“KONSERVASI
AIR SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KRISIS AIR BERSIH DI MASA DEPAN DALAM
MEWUJUDKAN SEMARANG TANGGUH”
Kemarau panjang dan hujan yang tak kunjung turun menyebabkan sejumlah daerah di Semarang seperti Meteseh, Tembalang, Tlogosari, Kalisari, Mijen hingga beberapa titik di Kecamatan Gunungpati mengalami
kekurangan air bersih. Jika kemarau
ini berlangsung lebih lama lagi, dipastikan wilayah yang mengalami krisisi air
bersih semakin parah dan meluas. Ancaman
kekurangan air pun sudah dialami warga. Daerah Rowosari, Kelurahan Meteseh,
Kecamatan Tembalang misalnya, beberapa warga mengaku sudah sangat kesulitan
mendapatkan air bersih.
Di saat kekeringan, pasokan air bersih menjadi salah satu persoalan yang
sangat vital bagi masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan PDAM Semarang
meski terjadi penurunan debit air akibat kekeringan. Krisis air terberat terjadi di wilayah timur Kota
Semarang, karena pasokan air baku mengalami kendala. Sedangkan untuk wilayah
lain relatif lancar walaupun untuk sumber air dari mata air juga mengalami
penurunan debit. Kendati demikian, sistem
distribusi dipastikan mampu melayani pelanggan PDAM. Menurut Humas PDAM Tirta Moedal Semarang Saebani, untuk mengatasi krisis air di musim kemarau, sistem bergilir dan membagi air harus
dilakukan. Tujuannya supaya merata, dan semua pelanggan dapat mendapatkan
pasokan.
Dari data PDAM, kini ada dua sumber air yang selama ini digunakan untuk melayani pelanggan. Sumber ini didapat dari sumur dalam dan sumber mata air yang terdapat di kaki Gunung Ungaran serta sumur-sumur dalam yang membentang di sepanjang Ungaran hingga Gunungpati, Boja dan di dalam Kota Semarang. Info lebih lanjut terkait kota Semarang bisa dilihat di http://100rcsemarang.org/
Dari data PDAM, kini ada dua sumber air yang selama ini digunakan untuk melayani pelanggan. Sumber ini didapat dari sumur dalam dan sumber mata air yang terdapat di kaki Gunung Ungaran serta sumur-sumur dalam yang membentang di sepanjang Ungaran hingga Gunungpati, Boja dan di dalam Kota Semarang. Info lebih lanjut terkait kota Semarang bisa dilihat di http://100rcsemarang.org/
Sebagaimana
telah kita ketahui bahwa air bersih adalah kebutuhan vital dalam kehidupan
seperti untuk konsumsi minum dan aktivitas rumah tangga, industri, pertanian
dan lain-lain. Begitu sentralnya fungsi air bagi kehidupan dan terus
meningkatnya pemakaian air seiring dengan semakin kompleksnya aktivitas manusia,
pengetahuan dan kesadaran dalam penggunaan dan konservasi air tanah sudah
menjadi keharusan. Air merupakan benda yang sangat vital dan mutlak dibutuhkan
bagi kehidupan dan penghidupan umat manusian, hewan, tumbuh-tumbuhan dan
makhluk hidup lainnya sepanjang masa. Oleh karena itu, sumber daya air dikuasai
negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini
tercantum dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Keterdapatan
air dipermukaan bumi sangat berlimpah, sekitar dua pertiga permukaan bumi
tertutupi oleh air. Apabila dilihat secara sepintas seolah tidak ada masalah
dengan air, baik ditinjau dari keberadaannya dibumi atau fungsinya sebagai
faktor utama kehidupan. Namun, jika dicermati dengan baik akan nampak bahwa
jumlah air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia sangat terbatas
dibandingkan dengan jumlah air yang ada.
UNESCO
(1979) dalam Chow dkk (1988), memperkirakan bahwa volume air yang ada di bumi
sekitar 1.385.984.610 km3 atau jika dibulatkan sekitar 1,386 milyar
km3. Sejumlah air ini sekitar 96,54%
berupa air laut (asin); 1,735 air yang ada di kutub (Kutup Selatan dan
Kutub Utara); 1,69% berupa air tanah (0,76% air tanah tawar; 0,93% air tanah
asin), dan sisanya 0,04% air yang ada di permukaan bumi dan di udara.
Berdasarkan angka-angka tersebut, maka air yang dapat dimanfaatkan manusia
secara langsung hanya sekitar 0,8% yang terdiri dari 0,76% air tanah tawar dan
0,04% air yang ada di permukaan bumi dan di udara.
Saat ini, proses produksi air bersih yang dapat
diminum telah menjadi perhatian dunia dalam beberapa komunitas untuk memenuhi
peningkatan populasi dan kebutuhan air bersih yang melebihi persediaan sumber
air minum konvensional. Lebih dari 1 miliar orang hidup tanpa persediaan air
bersih dan sekitar 2,3 miliar orang (41% penduduk dunia) hidup di daerah yang
mengalami krisis air (Service, 2006). Dalam banyak kasus, solusi seperti
konservasi sumber air dan transfer air seperti penggunaan DAM tidak cukup dalam
memenuhi kebutuhan tersebut seiring dengan peningkatan permintaan sekaligus
penurunan suplai dari sumber yang ada. Sumber air tradisional seperti sungai,
danau, dan air tanah digunakan secara berlebihan dan sebagai hasilnya, sumber
ini mulai menurun jumlahnya atau menjadi air dengan kadar salinitas tertentu.
Indonesia,
pemenuhan kebutuhan air bersih pada tahun 2004 berdasarkan survei sosial
ekonomi Nasional (SUSENAS) hanya sekitar 47% dari jumlah penduduk yang mencakup
51% di daerah perkotaan dan 42% di daerah pedesaan. Dalam 8 tahun dari 1994
sampai 2002, peningkatan terhadap akses air bersih hanya 10% di daerah pedesaan
dan 9% di daerah perkotaan. Dengan mengacu pada data tersebut, pada tahun 2015
diperkirakan hanya sekitar 56% populasi pedesaan yang mendapat akses air
bersih, padahal target MDGs (Millenium Development Goals) untuk semua
Negara adalah 73%.
UNESCO memprediksikan bahwa pada tahun 2020 minimnya
pasokan air akan menjadi sebuah masalah dunia yang serius. Dikhawatirkan jumlah
persediaan air yang layak untuk dikonsumsi tidak bisa mencukupi keperluan
manusia. Hal itu dikarenakan lebih dari 97% air yang ada di bumi adalah air
asin. Lebih dari 2% tersimpan dalam salju dan es, yang dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan pertanian, menyirami tanaman, air minum dan kebersihan hanya kurang
dari 1%. Masalah air paling serius yang
kita hadapi bukanlah banjir yang menenggelamkan rumah dan sawah penududuk di
setiap musim penghujan, melainkan terjadinya krisis air. Krisis air
sesungguhnya mencakup kekurangan air dan penduduk yang semakin bertambah,
pembagian, pemborosan dan kurangnya penghormatan terhadap air serta berkenaan
dengan privatisasi pelayanan pasokan air dan kepemilikan atasnya. Krisis air
yang akan dibahas oleh penulis adalah yang menyangkut pencemaran air. Selain
itu penulis akan membahas mengenai ancaman ketersediaan air, yaitu menghilangnya
sumber-sumber mata air karena perilaku manusia dan kemarau yang berkepanjangan.
Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa ketersediaan air sangat melimpah namun yang
dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan manusia sangat terbatas. Selain itu, kecenderungan yang terjadi
sekarang ini adalah berkurangnya ketersediaan air bersih itu dari hari ke hari.
Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum.
Kekurangan air telah berdampak negatif terhadap semua sektor, termasuk kesehatan.
Tanpa akses air minum yang higienis mengakibatkan 3.800 anak meninggal tiap
hari oleh penyakit. Di Indonesia, dengan jumlah
penduduk mencapai lebih 200 juta, kebutuhan air bersih menjadi semakin
mendesak. Kecenderungan konsumsi air diperkirakan terus naik hingga 15-35
persen per kapita per tahun. Sedangkan ketersediaan air bersih cenderung
melambat (berkurang) akibat kerusakan alam dan pencemaran.
Sekitar
119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih. Penduduk
Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, baru
mencapai 20 persen dari total penduduk Indonesia. Itupun yang dominan adalah
akses untuk perkotaaan. Artinya masih ada 82 persen rakyat Indonesia terpaksa
mempergunakan air yang tak layak secara kesehatan. Pelayanan air bersih di
perkotaan di Indonesia sampai tahun 2000 baru mencapai 39% atau 33 juta
penduduk, dan di pedesaan baru menjangkau 8% atau 9 juta penduduk, sehingga
keseluruhan baru mencapai 47% atau 42 juta penduduk Indonesia. Pada masyarakat perkotaan, sumber air bakunya berasal
dari
PDAM dan dari sungai, yang makin hari tercemar oleh ulah masyarakat sendiri
dengan membuang sampah sembarangan dan juga dari banyak barang bekas rumah
tangga, pabrik dan lainnya.
Selain
itu juga dihadapkan kepada perubahan lingkungan yang dilakukan oleh manusia, di
antaranya rawa, kolam, danau dan sungai yang dijadikan pemukiman, serta penggunaan
daerah resapan air untuk bangunan dan juga banyak kawasan tadah hujan berupa
hutan terganggu kelestariannya karena dialihfungsikan
menjadi bangunan-bangunan untuk tempat tinggal manusia. Dengan keadaan yang
seperti ini, masyarakat dihadapkan kepada masalah kebutuhan air bersih yang
terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang berpengaruh kepada
semakin besarnya kebutuhan akan air bersih sehingga perlu adanya upaya
menyeluruh untuk menyelesaikan masalah ini.
Disamping
bertambahnya populasi manusia, kerusakan lingkungan merupakan salah satu
penyebab berkurangnya sumber air bersih.
Abrasi
pantai menyebabkan rembesan air laut ke daratan, yang pada akhirnya akan
mengontaminasi sumber air bersih yang ada di bawah permukaan tanah. Pembuangan
sampah yang sembarang di sungai juga menyebabkan air sungai menjadi kotor dan
tidak sehat untuk digunakan. Di Indonesia sendiri diperkirakan, 60 persen
sungainya, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai
limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri coliform dan fecal coli
penyebab diare. Pembabatan hutan dan penebangan pohon yang mengurangi daya
resap tanah terhadap air turut serta pula dalam menambah berkurangnya asupan
air bersih ini. Berkaitan dengan krisis air ini, diramalkan 2025 nanti hampir
dua pertiga penduduk dunia akan tinggal di daerah-daerah yang mengalami
kekurangan air. Prediksi
itu dilansir World Water Assesment Programme (WWAP), bentukan United Nation Educational, Scientific and
Cultural Organization (Unesco). Lembaga itu menegaskan bahwa krisis air
didunia akan memberi dampak yang mengenaskan. Tidak hanya membangkitkan epidemi
penyakit yang merenggut nyawa, tapi juga akan mengakibatkan bencana kelaparan.
Krisis air baik karena kekurangan sumber mata air, pencemaran,
kekeringan dan banjir diprediksi akan menjadi salah satu sumber pertikaian dan
konflik sosial di masa yang akan datang, bukan hanya di antara satu kelompok
masyarakat setempat dengan kelompok masyarakat setempat lainnya, melainkan juga
di antara satu negara dengan negara lainnya. Jika air bersih semakin sulit
didapatkan, orang akan berusaha untuk mendapatkan sumber-sumber air bersih yang
masih tersisa. Kelangkaan air akan sangat berpengaruh terhadap permintaan air
sehingga pada akhirnya air hanya dilihat dari kacamata ekonomis. Kondisi inilah
yang dapat memicu persaingan, bahkan pertikaian dan konflik sosial untuk
menguasai daerah yang terdapat sumber-sumber air bersih.
Sebelum terjadi privatisasi air, setiap orang dapat mengakses air tanpa
harus mengeluarkan sejumlah uang. Keadaan itu berubah seiring munculnya
perusahaan-perusahaan yang melakukan privatisasi terhadap sumber daya air. Saat
ini kita dapat melihat air kemasan dengan berbagai macam merek dagang beredar
di pasaran. Air bukan lagi menjadi barang bebas, melainkan komoditas karena air
diprivatisasi oleh sebagian orang. Akibatnya, orang yang memerlukan air harus
mengeluarkan sejumlah uang. Ketika terjadi krisis air pihak yang dirugikan
adalah orang-orang ekonomi lemah. Karena air tidak memiliki subtitusi, manusia
akan berusaha mendapatkan air yang layak dikonsumsi, sekalipun harganya mahal.
Mahalnya harga air akan semakin menghalangi akses orang-orang ekonomi lemah
untuk mendapat air.
Berdasarkan permasalahan krisis air tersebut, solusi yang penulis
tawarkan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya krisis air adalah dengan
konservasi air. Konservasi air dapat dilakukan dengan cara:
1.
Perilaku Manusia
yang Bijaksana terhadap Penggunaan Air
Masyarakat masih
menganggap air sebagai benda sosial. Sumber air baku
(sungai), difungsikan berbagai macam kegiatan sehari-hari, termasuk digunakan
untuk mandi, cuci dan pembuangan kotoran/sampah. Sebagian masyarakat masih
menganggap bahwa air hanya urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak
tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara bersama. Tak hanya itu, sbagian besar masyarakat juga
konsumtive dalam penggunaan air. Mereka masih menganggap air adalah sumber daya
alam yang dapat diperbaharui dan keberadaannya dipermukaan bumi melimpah.
Mereka tidak sadar bahwa air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia
terbatas ketersediannya. Langkah efektif untuk mengatasi hal ini yaitu dengan
penggunakan prinsip PPAB (Penghindaran Penggunaan Air Secara Berlebihan). PPAB
(Penghindaran Penggunaan Air Secara Berlebihan) ini adalah suatu upaya bentuk
kepedulian manusia terhadap air, karena ar adalah sumber kehidupan manusia.
Perubahan pola hidup manusia yang boros dalam penggunaan air bersih menuju
lebih hemat dalam penggunaan air bersih untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
2.
Pelaksanaan
Program KB untuk Mengatasi Populasi Penduduk yang terus Bertambah
Di Indonesia, dengan
jumlah penduduk mencapai lebih 200 juta, kebutuhan air bersih menjadi semakin
mendesak. Kecenderungan konsumsi air diperkirakan terus naik hingga 15-35
persen per kapita per tahun. Sedangkan ketersediaan air bersih cenderung
melambat (berkurang) akibat kerusakan alam dan pencemaran. Sekitar 119 juta rakyat
Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih. Penduduk Indonesia yang
bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, baru mencapai 20 persen
dari total penduduk Indonesia. Itupun yang dominan adalah akses untuk
perkotaaan. Artinya masih ada 82 persen rakyat Indonesia terpaksa mempergunakan
air yang tak layak secara kesehatan.
Pesatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia memberikan
konsekuensi logis terhadap upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Disatu
sisi kebutuhan akan sumberdaya air semakin meningkat pesat dan disisi lain
kerusakan dan pencemaran sumberdaya air semakin meningkat pula sebagai
implikasi industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan
penyebaran yang merata sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang
belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Oleh karena itu, penerapan program KB diharapkan
mampu membantu mengatasi permasalahan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat
sehingga kebutuhan akan airpun dapat teratasi.
3.
Jangan Merusak
Lingkungan
Kerusakan
lingkungan dapat disebabkan oleh:
a.
Penggundulan
Hutan
Penggundulan hutan
merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan
yang selama ini menjadi daerah resapan air (catchment
area) telah rusak karena penebangan liar. Penghindaran penebangan hutan secara liar (illegal loging) dan penerapan sistem tebang pilih diharapkan dapat
menjaga hutan tetap lestari sehingga dapat berfungsi sebagai daerah resapan air
dengan baik.
b.
Global Warming
Pemanasan
global telah memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di
gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan
dampak buruk lainnya. Dalam upaya
menanggulangi terjadinya global warming adalah
dengan meningkatkan kepedulian kita terhadap lingkungan. Sikap yang harus
dihindari untuk menanggulangi permasalahan global
warming diantaranya:
·
Tidak menebang
hutan seara liar sehingga tidak tejadi penggundulan hutan. Hutan yang lestari
akan memproduksi oksigen yang banyak diudara sehingga udara bersih dan segar.
Peggundulan hutan berdampak pada jumlah CO2 yang dihasilkan manusia
dan hewan sebagai sisa hasil respirasi sangat banyak. Jumlah karbondiaoksida
yang banyak akan memicu terjadinya global
warming. Oleh karena itu perlindungan hutan tetap lestari sangat
berpengaruh terhadap pecegahan global
warming.
·
Penggunaan air
dengan bijaksana
c. Melakukan
pencegahan terkait pencemaran air
Sungai-sungai
di Pulau Jawa umumnya berada pada kondisi memprihatinkan akibat pencemaran
limbah industri dan limbah domestik. Padahal sebagian besar sungai itu
merupakan sumber air bagi masyarakat, untuk keperluan mandi, cuci, serta sumber
baku air minum olahan (PAM). Sumber air
yang tercemar akan berdampak pada kesehatan manusia, yakni tubuh yang rentan
terserang penyakit yang mengenaskan bahkan dapat berdampak pula pada kematian.
Penjagaan agar air tetap bersih dan tidak tercemar adalah langkah yang efektif
dalam upaya pencegahan krisis air di masa depan, salah satunya dengan menangani
secaa khusus limbah industri dan limbah kosmetik agar tidak mencemari perairan
di sekitar pemukiman penduduk.
4.
Kebijakan
Pemerintah terkait Konservasi Air
Sumber daya air
merupakan kebutuhan mutlak setiap individu yang harus dipenuhi untuk
kelangsungan hidupnya. Apabila terjadi pengurangan kuantitas maupun kualitas
sumber daya air maka akan mempengaruhi kehidupan manusia secara bermakna. Untuk
menjamin ketersediaan dan pengelolaan sumber daya air ini, maka pemerintah
sebagai pemangku tanggung jawab kesejahteraan warga negaranya, berkewajiban
menetapkan suatu kebijakan atau Undang-Undang untuk mengatur sumber daya air.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 merupakan salah satu
Undang-Undang yang dibuat untuk mengaturnya. Secara umum Undang-Undang tersebut
terdiri atas delapan belas bab, yang sebagian besar membahas tentang Ketentuan
Umum, Wewenang dan Tanggung Jawab, Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan
Sumber Daya Air, dan Pengendalian Daya Rusak Air. Kebijakan tersebut misalnya:
a.
Peraturan tentang
pembuatan sumur dengan jarak minimal 10 m, sehingga dengan demikian diharapkan
tiap rumah tidak membuat sumur artesis.
b.
Penggunaan air
seperlunya saja.
c.
Peraturan
tentang larangan membuang limbah baik limbah organik maupun anorganik ke tempat
sumber air seperti sungai.
d.
Peraturan
tentang penggunaan teknologi konservasi air untuk sumur resapan.
e.
Peraturan
terhadap Industri-Industri terkait pembuangan limbah industri agar tak
mencemari lingkungan khususnya air,
f.
Dan lain-lain.
Demikianlah solusi terkait bagaimana untuk menangani krisis air bersih
khususnya di Kota Semarang. Dalam upaya melestarikan sumber daya air di kota Semarang harus
diikuti dengan adanya tindakan
konservasi air seperti memelihara daerah resapan air dengan pengendalian pengolahan
tanah di daerah hulu,
rehabilitasi hutan, membuat hutan dan taman kota serta menata ulang kota
seperti mengadakan penghijauan. Perlu adanya upaya seperti menata ulang sistem
irigasi yang bisa dilakukan supaya potensi mata air tetap terjaga dan
terpelihara dengan baik sehingga dapat dimanfaatkan oleh penduduk dengan
sebaik-baiknya. Dengan adanya
kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah kota Semarang serta adanya kesadaran untuk menerapkan
“Kebijakan Konservasi Air” diharapkan mampu menjadikan kota Semarang sebagai
kota Tangguh yang preventif terhadap krisis air.
REFERENSI:
Chow,
V.T., Maidment, D.R and Mays, L.W., 1988. Applied
Hydrology. Mc. Graw Hill International Edition. Civil Engineering Series.
UNESCO/WHO/UNEP. 1992. Water
Quality Assessment. Edited by Chapman, D. Chapman and Hall Ltd. London. 585
p.
BIODATA SINGKAT PENULIS
Nama : Dewi Nur Halimah
Alamat : Desa Bandungrojo,
Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora.
No
HP : 085725784395
Email : halimah.dewi@rocketmail.com
Tidak ada komentar :
Posting Komentar