungkin ini bukan rizkiku semoga Allah berikan pengganti rasa kecewaku dengan hal yang lebih baik. Aamiin.
            Saat verifikasi, tepatnya setelah aku mengumpulkan semua berkas bidikmisi, aku  memberanikan diri konsultasi masalahku pada salah satu dosen, beliau adalah Ibu Sriyati bagian registrasi. Aku menceritakan padanya mulai dari awal keinginanku untuk kuliah sampai aku lolos SNMPTN, perjuangan yang begitu panjang untuk meyakinkkan orangtua agar mendukung meskipun tidak ada biaya. Kemudian karena aku sudah bingung, orangtuaku tidak mempunyai uang yang cukup untuk biaya mencari kos, sedangkan aku harus mendapatkan tempat tinggal di Tembalang selama proses belajar di undip. Akhirnya aku memutuskan memberanikan diri menawarkan pada dosen bahwa aku mau kerja apapun membantu kegiatan rumah tangga Pak/ Bu dosen, yang penting saya mendapatkan tempat tinggal dan makan selama proses belajar di undip, toh juga SPP sudah gratis karena aku mendapatkan beasiswa.
            Aku kemudian diajak Bu Sriyati menemui Pak Arif bagian tata usaha undip, Bu Sriati menceritakan perihalku padanya. Pak Arif tersentuh akan perjuanganku, kemudian beliau menelfon istrinya meminta ijin untuk mengajak saya tinggal di rumahnya, dan Alhamdulillah istrinya menyetujuinya. Tetapi disini terjadi hal lain, Pak Ipung dosen bagian humas, memanggilku dan beliau menyarankanku jangan ikut orang lain terlebih dahulu, katanya nanti saya konsen belajarnya akan terganggu karena ikut orang pasti mempunyai rasa pekewuh, dan saya akan lebih konsen ke kerja, sementara kuliah banyak tugasnya, beliau takut saya akan keteteran.
            Pak Ipung kemudian menelfon Pak Warsito ( Pembantu Rektor III yang mengurusi bagian kesejahteraan mahasiswa ), beliau menceritakan perihalku pada Pak Warsito. Lalu, aku diminta Pak Ipung menemui Pak Warsito di rektorat. Sebelum ke rektorat aku terlebih dahulu mengambil jas paket maba undip dan foto untuk KTM ditemani Pak Arif. Sebelum saya ke rektorat Pak Arif sempat berkata, “ Nduk, keputusan ada di tangan kamu, kamu mau nanti jadi ikut saya atau tidak terserah kamu, rumah saya terbuka lebar untuk kamu, ya nanti dipertimbangkan dulu, Bapak juga sudah pernah menolong  enam mahasiswa yang sama halnya seperti kamu sampai lulus sarjana, keputusan terserah kamu nduk, nanti dipertimbangkan dulu yah”. Kemudian aku menjawab, “ Ya Pak, nanti akan saya pertimbangkan, terimakasih atas kebaikan Bapak yang mengizinkan saya untuk tinggal di rumah Bapak”.
            Aku lalu pergi ke rektorat ditemani oleh Mbak Riza, karena aku belum tahu tempat rektorat dimana. Oh ya Mbak Riza adalah mahasiswa biologi angkatan 2011 yang ikut mendirikan stand-stand didepan gedung Prof. Sodharto untuk menyambut kedatangan mahasiswa baru jurusan biologi dengan memperkenalkan biro-biro yang ada pada jurusan biologi. Mbak Riza menemaniku ke rektorat atas perintah Pak Ipung. Sesampai di rektorat aku lalu menemui Pak Warsito, dan sebelumnya mohon ijin terlebih dahulu pada assistant Pembantu Rektor III. Setelah dipersilahkan menemui Pak Warsito, lalu aku masuk ruangan Pak Warsito.
            Di ruangan tersebut, beliau bertanya padaku mengenai perihalku yang keberatan masalah biaya untuk mencari kos. Berliau bertanya padaku, “ Apakah kamu mahasiswa bidikmisi?”. Lalu aku menjawab bahwa aku adalah mahasiswa bidikmisi. Kemudian beliau memintaku agar tinggal di rusunawa ( Rumah Sewa Sederhana Mahasiswa ), nanti pembayarannya dipotong dari uang biasiswa bidikmisi yang Rp600.000,00/ bulan. “ Tapi Pak, saya kan belum positif menjadi mahasiswa bidikmisi, soalnya belum pengumuman?,” tanyaku. “ Tidak usah kawatir, insyaAllah kamu sudah pasti lolos beasiswa bidikmisi”, jawabnya.
            Alhamdulillah hatiku sedikit lebih tenang, selanjutnya Pak Warsito menelfon Pak Gerry (Pengelola Rusunawa), beliau memesankanku satu kamar untuk tinggal di rusun. Aku kemudian diminta Pak Warsito ke rusunawa, akupun pamit pada beliau dan langkahku selanjutnya yaitu menuju ke rusunawa untuk menemui Pak Geri yang ditemani Mbak Riza. Ketika aku sampai di rusunawa, dengan segera aku langsung menemui Pak Gerry, beliau memintaku mengisi data penghuni rusun yang harus dilengkapi dan menunjukkan padaku kamar yang nantinya akan saya tempati ketika sudah masuk kuliah.
            Sesudah itu, kemudian saya pulang ke Blora. Sebelum pulang saya mengirim pesan ke dosen yang membantu saya ( Bu Sriati, Pak Arif, Pak Ipung) untuk mengucapkan terimakasih atas bantuannya dan memberitahu mereka bahwa saya jadinya mendapatkan kos di rusunawa dengan biaya Rp200.000,00/ bulan dipotongkan dari uang bidikmisi yang Rp600.000,00 yang akan saya terima tiap bulan nantinya. Setelah itu, saya pulang ke Blora dan menjalani liburan ( tenggang waktu antara verifikasi sampai masuk kuliah ) dengan membantu orangtua kerja di sawah.
            Tanggal 3 September, aku masuk kuliah untuk mengikuti upacara  penerimaan mahasiswa baru oleh universitas. Mulai hari itulah sampai seterusnya aku tinggal di rusunawa. Dalam kamar yang aku tempati satu kamar diisi tiga mahasiswa, aku, Meidia ( temanku dari Demak dari Fakultas FKM ), Endah ( temanku dari Jawa Barat dari Fakultas Ekonomi ). Kami bertiga hidup bagaikan saudara, saling perhatian, saling menolong, dan saling bekerja sama.
            Kehidupan di undip tak semurah kehidupan di Blora dulu, hampir semuanya serba mahal. Mengandalkan uang dari orangtua saja tidaklah cukup karena kiriman dari orangtuaku tidaklah seberapa, sementara uang beasiswa juga belum cair masih bulan Desember. Untuk menutupi kekurangan biaya kehidupan sehari-hari dan kebutuhan kuliah, maka saya memutuskan untuk mencari pekerjaan part time.
            Pertama, aku mencoba melamar di bimbel menawarkan diri untuk menjadi tentor SMA, awalnya diterima namun karena aku tidak mempunyai kendaraan motor sendiri akhirnya aku ditolak. Aku tak menyerah begitu saja, aku mencoba pada bimbel yang lain, namun aku ditolak lagi karena alasan yang sama. Aku tetap masih tetap mencoba bimbel lain lagi, namun hasilnya tetap nihil ditolak dengan alasan yang sama. Sungguh, mencari pekerjaan memanglah sulit apalagi jika tidak mempunyai kendaraan, hamper semua bimbel mensyaratkan untuk mempunyai kendaraan sendiri.
            Endah, teman sekosku menyarankanku untuk berjualan makanan ringan kering yang tahan lama. Bersama dengannya aku membeli makanan ringan untuk aku jual. Pertama aku menawarkan daganganku pada teman-temanku sesama anak penghuni rusun(rusunawa terdiri dari empat lantai, jadi penghuninya banyak). Alhamdulillah danganku laku semua laris dibeli anak rusun. Hari kedua, akupun menjual dangangan yang sama ditemani Endah, alhamdulillah laku semua. Hari ketiga ketika aku mau membeli barang dagangan, ternyata kata temanku yang lain, ia mengatakan bahwa penghuni rusun dilarang berjualan. Akhirnya aku tetap membeli makanan ringan, namun tidak aku jual di rusun melainkan di kampusku.
            Kenyataan pahitpun menimpaku, selera anak di kampusku berbeda dengan teman-temanku di rusun, daganganku tak laku dan akupun membawa daganganku kembali ke kos. Keesokannya, dagangan sisa kemarin tidak laku, aku bawa kekampus lagi, namun hasilnya masih sama tidak laku. Akhirnya aku mengambil jalan lain terpaksa jualanku aku makan sendiri sebagai lauk makan. Sejak kejadian itulah aku tak mau berjualan lagi, karena aku sudah mengalami kerugian.
            Sementara itu, seiring dengan berjalannya waktu, uang pemberian dari orang tuaku sudah mau habis. Aku memutar otakku, bagaimana caranya agar aku bisa tetap bertahan disini. Aku mencari lowongan kerja part time, namun tidak ada. Kemudian aku terus mencari dan mencari, sampai akhirnya aku menemukan brosur lowongan kerja menjadi operator laundry. Aku ditemani oleh Dyah Ayu ( teman sejurusan biologi, sekaligus teman dari  satu SMAku ) pergi melamar kerja ke tempat tersebut. Tak semudah yang kubayangkan, kukira ketika melamar aku langsung diterima dan bisa langsung kerja, ternyata tidak semudah membalik telapak tangan. Aku diminta menulis nama beserta nomor HPku oleh Ibu pemilik laundry tersebut, lalu aku dites disuruh menyetrika baju sebanyak satu tas plastic kurang lebih 4 kg. Aku lumayan kebingungan, karena tanpa diberi pengarahan langsung disuruh menyetrika, yup…tidak apa-apa dan aku mengerjakan itu sebisaku.
              Setelah selesai menyetrika aku diperbolehkan pulang, sedangkan pemberitahuan aku diterima kerja ataukah tidak akan dikirim melalui via sms. Sungguh, kenyataan pahit sedang berpihak kepadaku, aku tidak diterima kerja di laundry tersebut karena hasil setrikaanku kurang rapi dan terlalu lama mengerjakannya. Saat membaca sms tersebut, rasanya hati ini tak kuasa menahan tangis, apalagi keuanganku sudah sangat minim. Dikos aku terdiam merenung, mataku sudah berkaca-kaca dan aku semakin kebingungan karena uangku hanya cukup untuk makan dan hidup disini sekitar satu mingguan, lalu bagaimana selanjutnya aku bisa bertahan disini jika tidak mendapatkan pekerjaan dan orangtuaku tak mampu mengirimiku uang.
            Endah, sahabatku di kos tidaklah tinggal diam melihat aku yang sedih kebingungan mencari lowongan pekerjaan. Dia menyematiku dan membantuku mencari lowongan pekerjaan melalui media social twitter. Ditwitter dia menemukan ada lowongan pekerjaan untuk menjadi operator di “BOY Laundry”, kemudian ia memberitahukan hal itu kepadaku. Aku tak mau gagal dengan alasan yang sama ketika aku melamar kerja di “ SALWA Lauundry”, maka dari itu, aku dengan bantuan dari temanku yang bernama Vela berlatih bagaimana menyetrika yang rapi tetapi dengan waktu yang efisien. Setelah usai berlatih, barulah keesokan harinya setelah pulang dari kuliah, sekitar jam 12.00 aku berangkat ke alamat “ BOY Laundry” untuk melamar bekerja di tempat tersebut. Alhamdulillah, kali ini keberuntungan sedang berpihak kepadaku, aku diterima kerja di tempat tersebut dan bia langsung kerja mulai hari itu.
            Aku merasa senang dengan pekerjaan itu, meskipun gajinga hanya Rp10.000,00/ hari dengan jam kerja dari jam 13.00 sampai jam 18.00, tetapi aku sangatlah bersyukur paling tidak bisa membantu untuk kebutuhan kehidupan sehari-hari. Setelaih kurang lebih satu minggu bekerja di “ BOY Laundry”, keadaan berubah aku yang mulanya tiap kuliah hanya samapai jam 12.00, berubah menjadi sami kurang lebih jam 16.00  (ada pratikum full satu hari selama empat hari berturut-turut dari senin sampai kamis selama semester gasal ). Akupun kebingungan, bagaimana agar caranya aku bisa bekerja tetapi akademikku juga lancar. Yah jalan satu-satunya aku tetap kerja di “ BOY Laundry” namun pulangnya  malam. Hal itu aku lakukan selama dua minggu, dengan kerepotan aku menjalaninya mulai membagi waktu kuliah, pratikum, kerja dan lembur membuat laporan pratikum yang tebalnya seukuran karya tulis tetapi ditulis tangan setiap malamnya. Bahkan untuk tidur saja dalam sehari semalam kurang lebih hanya 3-4 jam saja, meski demikian aku tetap bersyukur karena aku dapat mengumpulkan tugas kuliah dan laporan pratikum ontime serta hasilnya cukup memuaskan.
            Setelah melihat keadaanku yang keributan dan terlihat kecapean antara kerja di laundry dan kuliah, ada seorang temanku yang menyarankanku untuk lebih baik berhenti kerja di tempat tersebut, dan mencari pekerjaan lain yang gajinya lumayan banyak serta waktunya tidak terlalu lama. Ia menyarankanku untuk berjualan kue basah di kampus. Awalya aku menolak, aku masih takut kalau tidak laku seperti dulu. Dengan sabar dan santai lalu ia menjelaskan padaku, ya memang dalam dunia usaha itu pasti ada laba ada rugi, tetapi kita tidak boleh menyerah begitu saja. Ia mengajarkanku sebelum berjualan aku harus survey makanan apa yang menjadi selera anak kampus dan harganya terjangkau, insyaAllah dengan cara demikian maka dagangan kita akan laku semua. Saran yang ia berikan aku lakukan, Alhamdulillah daganganku laku semua, awalnya aku modal sedikit terlebih dahulu tetapi setelah melihat keadaan bahwa jualanku laku terus, akhirnya sedikit demi sedikit aku selalu menambah kuota jumlah kue basah yang aku jual. Yah inilah solusi terbaik, bisa kuliah sekaligus bisa kerja untuk kebutuhanku hidup disini, yup…ibarat pepatah mengatakan sekali dayung dua pulau terlampaui.
            Aku tak hanya mengandalkan untung dari menjual kue basah saja, karena disini untungnya hanyalah tak seberapa masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ditambah lagi harus beli kertas dan polpen serta kebutuhan lain peralatan tulis untuk menyusun laporan tiap harinya. Aku masih mencari-cari bimbel yang mau menerima aku untuk menjadi tentor, dan memberiku murid anak derah Tembalang yang bisa terjangkau olehku meskipun aku tidak mempunyai motor. Akupun melamar menjadi tentor SMA di bimbel “ Smart Moslem”, dan alhamdulullah diterima namun juga harus menunggu ada murid daerah Tembalang sampai kurang lebih tiga minggu, barulah aku diberikan murid anak daerah Tembalang. Mulai sejak itu, aku harus pinter-pinter memanage waktuku.
            Tiap jam 03.00 aku sudah bangun, sholat lalu belajar sebentar sampai jam 04.00. Jam 04.30-05.00 aku memasak nasi, lalu jam 05.00-05.15 aku mandi dan gosok gigi. Jam 05.30 aku berangkat kuliah, sekaligus sebelum berangat kuliah jalan kaki terlebih dahulu untuk membeli kue basah yang nantinya akan aku jual di kampus. Mulai dari jam 07.00-12.00 aku belajar di kampus, kemudian dari jam13.00-16.00 aku mengikuti pratikum. Usai sholat asar, mulai dari jam 16.20-18.00 aku mengajar menjadi tentor. Usai solat magrib di rumah adek yang aku les-in, aku langsung kembali ke kos, makan malam istirahat sebentar sekitar 15 menit lalu nglembur megerjakan laporan yang harus kukumpulkan esoknya sampai kurang lebih jam 00.30. Barulah setelah itu aku tidur.
            Kegiatan itu aku lalui sampai kurang lebih awal Desember. Sejak awal Desember aku disarankan dosenku untuk lebih menjaga kesehatan, terlebih lagi aku sering pingsan. Pernah pada suatu saat ketika pratikum kimia dasar, karena aku sudah letih aku pigsan dan terjatuh dari kursi tempat dudukku. Aku tak sadar selama kurang lebih tiga jam di lantai 3 laboratorium kimia dasar. Aku diagkat teman-temanku dan dibantu para dosen, dibawa ke lantai 2 ke tempat dosen yang lebih aman. Salah satu dari teman dekatku, mengetahui bahwa aku mempunyai penyakit asma. Lalu aku segera dibelikannya tabung oksigen dan dihirupkan ke mulutku. Alhamdulillah aku tersadar,  setelah sadar aku diminta istirahat menidurkan badanku terlebih dahulu barulah setelah itu diantar pulang ke kos.
            Sejak awal Desember sampai Januari, aku berhenti kerja karena aku sering pingsan, tak hanya di kampus tetapi juga di kos. Aku juga mengundurkan diri ke Bosku di bimbel untuk berhenti kerja dan konsen terlebih dahulu ke pekerjaanku. Ketika itulah aku mulai hati-hati, makan harus teratur serta istirahat  harus cukup. Ketika aku sudah berhenti kerja, konsentrasiku hanyalah tinggal pada kuliah saja, sedangkan masalah biaya alhamdulillah uang bidikmisi sudah cair tepat ketika aku sudah berhenti kerja. Tanggal 02 Januari sampai 14 Januari aku menjalani UAS semester satu, aku mengatur strategi bagaimana caranya agar belajarku bisa focus dan hasilnya IP yang cukup memuaskan. Alhamdulillah ketika IP keluar hasilnya lumayan memuaskan, tidak terlampau jauh dari targetku yaitu 4 dan IP semester pertama yang kudapatkan adalah 3,95. Alhamdulillah IP ku lumayan bagus, termasuk cumlaude, ke depannya aku harus lebih giat lagi agar bisa mencapai target.
            Perjalanan tak henti sampai di sini saja, liburan selama 1,5 bulan menjelang semester II, aku manfaatkan untuk kerja di Café sebagai waiter pada siangnya, sedangkan malamnya aku gunakan untuk ngelesin anak di SMA di daerah Tirtoagung dekat Poltekkes Semarang. Aku hanya pulang beberapa hari saja ke kampung halaman di Blora karena aku ingin mandiri yakni membantu meringankan beban orangtuaku. Apalagi aku pernah berjanji, bahwa suatu saat nanti aku akan membatu membiayai biaya sekolah adekku, yups…biasanya aku memanggilnya dek ida. Kalau dibilang kangen, tentu pasti aku teramat kangen dengan orangtua dan adek, dalam satu semester saja aku jarang pulang bahkan hanya sekali pulang ke Blora, ketemu adekpun sangat jarang karena Ia mondok di Pesantren di Sarang, Kab. Rembang, daerah pesisir dekat Kab. Tuban. Dalam satu tahun, biasanya aku bertemu adek 2 kali, yakni ketika lebaran dan ketika maulud, itupun jika aku pulang kampong di Blora.
            Oh ya…sekilas tentang adekku. Dek ida sosok adek yang hebat bagiku. Mengapa tidak?, ia adalah sosok yang selalu berkorban demi aku. Dek Ida memilih untuk mondok di Pesantren, sebenarnya alasan ia tak lain adalah agar uangnya bisa aku gunakan untuk berangkat kuliah di Semarang. Kata yang pernah aku dengar darinya, “ Mbak kan yang pinter, eman banget ma’ (ibu) kalau nggak kuliah. Apalagi sudah SMA, mubadzir jika nggak kuliah. Aku nggak SMA tidak apa-apa, toh aku sudah SMP. Lulus SMP nggak SMA tak apa, kalau lulus SMA nggak kuliah eman banget ma’. Aku mondok di Pesantren saja, uangnya buat mbak dulu”. Hati siapa coba yang nggak tersentuh, seorang adek rela berkorban demi mbaknya. Bahkan ia rela uang untuk pengambilan ijazah SMP-nya tahun 2012 kemarin tertunda selama 4 bulan baru diambil, hanya gara-gara uangnya disuruh untuk diberikan aku. Adekku adalah adek kecil yang berjiwa dewasa dan berhati mulia, ia selalu berkorban demi aku.
            Padahal kau tahu kawan, rata-rata anak kalau mbaknya sekolah tinggi pasti ia ngiri dan juga minta disekolahkan tinggi juga pada orangtuanya. Lain kan dengan dek Ida. Ia bukannya berkata “Mbak saja disekolahkan sampai SMA, masak aku nggak SMA ma’ (Ibu)”, melainkan ia milih tidak sekolah agar aku bisa kuliah. Tak hanya itu ia juga selalu membelaku ketika Bapak marah besar padaku. Suatu hal yang tak pernah aku lupa, dulu aku pernah menginginkan bisa mempunyai jam tangan dan kitab-kitab motivasi karangan cendekiawan muslim. Kau tahu kawan apa yang dilakukan dek Ida, ia selalu menyisihkan uang sakunya dan ditabung. Ketika hari ulang tahunku, ia memberikan barang-barang yang aku impikan menjadi sebuah kado terindah bagiku. Aku tak menilai seberapa bagus hadiahnya, aku berusaha merawatnya dan menjaganya…karena untuk memberikan hadiah itu, adek butuh perjuangan. Itulah sebabnya mengapa aku sangat menyayangi adek dan berusaha untuk membahagiakannya…yups orang pertama yang ingin aku bahagiakan.
            Menginjak Semester II, aku semakin semangat untuk kuliah. Terlebih lagi jika mengingat perjuangan ibu dan pengorbanan adek, sangatlah membakar semangatku untuk terus maju. Pada semester II ini, aku mendapatkan pratikum empat kali dalam seminggu. Seperti ketika semester I, aku harus balance antara kuliah, ngaji, dan kerja. Pagi sampai-sore, aku belajar di bangku kuliah. Sedangkan malamnya, mulai jam 18.30-21.00 aku ngelesin. Sebnernya, ngelesinnya hanya selama 1,5 jam, yang satu jam adalah perjalanan pulang pergi ngelesinnya. Setengah jam ketika berangkat ngelesin, dan setengah jam lagi perjalanan pulang ngelesin. Aku belum mempunyai motor, sedangkan ketika malam angkotan sulit. Yups..aku jalan kaki untuk ngelesin dengan jarak sekitar 2,5 km.
            Tiap pulang ngelesin, jalan kaki di gang LPPU…aku selalu dihantui rasa kawatir, rasa pengen nangis dan takut bercampur jadi satu. Apalagi pengalaman sudah dua kali aku diganggu orang di gang LPPU. Pertama, ketika jam 19.00, aku jalan kaki akan kumpul angakatan (semester 1), saat berjalan tepat digang LPPU…tanganku ditarik seorang cowk sambil mengendarai sepeda motor. Aku kaget dan spontan menjerit, Alhamdulillah karena ia takut maka tanganku dilepas oleh cowk tersebut dan ia kabur dengan ngebut mengendarai motornya. Aku tak ingat mukanya ia seperti apa, yang aku ingat waktu itu ia memakai baju berwarna hitam. Aku nangis ketika kejadian itu…dan masih trauma. Kalau difikir jam 19.00 WIB itu belum terlarut malam loh, kog orang ada yang bertindak seperti itu, maklum kebeltulan saat itu jalan sepi dan taka da motor lewat.
            Sejak kejadian itu, aku trauma selama semingu. Seminggu setelahnya, tiap habis magrib, aku tak pernah keluar meskipun itu urusan akademik. Namun aku berfikir kembali ketika semester II, trauma itu tak boleh dipelihara. Kalau aku tidak kerja, bagaimana aku bisa bertahan kuliah diUNDIP, jika uang beasiswa saja tak mencukupi, dari orangtuapun belum tentu ada, kalau ada ya dikasih, kalau tidak ada ya dibiarin. Kembali seperti semula, aku tetap bekerja dan pulangnya agak terlarut malam. Saat aku takut dan kawatir ketika melewati gang LPPU, aku selalu berdoa dan memantabkan keyakinan bahwa Allahlah yang menjagaku. Beginilah kurang lebihnya doaku:
            “Ya Robb…hidup dan matiku adalah milikMu. Semua ikhtiar telah aku lakukan, keselamatanku ada di tanganMu. Sesungguhnya ketika pulang melewati gang LPPU ini, perasaanku takut dan dihantui rasa kawatir, terlebih sejak kejadian itu. Tapi semua aku pasrahkan padaMu, semua terjadi atas izinMu. Maka atas izinMu pulalah, selamatkanlah aku, lancarkan urusanku. Tiada yang dapat menjagaku, semuanya pada hakikatnya adalah perantara, sesungguhnya engkaulah yang tiada lengah untuk menjagaku…Al Fatikhah…Aamiin”.
            Itulah doa yang menguatkan aku dan membuatku yakin akan keselamatanku. Pengalaman kedua kalinya, ketika pulang ngelesin jam 21.00, ditengah rintik-rintik hujan aku berjalan menuju arah rusunawa. Sesampai di gang LPPU, entah dari mana asalnya…aku nggak tahu dan ternyata ada 2 cowk yang membuntutiku. Karena aku takut, maka jalanku aku percepat dan agak lari. Nasib kurang beruntung memihakku, aku terpeleset dan sendalku tenggelam di tanah becek. Saat itu mataku sudah berkaca-kaca, rasa takut semakin besar terlebih kedua cowk itu semakin mendekat. Aku semakin takut ketika cowk itu mendekatiku, masih teringat kejadian semester lalu. Alhamdulillah puji syukur, cowk itu ternyata bukanlah cowk yang jahat melainkan cowk yang baik. Katanya,”Kamu nggak usah takut, kamu nggak usah kawatir, aku nggak ngapa-ngapain kamu kog. Aku ngikuti kamu, hanya ingin minta nomor HP kamu”.
            Alhamdulillah, ia bukanlah orang yang jahat. Kendati demikian, karena aku masih takut…maka segera aku kasih no HPku ke dia, ternyata dia ingin mengenalku…hanya caranya yang serem. Dia sering melihat aku pulang dari kampus jalan kaki lewat jalan itu.  Atas dasar alasan pernah diganggu orang ketika pulang lewat LPPU itulah, aku mempunyai mimpi dan berkomitmen untuk mewujudkannya, bahwa semester tiga aku harus sudah punya motor sendiri.
            Di semester II, aku berusaha mencari prestasi lain selain IP dan kerja. Aku merasa malu dengan diriku, terlebih lagi ketika mendapatkan kabar dari Bapak melalui via telephon bahwa adek (dek Ida) mendapatkan prestasi juara 1 lomba mukhafadhoh imriti membalik, juara 1 imriti tak membalik, dan dinobatkan sebagai santriwati teladan di pesantren. Aku turut bahagia atas keberhasilan adekku, tapi aku juga malu. Aku masak nggak bisa menorehkan prestasi apapun, padahal adek bisa bukankah kita sama-sama terlahir dari Rahim yang sama. Hal yang selalu aku ingat dari petuah Bapak adalah “Lihatlah ke atas untuk masalah ilmu yakni lihatlah orang-orang yang cerdas dan sukses sehingga bisa memotivasimu untuk lebih giat belajar, dan lihatlah ke bawah untuk urusan duniawi termasuk urusan harta agar kau tak toma’ (rakus)…bersyukurlah atas nikmat Allah yang telah diberikan. Jika kau berjalan, maka ucapkanlah…Alhamdulillah aku masih punya kaki sehingga aku masih bisa berjalan. Jika kau bersepeda…ucapkanlah Alhamdulillah aku bisa bersepeda yang lebih cepat dari berjalan. Jika kau bersepeda motor, maka lihatlah yang jalan kaki dan bersepeda sehingga kau akan bersyukur dan tidak ngebut-ngebutan. Jika kau naik mobil, maka bersyukurlah karena kau tak kehujanan dan jangan kebut-kebutan”.
            Alhamdulillah karena sering dimotivasi Bapak, meski kadang berupa ecean. Alhamdulillah pada semester II, aku mendapatkan juara 1 MTQ di Fakultas Kedokteran, juara III cerdas cermat di FSM, juara II MTQ di FSM, dan juara II fashion di kegiatan international hijab day yang diadakan di  Fakultas Kedokteran UNDIP. Puji syukur aku ucapkan pada Allah SWT, tanpanya aku bukanlah apa-apa, tanpa izinnya aku tak akan bisa mendapatkan itu. Terimakasih juga pada Bapak-Ibu yang sudah mendoakan dan merestuiku, terimakasih buat sahabat aku yang selalu memotivasiku ketika aku terjatuh.
            Dibalik suatu nikmat, terkadang Allah hadirkan suatu musibah untuk menguji seberapa iman kita terhadapNya. Aku yakin bahwa Tuhan menguji hambanya sesuai kadar kemampuannya, tidak mungkin Allah menguji di luar kemampuan kita. Menjelang minggu tenang, badanku sakit…mataku mulai kabur ketika untuk melihat, perut sering terasa sakit dan badan sering letih dan pingsan. Meski demikian, semangatku untuk menuntut ilmu, tiadalah sedikitpun surut. Kata Abah, “ Gunakan waktu mudamu untuk menuntut Ilmu, menuntut ilmu itu hukumnya wajib, jadlah muslimah yang cerdas”. Beliau juga sering memotivasiku dengan menceritakan keberhasilan anak dari golongan lower class yang sukses dalam dunia pendidikan dan dunia karir.
            Sebelum minggu tenang semester II, yakni minggu sebelum UAS semester II berlangsung. Di tembalang aku memeriksakan diri ke dokter. Hal yang membuatku terkejut dan menangis ketika sampai di kos adalah dokter mengatakan aku sakit demam, mag, mata min, dn yang membuatku kaget adalah beliau mengatakan aku menderita kista. Sesampai di kos, aku memluk Mey (teman sekosku), dan aku masih menangis karena penyakit itu. Lalu segera aku beres-beres dan aku pamit pulang Blora. S
            Sampai di Blora, aku menceritakan penyakitku pada Bapak dan Ibu. Lalu ditemani Bapak, aku pergi ke dokter untuk meyakinkan lagi apakah aku menderita kista atau tidak. Alhamdulillah puji syukur, aku ternyata tidak menderita kista, hanya menderita demam, mata min, dan maag saja. Bersyukur selama 5 hari rutin minum obat, makan teratur, dan istirahat yang cukup, kondisiku kemabali memulih baik. UAS semester II berjalan lancar, hanya 1 hari kendala yakni hari kamis…dimana aku sakit kembali, dan ketika mengerjakan UAS Fistum dan Bahasa Inggris, aku tak bisa mengerjakan dengan maksimal justru tertidur karena aku udah nggak kuat lagi…kepala sudah terasa sangat pusing. Aku maklum jika semester ini IP menurun, toh aku juga sakit dan belum bisa mengerjakan secara maksimal…dan semester depan aku harus lebih baik. Alhasil IPku menurun dari 3,95 menjadi 3,79 dengan IPK 3,86. Awalnya aku agak sedikit down, melihat IP-ku turun, namun semuanya kukembalikan Allah…semua yang terjadi sudah diatur oleh Allah. Menyesal boleh, tapi jangan berlarut-larut, jauh lebih baik memikirkan ke depan agar lebih baik dari sekarang.
            Semeter 3 aku berikhtiar lebih giat lagi. Terlebih pada semester tiga adalah puncaknya pratikum. Dalam satu minggu yang hari aktifnya kuliah hanya lima hari (senin-jumat), aku mendapatkan pratikum enam kali. Tiap hari pulang sore, bahkan ada satu yang pulang malam yaitu pratikum genetika. Meski demikian, aku harus bisa memanage waktu dengan baik antara kuliah, pratikum, bikin laporan pratikum, bekerja, belajar, dan berdoa.  Semua hal tersebut harus dilakukan dengan baik dan tekun. Mulai pagi jam 07.30 samapai rata-ta jam 17.00 aku belajar dibangku kuliah dan pratikum. Jam 18.30 sampai jam 21.00 aku ngelesin, setelahnya aku baru mengerjakan laporan. Tidur yang hanya beberapa jam saja, sekitar 2- 3 jam, tak jarang membuatku sering mengantuk ketika di kampus. Meski demikian semangatku untuk tolabul ilmi tiadalah pudar. Masih teringat peluh kesah Ibu, maka semakin giatlah aku belajar. Apalagi janjiku yang besar untuk membahagiakan orang-orang yang aku sayang.
            Sampai suatu saat dimana aku merasakan benar-benar letih dan lemas. Saat itulah titik dimana aku sudah tak bisa apa-apa. Aku terjatuh pingsan sehari sebelum dilaksanakan OSN Pertamina. Hari selanjutnya aku tak bisa masuk kuliah, kondisiku masih lemah dan untuk berjalanpun masih pusing. Hari itulah adalah hari dimana aku merasa benar-benar seperti pecundang, bagaimana tidak aku kalah sebelum berperang. Aku tak bisa mengikuti OSN Pertamina dikarenakan sakit. Padahal dua hari lagi aku harus presentasi karya tulis ke IPB. Alhamdulillah dibalik kesulitan terdapat kemudahan, aku sembuh ketika akan perjalanan ke IPB. Namun suatu kejadian naas terjadi pada partnerku, innalillah. Ia terjatuh dari motor saat hujan ketika akan menghindari truk dari arah berlawanan. Kami berangkat ke IPB dalam kondisi dimana kita belum pernah kemana-mana, Alhamdulillah di stasiun poncol kami dipertemukan Allah dengan Mas Bono (Mahasiswa UNDIP dari fakultas teknik sipil yang pulkam ke Bogor). Di kereta aku dan Sasa (partnerku) merasa nyaman dan bersyukur ada anak Undip juga yang bersama kami. Dengan kaki yang masih dibalut perban, jalan yang terseok-seok. Sasa masih tetap semangat. Semalam sebelum esoknya presentasi, aku berlatih olah suara dan cara presentasi yang baik dengan Sasa. Disini aku melatihny agar vokalnya lantang, bagus, dan bisa diterima audiens. Alhamdulillah, syukur yang tiada henti kami ucapkan, saat presentasi kami dapat menjawab semua pertanyaan juri dengan baik. Tepat malam penganugrahan 07 Desember 2013, alhamdulilah kita dinobatkan sebagai juara  II LKTI N dalam rangkaian acara SIPPI (Semarak Inovasi Pengembangan Pertanian Indonesia).
            Sekilas kawan…kisah perjuanganku sebelum mendapatkan juara di LKTI Nasional di Bogor. Sebelumnya aku sudah berulang kali mengikuti LKTI sejak Semester II, sekitar 10 kali. Ada yang sampai semifinal, ada yang sampai finalis saja, dan Alhamdulillah sekarang bisa memetik hasilnya. Aku tak menyempitkan talent hanya pada satu sisi, karena kata Bapak, “ Rosulullah itu teladan yang baik beliau bisa menjadi politikus yang jujur (pernah menjabat kepala negara), pendidik yang baik (teladan umat muslim), perancang ekonomi yang bagus (sejak kecil sudah berdagang dengan ikut pamannya ke Syam.” Selain itu Ustads IMAM FADHILAH juga mengatakan bahwa pada dasarnya wanita dan pria sama yang membedakan adalah tingkat ketaqwaanya dan potensinya. Bakat yang komitmen untuk kukembangkan selanjutnya adalah singing, writing sastra (puisi, cerpen, essay), public speking (moderator, presentator), dan STORY TELLING.
            Aku pernah mengikuti lomba kontes nyanyi, dan disitu para peserta banyak yang baru nyanyi langsung di stop. Dan aku PD saja asal nyanyi, masalah hasil adalah urusan Allah, kalah menang tawakkal saja. Aku kalah, dan komennya apa kawan…suaraku fals, Dari situ aku dapat memetik hikmahnya untuk terus berlatih memperbaikinya. Dulu aku juga pernah lomba pidato ketika madrasah, apa yang terjadi kawan…aku hanya modal PD…sementara saingan umum, tanpa ada range usia. Alhamdulillah mendapatkan juara II. Semua yang kudapatkan bukan karena aku hebat, bukan karena aku kuat, atau bukan karena apapun tapi karena RAHMAT ALLAH. Tanpanya aku tak mungkin bisa memperoleh itu. Dan apapun yang terjadi teruslah mencoba, karena dengan sering mencoba maka kau akan berhasil. Dan lakukanlah sesuai permintaan hati nuranimu. Jika kau ingin menjadi ORGANISATORIS, maka jadilah organisatoris yang berkomitmen dan amanah. Jika kau menghendaki untuk menjadi akademisi, jadilah AKADEMISI yang prestatif, dan apabila kau menginginkan keduanya, berusahalah untuk seimbang.
            Mengutip pesan dari Dr. rer. Nat. Anto Budiharjo, M. Biotech, beliau mengatakan “DO WHAT YOU LOVE AND LOVE WHAT YOU DO”. Kata tersebut sekilas terkesan simple, namun memiliki makna yang dalam. Lakukanlah apa yang kamu suka, agar kamu enjoy untuk menjalaninya…Jadikan suatu itu adalah tantangan yang harus dilalui bukan sebagai beban yang harus ditakuti. Bersyukurlah atas nikmat Allah, sayangi keluarga anda…karena tiadalah artinya kesuksesan anda jika anda tak bermanfaat bagi oranglain. Jadilah orang yang selalu mengingatkan…suatu saat kita mengingatkan dan suatu saat kita juga harus DIINGATKAN orang lain agar tak berbelok arah. So SALING MENASEHATILAH DALAM HAL KEBAIKAN DAN KESABARAN.
            Jangan pernh menyerah, selalu optimis karena rizki allah datangnya selalu bi khaesu la yahtasib (tak terduga). Lakukan apapun yang menjadi mimpimu dengan jalan apapun dengan catatan MELALUI JALAN YANG HALAL DAN BENAR, bukan menghalalkan segala cara. Salam sukses, salam prestatif…tulisan ini hanya semata-mata untuk memotivasi. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca,. Ini adalah kisah nyata perjuangan hidup saya, awalnya saya ragu dan nervous untuk ngeshare ini, namun atas dukungan sahabat. Ia menyarankan agar kisah perjuanganku bisa menginspirasi orang lain, atas saran itulah saya mencoba ngeshare ini….Semoga bermanfaat dan dapat diambil hikmahnya. 
            Kawan yang difasilitasi kebutuhan kuliah dengan baik oleh orangtua. Gunakanlah fasilitas tersebut untuk kebaikan. Adek-adek SMA yang mau kuliah, jangan pernah pesimis seandainyapun kalian dari golongan anak orang tak mampu. Ingatlah semua rizki Allah yang mengatur, insyaallah jika ada tekad yang kuat, jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan doa yang penuh harap…insyaAllah ada jalan. Karena Sesungguhnya dibalik kesulitan ada kemudahan. Berjuanglah…J