HALIMAH BINTI MASDARI

Selasa, 22 September 2015

KONSERVASI AIR SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KRISIS AIR BERSIH DI MASA DEPAN DALAM MEWUJUDKAN SEMARANG TANGGUH

KONSERVASI AIR SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KRISIS AIR BERSIH DI MASA DEPAN DALAM MEWUJUDKAN SEMARANG TANGGUH”
Kemarau panjang dan hujan yang tak kunjung turun menyebabkan sejumlah daerah di Semarang seperti Meteseh, Tembalang, Tlogosari, Kalisari, Mijen hingga beberapa titik di Kecamatan Gunungpati mengalami kekurangan air bersih. Jika kemarau ini berlangsung lebih lama lagi, dipastikan wilayah yang mengalami krisisi air bersih semakin parah dan meluas. Ancaman kekurangan air pun sudah dialami warga. Daerah Rowosari, Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang misalnya, beberapa warga mengaku sudah sangat kesulitan mendapatkan air bersih.
Di saat kekeringan, pasokan air bersih menjadi salah satu persoalan yang sangat vital bagi masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan PDAM Semarang meski terjadi penurunan debit air akibat kekeringan. Krisis air terberat terjadi di wilayah timur Kota Semarang, karena pasokan air baku mengalami kendala. Sedangkan untuk wilayah lain relatif lancar walaupun untuk sumber air dari mata air juga mengalami penurunan debit. Kendati demikian, sistem distribusi dipastikan mampu melayani pelanggan PDAM. Menurut Humas PDAM Tirta Moedal Semarang Saebani, untuk mengatasi krisis air di musim kemarau, sistem bergilir dan membagi air harus dilakukan. Tujuannya supaya merata, dan semua pelanggan dapat mendapatkan pasokan.
Dari data PDAM, kini ada dua sumber air yang selama ini digunakan untuk melayani pelanggan. Sumber ini didapat dari sumur dalam dan sumber mata air yang terdapat di kaki Gunung Ungaran serta sumur-sumur dalam yang membentang di sepanjang Ungaran hingga Gunungpati, Boja dan di dalam Kota Semarang.
Info lebih lanjut terkait kota Semarang bisa dilihat di http://100rcsemarang.org/
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa air bersih adalah kebutuhan vital dalam kehidupan seperti untuk konsumsi minum dan aktivitas rumah tangga, industri, pertanian dan lain-lain. Begitu sentralnya fungsi air bagi kehidupan dan terus meningkatnya pemakaian air seiring dengan semakin kompleksnya aktivitas manusia, pengetahuan dan kesadaran dalam penggunaan dan konservasi air tanah sudah menjadi keharusan. Air merupakan benda yang sangat vital dan mutlak dibutuhkan bagi kehidupan dan penghidupan umat manusian, hewan, tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup lainnya sepanjang masa. Oleh karena itu, sumber daya air dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini tercantum dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Keterdapatan air dipermukaan bumi sangat berlimpah, sekitar dua pertiga permukaan bumi tertutupi oleh air. Apabila dilihat secara sepintas seolah tidak ada masalah dengan air, baik ditinjau dari keberadaannya dibumi atau fungsinya sebagai faktor utama kehidupan. Namun, jika dicermati dengan baik akan nampak bahwa jumlah air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah air yang ada.
UNESCO (1979) dalam Chow dkk (1988), memperkirakan bahwa volume air yang ada di bumi sekitar 1.385.984.610 km3 atau jika dibulatkan sekitar 1,386 milyar km3. Sejumlah air ini sekitar 96,54%  berupa air laut (asin); 1,735 air yang ada di kutub (Kutup Selatan dan Kutub Utara); 1,69% berupa air tanah (0,76% air tanah tawar; 0,93% air tanah asin), dan sisanya 0,04% air yang ada di permukaan bumi dan di udara. Berdasarkan angka-angka tersebut, maka air yang dapat dimanfaatkan manusia secara langsung hanya sekitar 0,8% yang terdiri dari 0,76% air tanah tawar dan 0,04% air yang ada di permukaan bumi dan di udara.
Saat ini, proses produksi air bersih yang dapat diminum telah menjadi perhatian dunia dalam beberapa komunitas untuk memenuhi peningkatan populasi dan kebutuhan air bersih yang melebihi persediaan sumber air minum konvensional. Lebih dari 1 miliar orang hidup tanpa persediaan air bersih dan sekitar 2,3 miliar orang (41% penduduk dunia) hidup di daerah yang mengalami krisis air (Service, 2006). Dalam banyak kasus, solusi seperti konservasi sumber air dan transfer air seperti penggunaan DAM tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan tersebut seiring dengan peningkatan permintaan sekaligus penurunan suplai dari sumber yang ada. Sumber air tradisional seperti sungai, danau, dan air tanah digunakan secara berlebihan dan sebagai hasilnya, sumber ini mulai menurun jumlahnya atau menjadi air dengan kadar salinitas tertentu.
Indonesia, pemenuhan kebutuhan air bersih pada tahun 2004 berdasarkan survei sosial ekonomi Nasional (SUSENAS) hanya sekitar 47% dari jumlah penduduk yang mencakup 51% di daerah perkotaan dan 42% di daerah pedesaan. Dalam 8 tahun dari 1994 sampai 2002, peningkatan terhadap akses air bersih hanya 10% di daerah pedesaan dan 9% di daerah perkotaan. Dengan mengacu pada data tersebut, pada tahun 2015 diperkirakan hanya sekitar 56% populasi pedesaan yang mendapat akses air bersih, padahal target MDGs (Millenium Development Goals) untuk semua Negara adalah 73%.
UNESCO memprediksikan bahwa pada tahun 2020 minimnya pasokan air akan menjadi sebuah masalah dunia yang serius. Dikhawatirkan jumlah persediaan air yang layak untuk dikonsumsi tidak bisa mencukupi keperluan manusia. Hal itu dikarenakan lebih dari 97% air yang ada di bumi adalah air asin. Lebih dari 2% tersimpan dalam salju dan es, yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pertanian, menyirami tanaman, air minum dan kebersihan hanya kurang dari 1%.  Masalah air paling serius yang kita hadapi bukanlah banjir yang menenggelamkan rumah dan sawah penududuk di setiap musim penghujan, melainkan terjadinya krisis air. Krisis air sesungguhnya mencakup kekurangan air dan penduduk yang semakin bertambah, pembagian, pemborosan dan kurangnya penghormatan terhadap air serta berkenaan dengan privatisasi pelayanan pasokan air dan kepemilikan atasnya. Krisis air yang akan dibahas oleh penulis adalah yang menyangkut pencemaran air. Selain itu penulis akan membahas mengenai ancaman ketersediaan air, yaitu menghilangnya sumber-sumber mata air karena perilaku manusia dan kemarau yang berkepanjangan.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa ketersediaan air sangat melimpah namun yang dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan manusia sangat terbatas.  Selain itu, kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah berkurangnya ketersediaan air bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum. Kekurangan air telah berdampak negatif terhadap semua sektor, termasuk kesehatan. Tanpa akses air minum yang higienis mengakibatkan 3.800 anak meninggal tiap hari oleh penyakit. Di Indonesia, dengan jumlah penduduk mencapai lebih 200 juta, kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak. Kecenderungan konsumsi air diperkirakan terus naik hingga 15-35 persen per kapita per tahun. Sedangkan ketersediaan air bersih cenderung melambat (berkurang) akibat kerusakan alam dan pencemaran.
Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih. Penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, baru mencapai 20 persen dari total penduduk Indonesia. Itupun yang dominan adalah akses untuk perkotaaan. Artinya masih ada 82 persen rakyat Indonesia terpaksa mempergunakan air yang tak layak secara kesehatan. Pelayanan air bersih di perkotaan di Indonesia sampai tahun 2000 baru mencapai 39% atau 33 juta penduduk, dan di pedesaan baru menjangkau 8% atau 9 juta penduduk, sehingga keseluruhan baru mencapai 47% atau 42 juta penduduk Indonesia. Pada masyarakat perkotaan, sumber air bakunya berasal dari PDAM dan dari sungai, yang makin hari tercemar oleh ulah masyarakat sendiri dengan membuang sampah sembarangan dan juga dari banyak barang bekas rumah tangga, pabrik dan lainnya.
Selain itu juga dihadapkan kepada perubahan lingkungan yang dilakukan oleh manusia, di antaranya rawa, kolam, danau dan sungai yang dijadikan pemukiman, serta penggunaan daerah resapan air untuk bangunan dan juga banyak kawasan tadah hujan berupa hutan terganggu kelestariannya karena dialihfungsikan menjadi bangunan-bangunan untuk tempat tinggal manusia. Dengan keadaan yang seperti ini, masyarakat dihadapkan kepada masalah kebutuhan air bersih yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang berpengaruh kepada semakin besarnya kebutuhan akan air bersih sehingga perlu adanya upaya menyeluruh untuk menyelesaikan masalah ini. Disamping bertambahnya populasi manusia, kerusakan lingkungan merupakan salah satu penyebab berkurangnya sumber air bersih.
Abrasi pantai menyebabkan rembesan air laut ke daratan, yang pada akhirnya akan mengontaminasi sumber air bersih yang ada di bawah permukaan tanah. Pembuangan sampah yang sembarang di sungai juga menyebabkan air sungai menjadi kotor dan tidak sehat untuk digunakan. Di Indonesia sendiri diperkirakan, 60 persen sungainya, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri coliform dan fecal coli penyebab diare. Pembabatan hutan dan penebangan pohon yang mengurangi daya resap tanah terhadap air turut serta pula dalam menambah berkurangnya asupan air bersih ini. Berkaitan dengan krisis air ini, diramalkan 2025 nanti hampir dua pertiga penduduk dunia akan tinggal di daerah-daerah yang mengalami kekurangan air. Prediksi itu dilansir World Water Assesment Programme (WWAP), bentukan United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco). Lembaga itu menegaskan bahwa krisis air didunia akan memberi dampak yang mengenaskan. Tidak hanya membangkitkan epidemi penyakit yang merenggut nyawa, tapi juga akan mengakibatkan bencana kelaparan. 
Krisis air baik karena kekurangan sumber mata air, pencemaran, kekeringan dan banjir diprediksi akan menjadi salah satu sumber pertikaian dan konflik sosial di masa yang akan datang, bukan hanya di antara satu kelompok masyarakat setempat dengan kelompok masyarakat setempat lainnya, melainkan juga di antara satu negara dengan negara lainnya. Jika air bersih semakin sulit didapatkan, orang akan berusaha untuk mendapatkan sumber-sumber air bersih yang masih tersisa. Kelangkaan air akan sangat berpengaruh terhadap permintaan air sehingga pada akhirnya air hanya dilihat dari kacamata ekonomis. Kondisi inilah yang dapat memicu persaingan, bahkan pertikaian dan konflik sosial untuk menguasai daerah yang terdapat sumber-sumber air bersih.
Sebelum terjadi privatisasi air, setiap orang dapat mengakses air tanpa harus mengeluarkan sejumlah uang. Keadaan itu berubah seiring munculnya perusahaan-perusahaan yang melakukan privatisasi terhadap sumber daya air. Saat ini kita dapat melihat air kemasan dengan berbagai macam merek dagang beredar di pasaran. Air bukan lagi menjadi barang bebas, melainkan komoditas karena air diprivatisasi oleh sebagian orang. Akibatnya, orang yang memerlukan air harus mengeluarkan sejumlah uang. Ketika terjadi krisis air pihak yang dirugikan adalah orang-orang ekonomi lemah. Karena air tidak memiliki subtitusi, manusia akan berusaha mendapatkan air yang layak dikonsumsi, sekalipun harganya mahal. Mahalnya harga air akan semakin menghalangi akses orang-orang ekonomi lemah untuk mendapat air.
Berdasarkan permasalahan krisis air tersebut, solusi yang penulis tawarkan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya krisis air adalah dengan konservasi air. Konservasi air dapat dilakukan dengan cara:
1.      Perilaku Manusia yang Bijaksana terhadap Penggunaan Air
Masyarakat masih menganggap air sebagai benda sosial.  Sumber air baku (sungai), difungsikan berbagai macam kegiatan sehari-hari, termasuk digunakan untuk mandi, cuci dan pembuangan kotoran/sampah. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa air hanya urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara bersama. Tak hanya itu, sbagian besar masyarakat juga konsumtive dalam penggunaan air. Mereka masih menganggap air adalah sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan keberadaannya dipermukaan bumi melimpah. Mereka tidak sadar bahwa air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia terbatas ketersediannya. Langkah efektif untuk mengatasi hal ini yaitu dengan penggunakan prinsip PPAB (Penghindaran Penggunaan Air Secara Berlebihan). PPAB (Penghindaran Penggunaan Air Secara Berlebihan) ini adalah suatu upaya bentuk kepedulian manusia terhadap air, karena ar adalah sumber kehidupan manusia. Perubahan pola hidup manusia yang boros dalam penggunaan air bersih menuju lebih hemat dalam penggunaan air bersih untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
2.      Pelaksanaan Program KB untuk Mengatasi Populasi Penduduk yang terus Bertambah
Di Indonesia, dengan jumlah penduduk mencapai lebih 200 juta, kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak. Kecenderungan konsumsi air diperkirakan terus naik hingga 15-35 persen per kapita per tahun. Sedangkan ketersediaan air bersih cenderung melambat (berkurang) akibat kerusakan alam dan pencemaran. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih. Penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, baru mencapai 20 persen dari total penduduk Indonesia. Itupun yang dominan adalah akses untuk perkotaaan. Artinya masih ada 82 persen rakyat Indonesia terpaksa mempergunakan air yang tak layak secara kesehatan. Pesatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia memberikan konsekuensi logis terhadap upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Disatu sisi kebutuhan akan sumberdaya air semakin meningkat pesat dan disisi lain kerusakan dan pencemaran sumberdaya air semakin meningkat pula sebagai implikasi industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penyebaran yang merata sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Oleh karena itu, penerapan program KB diharapkan mampu membantu mengatasi permasalahan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat sehingga kebutuhan akan airpun dapat teratasi.
3.      Jangan Merusak Lingkungan
Kerusakan lingkungan dapat disebabkan oleh:
a.       Penggundulan Hutan
Penggundulan hutan merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah resapan air (catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Penghindaran penebangan hutan secara liar (illegal loging) dan penerapan sistem tebang pilih diharapkan dapat menjaga hutan tetap lestari sehingga dapat berfungsi sebagai daerah resapan air dengan baik.
b.      Global Warming
Pemanasan global telah memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak buruk lainnya. Dalam upaya menanggulangi terjadinya global warming adalah dengan meningkatkan kepedulian kita terhadap lingkungan. Sikap yang harus dihindari untuk menanggulangi permasalahan global warming diantaranya:
·         Tidak menebang hutan seara liar sehingga tidak tejadi penggundulan hutan. Hutan yang lestari akan memproduksi oksigen yang banyak diudara sehingga udara bersih dan segar. Peggundulan hutan berdampak pada jumlah CO2 yang dihasilkan manusia dan hewan sebagai sisa hasil respirasi sangat banyak. Jumlah karbondiaoksida yang banyak akan memicu terjadinya global warming. Oleh karena itu perlindungan hutan tetap lestari sangat berpengaruh  terhadap pecegahan global warming.
·         Penggunaan air dengan bijaksana
c.                                            Melakukan pencegahan terkait pencemaran air
         Sungai-sungai di Pulau Jawa umumnya berada pada kondisi memprihatinkan akibat pencemaran limbah industri dan limbah domestik. Padahal sebagian besar sungai itu merupakan sumber air bagi masyarakat, untuk keperluan mandi, cuci, serta sumber baku air minum olahan (PAM). Sumber air yang tercemar akan berdampak pada kesehatan manusia, yakni tubuh yang rentan terserang penyakit yang mengenaskan bahkan dapat berdampak pula pada kematian. Penjagaan agar air tetap bersih dan tidak tercemar adalah langkah yang efektif dalam upaya pencegahan krisis air di masa depan, salah satunya dengan menangani secaa khusus limbah industri dan limbah kosmetik agar tidak mencemari perairan di sekitar pemukiman penduduk.
4.      Kebijakan Pemerintah terkait Konservasi Air
Sumber daya air merupakan kebutuhan mutlak setiap individu yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidupnya. Apabila terjadi pengurangan kuantitas maupun kualitas sumber daya air maka akan mempengaruhi kehidupan manusia secara bermakna. Untuk menjamin ketersediaan dan pengelolaan sumber daya air ini, maka pemerintah sebagai pemangku tanggung jawab kesejahteraan warga negaranya, berkewajiban menetapkan suatu kebijakan atau Undang-Undang untuk mengatur sumber daya air. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 merupakan salah satu Undang-Undang yang dibuat untuk mengaturnya. Secara umum Undang-Undang tersebut terdiri atas delapan belas bab, yang sebagian besar membahas tentang Ketentuan Umum, Wewenang dan Tanggung Jawab, Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan Pengendalian Daya Rusak Air. Kebijakan tersebut misalnya:
a.       Peraturan tentang pembuatan sumur dengan jarak minimal 10 m, sehingga dengan demikian diharapkan tiap rumah tidak membuat sumur artesis.
b.      Penggunaan air seperlunya saja.
c.       Peraturan tentang larangan membuang limbah baik limbah organik maupun anorganik ke tempat sumber air seperti sungai.
d.      Peraturan tentang penggunaan teknologi konservasi air untuk sumur resapan.
e.       Peraturan terhadap Industri-Industri terkait pembuangan limbah industri agar tak mencemari lingkungan khususnya air,
f.       Dan lain-lain.
Demikianlah solusi terkait bagaimana untuk menangani krisis air bersih khususnya di Kota Semarang. Dalam upaya melestarikan sumber daya air di kota Semarang harus diikuti dengan adanya tindakan konservasi air seperti memelihara daerah resapan air dengan pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu, rehabilitasi hutan, membuat hutan dan taman kota serta menata ulang kota seperti mengadakan penghijauan. Perlu adanya upaya seperti menata ulang sistem irigasi yang bisa dilakukan supaya potensi mata air tetap terjaga dan terpelihara dengan baik sehingga dapat dimanfaatkan oleh penduduk dengan sebaik-baiknya. Dengan adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah kota Semarang  serta adanya kesadaran untuk menerapkan “Kebijakan Konservasi Air” diharapkan mampu menjadikan kota Semarang sebagai kota Tangguh yang preventif terhadap krisis air.


REFERENSI:
Chow, V.T., Maidment, D.R and Mays, L.W., 1988. Applied Hydrology. Mc. Graw Hill International Edition. Civil Engineering Series.
UNESCO/WHO/UNEP. 1992. Water Quality Assessment. Edited by Chapman, D. Chapman and Hall Ltd. London. 585 p.
  
BIODATA SINGKAT PENULIS
Nama               : Dewi Nur Halimah
Alamat             : Desa Bandungrojo, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora.
No HP             : 085725784395

Email               : halimah.dewi@rocketmail.com