HALIMAH BINTI MASDARI

Selasa, 20 Maret 2018

ARTI SEBUAH KEPERCAYAAN DALAM SUATU HUBUNGAN


ARTI SEBUAH KEPERCAYAAN DALAM SUATU HUBUNGAN
*****
20 Februari 2018



Arti suatu kepercayaan dalam suatu hubungan itu sangat penting, terlebih hubungan jarak jauh (long distance). Godaan bagi pasangan yang menjalin hubungan long distance itu lebih berat daripada yang short distance. Bukan hanya terhalang jarak dan waktu yang membuat susahnya bertemu, tapi juga menjaga sebuah kepercayaan. Bila hubungan percintaan jarak dekat (short distance), kalau rindu bisa bertemu dan saling mengungkapkan rasa serta uneg-uneg di hati, berbeda halnya dengan hubungan long distance yang hanya bisa menyampaikan komunikasi by phone, mengirim letter by email, chattingan, inbox-an, atau bersosial media lainnya. Penyelesaian masalah dalam hubungan short distance juga lebih mudah karena dapat bertatap langsung serta mendengar klarifikasi penjelasan langsung dari pasangan bila terjadi kesalahpahaman. Lain halnya dengan mereka yang menjalin hubungan jarak jauh (long distance), ingin bertemu susah karena terhalang jarak, kalaupun diskusi hanya bisa dilakukan by phone atau melalui sosial media, menyampaikan klarifikasi pun bila terjadi kesalahpahaman hanya bisa by phone. Yang berat menjalani hubungan long distance itu bukan saja menahan rindu yang menghujam rasa tetapi juga menjaga kesetiaan dan kepercayaan.

Kesetiaan itu akan lebih diuji bila dalam sebuah hubungan long distance, pasangan terkesan dingin, acuh, cuek atau tak merespon komunikasimu. Engkau akan diuji dengan dihinggapi berbagai prasangka. Mulai dari kekawatiran berlebih akan keadaan dia di sana, akankah dia baik-baik saja? Sehatkah dia? Atau sedang ada masalah apakah dia sehingga ia tak sempat berkomunikasi denganmu walau sekedar menyapa (say hello), bercanda (kidding), atau sekedar memastikan bahwa kamu baik-baik saja?. Bukan hanya itu, sederet pertanyaan lain pun mengepul di otakmu, apalagi bila engkau menyaksikan dia online tetapi dia tak merespon chat/ pesan darimu. Sesibuk itukah dia, sehingga waktunya untukmu pun tak ada? Dia online mengapa tak membalas pesanmu, apakah dia sedang sibuk dengan clientnya (bila ia seorang wirausaha/ businessman/ konsultan/ pejabat) sehingga urusannya banyak dan mengesampingkanmu? Ataukah dia sedang bersama perempuan lain di sana?. Ah TIDAK…engkau berusaha meyakinkan dirimu bahwa itu hanya prasangka. Berdamailah dengan pikiranmu, memang menjaga kepercayaan jarak jauh tak mudah. Arti sebuah kepercayaan tak bisa dibeli dengan uang, namun bisa dijaga dengan saling memahami dan pengertian.
Bila hatimu dihinggapi perasaan yang tak karuan, jangan biarkan, klarifikasi dan mintalah penjelasan serta sampaikan dengan bahasa/ tutur kata yang penuh kelembutan agar pasanganmu pun bisa menerimanya dengan baik. Jangan biarkan prasangkamu terpendam, karena kumpulan prasangka yang terpendam akan meluap dan merusak suatu hubungan. Bila mulai ada hal yang kau resahkan, tanyakanlah dengan kelembutan karena keterbukaan dalam sebuah hubungan itu penting. Kesalahpahaman bisa diselesaikan dengan sebuah komunikasi. Kau perlu tahu bahwasannya kecurigaan yang dipendam tanpa diungkapkan dan tanpa mendapatkan klarifikasi dari pasangan dapat menyebabkan kesalahpahaman yang berkelanjutan hingga terjadilah retaknya suatu hubungan. Namun bila engkau telah meminta penjelasan dengan tutur katamu yang baik nan penuh kelembutan, namun dia juga tak meresponmu, bersabarlah.
Hal yang perlu engkau tanamkan ketika pasanganmu terkesan dingin dalam sebuah hubungan jarak jauh (long distance) adalah sebagai berikut:
a.       Cobalah cairkan suasana dengan engkau memulai komunikasi terlebih dahulu dengan memberikan perhatian padanya. Jangan sungkan untuk memulai sebuah percakapan bila itu sebagai sarana untuk menjaga sebuah hubungan. Tinggalkan gengsi, toh untuk kebaikan kalian selama hal yang kalian bahas adalah hal yang positif dan bermanfaat.
b.      Ketika kau sudah mengalah memulai mengirimkan pesan terlebih dahulu namun tidak direspon, tenangkan fikirmu, berdamailah dengan hatimu. Tarik nafas dalam-dalam, banyaklah berdoa agar hubungan kalian baik-baik saja. Lantas ketika hatimu sudah netral dan tidak dihinggapi emosi, mintalah penjelasan klarifikasi dari pasanganmu dengan bahasa yang lembut dan baik. Cobalah berikan pertanyaan, “Sayang, sesibuk itukah engkau sehingga engkau acuh padaku? Berilah waktumu untukku untuk menjaga hubungan kita tetap baik-baik saja. Semoga engkau baik-baik saja. Aku mencintaimu. Mengapa engkau tak meresponku, mengapa engkau tak membalasku, bisakah engkau beri alasan untukku?”.
c.       Yakinlah bahwasannya bila dia adalah orang yang benar-benar mencintaimu, dia juga akan memperjuangkanmu dan membalasmu untuk menjaga hubungan kalian tetap baik-baik saja karena kalian saling mencintai. Selesaikanlah segala sesuatu dengan kepala dingin dan musyawarah.
d.      Terakhir yang dapat engkau lakukan, ketika engkau sudah meminta penjelasan klarifikasi alasan mengapa dia tak meresponmu damun dia tetap tidak membalasmu atau acuh, cobalah berhusnudzan walau itu berat. Berhusnudzanlah seperti ini:
Ø  Mungkin dia sedang sibuk dengan pekerjaannya sehingga dia tak sempat berkomunikasi denganku. Toh kerjanya dia juga nanti buat diriku juga, semoga keberkahan menyelimutinya, semoga dia diberikan kesehatan, semoga dia diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan urusannya”.
Ø  Mungkin dia sedang ada masalah, sehingga dia fokus dengan masalah pekerjaan atau masalah yang sedang dia hadapi untuk mencari solusinya. Semoga dia diberikan kemudahan untuk menemukan setiap permasalahan pekerjaan yang dia hadapi. Dengan masalah yang dihadapinya, mungkin itulah yang membuatnya lupa untuk berkomunikasi denganku. Semoga dia di sana baik-baik saja”.
Atau bisa juga, dingin, acuh, bahkan diam itu pertanda ngambek atau cemburu yang terpendam. Dia kecewa terhadap dirimu, mungkin ada katamu yang membuatnya tersinggung, terluka atau bersedih. Bila iya demikian, segeralah minta maaf. Jangan gengsi untuk memulai untuk meminta maaf sekalipun kamu tidak salah, tidak apa mengalah bila itu untuk menjaga hubungan kalian tetap baik-baik saja. Bukankah dalam sebuah hubungan harus saling pengertian dan ada yang mau mengalah. Berkorbanlah untuk orang yang engkau cintai dan engkau sayangi.
Bukan hanya masalah acuh/ dinginnya salah satu pasangan jarak jauh yang terkadang tak merespon pesanmu atau tak berkomunikasi denganmu, hubungan jarak jauh (long distance) juga diuji lebih berat dengan kesetiaan. Terkadang saat situasi hubunganmu dengan kekasihmu melemah (memburuk), ada orang baru yang selalu ada di sampingmu, menghiburmu, memotivasimu, menginspirasimu yang tak jarang membuatmu merasa “Kog dia lebih perhatian dan peduli denganku ya daripada kekasihku?”. Bahkan tak jarang, saat-saat situasi hubungan kalian semakin memburuk, bisa pula dimanfaatkan oleh orang yang memang sejak lama mencintaimu namun engkau tak mencintainya untuk masuk ke dalam kehidupanmu dan mengambil kesempatan untuk mengambil hatimu sehingga engkau tersentuh, empati lalu mau menerimanya sebagai pengganti kekasihmu itu. Dewasalah dalam menyelesaikan sesuatu dan dalam suatu hubungan, bila ada masalah maka bicarakanlah, lalu musyawarahlah dan carilah solusinya.
Bila engkau ada masalah dengan kekasihmu, maka musyawarahkanlah dengan hati yang tenang dan kepala dingin agar hubungan kalian bisa diperbaiki dan kalian tetap baik-baik saja. Jangan justru kau pendam, kau lampiaskan dengan mencari kesenangan lain. Bukankah menjalin cinta berarti menjalin sebuah kepercayaan. Bahkan ketika kekasihmu tak ada (jarak jauh), engkau tetap menjaga komitmen dengannya bila engkau benar-benar mencintainya. Cinta berarti menjaga termasuk menjaga kepercayaan. Sekalipun di sini engkau mendapatkan banyak perhatian dari yang lain, hatimu akan teguh pendirian untuk menjaga cintamu hanya pada kekasihmu kecuali hubungan kalian telah berakhir, itu berbeda lagi. Jagalah cintamu dengan saling percaya, saling pengertian, saling memahami dan saling melengkapi kekurangan masing-masing.
Saat kalian berada pada hubungan jarak jauh, jangan sekali-kali engkau menghianati kekasihmu dengan berselingkuh sekalipun kesempatan berselingkuh itu ada. Bukankah cinta sejati adalah menjaga sebuah kepercayaan dan kesetiaan dalam satu cinta. Sekalipun banyak yang datang padamu dan menawarkan jalinan asmara, bingkailah hatimu bahwa cinta sejatimu hanyalah untuk kekasihmu seorang dan tiadalah engkau tega menyakitinya dan membuat air matanya terjatuh dengan sebuah penghianatan. Cinta berarti menjaga termasuk menjaga perasaan orang yang engkau cintai.

*****
Surat untuk para pasangan yang long distance agar hubungan cinta kalian tetap awet:
Kau tahu..
Dalam hubungan long distance
Yang berat itu bukan saja menahan rindu tapi juga menjaga kepercayaan
Bagaimana aku harus tetap percaya kamu, walau aku tak disampingmu?
Bagaimana aku harus mengerti kamu, walau aku tak melihatmu?
Bagaimana aku harus memahami keadaanmu, walau aku jauh darimu?
Aku memahamimu karena aku mencintaimu
Kau tahu…
Walau banyak godaan bagiku, hatiku akan tetap untukmu
Walau banyak cinta yang datang, hatiku hanya kuberikan untukmu
Sebagaimana setianya wanita tarim walau suaminya jauh karena bekerja di luar kota
Namun doa selalu menghiasi bibirnya untuk keselamatan suaminya
Cinta itu letaknya bukan  di mata, tetapi di hati
Bukan seberapa dekat engkau di mataku, tapi seberapa besar posisimu dihatiku
Cinta adalah menjaga, dan aku akan menjaga hatiku tetap untukmu
Cinta adalah saling memahami, maka akan kupahami engkau untukku
Cinta adalah mengerti, akan kumengerti penjelasan darimu
Jagalah hatimu tetap untukku sebagaimana aku menjaga cintaku hanya untukmu
Jagalah kesetiaanmu untukku sebagaimana aku setia menjaga cintaku untukmu
Bahkan saat rindu menghujam rasa…
Aku bagaikan  unta dipadang pasir yang kehausan nan kelaparan
Aku berusaha mengekangnya, menanti hujan di arena padang pasir
Kutepis semua raguku dan kawatirku karena aku mencintaimu
Rinduku bersemayam dalam qolbu
Kutulis asmaraku dalam bait doaku
Kupanggil kau dalam setiap tengadah tanganku
Dalam rintihan air mata doa di sepertiga malamku
Dalam sujudku memanggil Rabbku
Karena aku mencintaimu, akan kujaga hatiku untukmu
Semoga Tuhan menyatukan kita dalam tali cinta suci nan halal dan menjaga kesucian cinta kita
Ketika rinduku mencapai puncaknya
Namamu menjadi bait-bait dalam syairku
Cintaku padamu menjadi bait-bait puisiku
Kisahku menjadi prosa dan cerpen indahku
Dan perjalanan cintaku bersamamu kuabadikan dalam novel cintaku
Kusebut kau dalam sajadah cintaku
Di antara takbir dan tasbih cintaku
Memohon pada Rabb semesta alam agar menyatukan kita
Dalam bingkai cinta yang halal dalam mahligai cinta nan suci
Kupinta kau dua kali, agar aku bisa hidup bahagia bersamamu di dunia dan akherat
Mengarungi samudra kehidupan bersama dalam bahtera cinta kita



Jumat, 16 Maret 2018

PEMBAGIAN PERAN ANTARA AYAH DAN IBU DALAM PENDIDIKAN KELUARGA


PEMBAGIAN PERAN ANTARA AYAH DAN IBU DALAM PENDIDIKAN KELUARGA UNTUK MENCETAK GENERASI BERKARAKTER
*****
Oleh: Dewi Nur Halimah, S.Si
Email : halimahundip@gmail.com, PH. 085725784395
*****
 
Gambar 1. Orangtua Membimbing dan Mendampingi Anak Belajar.
            Di dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ayah dan ibu berperan sebagai orangtua yang mendidik anak. Keberhasilan seorang anak tidak lepas dari peran serta kedua orangtuanya yakni ayah dan ibu. Orangtua memiliki tanggungjawab dalam mengasuh dan mendidik anak. Baik ayah dan ibu memiliki perannya masing-masing dalam mengasuh dan mendidik anak. Ayah dan Ibu sebagai pasangan suami istri seyogyanya saling bekerjasama dan saling melengkapi dalam upaya mendidik anak menjadi generasi yang berkarakter.
            Sebagaimana dalam sebuah organisasi, dalam sebuah keluarga pun terjadi pembagian tugas sesuai perannya masing masing. Ibu berperan sebagai madrosah pertama bagi anak-anak sekaligus pengelola rumah tangga. Ayah memiliki peran dalam mencari nafkah dan memberikan perhatian serta didikan pada anak. Perhatian, kasih sayang, dan didikan orangtua penting bagi anak untuk membentuk anak yang berkarakter. Berikut adalah pembagian peran yang spesifik antara ayah dan ibu dalam mendidik anak dalam pendidikan keluarga.
A.    PERAN AYAH DALAM PENDIDIKAN KELUARGA
1.      Ayah sebagai Pemimpin Keluarga (Leader)
Ayah adalah sosok pemimpin dalam keluarga. Bukan hanya memimpin istri, tetapi juga dalam memimpin dalam mendidik anak. Ayah punya peran yang cukup besar dalam mengarahkan anak serta membimbing anak agar tetap berada di jalur yang benar. Ayah memberikan teladan sikap yang mulia pada anak sekaligus sosok yang memberikan petuah ataupun nasehat ketika anak berbuat kesalahan.
2.      Ayah sebagai Pelindung Keluarga dan Anak
Seorang ayah berperan besar dalam memberikan perlindungan dan rasa nyaman pada anak. Perasaan nyaman pada anak sangat penting untuk menumbuh kembangkan karakter diri anak. Sebagai contohnya tatkala anak sedang berlatih sepeda dan dilepas sang ayah untuk bersepeda sendiri tanpa dipegangi, lantas sang anak merasa takut terjatuh. Di sinilah sang ayah menguatkan sang anak dengan berkata “Jangan takut anakku, ayah di sini ada untukmu. Ayah akan menjagamu”, maka secara tidak langsung kalimat tersebut akan membuat sang anak merasa terlindungi dan nyaman berada di samping ayah.
3.      Ayah sebagai Pemberi Teladan Maskulinitas Anak
Seorang ayah yang baik dalam memperlakukan keluarga akan menghasilkan anak yang pemberani dan percaya diri. Ayah sebagai figur “kekuasaan” di rumah, dapat menjadi standar identifikasi kekuasaan bagi anak, apakah kekuasaan itu dengan fisik, ucapan, bahasa tubuh, ataukah dengan sikap yang elegan. Bagi anak laki-laki itu sebagai standar tingkah laku maskulinitas terhadap keluarganya kelak. Bagi anak perempuan, itu merupakan penentu standar minimal dalam mencari pasangan. Sebagaimana telah kita ketahui bahwasannya laki-laki memiliki adrenalin yang tinggi, sehingga laki-laki memiliki keberanian yang lebih besar dibandingkan perempuan. Dengan didikan yang tepat, seorang anak dapat menjadi sosok yang pemberani. Berani di sini lebih diartikan dalam berani menunjukkan kelihaian dan bakat di depan umum serta berani karena benar. Ayah punya peran krusial untuk meningkatkan kepercayaan diri anak. Lewat bimbingan dan kasih sayang yang diberikannya, seorang anak akan tumbuh dan memiliki rasa percaya diri yang baik.
4.      Ayah sebagai Pemberi Contoh dalam Penyelesaian Masalah
Ketegasan sang ayah dalam mengambil keputusan ketika dihadapkan pada berbagai masalah memberikan keteladanan pada anak agar bijaksana dalam menyelesaikan masalah. Ayah melatih anak untuk dewasa dalam mensikapi masalah serta tidak lari dari tanggungjawab. Ketegasan ayah dalam berkata tak jarang membuat sang anak patuh dan memiliki kekaguman tersendiri terhadap sosok sang ayah.
5.      Ayah sebagai Sahabat Anak
Ayah memiliki peran sentral dalam memberikan kasih sayang, perhatian, dan nasehatnya pada sang anak. Ayah yang baik akan memiliki kedekatan yang baik dengan anak. Dengan demikian anak tidak merasa sungkan terhadap sang ayah untuk mencurahkan isi hatinya dan meminta solusi serta pendapat pada sang ayah sehingga anak merasa nyaman terhadap ayah. Di sela-sela kesibukan sang ayah, sang ayah menyempatkan waktunya untuk bersama anak walau sekedar makan bersama, bermain bersama sehingga kedekatan anak dengan ayah terasa lebih dekat. Perhatian ayah penting untuk sang anak. Jangan sampai karena kurang perhatian keluarga, anak mencari perhatian di luar rumah dan terjerumus pada pergaulan bebas. Ayah wajib perhatian pada pergaulan anak, ayah perlu tahu siapa saja teman pergaulan anak, dimana saja tempat bergaul anak. Dengan demikian ayah dapat memantau perkembangan anak serta menghindari agar anak tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan.
6.      Ayah sebagai Guru dan Motivator Anak
Ayah berperan sebagai guru sekaligus motivator anak. Ayah memiliki tanggung jawab dalam mendidik pengetahuan agama sang anak dan juga mendidik akhlak anak. Ayah memberikan dukungan pada sang anak dalam menjadi pribadi yang berkarakter serta mendukung anak dalam meraih cita-citanya. Misalnya: setiap malam sang ayah mengajar mengaji anak setelah bakda magrib, ayah melatih kedisiplinan pada anak, ayah mendidik kejujuran pada anak sejak kecil, ayah mendongengkan kisah kisah inspiratif pada anak sehingga memotivasi sang anak untuk menjadi orang hebat sebagaimana tokoh inspirasi yang diceritakan sang ayah.
7.      Ayah sebagai Peningkat Kecerdasan Emosional Anak
Seorang ayah umumnya memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dibandingkan seorang Ibu. Keteladanan sang ayah dalam mengontrol emosi akan menjadi contoh bagi sang anak untuk meniru sikap sang ayah. Itulah mengapa seorang ayah memimpin dalam berkeluarga, pengambil dalam setiap keputusan, penentu utama kebijakan keluarga dan pengatur tata kelola sentral dalam rumah tangga. Komunikasi yang intensif antara ayah dan anak akan menumbuhkan sikap saling percaya anatara ayah dan anak. Ayah perlu  memberikan kepercayaan pada anak sambil terus dipantau perkembangan emosionalnya sehingga tingkat kematangan emosionalnya dapat tumbuh dengan baik.   
 
Gambar 2. Peran Ayah dalam Pendidikan Keluarga.
B.     PERAN IBU DALAM PENDIDIKAN KELUARGA
1.      Ibu sebagai Madrosah Pertama bagi Anak-Anaknya
Ibu adalah sosok yang melahirkan anak. Suatu kewajaran bila mayoritas anak lebih dekat pada Ibunya dibandingkan sang ayah. Hal itu tiada lain karena kebersamaan waktu sang anak dengan sang ibu lebih lama intensitasnya di bandingkan dengan sang ayah. Sejak sang anak dilahirkan, batita, balita, remaja bahkan hingga dewasa, sang anak sering menghabiskan waktunya bersama Ibunya. Apa yang dilakukan sang Ibu tak jarang menjadi hal yang ditiru oleh anak. Bahkan tak jarang kepribadian anak diwariskan dari kepribadian sang Ibu. Bukan hanya kepribadian, kecerdasan sang anak pun diwariskan dari sosok seorang Ibu.
Kecerdasan anak 70% diturunkan dari kecerdasan ibu, 30% diperoleh dari faktor lingkungan (lingkungan yang mempengaruhinya memiliki kebiasaan belajar)”
Kalimat di atas benar adanya bahwasannya anak yang cerdas terlahir dari rahim ibu yang cerdas. Karena secara genetis, kecerdasan anak diturunkan dari seorang Ibu bukan seorang ayah. Cerdas tidaknya seorang anak dipengaruhi oleh kecerdasan Ibu. Itulah pengapa wanita dituntut untuk cerdas.
When you teach a man, you teach an individu. But when you teach a woman, you also teach the next generation”
Pepatah tersebut menunjukkan bahwa bila mendidik seorang lelaki berarti mendidik individu, sedangkan bila mendidik perempuan sama halnya mendidik generasi selanjutnya. Mengapa demikian? Karena perempuan melahirkan generasi-generasi selanjutnya. Di sini ibu memiliki peran penting dalam mendidik anak sebab segala apa yang dilakukan Ibu memiliki pengaruh yang besar terhadap kecerdasan anak. Ibu yang mendidik anak dari kecil untuk rajin belajar dan disiplin akan melahirkan generasi yang disiplin dan rajin. Sebaliknya, sosok ibu yang pemalas dan membiarkan anak bermain tanpa dinasehati di waktu jam belajar di rumah maka akan menjadi kebiasaan anak untuk tidak bisa memanage waktu dengan baik dan cenderung diigunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.
2.      Ibu sebagai Motivator dan Inspirator bagi Anak
Seorang ibu harus bisa memotivasi anak untuk menjadi insan yang bermartabat. Ibu dengan kelembutan dan keteguhan hatinya mampu mendorong anak untuk lebih giat belajar dalam upaya mewujudkan cita-citanya. Di sini, seorang ibu berperan sebagai motivator yang memberikan dukungan pada anak dalam meraih mimpi-mimpinya menjadi nyata baik berupa dukungan spiritual (doa), dukungan mental (motivasi dan inspirasi), maupun dukungan material (sarana dan prasarana yang dibutuhkan anak untuk meraih cita-citanya). Ibu adalah sosok figur tersendiri yang menjadi inspirator yang mendorong sang anak memiliki semangat yang berkobar untuk mewujudkan cita-citanya. Sebagai contohnya: sejak dini, ketika anak akan tidur sang Ibu mendongengkan sang anak kisah motivasi berupa kisah kisah orang hebat dunia dalam meraih cita-citanya seperti kisah Bill Gates, kisah BJ Habibie, kisah Steve Marx dan lain-lain. Tak lupa orangtua muslim menceritakan sosok fugur Rosulullah, khulafaur rosyidin, para sahabat dan cendekiawan muslim dunia (Seperti kisah Ibnu Sina yang menjadi dokter di usia 16 tahun, kisah Al Kwarizmi dalam menemukan rumus Aljabar, dan lain sebagainya) yang memiliki peran besar dan memajukan peradaban dan pengetahuan.
Adapun dukungan spiritual, Ibu selalu mendoakan keberhasilan anak setiap waktu serta mengajarkan anak untuk rajin berdoa, sholat, dzikir agar cita-citanya dikabulkan oleh Allah swt sebab antara doa dan ikhtiar harus seimbang. Sedangkan dukungan material yaitu dengan memberikan fasilitas bagi anak untuk mewujudkan mimpinya dengan mengarahkan dan memberikan bimbingan agar anak tidak salah jalan. Contohnya; anak yang bercita-cita menjadi pembawa acara, maka orangtua memfasilitasi dengan mengkursuskannya di public speaking course atau bila terhalang biaya, melatih public speaking  anak secara pribadi dan melihat di Youtube, dan lain sebagainya. Contoh lagi, seorang anak yang bercita-cita menjadi mubaligh dan penulis buku diarahkan dengan dipondokkan serta dikenalkan pada penulis penulis buku sehingga memotivasinya untuk mewujudkan cita-citanya.
3.      Ibu sebagai Guru Bagi Sang Anak
Ibu adalah guru sang anak. Alangkah baiknya seorang Ibu memiliki wawasan yang luas dan kesabaran dalam mendidik anak. Kesalahan para Ibu di era modern adalah membiarkan sang anak lebih dekat pada baby sister dibandingkan dekat dengan dirinya. Bahkan saat anak belajar, yang menemani sang anak belajar bukan seorang Ibu melainkan baby sister. Hal ini sangat disayangkan. Mengapa demikian?. Seharusnya seorang Ibu menemani anak dalam fase belajar yakni mendampingi anak belajar menulis, membaca dan berhitung pada masa kanak-kanak. Selain belajar ilmu pengetahuan umum, seorang Ibu dianjurkan juga memiliki wawasan agama, sehingga seorang Ibu mampu mendidik anak mengaji sendiri sebelum sang anak dititipkan pada sang guru  ngaji. Ya…sekalilagi wanita memang dituntut untuk multitalenta yang serba bisa sehingga bisa memberikan teladan apapun yang dibutuhkan anak.
Proses belajar anak ketika malam baik belajar agama (mengaji) maupun belajar ilmu pengetahuan umum yang didampingi orangtua terutama Ibu akan memberikan kesan tersendiri bagi sang anak. Anak akan merasa diperhatikan, diberikan kasih sayang, didukung dan diberikan teladan langsung dari sang Ibu. Hal ini akan berbeda rasanya bila sang anak belajar ditemani tentor sementara sang Ibu asyik nonton TV membiarkan sang anak belajar sendirian sementara ia acuh dengan sinetron kesukaannya. Semangat anak belajar ditemani Ibu dengan tidak itu berbeda, maka dari itu diperlukan sosok Ibu sekaligus guru bagi anak.
4.      Ibu sebagai Penasehat bagi Anak
Ibu yang baik adalah Ibu yang memiliki kedekatan baik dengan sang anak. Ibu yang penyayang dan lemah lembut serta tegas terhadap anaknya. Bila sang anak melakukan kesalahan, sebagai bentuk wujud kasih sayang maka sang Ibu mengingatkan dengan menasehatinya dengan tutur kata yang lembut. Nasehat yang disampaikan sang Ibu dengan tutur kata yang lembut ini akan membuat anak merasa diperhatikan. Bila sang anak merasa takut sang Ibu memeluknya, menasehatinya, dan menguatkannya. Sebagai contohnya:
a.       Ketika sang anak setelah solat subuh lantas tidur lagi, maka sang Ibu mengingatkan pada anak agar setelah solat subuh tidak tidur lagi dan alangkah lebih baiknya waktu setelah subuh dimanfaatkan untuk mengaji dan belajar mengulas kembali materi yang dipelajari tadi malam serta membantu sang Ibu memasak di dapur menyiapkan sarapan pagi.
b.      Ketika sang anak bangun kesiangan, sang Ibu membangunkan dan menasehatinya agar jangan diulangi lagi dan lebih disiplin untuk bangun pagi agar kegiatannya tidak ada yang terlewatkan.
c.       Ketika anak akan menghadapi Ujian Nasional, Seleksi Lomba, Seleksi Wawancara dan berbagai seleksi lainnya tak jarang anak merasa kawatir, deg-degan, takut. Hal yang dilakukan seorang Ibu tatkala sang anak merasa kawatir adalah memeluknya, membelai rambut putrinya, menguatkan dan memotivasinya agar tetap optimis serta tidak lupa untuk menyeimbangkan antara doa dan ikhtiar.
5.      Ibu sebagai Sahabat Anak
Ibu yang baik selalu mencurahkan kasih sayang dan perhatian pada sang anak. Dengan sang anak merasa mendapatkan perhatian yang cukup dari orangtua, maka sang anak tidak mencari perhatian di luar rumah. Betapa banyak anak yang kurang perhatian dari orangtua, akhirnya mencari perhatian di luar rumah dan terjerumus dalam pergaulan bebas. Hal ini sungguh sangat disayangkan, orangtua termasuk Ibu yang seharusnya memberikan perhatian pada anak sehingga anak menjadi merasa nyaman justru sebaliknya yang berakibat pada rusaknya moral anak karena anak mencari perhatian diluar rumah dan terjerumus pada hal negatif. Ibu yang baik berperan sebagai sahabat anak, sehingga sang anak tidak merasa sungkan tatkala menghadapi masalah lalu mencurahkan masalahnya pada sang Ibu. Dengan cara ini, sang anak akan memiliki kedekatan yang baik dengan Ibu dan Ibu dapat menjadi problem solver  bagi sang anak. Sungguh merupakan suatu kebahagiaan tatkala anak mau mencurahkan apapun yang dirasakan sehingga orangtua dapat memberikan solusi pada sang anak.
Gambar 3. Peran Ibu dalam Pendidikan Keluarga.

*****
Pembagian peran yang seimbang antara ayah dan ibu akan menghasilkan generasi yang berkarakter. Anak yang cerdas secara akademik dan memiliki akhlak yang mulia diimbangi dengan keterampilan-keterampilan yang memadai merupakan investasi terbesar dalam dunia pendidikan dalam mewujudkan Indonesia berkarakter. Generasi muda yang berkarakter sangat penting bagi bangsa Indonesia, mengingat maju mundurnya suatu negara terletak di tangan pemuda. Pendidikan keluarga melalui kerjasama yang baik antara ayah dan ibu dalam menjalankan perannya masing-masing merupakan aset berharga suatu bangsa untuk kemajuan suatu bangsa dalam mencetak generasi berkarakter. Dengan demikian, pendidikan keluarga yang mencakup pemberian kasih sayang dan perhatian orangtua serta didikan ilmu pengetahuan (ilmu pengetahuan umum dan pengetahuan agama) dari orangtua dapat melahirkan generasi yang berkarakter dan berbudi luhur sehingga dapat membawa bangsa Indonesia di masa depan lebih baik. 


***** SEMOGA BERMANFAAT *****
#sahabatkeluarga



KISAH CINTA SAYYIDAH KHODIJAH RA DENGAN ROSULULLAH SAW


KISAH CINTA SAYYIDAH KHODIJAH RA DENGAN ROSULULLAH SAW
*****
Written by Dewi Nur Halimah, S.Si 
****** 

  
Cinta adalah anugerah yang Allah berikan pada hambaNya. Cinta terindah adalah cinta antara 2 insan (laki-laki dan perempuan) yang membawanya semakin dekat pada illahi. Tiada cinta yang indah melainkan cinta suci nan halal yang diperoleh dengan jalan yang diridhoi Rabb Semesta Alam.
Ya Allah jatuhkanlah hatiku agar mencintai seseorang yang membawaku semakin mencintaiMu. Dekatkanlah hatiku pada hati yang jua mencintaiMu sehingga semakin luas pengetahuanku, semakin kokoh agamaku, dan semakin bertambah cahaya imanku. Ya Allah, biarkanlah cintaku berlabuh pada seorang yang membawaku semakin dekat denganMu. Tatkala aku memandangnya menemukan kesejukan pikirku. Tatkala akau mendengarkan tutur katanya, semakin aku menemukan ketenangan dan bertambah pengetahuanku akan agamaku serta semakin bertambah pula keimananku. Tatkala aku memandang sikapnya, aku teringan akan kematian dan kehidupan kekal abadi di akherat”. Aamiin
(Sajak-Sajak Doa D.N. Halimah, 2018).

Nah, ukhti dan akhi yang mulia, tiada cinta yang mulia melainkan cinta yang diridhoi Allah swt. Cinta yang diridhoi Allah swt akan membawa pada keberkahan hidup di dunia serta kebahagiaan hidup bersama pasangan di dunia dan di akherat. Adapun tauladan cinta sejati adalah kisah cinta sayyidah Khodijah RA dengan Nabi Muhammad SAW. Sungguh kisah cintanya begitu mengharukan dan sangat indah. Perjalanan cintanya penuh dengan pengorbanan, air mata, kebahagiaan, dan keromantisan yang halal. Subhanallah, sungguh indah kehidupan Nabi Muhammad SAW. Dan inilah kisahnya…J
Muhammad bin Abdullah adalah sosok pemuda yang jujur, lemah lembut, adil, dan berakhlak mulia. Muhammad muda ikut ke dalam rombongan niaga Siti Khodijah sebagai pegawai yang menjualkan dagangan Siti Khodijah RA. Sayyidah Khodijah meminta Maesaroh selaku pegawai kepercayaan Siti Khodijah untuk menemani Nabi Muhammad saw berdagang ke negara Syam. Karena terkenal akan kejujurannya, dagangan Nabi Muhammad saw laris bahkan untungnya hingga berlipat-lipat ganda. Sikap Nabi Muhammad tatkala berjualan adalah menceritakan dengan jujur kualitas barang, barang yang baik dikatakan baik, barang yang cacat disampaikan kecacatannya tanpa ditutup-tutupi cacatnya. Dengan demikian pembeli tidak merasa tertipu dan puas akan barang yang dibelinya. Hal inilah yang memikat hati masyarakat untuk membeli dagangannya. Bahkan karena kejujurannya itu, Nabi Muhammad saw dijuluki dengan sebutan Al-Amin.
Semasa melakukan perdagangan dengan Nabi Muhammad saw, Maesaroh mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat ganda. Hal ini lantaran kejujuran dan sikap amanah rosulullah terhadap konsumen yang membeli dagangannya. Bukan hanya itu, Maesaroh juga diperlihatkan akan hal luar biasa selama perjalanannya akan berdagang bersama Nabi Muhammad saw. Bagaimana tidak? Gulungan awan selalu mengiri langkah Nabi Muhammad saw kemanapun beliau melangkah. Gulungan awan tersebut seolah tak ingin Nabi Muhammad saw tersengat panasnya terik sinar matahari.  
Berbagai pengalaman yang menakjubkan yang dialami Maesaroh selama perjalanan bersama Nabi Muhammad saw pun kemudian ia ceritakan kepada Sayyidah Khodijah RA selaku tuannya yang mempercayainya dalam berniaga. Sejak saat itulah, tanda-tanda kemuliaan yang terdapat pada diri Nabi Muhammad hingga gulungan awan mengiringinya itu lantas membuat Sayyidah Khodijah memiliki perasaan kagum tersendiri pada Nabi Muhammad saw. Dari hari ke hari, perasaan kagum yang menyelimuti hati Sayyidah Khodijah pada Nabi Muhammad RA semakin bertambah, terlebih tatkala ia mendapatkan penuturan dari sepupunya yang bernama Waraqah bin Naufal. Waraqah bin Naufal merupakan sepupu Sayyidah Khadijah yang merupakan pemeluk agama nasrani yang tinggal di Makkah. Waraqah merupakan seorang yang memiliki pemahaman mendalam tentang kitab suci orang Yahudi dan Nasrani. Waraqah bahkan mampu menulis atau mendokumentasikan kitab injil dalam bahasa Ibrani.
Nama lengkap Waraqah adalah Waraqah bin Naufal bin Assad bin Abd al Uzza bin Qussay Al-Qurashi. Waraqah mengetahui tanda-tanda kenabian Muhammad bin Abdullah dari kitab injil berbahasa arab yang ia baca. Dari pemahamannya terhadap injil, ia meyakini bahwa Muhammad bin Abdullah adalah nabi agung yang ditunggu-tunggu ummat manusia yang akan mengentaskan manusia dari zaman kegelapan (zaman jahiliyah) menuju zaman yang terang benderang penuh dengan cahaya Illahi.
Suatu hari dipagi buta, Sayyidah Khodijah menyempatkan diri berkunjung silaturahim ke rumah Waroqoh bin Naufal. Pada kesempatan tersebut, Waroqoh menuturkan mimpi yang ia alami kepada Sayyidah Khodijah.
Waraqah                      : “Duhai saudariku, tadi malam aku bermimpi yang sangat luar biasa.”
Sayyidah Khodijah     : “Mimpi apa duhai sepupuku?”
Waraqah             : “Aku bermimpi melihat matahari berputar mengelilingi kota Makkah dan kemudian turun ke arah bumi. Matahari itu jatuh tepat di atas rumahmu, Khadijah. Aku melihat betapa agungnya matahari itu hingga membuatku terbangun dan tersadar dari tidurku”.
Sayyidah Khodijah     : “ Lalu apa takwil dari mimpimu itu saudaraku?”
Waraqah              : “Matahari itu melambangkan adanya suatu utusan Allah swt yang terakhir menutup kenabian para nabi. Ia berasal dari kota Makkah. Dan ia akan meminangmu wahai Khadijah. Pemuda tersebut memiliki keagungan dan kemuliaan. Dialah Muhammad bin Abdullah yang kelak akan menjadi utusan Allah swt sebagai Nabi Akhiruz Zaman yang menutup kenabian para nabi”.
            Mendengar penuturan Waraqah bin Naufal yang ahli dalam pemahaman terhadap kitab injil, hati Khadijah bergetar, maka semakin bertambahlah rasa cintanya kepada Nabi Muhammad saw. Pada saat itu Muhammad bin Abdullah (Muhammad muda) belum diangkat menjadi nabi. Oleh karena itu, Waraqoh menuturkan bahwa berdasarkan tanda-tanda yang dimiliki Nabi Muhammad saw menunjukkan bahwa ia kelak akan diangkat sebagai utusan Allah saw. Penjelasan Waraqah telah menguatkan perasaan cinta Sayyidah Khodijah pada diri Nabi Muhammad bin Abdullah, hingga menggerakkan hatinya untuk meminang Muhammad muda agar menjadi suaminya.  
            Suatu hal yang tak wajar untuk pertama kalinya menyalahi tradisi adat di arab yakni seorang wanita meminang seorang laki-laki. Di Makkah umumnya pada saat itu laki-laki lah yang meminang wanita. Namun hal ini berbeda pada diri Sayyidah Khodijah, meskipun pada saat itu banyak lelaki kaya raya, saudagar dan pemuka bangsa Arab yang menaruh hati pada Sayyidah Khodijah, namun pilihan hatinya tetap pada Muhammad bin Abdullah. Sayyidah Khodijah memandang bahwasannya Muhammad muda (Muhammad bin Abdullah) adalah sosok yang memiliki kemuliaan budi pekerti, kebijakan, kejujuran, serta kesolehan yang tidak ia jumpai pada sosok yang lain.  Kehendak Sayyidah Khodijah yang bertentangan dengan tradisi di Arab untuk meminang Muhammad bin Abdullah ini pun awalnya ditentang pihak keluarga, pihak keluarga merasa keberatan bila Sayyidah Khodijah yang meminang Muhammad muda terlebih dahulu. Akan tetapi, gelora cinta yang terus berkobar tak menyurutkan tekad Sayyidah Khodijah untuk meminang sang pujaan hati, Muhammad bin Abdullah.
            Sebagai upaya untuk mewujudkan niatan hatinya, Sayyidah Khodijah meminta bantuan saudarinya yaitu Nafisah binti Munyah untuk mengutarakan maksud hatinya yang hendak meminang Muhammad bin Abdullah sebagai suaminya. Nafisah pun melaksanakan permintaan Khodijah, saudarinya hingga akhirnya ia menjalin kedekatan dengan pihak keluarga Muhammad. Sampai suatu ketika pada suatu kesempatan terjadilah dialog antara Nafisah dan Nabi Muhammad saw.
Nafisah                   : “Wahai Muhammad, gerangan apakah yang membuatmu belum terpikirkan untuk mencari pendamping hidup? Tidakkah engkau menginginkan pendamping hidup?”.
Muhammad          : “Hasrat beristri dan menikah sebenarnya telah ada, namun belum ada kesanggupan bagiku untuk menikah”.
Nafisah                        : “Bagaimana jika ada seseorang yang siap menyediakan nafkah bagimu. Dia adalah sosok wanita yang cantik, berharta, dan berakhlak mulia. Apakah engkau mau menerima pinangannya dan mau menikah dengannya?”.
Muhammad                 : “Mana mungkin ada?”.
Nafisah                        : “Jika ada bagaimana? Apakah engkau mau?”.
Muhammad                 : “Siapakah namanya?”
Nafisah                        : “Khadijah binti Khuwailid
Muhammad                 : “Baiklah, aku bersedia menerima pinangannya dan menikahinya”.
            Tak lama setelah dialog Nafisah yang mengutarakan kehendak maksud Khodijah meminang Muhammad bin Abdullah, Nafisah pulang ke rumah Sayyidah Khodijah. Ia menyampaikan kabar gembira berupa kesediaan Muhammad untuk menerima pinangannya dan menikahinya. Mengetahui kabar gembira yang disampaikan oleh Nafisah, Sayyidah Khodijah lantas meminta pamannya, Umar bin Asad untuk menikahkannya dengan Muhammad bin Abdullah.
            Beginilah cinta suci Sayyidah Khodijah RA, ia mencintai Nabi Muhammad SAW tulus. Ia tak memandang kekayaan lelaki yang dinikahinya. Ya, cinta sejati tak memandang harta melainkan memandang pada akhlak  mulia dan pengetahuan agama. Dan Sayyidah Khodijah menemukan adanya samudra ilmu pengetahuan dan akhlak nan mulia itu terdapat pada diri Nabi Muhammad saw yang waktu itu belum diangkat menjadi nabi. Khodijah lebih memilih Nabi Muhammad saw yang saat itu adalah pemuda miskin, yatim piyatu, hanya seorang pegawainya dibandingkan memilih para saudagar dan pemuka bangsa Arab yang hendak mengawininya. Karena apa? Karena ia melihat adanya kejujuran, kemampuan untuk dipercaya, serta kemuliaan akhlak pada diri Nabi Muhammad saw. Sementara para saudagar kaya raya dan pemuka bangsa Arab yang hendak menikahinya, tiada lain karena adanya faktor kekayaannya (harta Sayyidah Khodijah) yang melimpah. Kecantikan, kekayaan harta (kaya raya) dan kemuliaan Khodijah tersohor di Kota Makkah bahkan hingga ke negeri Syam dan Yaman. Tak heran bila banyak pengusaha yang hendak melamarnya. Namun hati Khodijah meyakini dan teguh bahwa cintanya hanya untuk Nabi Muhammad saw. Cinta sejati tak memandang kecantikan fisik maupun harta karena cinta sejati hanya dapat ditemui pada kemuliaan akhlak dan luasnya pengetahuan agama.
            Adapun selanjutnya, proses pernikahan Nabi Muhammad saw dengan Siti Khodijah dilaksanakan pada hari Jum’at, yakni bulan sekembalinya Muhammad bin Abdullah dari berniaga di negara Syam. Pada pernikahan Sayyidah Khodijah RA, pamannya Umar bin Asad yang menjadi wali nikahnya. Pada pernikahan Sayyidah Khodijah RA dengan Nabi Muhammad saw, hadir pula sepupunya yakni Waraqah bin Naufal yang menyampaikan khutbah pernikahan dengan fasih dan dilanjut khutbah pernikahan oleh Abu Thalib yang disampaikan dengan lantang sehingga menyita perhatian para hadirin pada acara tersebut.
            Pada acara pernikahan Muhammad dan Sayyidah Khodijah RA, Sayyidah Khodijah RA meminta Waraqah bin Naufal untuk mengumumkan pada para hadirin yang hadir untuk menyaksikan bahwa sejak pernikahan itu, Khadijah menyerahkan jiwa, raga, harta benda, hamba sahaya dan segala yang dimilikinya untuk Muhammad bin Abdullah dan ia berhak untuk membelanjakannya ke manapun yang ia kehendaki. Subhanallah…. J, Maha Suci Allah, sungguh Sayyidah Khodijah adalah sosok yang berhati mulia. Bagaimana tidak, ia merelakan seluruh jiwa, raga, dan harta benda yang dimilikinya untuk perjuangan rosulullah. Bahkan tak hanya itu, ia juga rela mengorbankan harta dan pikirannya untuk perjuangan Rosulullah saw... J Masya Allah …J
            Mendengar apa yang disampaikan Khodijah binti Khuwailid, kemudian Waraqah bin Naufal berdiri diantara sumur Zamzan dan bangunan sebuah makam, lantas dengan suara lantang Waraqah berseru:
“Wahai penduduk tanah Arab, sesungguhnya Khadijah binti Khuwailid menginginkan persaksian kalian semua bahwasannya ia telah menyerahkan kepada Muhammad baik jiwanya, raganya, harta bendanya, hamba sahayanya, dan segala apa yang berada dalam genggaman tangannya. Hal ini diperuntukkan sebagai penghormatan dan pengagungan atas kedudukan Muhammad dan segala bukti atas cintanya yang begitu dalam kepada Muhammad”.
Sebagai bentuk penghormatan dan memuliakan Nabi Muhammad SAW, Sayyidah Khodijah RA mengirimkan sejumlah uang, unta, domba, pakaian, dan parfum kepada Abu Thalib. Abu Thalib kemudian melangsungkan acara pernikahan keponakannya selama tiga hari yang dihadiri oleh para pemuka dan penduduk tanah Arab. Penduduk Makkah pun bersuka ria penuh kegembiraan dalam menyambut majlis pernikahan dua mempelai yang sangat terpandang.
            Sungguh, begitu dalamnya cinta Khodijah binti Khuwailid kepada baginda Muhammad bin Abdullah. Betapa tidak, ia merelakan segalanya termasuk jiwa, raga, harta, dan segala apa yang dimilikinya untuk suami tercinta. Bagi Sayyidah Khodijah RA, harta tidaklah begitu berarti dalam hidupnya tanpa kehadiran Nabi Muhammad saw sebagai pendamping hidupnya. Sebab, jika cinta Khodijah binti Khuwailid terletak pada hata dan kekuasaan, tentu saja Sayyidah Khodijah RA tidak memilih Nabi Muhammad saw sebagai pendamping hidupnya melainkan saudagar kaya raya atau pemuka bangsa Arab yang memiliki harta berlimpah ruah. Akan tetapi Sayyidah Khodijah pada kenyataaanya leboh memilih Nabi Muhammad saw karena kemuliaan akhlaknya yang akan menjadi imamnya, menuntunnya dari dunia hingga akherat. Dari sini kita dapat mengambil hikmah bahwasannya cinta Sayyidah Khodijah kepada Nabi Muhammad adalah suci tanpa dilandasi hawa nafsu dan keinginan syahwati.            
Beberapa hal yang dapat kita petik hikmahnya dari kisah cinta suci Khadijah binti Khuwailid dengan Rosulullah saw adalah:
  1. Cintailah seseorang karena luasnya pengetahuan (ilmu) dan kemuliaan akhlaknya (kejujuran, kebijaksanaan, kelembutan tutur kata, ketegasan, keadilan dalam memutuskan perkara, dan budi perekerti mulia lainnya).
Lelaki yang berilmu dan berakhlak mulia, apabila ia mencintaimu ia akan memuliakanmu dan membahagiakanmu laksana Pangeran memberlakukan Sang Putri…
Sebaliknya bila lelaki berilmu dan berakhlak mulia itu tak mencintaimu, ia tak akan menyakiti perasaan dan fisikmu. Perkataannya dijaga agar tak menyakiti perasaanmu, sikapnya dipelihara agar senantiasa menyejukkan pikir dan hatimu.
  1. Jadilah pemuda yang jujur, apa adanya, dapat dipercaya (amanah) sebagaimana telah dicontohkan pada diri Rosulullah saw yang jujur hingga dijuluki dengan sebutan Al-Amin.
  2. Surga wanita terletak pada ridho orangtuanya sebelum menikah, sementara surga wanita terletak pada ridho suaminya tatkala sudah menikah. Sebagai wujud cinta dan baktimu pada suamimu, relakanlah dan korbankanlah seluruh jiwa, raga, harta benda yang kau miliki untuk suamimu selama digunakan untuk kebaikan sebagaimana Sayyidah Khodijah RA yang merelakan seluruh jiwa, raganya, hamba sahayanya, dan seluruh harta benda yang dimilikinya untuk Nabi Muhammad saw sebagai wujud begitu dalamnya cintanya pada Nabi Muhammad saw.
  3. Bukti dari cinta suci adalah pernikahan dan bukti bakti istri pada suami adalah ketaatan dan pengorbanan termasuk jua merelakan seluruh jiwa, raga, harta benda bahkan mengorbankan pikiran untuk suami tercinta.                                             
***** SEMOGA BERMANFAAT DAN MENGINSPIRASI *****