HALIMAH BINTI MASDARI

Senin, 26 Januari 2015

KETULUSAN CINTA


CINTA YANG TULUS
Jika engkau mencintai seseorang tanpa syarat...tanpa memandang apapun darinya. Bukan karena kecantikannya/ ketampanannya, bukan pula karena kecerdasan ataupun kepandaiannya, Bukan karena kaya atau miskin, bukan karena apapun yang ada didalamnya. Namun engkau mencintainya dengan tulus tanpa melihat kelebihan yang ada pada dirinya. Bahkan engkau mau memaafkannya meskipun berapa kali engkau dikhianati, engkau diberlakukan kasar dan lain sebagaiNya. Karean cintamu tak menuntut balasan cinta dariNya, karena cinta yang tulus tak mengharap apa-apa kecuali keridhoan hati yang dicinta...melihatnya bahagia meskipun dengan orang lain adalah anugerah, meski tidak bisa dipungkiri tekadang dada terasa sesak...tetapi ikhlaskanlah...Bukankah cinta yang sejati adalah turut bahaga ketika yang dicintai bahagia.
Ø  Jika ia bejad akhlaknya, maka kau menerimanya dengan tulus dan mau mengajarinya pada kebaikan dengan selalu mendoakannya pada Tuhan agar hidayah senantiasa dilimpahkan padanya.
Ø  Jika ia tak cantik wajahnya, kau terima ia apa adanya tanpa membandingkan ia dengan wanita lain yang mungkin lebih indah parasnya.
Ø  Jika ia tak kaya, kau mau menerima apa adanya tanpa merendahkan keluarganya dan dirinya.
Ø  Kau bisa menerima segala tentang masa lalunya. Masa lalu yang buruk bukanlah untuk dihujat, dihina, dicerca ataupun diungkit-ungkit karena itu akan menyakitkan. Melainkan perbaikilah akhlaknya untuk ke depan, ajarkan ia tentang akhlakul karimah. “Jika ban motormu bocor, sekiranya masih bisa diperbaiki tambalah...bukan malah disobek”
Ø  Jangan memanggil seseorang yang kau cintai dengan julukan yang ia tak ketika suka mendengarnya.
Ø  Ketika engkau dikhianati, misalkan pasanganmu selingkuh dengan wanita lain, berlaku kasar padanya. Mungkin sesak didada adalah hal yang wajar. Maafkanlah, doakan ia agar Allah membukakan pintu hidayah untuknya sebelum akhir hayatnya. Kasihi dia sebagaimana engkau mengasihi dirimu.
Ø  Mungkin terkesan terlalu bodoh, mau memaafkan orang yang sudah menyakitimu dan memberinya kesempatan kembali. Tetapi memaafkan adalah hal yang terbaik, bukankah memaafkan jauh lebih mulia disisi TuhanMu. Bukankah cinta Tuhan yang kau cari???...bukankah ridho Tuhan yang kau cari?
1. Mendatangkan kecintaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Fushshilat ayat 34-35:
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Dan sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (Fushshilat: 34-35)
Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan: “Bila kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu maka kebaikan ini akan menggiring orang yang berlaku jahat tadi merapat denganmu, mencintaimu, dan condong kepadamu sehingga dia (akhirnya) menjadi temanmu yang dekat. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: ‘Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan orang beriman untuk bersabar di kala marah, bermurah hati ketika diremehkan, dan memaafkan di saat diperlakukan jelek. Bila mereka melakukan ini maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga mereka dari (tipu daya) setan dan musuh pun tunduk kepadanya sehingga menjadi teman yang dekat’.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim 4/109)
2. Mendapat pembelaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
Al-Imam Muslim rahimahullahu meriwayatkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata: ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya kerabat. Aku berusaha menyambungnya namun mereka memutuskan hubungan denganku. Aku berbuat kebaikan kepada mereka namun mereka berbuat jelek. Aku bersabar dari mereka namun mereka berbuat kebodohan terhadapku.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
Jika benar yang kamu ucapkan maka seolah-olah kamu menebarkan abu panas kepada mereka. Dan kamu senantiasa mendapat penolong dari Allah Subhanahu wa Ta’ala atas mereka selama kamu di atas hal itu.” (HR. Muslim)
3. Memperoleh ampunan dan kecintaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (At-Taghabun: 14)
Adalah Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu dahulu biasa memberikan nafkah kepada orang-orang yang tidak mampu, di antaranya Misthah bin Utsatsah. Dia termasuk famili Abu Bakr dan muhajirin. Di saat tersebar berita dusta seputar ‘Aisyah binti Abi Bakr istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Misthah termasuk salah seorang yang menyebarkannya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat menjelaskan kesucian ‘Aisyah dari tuduhan kekejian. Misthah pun dihukum dera dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi taubat kepadanya. Setelah peristiwa itu, Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu bersumpah untuk memutuskan nafkah dan pemberian kepadanya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya:
وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (An-Nur: 22)
Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Betul, demi Allah. Aku ingin agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuniku.” Lantas Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu kembali memberikan nafkah kepada Misthah radhiyallahu ‘anhu. (lihat Shahih Al-Bukhari no. 4750 dan Tafsir Ibnu Katsir 3/286-287)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ارْحَمُوا تُرْحَمُوا وَاغْفِرُوا يَغْفِرِاللهُ لَكُمْ
Sayangilah –makhluk– maka kamu akan disayangi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan berilah ampunan niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampunimu.” (Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 293)
Al-Munawi rahimahullahu berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya yang di antaranya adalah (sifat) rahmah dan pemaaf. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mencintai makhluk-Nya yang memiliki sifat tersebut.” (Faidhul Qadir 1/607)
Adapun Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai orang yang memaafkan, karena memberi maaf termasuk berbuat baik kepada manusia. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala cinta kepada orang yang berbuat baik, sebagaimana firman-Nya:
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imran: 134).
4. Mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun di sisi manusia
Suatu hal yang telah diketahui bahwa orang yang memaafkan kesalahan orang lain, disamping tinggi kedudukannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia juga mulia di mata manusia. Demikian pula ia akan mendapat pembelaan dari orang lain atas lawannya, dan tidak sedikit musuhnya berubah menjadi kawan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ
Shadaqah –hakikatnya– tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan, dan tiada seorang yang rendah hati (tawadhu’) karena Allah Subhanahu wa Ta’ala melainkan diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Kapan memaafkan itu terpuji?
Seseorang yang disakiti oleh orang lain dan bersabar atasnya serta memaafkannya padahal dia mampu membalasnya maka sikap seperti ini sangat terpuji. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melakukan –pembalasan– maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memanggilnya di hari kiamat di hadapan para makhluk sehingga memberikan pilihan kepadanya, bidadari mana yang ia inginkan.” (Hadits ini dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3394).
Ø  Kau tahu kawan:
Cinta yang tulus tak menuntut balasan
Penghianatan tak membuatnya balas dendam
Penghinaan tak membuatnya enggan memaafkan
Diskriminasi tak membuatnya kehilangan kesabarran
Justru...
Mungkin dengan jalan pengkhianatan
Sebagai jalan semakin dekat Tuhan
Dalam tangis dan doa
Nama Tuhan sering tuk diucapkan
Yang berawal jauh menjadi lebih dekat
Yang awalnya jarang memanggilnya, lebih sering menyebut namaNya
Berterimakasihlah pada orang yang menghianatimu
Karenanya engkau berlatih sabar dan tegar
Berterimakasihlah pada yang menyakitimu
Karenanya Tuhan semakin sayang sebab kau semakin dekat denganNya
Meski...
Terkadang jiwa lelap dan turut amarah, emosi yang menguasai diri
Karena hinaan, penghianatan, diskriminasi, dan penghujatan
Namun, ketika hati terketuk kembali
Tersadarlah insan pada siapa harus kembali
Bersyukurlah pada Tuhan
Melalui jalan cobaan Tuhan semakin sayang
Engkau semakin dekat dengannya
Sering menghabiskan waktumu besamaNya
Memanggil namaNya, mendekapnay diperaduan malam dan dalam setiap kesendirian...Merangkai cinta yang sejati
Belajar dari mencintai insan merambah bagaimana sepatutnya kita mencintai Tuhan...:)


HAKEKAT CINTA


HAKEKAT CINTA
*****
CINTA TUHAN
Tuhan kau ajarkan aku arti cinta
Bagaiamana aku mencintaimu tulus tanpa mengaharap apapun dariMu
Kau ajarkan aku arti cinta
Bagaimana tentang mencintaimu menomorsatukan dirimu dalam jiwaku
MengingatMu dalam setiap langkahku
Dan menyebut namaMu dalam setiap kedip mataku
Tuhan...
Jika aku mencintaimu karena takut neraka
Maka bakarlah aku didalamnya...
Jika aku mencintaimu karena mengharapkan surga
Maka campakanlah...
Jika aku mencintaimu semata tanpa mengharap sesuatu apapun...
Maka..jangan kau palingkan KeindahanMu padaku
Tuhan...
Aku adalah milikMu, jiwa ragaku adalah kepunyaanMu
Andaikan dunia mengusiar aku dari buminya
Tak akan aku merintih ataupun menangis
Tuhan...
Segala yang kau berikan adalah yang terbaik bagiku
Penyakit yang menimpaku adalah anugerah dariMu
Mungkin...melalui jalan itu kau jadikan aku semakin dekat denganMu
Cobaan hidup yang silih berganti..
Badai yang terjal, tiadalah aku sesali
Jika itu sebagai jalan aku dekat denganMu
Jika itu membuatmu sayang padaku
Penghianatan cinta manusia yang bertubi-tubi tiadalah aku sesali
Jika itu membuatku sayan padamu...
Tuhan...dalam pinta dan doa
Jika jiwaku sedang rapuh maka kuatkanlah
Jika hatiku sedang melemah maka tegarkanlah
Jika aku semakin jauh denganMu, maka dekatilah
Sebab tiada yang dapat menolongku kecuali atas izinMu
Tanpa petunjuk hidayahmu, niscaya aku akan termasuk golongan yang merugi
Aku mencintaimu tanpa syarat, mengabdi menjadi hambaMu
Tuhan bukan kata manusia yang aku takuti
Bukan hujatan manusia, bukan hinaan manusia, bukan deskriminasi manusia yang aku kawatirkan...
Tetapi, rhido dariMu jauh lebih berarti
Bukan masalah saat aku tak berarti dimata manusia
Tetapi sungguh itu musibah
Jika keberadaanku tiada berarti bagiMu
Ajarkan aku untuk mencintaiMu sepenuh hati
MenjadikanMu sebagai pengisi hati
Tuhan...terimalah diri yang berlumpur dosa
Mata yang penuh dusta
Mulut yang penuh ghibah
Hati yang penuh penyakit
Tangan yang kerap melakukan kemaksiyatan
Kaki yang digunakan berjalan menuju kemaksiatan
Entahlah...sudah berapa banyak dosa yang kutoreh???
Mungkin jika dosa itu tampak...aku tak sanggup memikulnya
Tuhan...dalam pinta dan doa
Lautan ampunanMu abdi harapkan
Kasih sayangMu hamba harapkan
Berilah petunjuk dalam gelapnya jalanku
Terangilah dengan kasih sayangMu
Ampunilah segala dosaku
Baik yang sekarang ataupun yang akan datang
Bimbinglah aku menuju jalanMu
Jalan yang Engkau rhidoi
Kumpulkanlah aku dengan orang-orang yang Engkau cintai
Jadikanlah aku sebagai hambaMu
Yang senantias asetia mencintaiMu hingga akhir hayatku
Menghabiskan sisa usiaku dijalanMu
Dari kegelapan menujo lorong Cinta Illahi



Sabtu, 03 Januari 2015

KETIKA AIDA BERDALIH


KETIKA AIDA BERDALIH DENGAN INDAHNYA                 

Inilah sebuar cerita tentang kisah cinta seorang wanita yang introvert. Dia lebih memilih memendam perasaanya dibandingkan mengungkapkan perasaannya. Dua bersahabat itu bernama Fatimah dan Asriana. Mereka sama-sama pemalu masalah cinta, dan lebih memilih menyembunyikan rasa cintanya. Fatimah mencintai Habib dan Asriana mencintai Hendra. Amalia adalah gadis yang jua mencintai Hendra. Bertolak dengan Asriana...Amalia sosok gads yang pemberani, dan frontal bahakan tak punya malu. Bagaimana tidak, didepan umum dalam suatu acara, sempatnya ia menggandeng tangan Hendra layaknya lem dan perangko. Hendra juga sama saja, bukankah rasa cintanya terpaut pada Asrina melainkan mudah tergoyah oleh Amalia.
Pemandangan itu, serontak membuat Asriana kesal. Bagaimana tidak?...bagaikan melihat adegan korea yang romantis. Gregetan rasanya melihat Amalia. “Kau ini plin-plan Hendra.., denganku kau teramat baik, bahkan dari tingkah lakumu semua menggambarkan rasa cinta, kau tak mengerti perasaanku. Kau mencintaiku, tapi kau menyakitiku, entah itu caramu untuk melihat kecemburuanku atau bagaimana, seharusnya kau memberi kepastian dan tak mengambanga pada dua wanita. Kemarin sikapmu teramat manis, bahkan dari sekian banyak orang, aku yang selalu bersamamu, kau bahkan mau menceritakan rahasiamu denganku, mengapa kau tak mengerti perasaanku”.
Tak jauh berbeda dengan Asriana, kisah cinta Fatimahpun sama. Ia sosok yang religius maka tak heran yang ia kagumi pun religius. Hatinya tersontak bagaikan gunung api yag hendak meledak...ditahannya emosi itu. Masih terngiang ditelinganya tentang petuah abah “ Nduk, orang yang kuat bukanlah orang yang kaya, bukan orang yang berotot ataupun lainnya melainkan mereka yang mampu menahan emosinya”. Perlahan demi perlahan air mata itu membanjiri pipinya saat mengetahui Habib mendaki gunung berdua dengan Vani. Tak hanya itu ia juga sering melihat Habib sering tertawa mesra dengan wanita, bercanda tawa mesra sambl merayu dan menggoda dengan wanita. Sungguh hatinya terasa teriris...Bagaimana tidak, orang yang dicintainya diam-diam ternyata suka menggoda wanita. Inilah doanya dalam pinta dan tangisnya...
Duhai kekasih
Duhai Rabb...
Kutahu, kau lebih tahu yang terbaik untukku
Tuhan...
Bukankah dalam sejarah Nabi maupun Ulama ataupun Lelaki soleh terdahulu
Tiada ia melakukan perayuan atau menggoda bahkan bercanda mesra dengan wanita
Bahkan melihat wanitapun tertunduk malu, karena begitu teguh menjaga pandangannya
Mengapa dia??
Mengapa dia??
Menatap wanita tiada rasa sungkannya
Apakah kecantikan telah menggoyahkan imannya
Ataukah kemewahan dunia telah menyilaukan matanya
Mengapa dia...dia yang kau  perlihatkan padaku saat awal bertemu
Sebagai sosok yang mengenal agama
Sebagai sosok yang paham agama
Tertawa dengan lepasnya
Bukankah tiada dalilmu yang mengatakan
“Bahwa tertawa adalah ibadah...melainkan senyum adalah ibadah”
Mengapa ia terbiasa bercanda dan merayu wanita
Duhai Rabbku???
Jika ia baik mengapa yang terlihat buruk
Jika menjaga pandangan mata kau wajibkan
Mengapa ia kau biarkan melepaskannya
Tuhan...padamu aku mengadu
Tentang secuil perasaan hati
Momentum saat melihat kejadian itu
Hatiku serasa pecah berkeping-keping
Agama bukanlah simbol nak...
Bukan pada pakaian, bukan pada jubah yang kau kenakan
Agama adalah pegangan
Dimana disinilah persatuan
Antara ilmu, akhlak, dan amalan menyatu berpadu menjadi satu
Ilmu bukanlah peralihan yang waktunya temporer atau sejenak
Ilmu butuh proses, butuh peresapan dan pemahaman
Akhlak adalah kebiasaan yang tertanam sejak dini
Yang kau lihat bukan dia...bukan dia
Bukankah tak ada perintah “tirulah dia” dalam Al Kitab yang kau percaya
Tirulah dia...tirulah dia, suri tauladan yang mulia
Beliaulah yang patut kau contoh...Baginda Sayyidina Muhammad
Jika ia keliru, mungkin saja khilaf...doakan ia nak, doakanlah
Agar hatinya kembali terbuka
Teringan akan ayat-ayat dan perintah syariat yang sepatutnya
Maafkanlah...
Bukankah dia bukan milikmu, dia milik Sang Kholiq...
Yakinalah...
Apapun yang Tuhan berikan adalah yang terbaik untukmu
Bersyukurlah dalam sesulit keadaan dan sesedih situasi
Tersenyumlah bukankah malam kan berganti siang
Kesedihanmu in syaallah Allah gantikan dengan kebahagiaan.
Ridhokan dia...lepaskan dia...
Tuhan berbisik...
“Biarlah Aku yang mengatur, aku lebih tahu darimu”
Dalam lautan air mata
Hati ini begitu teguh, bukan kata manusia yang kuikuti
Rhido Tuhanku jauh lebih berarti
Bukan hujatan yang aku khawatirkan
Tapi murka Tuhanku yang aku takuti
            Kembali Fatimah terdiam, hatinya terpaku membuku, isak tangisnya mengikuti rona wajahnya, maka Sang adik Aina-pun mendekat.
“Duhai kakaku tercinta, gerangan apa yang membuat matamu sayup nan hatimu bersedih?”
“Hati ini perih kala melihat dia merayu banyak wanita dan bercanda mesra pada wanita”
“Kau tahu saudariku inilah pesannya:
Kala cinta telah membabi buta
Tak sadar sang tuan dimabuk asmara
Jernih jiwa, akal sehatnya, hilang entah kemana
Terkadang cinta telah memperbudak dirimu
Bukankah cinta Tuhanmu jauh lebih tinggi kedudukannya
Dari mencintai seorang dia yang kau puja-puja
Kembalilah duhai akal sehatmu
Lupakan saja dia, ikhlaskan dengan wanita pujaannya
Cinta Tuhamu jauh lebih bermana
Kasih Tuhanmu jau lebih berarti
Tinggalkan cinta-cinta yang tak ada duanya
Pergilah dengan cinta yang sejatnya
Jernihkan pikirmu, niatkan langkahmu
Hanya beribadah, mengabdi padaNya”.
“Kau tahu duhai saudariku...mencintai Tuhan jauh lebih bermakna daripada hanya sekedar mencintai dia yang melukaimu. Kau tahu duhai saudaraiku...bukankah mencinta ada dasarnya,atas dasar tampankah, atas dasar kayakah,  atas dasar nasab, atau atas dasar agama engkau mencintai dia,” lanjut Aina.
“Aku mencintainya karena agama...pertama bertemu ia pelihatkan dirinya sebagai sosok yang alim, mengerti agama dan paham agama. Jika Tuhan memerintahkan untuk mencintai-nya, mengapaIa jua menciptakan fitrah cinta duhai saudariku?”, tanya Fatimah.
“Tuhan memberimu fitrah cinta kepada manusia karena Tuhan begitu baiknya. Memberimu bahagia dengan perintah menyempurnakan agamanya. Ia bukanlah yang egois dan senantasa otoriter memintamu mencintaiNya saja, melainkan ia memerintahkan untuk mencintaiNya datas segalanya dan kau boleh mencintai yang lain selama itu berada dibawahNya. Bayangkan saudariku...jika Tuhan Maha Indah, mengapa engkau mencintai yang keindahannya berada di bawahnya,” jawab Aina. “Oh ya...katamu, engkau mencintainya karena agama. Bagaimana ia agamanya bagus jika ia tak mampu menjaga pandangannya. Jangan salah menilai saudariku...kata guruku “terkadang di akhir zaman, seorang berpakaian besar, berbusana muslim...berbicara agama langsung dikiranya sebagai ustads dan ustadzah. Padahal sejatinya memahami agama bukanlah persoalan mudah...untuk belajar nahwu, sorof, dan tafsirnya beserta ilmu yang lainnya butuh pemahaman bertahun-tahun. Tak hanya singkat, kau tahu salah kharokat maknanya bisa berubah besar...yang seharusnya menyembah Tuhan bisa menjadi menyembah matahari hanya karena kurang tasdid. Kau jangan melihat karena penampilannya...berpakaian besar memang hukumnya baik dan wajib, wanita siapapun wajib demikian untuk menjaga kehormatannya. Agama bukan simbol melainkan suatu pegangan dan keyakinan. Ilmu tanpa guru...jika hanya berguru pada buku, bagaimana pertanggung jawabnnya di akhrat. Ya... aku tahu, semua terjadi atas izin Allah...orang baik belum tentu masuk surga dan orang buruk belum tentu masuk neraka, semua suka-suka Allah. Tetapi bukankah kita hidup ada aturannya. Kau tahu aturannya syari’at. Ibarat kata...jika kau sekolah, bukankah kau harus patuh pada aturan sekolah. Demikian halnya ketika kau meyakini agama, maka kau harus patuh pada syari’at agama. Kau tahu...duhai saudariku, untuk belajar membaca al fathehah saja yang benar mahroj-nya, kami perlu belajar bertahun-tahun. Bagaiaman yang belajar sebentar bisa mengajar?...mengajar itu butuh pegangan, bagaimana pertanggungjawabanmu terhadap Tuhanmu, ketika kau diprotes “Bagaimana kau mengajarkan pada banyak orang, mengajarkan pada kesalahan...bukan hanya pada satu kepala tapi berpuluh-puluh kepala hingga beratus-ratus kepala”. Menyampaikan ilmu memang wajib, ketika kita sudah tahu ilmunya dengan benar bukan asal-asalan. Bergurulah sampai kau benar-benar bisa, keika kau bisa ajarkanlah sebagai dakwah. Jangan kau mengajarkan sementara kau belum tahu ilmunya dengan benar,” papar Aida panjang lebar.
‘Terimakasih saudariku, kita adalah sahabat, saling menyirami dan saling menguatkan masalah agama. Sakitmu adalah sakitku jua dan sakitku adalah sakitmu jua. Benar katamu, kita tak pantas menilai seseorang dari luarnya...bukankah kacang terkadang kulitnya bagus, namun isinya kopong, terkadang kulitnya buruk, isinya bagus. Demian pula manusia, kita tak bisa menilai dari tampilan luarnya, untuk mengetahui jatidirinya, perlu menyelam mengarungi kehidupannya. Bukan kata orang yang didengar melainkan kebenaran yang dicari. Kata orang belum tentu benar adanya, perlu diselidiki agar tak terjadi fitnah. Kau benar saudariku...dalam sejarahpun, tiada nabi ataupun ulama yang tergoyah oleh wanita, is elalu menjaga pandangannya. Pemuda yang baik, yang taat perintah Tuhan dan rosulnya. Mak untuk memantaskan diri, bukankah kita juga memperbaiki akhlak kita dan memperluas wawasan kita tentang ilmu duniawi dan ukhrawi. Yakinlah apapun yang Tuhan berikan pasti yang terbaik, tiada satupun yang sia-sia melainkan terkandung hikmah yang besar di dalamnya,” ucap Fatimah dengan lembut sembari tersenyum mengusap air mata dipipinya.

*****SEMOGA BERMANFAAT*****