BAROKAH CERDASNYA SAYYIDAH KHAULAH BINTI TSALABAH
*****
Oleh: Dewi Nur Halimah
*****
BIOGRAFI SAYYIDAH KHAULAH
Sayyidah Khoulah binti Tsalabah bin ashram adalah wanita solekhah dari golongan Anshar. Suaminya bernama Sayyidina Aus bin Shamit ra (saudara lelaki dari Sayyidina Ubaidah bin Shamit ra). Sayyidina Aus memeluk Islam sejak awal ketika Islam dibawa rosulullah saw. Sayyidina Aus ra turut serta berperang salam perang badar, perang uhud, perang khandaq dan peristiwa perang lainnya bersama rosulullah saw.
KEMULIAAN SAYYIDAH KHAULAH BINTI TSALABAH RA DI HADAPAN SAYYIDINA UMAR BIN KHATTAB.
Pada suatu hari di masa kepemimpinan Kholifah Umar bin Khattab ra, beliau sedang menunggang kuda dan diiringi banyak orang prajurit istana. Tiba-tiba di pertengahan perjalanan, Sayyidina Umar bin Khattab dihentikan oleh seorang wanita tua bernama Sayyidah Khaulah binti Tsalabah ra dan Sayyidina Umar bin Khattab pun berhenti.
Sayyidah Khaulah binti Tsalabah berkata: "Wahai Umar, dahulu engkau dipanggil Umar Kecil (ketika engkau masih kecil), lantas engkau dipanggil Umar (ketika dewasa). Sekarang engkau dipanggil amirul mukminin, maka bertakwalah engkau. Wahai Umar, barangsiapa meyakini adanya kematian, maka ia akan takut kehilangan kesempatan. Dan barangsiapa meyakini adanya hari perhitungan amal, maka ia pasti takut akan siksa."
Sayyidina Umar bin Khattab ra pun menyimak nasehat Sayyidah Khaulah ra dengan seksama dengan berdiri. Orang-orang pun terheran bagaimana mungkin seorang khalifah yang setara dengan presiden mau berhenti hanya untuk mendengarkan nasehat perempuan biasa lagi tua.
Seorang pun bertanya pada Sayyidina Umar bin Khattab ra: "Wahai amirul mukminin, mengapa engkau mau berdiri untuk mendengarkan nasehat wanita tua renta itu?."
Sayyidina Umar bin Khattab ra pun menjawab: "Demi Allah, seandainya beliau (Sayyidah Khaulah ra) menahanku dari permulaan siang hingga akhir siang, aku tidak akan bergeser kecuali untuk sholat fardhu. Tahukah kalian siapa wanita tua renta itu?. Dia adalah Khaulah binti Tsalabah. Allah swt mendengar perkataannya dari atas tujuh langit. Jika Allah swt mendengar ucapan beliau (Sayyidah Khaulah ra), lantas aku yang sebagai makhluknya Allah swt, pantaskah aku tidak mendengarkannya?."
Masya Allah begitu mulianya Sayyidah Khaulah ra hingga Sayyidina Umar ra pun memuliakannya. Bahkan Allah swt pun jua memuliakan beliau, berkat kesolihatannya dan kecerdasannya. Wanita yang mencintai rabbnya dengan ilmu.
SEBAB TURUNNYA QS. AL MUJADALAH AYAT 1-4.
Pada suatu ketika, Sayyidina Aus bin Shamit ra (suami Sayyidah Khaulah ra) yang sudah tua renta (manula) meminta Sayyidah Khaulah untuk berhubungan suami istri dengannya, namun Sayyidah Khaulah menolak. Sayyidina Aus ra pun berkata:
"Bagiku engkau seperti punggung ibuku."
Perlu diketahui bahwa budaya Indonesia berbeda dengan budaya arab. Jika di Indonesia seorang lelaki mengatakan:
"Engkau mirip ibuku"
Itu artinya perempuan itu istimewa dan bersifat penyayang sehingga membuat lelaki itu mencintainya.
Lain halnya di Indonesia, di arab ketika seorang lelaki mengatakan:
"Engkau seperti ibuku". Artinya seorang wanita sudah haram untuk digaulinya sebab seperti ibunya sendiri.
Maka saat itu juga Sayyidina Aus ra pun telah mengucapkan dzihar. Jika seorang suami mengucapkan dzihar, maka sama halnya ia mengucapkan cerai.
Ketika tidak dikuasai amarah, Sayyidina Aus ra pun menyesal telah mengucapkan itu pada istrinya. Sayyidina Aus ra pun mengira bahwa istrinya sudah tidak halal baginya. Maka Sayyidina Aus ra pun mengatakan pada Sayyidah Khaulah ra:
"Tidaklah aku melihatmu melainkan engkau haram bagiku."
Sayyidah Khaulah ra pun sedih, kecewa dan menangis. Namun, beliau adalah sosok yang cerdas. Sayyidah Khaulah ra pun mendatangi rosulullah saw dan mengadukan permasalahannya.
"Ya rosulullah saw, Sayyidina Aus ra telah memakan masa mudaku. Aku pun sudah melahirkan banyak anak untuknya. Tetapi ketika aku sudah tua dan aku tidak bisa melahirkan anak lagi untuk dia, dia mengucapkan dzihar padaku. Sungguh ini tidak adil bagiku. Demi Allah, sungguh aku mengadu kepadamu."
Sayyidah Khaulah ra tidak henti-hentinya mengadu ke rosulullah saw perihal dzihar yang diucapkan Sayyidina Aus ra, hingga Jibril membawa QS. Al Mujadalah ayat 1 - 4:
AYAT 1
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ قَدْ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوْلَ ٱلَّتِى تُجَٰدِلُكَ فِى زَوْجِهَا وَتَشْتَكِىٓ إِلَى ٱللَّهِ وَٱللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَآ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌۢ بَصِيرٌ
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
«قد سمع الله قول التي تجادلك» تراجعك أيها النبي «في زوجها» المظاهر منها وكان قال لها: أنت عليَّ كظهر أمي، وقد سألت النبي صلى الله عليه وسلم عن ذلك فأجابها بأنها حرمت عليه على ما هو المعهود عندهم من أن الظهار موجبه فرقة مؤبدة وهي خولة بنت ثعلبة، وهو أوس بن الصامت «وتشتكي إلى الله» وحدتها وفاقتها وصبية صغارا إن ضمتهم إليه ضاعوا أو إليها جاعوا «والله يسمع تحاوركما» تراجعكما «إن الله سميع بصير» عالم.
(Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu) yakni seorang wanita yang melapor kepadamu, hai nabi (tentang suaminya) yang telah mengucapkan kata-kata dzihar kepadanya. Suami wanita itu berkata kepadanya, "Kamu menurutku bagaikan punggung ibuku." Lalu wanita itu menanyakan hal tersebut kepada Nabi saw., maka beliau menjawab bahwa dia haram atas suaminya. Hal ini sesuai dengan tradisi yang berlaku di kalangan mereka, bahwa dzihar itu akibatnya adalah perpisahan untuk selama-lamanya. Wanita yang dimaksud bernama Khaulah binti Tsa'labah, sedangkan suaminya bernama Aus bin Shamit (dan mengadukan halnya kepada Allah) yakni tentang keadaannya yang tidak mempunyai orang tua dan famili yang terdekat, serta keadaan ekonominya yang serba kekurangan, di samping itu ia menanggung beban anak-anaknya yang masih kecil-kecil; apabila anak-anaknya dibawa oleh suaminya, niscaya mereka akan tersia-sia dan tak terurus lagi keadaannya tetapi apabila anak-anak itu di bawah pemeliharaannya, niscaya mereka akan kelaparan. (Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua) dialog kamu berdua. (Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat) artinya Maha Mengetahui.
AYAT 2
ٱلَّذِينَ يُظَٰهِرُونَ مِنكُم مِّن نِّسَآئِهِم مَّا هُنَّ أُمَّهَٰتِهِمْ ۖ إِنْ أُمَّهَٰتُهُمْ إِلَّا ٱلَّٰٓـِٔى وَلَدْنَهُمْ ۚ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنكَرًا مِّنَ ٱلْقَوْلِ وَزُورًا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ
Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
«الذين يظَّهَّرون» أصله يتظهرون أدغمت التاء في الظاء، وفي قراءة بألف بين الظاء والهاء الخفيفة وفي أخرى كيقاتلون والموضع الثاني كذلك «منكم من نسائهم ما هن أمهاتهم إن أمهاتهم إلا اللأئي» بهمزة وياء وبلا ياء «ولدنهم وإنهم ْ» بالظهار «ليقولن منكرا من القول وزورا» كذبا «وإن الله لعفو غفور».
(Orang-orang yang menzihar) asal kata yazhzhahharuuna adalah yatazhahharuuna, kemudian huruf ta diidgamkan ke dalam huruf zha sehingga jadilah yazhzhahharuuna. Akan tetapi menurut suatu qiraat dibaca dengan memakai huruf alif di antara huruf zha dan ha, sehingga bacaannya menjadi yazhaaharuuna. Menurut qiraat lainnya dibaca seperti wazan yuqaatiluuna, yakni menjadi yuzhaahiruuna. Lafal yang sama pada ayat berikutnya berlaku pula ketentuan ini (istrinya di antara kalian, padahal tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita-wanita) lafal allaaiy dapat dibaca dengan memakai huruf ya dan dapat pula dibaca tanpa ya (yang melahirkan mereka. Sesungguhnya mereka) dengan melakukan zihar itu (sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta). (Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun) kepada orang yang melakukan zihar dengan pembayaran kifarat.
AYAT 3
وَٱلَّذِينَ يُظَٰهِرُونَ مِن نِّسَآئِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا۟ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِّن قَبْلِ أَن يَتَمَآسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِۦ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Orang-orang yang mendzihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
«والذين يظاهرون من نسائهم ثم يعودوا لما قالوا» أي فيه بأن يخالفوه بإمساك المظاهر منها الذي هو خلاف مقصود الظهار من وصف المرأة بالتحريم «فتحرير رقبة» أي إعتاقها عليه «من قبل أن يتماسا» بالوطء «ذلكم توعظون به والله بما تعملون خبير».
(Dan orang-orang yang mendzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan) tentang dzihar ini, seumpama dia bersikap berbeda dengan apa yang telah dikatakannya itu, yaitu dengan cara tetap memegang istri yang didziharnya. Sedangkan perbuatan ini jelas bertentangan dengan maksud tujuan daripada perkataan dzihar, yaitu menggambarkan istri dengan sifat yang menjadikannya haram bagi dia (maka memerdekakan seorang budak) maksudnya wajib atasnya memerdekakan seorang budak (sebelum kedua suami istri itu bercampur) bersetubuh. (Demikianlah yang diajarkan kepada kalian, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan).
AYAT 4
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِن قَبْلِ أَن يَتَمَآسَّا ۖ فَمَن لَّمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ۚ ذَٰلِكَ لِتُؤْمِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ ۗ وَلِلْكَٰفِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.
«فمن لم يجد» رقبة «فصيام شهرين متتابعين من قبل أن يتماسا فمن لم يستطع» أي الصيام «فإطعام ستين مسكينا» عليه: أي من قبل أن يتماسا حملا للمطلق عل المقيد لكل مسكين مد من غالب قوت البلد «ذلك» أي التخفيف في الكفارة «لتؤمنوا بالله ورسوله وتلك» أي الأحكام المذكورة «حدود الله وللكافرين» بها «عذاب أليم» مؤلم.
(Maka barang siapa yang tidak mendapatkan) budak (maka wajib atasnya berpuasa dua bulan berturut-turut, sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak mampu) melakukan puasa (memberi makan enam puluh orang miskin) diwajibkan atasnya, yakni sebelum keduanya bercampur kembali sebagai suami istri; untuk tiap-tiap orang miskin satu mudd makanan pokok negeri orang yang bersangkutan. Kesimpulan hukum ini berdasarkan pemahaman menyamakan pengertian yang mutlak dengan yang muqayyad. (Demikianlah) keringanan ini dengan memakai kifarat (supaya kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah) yakni hukum-hukum tersebut (batasan-batasan Allah, dan bagi orang-orang yang ingkar) kepada batasan-batasan atau hukum-hukum Allah itu (azab yang sangat pedih) atau siksaan yang amat menyakitkan.
Setelah ayat-ayat itu turun, Rosulullah saw pun memerintahkan Aus membayar kaffarat sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut sebagai konsekuensi atas dziharnya.
Rosulullah saw bersabda: "Merdekakan seorang budak!"
Sayyidina Aus ra menjawab: "Saya tidak mampu."
Rosulullah saw pun berkata: "Maka berpuasalah 2 bulan berturut-turut."
Sayyidina Aus ra menjawab: "Saya ini kalau dalam sehari tidak makan 3 kali, maka penglihatan mataku akan suram."
Rosulullah saw pun berkata: "Kalau begitu, berilah makan 60 orang miskin."
Sayyidina Aus ra menjawab: "Saya tidak mampu memberikan makan 60 fakir miskin, kecuali jika engkau membantuku."
Akhirnya Rosulullah saw pun membantu Sayyidina Aus ra dengan memberi makanan pada 60 fakir miskin sebanyak 16 sha' (sekitar 400 kg).
Masya Allah, barokah cerdasnya Sayyidah Khaulah binti Tsalabah yang mengadukan kekecewaanya pada rosulullah saw dan terus mengadu menggugat keadilan bagi perempuan. Keluhannya dijawab Allah swt lewat ayat-ayat Qur’an yang dibawakan malaikat Jibril untuk diturunkan pada Rosulullah saw. Wanita cerdas menanyakan permasalahannya pada rosulullah di zaman rosulullah saw. Wanita cerdas pada zaman keholifahan sohabat Nabi, menanyakan permasalahan hukum dan fiqih pada sohabat. Wanita cerdas pada zaman ini, menanyakan hukum fiqih dan permasalahannya pada Allah swt melalui ulama yang ahli hukum. Dari sini kita belajar, ketika ada permasalahan maka adukan pada Allah melalui menyampaikan permasalahan kita pada ulama untuk diberikan tawaran solusi yang bijaksana lagi maslahah.
SUMBER REFERENSI:
At Thabary, Abu Ja'far. Jami' al Bayan fi Ta'wil al Qur’an. Al Maktabah Asy Syamilah.
Al Baghawiy, Abu Muhammad. Ma'alim al Tanzil. Al Maktabah Asy Syamilah.
Al Qurtubiy, Syamsuddin. Tafsir Al Qurtubiy. Al Maktabah Asy Syamilah.
Katsir, Ibnu. Tafsir Al Qur’an Al Azhim. Al Maktabah Asy Syamilah.
Umairah, Abdurrahman. 2001. Tokoh-Tokoh yang Diabadikan Al Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press.
CATATAN:
Semoga tulisan ini menginspirasi. Tulisan ini penulis hadiahkan pada orangtua penulis wabil khusus ibunda tercinta yakni ibu Mahzunah dan ayahanda tercinta Bapak Masdari beserta para guru madrasah penulis maupun ustads, ustadzah, dan kiahi penulis. Mohon maaf apabila ada kekurangan dalam tulisan ini, semua kekurangan karena kurangnya ilmu al faqir Halimah binti Masdari. Dan segala kebenaran datangnya dari Allah swt. Semoga kisah kisah tauladan ini semakin dikenal dan dicintai masyarakat terlebih Umat Muslim di dunia. Besar harapan penulis agar cinta ummat muslim pada ummahatul mukminin melebihi gandrungnya para pemuda pada budaya barat maupun korea. Sebab kelak saat di yaumil qiyamah yang kita harapkan adalah syafaat dari rosulullah saw dan khusus wanita, kita akan sangat mengharap syafa't dari ummul mukminin kita yakni Sayyidah Fatimah Az Zahra Wal Batul. Berhati-hatilah dalam mencintai (gandrung) sebab para pecinta kelak di akherat akan dikumpulkan dengan yang dicintainya. Bila mencintai ahli maksiyat, naudzubillah bila dikumpulkan dengan ahli maksiyat yang disiksa, sedangkan kita tidak ikut maksiyatnya hanya karena cinta. Maka cintailah orang orang soleh, ulama, sohabat Nabi, dan Nabi beserta ahlul bait. Semoga keberkahan menyelimuti hari-hari kita dari dunia hingga akherat.
Salam,
Dewi Nur Halimah
(Halimah Az Zahra)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar