HALIMAH BINTI MASDARI

Minggu, 13 Agustus 2017

CAHAYA DI PESANTREN

CAHAYA DI PESANTREN   

PP. Khozinatul Ulum Pusat, Blora

          Pesantren?. Mendengar kata pesantren, apa yang terbesit di benakmu?. Pesantren bukanlah istilah yang asing bagi khalayak umum. Pesantren adalah tempat untuk menimba ilmu, lebih tepatnya untuk memperdalam ilmu agama. Dari lorong pesantren, kutemukan cahaya kedamaian. Itulah sebabnya, aku (Halimah) memutuskan untuk resign (mengundurkan diri) dari pekerjaan-pekerjaan terdahulu di perusahaan, tak lain karena untuk menuntut ilmu agama. Sebab, ilmu agamalah yang akan menjadi bekalku di kehidupan akherat. Di pesantren, kutemukan cahaya kebahagiaan di atas kesederhanaan.
            Sungguh, kehidupan di pesantren mengajarkanku banyak hal tentang arti kehidupan seperti ketawadhu’an, kesederhanaan, tabaru’an, rasa syukur, kesabaran, kebersamaan, dan pengetahuan. Aku tak dapat melukiskan isi hatiku, melainkan melalui sebuah goresan yang tertuang dalam kata demi kata yang menyatu menjadi sebuah tulisan ini. Tiada yang dapat kukatakan selain mengucapkan syukur, tiada Rabb semesta alam melainkan Allah SWT. Sungguh, tiada kekuatan melainkan datangnya dari Allah, Dialah dzat yang Maha Kuat lagi yang menguatkan makhluknya. Bahkan, gerakan jemari tanganku hingga dapat merangkai kata demi kata ini pun terjadi tak lain atas izinNya.
            Perjalanan menuju pesantren bukanlah hal yang mulus bagiku, penuh gelombang berliku, ada yang pro dan ada yang kontra. Menurutku, itu adalah hal yang biasa. Bagi yang pro, mereka mengatakan, “Semoga dengan kau di pesantren, akan kau dapatkan keberkahan, kau dapatkan ilmu yang bermanfaat serta akhlak yang semakin baik”. Bagi yang kontra, mereka mengatakan, “Sekolah tinggi-tinggi, lulusan sarjana kog ujung-ujungnya mondok di pesantren. Apa gunanya sarjana, mubadzir ilmunya”. Well….keputusan tetaplah di tanganku, maka kupilih merenung dan istikhoroh adalah jawabannya. Terhadap yang pro kukatakan, “Aamiin ya rabb, semoga doamu untukku diijabah oleh Allah SWT, dan kebaikan pun kembali padamu, semoga Allah merohmatiku dan merohmatimu. Aamiin”. Terhadap yang kontra, yang menyayangkan keputusanku untuk memilih mondok di pesantren, kukatakan, “Tiada ilmu yang tak berguna. Selama ilmu itu dimanfaatkan untuk kebaikan. Terimakasih atas masukannya. Bagiku, sains perlu dilengkapi dengan ilmu agama. Sains dan ilmu agama itu sepaket, tidak bisa dipisahkan. Sehingga alangkah indahnya bila ulama dan inovator itu saling melengkapi untuk bersinergi dalam memajukan teknologi dan mengembangkan ilmu pengetahuan”. 
            Sudah kuputuskan bahwasannya mondok adalah pilihan. Aku memutuskan untuk mondok karena aku merasa kurang ilmu agama, sehingga masih perlu menimba ilmu agama lebih dalam lagi. Amal tanpa ilmu adalah suatu kebodohan, ilmu tanpa guru dapat menimbulkan kesalahpahaman penafsiran ataupun pemahaman. Maka dari itu, aku menimba ilmu (berguru di pesantren) untuk perlahan-lahan diamalkan sebagai bekal di kehidupan yang abadi. Sejak kecil aku bermimpi supaya aku bisa menjadi wanita yang mandiri, tidak membebani orangtua, serta menjadi wanita yang cerdas jua tawadhuk meneladani sang idola, Robi’ah Al Adawiyah dan Sayyidah Khodijah RA. Alhamdulillah, apa yang aku impikan Allah wujudkan. Sedari SD hingga kuliah bahkan hingga di pesantren, aku tak membebani biaya pendidikan pada orangtua. Sejak SD penulis mendapatkan bantuan dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah), bantuan siswa prestasi dan bantuan siswa kurang mampu. Ketika SMP, Allah berikan nikmat beasiswa prestasi dan beasiswa tidak mampu (dua beasiswa karena pada saat itu, double beasiswa masih diperbolehkan). Saat SMA mendapatkan beasiswa prestasi dari kejuaraan paralel, kelas dan lomba serta beasiswa tidak mampu. Selama kuliah di Universitas Diponegoro (UNDIP) di Semarang, aku mendapatkan beasiswa bidikmisi dan dapat mandiri biaya kuliah dengan bekerja part time sebagai guru les, penerjemah, serta ghost writter.
            Alhamdulillah, masalah biaya pendidikan Allah berikan solusi mandiri melalui beasiswa dan kerja. Selanjutnya, saat mondokpun aku tidak mau membebani orangtua. Aku mondok dari uang bisaroh ngajar di MTs (Madrasah Tsanawiyah) dan MA (Madrasah Aliyah). Terimakasih ya Rabb, Kau permudah jalanku menuntut ilmu tanpa harus membebani biaya kepada kedua orangtuaku. Sungguh aku tak mau membebani orangtuaku, biar orangtuaku cukup membiayai adekku dan aku dapat mengenyam pendidikan melalui keringatku sendiri. Semua itu tak kan terjadi tanpa qudrot dan irodahMu ya Allah, segala puji syukur bagiMu, Rabb Semesta Alam. Di pesantren inilah, aku melukis kenangan perjalanan hidup baru untuk menemukan jati diriku yang sesungguhnya. Di pesantren inilah (PP. Khozinatul Ulum, Blora), aku mendapatkan banyak pelajaran berharga untuk aku gunakan sebagai bahan dalam mengevaluasi diri (memperbaiki akhlak) dan memperdalam pengetahuan agama untuk aku amalkan yang menjadi bekalku nanti di alam barzah, bekalku nanti di kehidupan akherat, bekalku nanti di kehidupan setelah kematian.
            Di sini terkadang aku merasa malu, aku menjumpai banyak anak yang usianya jauh di bawah usiaku namun sudah hafal Al-Qur’an (Khafidzhoh). Tetapi aku jua bersyukur, di sini masih banyak remaja seusiku yang mondok di pesantren ini bahkan yang usia di atasku pun masih ada (sekitar usia 24-27 tahun). Sehingga, akupun tak malu bila harus mondok, sebab teman seusiaku banyak. Jadi bukan aku yang paling gedhe di sini. Alhamdulillah, Allah berikan kemudahan untuk mendekatkan diri padanya. Sejak di pesantren, aku berkomitmen untuk bersungguh-sungguh belajar ilmu agama. Bila pagi hingga sore hari kumanfaatkan untuk mengajar di MA  dan MTs, maka saat malam hari kumanfaatkan untuk mengaji Al-Qur’an dan ikut memaknai kitab kuning, lalu aku ringkas kembali, aku berikan tafsir/ penjabaran sendiri dari penjelasan guru yang sudah aku catat.
            Pelajaran yang kudapatkan tiap malam diantaranya dari belajar kitab (maknai dan memahami) apa yang disampaikan ustadz dan Pak Yahi seperti pelajaran kitab Fathul Mu’in, kitab Majalisus Saniyyah, kitab Ibnu Aqil, kitab Uqudillujen, kitab Tafsir Al Qur’an, kitab Bidayatil Hidayah, kitab Khozinatul Asror, kitab Tajridu Soreh. Saat diterangkan, aku benar-benar memperhatikan, pokok-pokok materi yang disampaikan pak ustads aku catat, dan saat memaknai aku berusaha cepat agar tak ketinggalan. Alhamdulillah dulu pernah sekolah di madrasah dinniyah, jadi saat memaknai tidak menemukan kesulitan yang sangat signifikan. Terimakasih saya haturkan kepada seluruh para guru madrasah diniyyah sore saya dulu, dari madrasah diniyyah itulah yang menjadi bekal saya untuk menimba ilmu di pesantren. Saat tengah malam, biasanya aku bangun, meringkas kembali yang disampaikan Pak Kiahi dan Pak ustads, dan aku ketik ulang untuk aku jabarkan dalam sebuah artikel yang aku publikasikan di blog pribadiku agar ilmu itu dapat dipelajari sepanjang waktu. Tulisan tak kan pernah hilang dimakan waktu, karena tulisan akan abadi sepanjang masa bahkan saat sang penulispun telah tiada. Aku berfikir, dengan mempublikasikan tulisanku, semoga tulisanku dapat dipelajari orang lain dan dapat menjadi amal ibadah guruku karena beliaulah yang pertama menjadi sumber inspirasiku untuk menulis.                              
           Terkadang beberapa hal hadir menguasai pikiranku, hingga aku menangis ketakutan saat mengingat itu. Beberapa hal yang membuatku sedih, karena bayangan itu terus hadir dan terpatri di otakku. Sering pertanyaan itu muncul dan  menguasai benakku, seolah bertahta bersemayam di otakku. Sungguh beberapa pertanyaan yang selalu hadir itu diantaranya:
1.      Sungguh, demi Rabb Semesta Alam. Saat aku bersanding dengan Khafidhah yang sedang menghafal ayat-ayat al qur’an, hatiku sangat terharu. Bagaimana tidak, mereka in syaallah adalah calon ahli surga. Tiap kali mendengar para santriwati mengaji dengan suara yang merdu, faseh, mahroj jelas, sungguh hatiku rasanya bergetar. Dalam benakku sering muncul merenung seperti ini:
“Sungguh, mereka beruntung karena hafal dengan kalam Allah. Bisa jadi para khafidhoh ini adalah calon ahli surga, bagaimana dengan nasibku ini ya Allah, aku bukan khafidhoh, bagaimanakah nasibku nanti di akherat?. Bila engkau tak memberikan kasih dan sayangMu padaku, bila engkau tak mencurahkan hidayahMu untukku, maka aku termasuk golongan orang yang merugi. Duhai Rabb Semesta Alam…ampunilah dosaku karena kebodohanku, ampunilah dosaku karena kelalaianku, ampunilah dosaku karena kekhilafanku, ampunilah dosaku karena kepandaianku yang belum kuamalkan, ampunilah dosa lisan yang terkadang terpeleset, ampunilah dosa pendengaranku, ampunilah dosa tanganku, ampunilah dosa kakiku, dan ampunilah dosa penglihatanku. Masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa engkau cintai dan engkau rahmati. Sesungguhnya Engkaulah dzat yang berkuasa untuk menyesatkan dan menyelamatkan seorang hamba”.
Terkadang tanpa sadar saat merenungkan itu, air mata berjatuhan. Terlebih saat ingat pesan Imam Ghozali dalam kitab bidayatil hidayah, pesan Rabi’ah Al Adawiyah (terlebih ia adalah tokoh idolaku sejak kecil). Sungguh, hal yang mendasariku kenapa aku belajar sungguh-sungguh di pesantren, kenapa aku rajin ikut mengaji, rajin ikut majlis karena aku merasa masih bodoh dan sangat memerlukannya sebagai bekalku nanti dalam membangun keluarga sehingga semangatku belajar kian membara. Pesan bapakku dalam wejangannya yang senantiasa teringan dalam benakku:
Nduk sampean neg pengen khasil, mongko sekolaho seng tenanan. Neg pengen anakmu sok manut ambi sampean, sak iki manuto. Neg pengen jodohmu ngalim, sekolaho seng tenanan, ngaji o seng tenanan, dadi o wong ngalim. Jodoh iku cerminan songko awakmu. Neg sampean ngalim, in syaallah jodohmu yo ngalim”.
Kata-kata Bapak itu selalu terpatri di benakku, tatkala nanti aku menginginkan jodoh yang cerdas ilmu dunianya jua ilmu akheratnya atau minimal cerdas ilmu akheratnya serta bagus akhlaknya, maka terlebih dahulu aku jua harus baik akhlakku jua harus cerdas pengetahuanku akan ilmu agama dan ilmu duniawi. “Jangan menuntut jodohmu wow, tetapi tengokkah pada kemampuanmu. Sebab jodoh biasanya adalah cerminan dari pribadimu”. Ya, sekalilagi aku tak banyak menuntut, aku pasrahkan semua pada Rabb Semesta Alam, selama ia bisa membuatku merasakan kedamaian, kenyamanan, mengingatkanku akan kematian, mengingatkanku akan akherat, mampu dan mau dengan sabar membimbingku, berarti itulah jodoh yang Allah SWT takdirkan untukku.
2.      Sungguh, saat solat berjamaah atau saat mengajar anak-anak di MTs atau MA, fikiranku selalu terbayang akan hal ini:
“Anak-anak ini bisa jadi menjadi ahli surga, sedangkan diriku, akupun tak tahu nasibku nanti di akherat, akankah menjadi ahli surga ataukah ahli neraka?. Semoga Allah berikan pertolongan untukku. Anak-anak masih kecil, lembaran catatan amalnya belum banyak tercoret-coret oleh tinta dosa, sedangkan diriku sudah besar, secara otomatis tinta dosanya lebih banyak. Semoga Allah SWT senantiasa mengampuniku dan memberikan petunjuknya untukku sehingga aku jua termasuk golongan orang yang beruntung”.
Aku sering merenung seperti ini tiap kali aku usai membaca kitab karangan imam Ghozali, sungguh wejangan-wejangan imam ghozali mengenai ketawadhu’an terpatri di otakku, hingga tak jarang air mataku terjatuh ketika sendirian dan saat dihadapan orang banyak, aku tahan air mata itu supaya tidak terjatuh. Sebab aku sangat menghawatirkan akan nasibku nanti di akherat. Aku tak mau merasa menjadi orang yang beruntung, aku tak mau merasa menjadi orang yang pintar, aku tak mau merasa menjadi orang yang selamat (ahli surga) dan sebagainya, aku lebih nyaman ketika aku merasa orang yang bodoh sehingga mendorongku untuk rajin belajar, aku lebih nyaman merasa sebagai ahli dosa sehingga membuatku lebih banyak intropeksi diri, aku lebih nyaman merasa sebagai ahli neraka sehingga amal ibadah dan taubatku kutambah agar senantiasa semakin dekat kepada Allah SWT. Aku belajar hal ini dari kisah-kisah idolaku, lebih tepatnya Imam Ghozali, Imam Simbabweh, dan Rabi’ah Al Adawiyah sebagai contohnya. Sebagaimana dhawuhnya Imam Ghozali dalam kitab Bidayatil Hidayah:
Sungguh merugi orang yang merasa dirinya baik sehingga ia terlarut dalam membanggakan diri, riya’, takabbur yang membawanya terjerumus dalam kesesatan yang tiada terasa. Sebodoh-bodohnya orang adalah orang yang merasa dirinya lebih baik daripada orang lain”
Membaca wejangan Imam Ghozali, aku selalu merenung, aku selalu berusaha mengamalkan apa yang beliau ajarkan terlebih beliau adalah sosok yang ngalim, begitu luas pengetahuannya akan agama. Maka dalam tulisan ini aku persembahkan padanya hadiah solawat untuknya. Semoga Allah SWT senantiasa memuliakannya karena ilmu yang ia ajarkan melatihku untuk zuhud, melatihku untuk selalu intropeksi diri, melatihku untuk selalu merenung dan melatihku untuk senantiasa ingat akherat.    
3.      Sungguh, tatkala aku bersanding dengan orang yang usianya lebih tua denganku, aku selalu merenung seperti ini:
Orang-orang ini usianya lebih tua dariku, sudah barang tentu amal ibadahnya lebih banyak dari aku, sehingga besar peluangnya sebagai ahli ibadah. Sedangkan diriku, aku tak tahu nasibku di akherat nanti, akankah aku sebagai ahli surga dan kekasih Allah SWT ataukah justru sebagai ahli neraka ayng senantiasa disiksa?. Wallahu a’lam, sungguh itu di luar pengetahuanku sebab aku hanyalah makhluk yang pengetahuannyapun sangat terbatas. Duhai Rabb Semesta Alam yang menciptakan langit tanpa tiang, menciptakan bumi beserta isinya, menciptakan rembulan, bintang dan matahari dengan terang cahayanya, maka tiada pertolongan melainkan pertolongan dariMu. Ya Rabb, ampunilah aku, terimalah taubatku, ajarkan aku tentang cara mencintaiMu di atas mencintai makhlukku, selamatkanlah aku dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang engkau kasihi dan kau masukkan ke dalam jannah serta engkau temui sebagai kekasih karena kataatannya padaMu”.
4.      Sungguh, tatkala aku melihat orang gila, hatiku tergugah. Terkadang air mataku berjatuhan, kasihan, terlebih saat melihatnya mengaisi nasi di sampah-sampah. Terkadang aku dekati, jika orang gila itu tak terkesan menyeramkan/ menakutkan, masih bisa dihandle (bisa diluluhkan), kuberikan makanan, atau aku dekatinya sekedar menemaninya. Pada hakekatnya yang dibutuhkan orang gila agar sembuh itu, mereka butuh perhatian yakni perhatian lahir (berupa makanan, minumam, tempat tinggal, pakaian), perhatian batin (kasih sayang, kepedulian dan ilmu agama seperti ajaran dzikir, wirid) sebab gila dapat sembut tatkala seorang hamba yang gila kembali ingat pada Tuhannya. Sehingga akupun menanamkan untuk berhusnudzan padanya:
Orang ini gila, sehingga selama masa gilanya tidak dihisab amalnya sebab karena kegilaannya. Barangkali sebelum ia gila, ia adalah ahli ibadah, maka sungguh kemungkinan besar peluangnya ia termasuk orang yang beruntung sehingga bisa mendapatkan rahmad Tuhannya. Aku ditakdirkan waras, apakah warasku aku manfaatkan sepenuhnya untuk ketaatanku pada Allah SWT? Apakah aku mensyukuri nikmat waras yang senantiasa Allah berikan untukku? Apakah aku senantiasa memanfaatkan kewarasanku untuk menuntut ilmu? Ataukah aku justru menggunakan kewarasanku untuk kemaksiyatan. Syngguh, aku tak tahu nasibku di akherat nanti, maka selamatkanlah aku ya Rabb. Tunjukkan jalan hidayahmu untukku agar aku senantiasa termasuk golongan orang-orang yang beruntung sebagai kekasihMu yang engkau cintai dan jua senantiasa menegakkan apa saja yang engkau perintahkan tanpa rasa malas”.
5.      Dan beberapa pertanyaan yang sering muncul di benakku, hingga aku menangis bila teringat adalah:
  1. Bagaimanakah nasibku nanti di akherat, akankah aku termasuk ahli jannah ataukah ahlun nar?
  2. Akankah aku menerima catatan amal dengan menggunakan tangan kanan atau justru menggunkan tangan kiri?
  3. Akankah aku bisa lolos selamat saat melewati jembatan sirotol mustaqim atau justru terpeleset terjatuh saat menyeberangi jembatan sirotol mustaqim yang tebalnya  dengan rambut saja, masih kecil jembatan sirotol mustaqim, akankah aku selamat ya Rabb?
  4. Akankah aku mati dalam kondisi muslim ataukah kafir? Akankah aku mati dalam keadaan su’ul khotimah ataukah khusnul khotimah?
  5. Akankah ketika timbangan hisab amalku diperlihatkan, catatan amalku yang baik lebih berat ataukah catatan amal burukku yang lebih berat?
  6. Akankah Nabi Muhammad SAW berkenan mengakui sebagai ummatnya ataukah tidak?
  7. Akankah Allah berkenan menemuiku saat di akherat ataukah tidak?
  8. Akankah aku termasuk sebagai golongan orang yang beruntung ataukah tidak?
  9. Bisakah aku berkumpul dengan ayah, ibu, adek, serta keluargaku saat nanti di akherat di jannah ataukah justru berkumpul di neraka atau justru terpisah ada yang di neraka dan ada yang di surga?
Sungguh, hatiku bergetar saat aku memikirkan itu. Terkadang terbawa mimpi, terkadang air matapun terjatuh saat merenung sendirian. Sungguh, aku sangat menghawatirkan nasibku di akherat. Sungguh, aku sangat merinduhkan para idolaku yang lebih dahulu bertemu Allah dan sudah di nash sebagai ahli jannah dan dinash sebagai kekasih Allah SWT layaknya sang baginda rosul, layaknya para ummahatul mukminin, layaknya para khulafa’ur rosyidin, layaknya Siti Maryam, layaknya Siti Asiyah (istri Fir’aun). Duhai Rabb semesta alam, tunjukkanlah aku jalan lurusMu, masukkanlah aku sebagai golongan orang yang beruntung. Sungguh, tanpa pertolonganmu maka aku termasuk orang yang merugi. Sesungguhnya, tiada dzat yang dapat menyelamatkanku melainkan darimu. Engkaulah Rabb Yang berkuasa untuk menyesatkan jua menyelamtkan, maka selamatkanlah aku. Kumpulkanlah aku bersama orang-orang yang engkau cintai.     
Saat ini aku berkomitmen untuk memperdalam ilmu agama semaksimal yang aku bisa, sehingga setiap ada kesempatan untuk belajar aku berupaya untuk memanfaatkannya sebaik-baiknya. Banyak hal yang perlu aku  persiapkan sebelum aku terjun ke dalam rumah tangga menjadi seorang istri dan seorang Ibu. Aku ingin meniru jejaknya Sayyidah Muthi’ah RA yang dinobatkan sebagai bidadari surga karena ketaatannya pada sang suami. Sebab ridho Allah SWT bersamaan dengan ridho sang suami bagi seorang wanita yang sudah menikah. Hal inipun dijelaskan dalam kitab Uqudillujen dan Majalisus Saniyyah. Aku jua ingin  menjadi layaknya Siti Fatimah RA yang mendidik anaknya (Hasan dan Husain) dengan kasih sayang, kelembutan sehingga menjadi putra yang cerdas dan berakhlak.  
Sebagaimana kata guruku:
Kecerdasan seorang anak itu 80% diturunkan dan kecerdasan seorang Ibu. Bila engkau menginginkan anakmu cerdas, maka jadilah Ibu yang cerdas”.
Sungguh, aku sangat ingin menjadi wanita yang cerdas baik pengetahuan duniawi maupun pengetahuan ukhrawi bukan untuk menyaingi suamiku melainkan sebagai bekalku untuk mendidik putra-putriku nanti ketika berkeluarga, sebab seorang Ibu adalah madrasah pertama bagi putra putrinya. Ibu adalah teladan pertama bagi seorang anak, maka Ibu yang cerdas akan melahirkan generasi yang cerdas. Caranya bagaimana, rajin belajar. Para imam (imam syafi’I, imam hanafi, imam ghozali, dll) itu sangat rajin dalam belajar. Bahkan tiada waktu tanpa belajar, sungguh teramat malu bagiku bila aku yang masih bodoh tak ada apa-apanya dengan mereka, lantas malas belajar, maka pada diriku kutekankan aku harus rajin belajar.    
Hal yang membuatku semangat belajar dan mengaji adalah aku selalu teringat pesan Ibu dan bapak untuk senantiasa belajar bersungguh-sungguh. Terhadap orang yang aku cintai, ayah dan ibuku, adekku, ahlul bait aku hadiahkan doa, sholawat, agar pahalanya senantiasa tercurah padanya. Terkadang aku merenung, inilah renunganku:
Duhai Rabbku, cinta adalah anugerah rasa yang kau limpahkan padaku. Bila aku mencintai manusia sebegini dalamnya, lalu bagaimana pantasnya cintaku padamu. Anugerahkanlah rasa cinta yang suci padaku, ajarkan aku untuk mencintaiMu di atas mencintai makhlukmu. Dari cimta ke manusia, aku mengerti hakekat cinta dan bagaimana seyogyanya cintaku padaMu ya Rabb. Aku ingin mencintaimu layaknya Rabi’ah Al Adawiyah mencintaimu”.
Dari lorong pesantren kutemukan cahaya kedamaian. Beberapa hal banyak kutemui, salah satunya budaya tabaru’an. Di sana aku menjumpai santri putra ketika hendak sowan ke kiahi, datang duduk ndepe-ndepe (duduk dengan penuh kerendahan hati/ ketawadhu’an untuk memulikan gurunya). Lalu begitu sang Kiahi masuk rumah, santri berebut merapikan sandal Pak Kiahi. Sebagaimana konsep tabaru’an. Sungguh, hatiku sangat tersentuh. Bagimana tidak/ aku tidak pernah menjumpai ini saat aku di dunia kampus/ dunia perkuliahan. Mahasiswa mau salaman dan mengucapkan salam ke gurunya saja sudah bagus, apalagi tabaru’an (ngalap berkah). Lalu ada tabaruk terhadap waktu seperti memuliakan hari jum’at, dan lain sebagainya.
Hukum tabaruk adalah boleh sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para sahabat terdahulu terhadap Rosulullah SAW. Sahabat Anas r.a. menceritakan bagaimana para sahabat bertabarruk dengan rambut Rasulullah SAW: “Aku melihat tukang cukur sedang mencukur Rasulullah SAW dan para sahabat mengitarinya. Tidaklah mereka kehendaki satu helai pun dari rambut beliau terjatuh kecuali telah berada di tangan seseorang.” (H.R Muslim, Ahmad dan Baihaqi).
Aun bin Abi juhaifah menceritakan dari ayahnya para sahabat yang bertabarruk dengan air sisa wudhu’ Rasulullah : “Aku mendatangi Rasulullah sewaktu beliau ada di kubah hamra’ dari Adam, aku juga melihat Bilal membawa air bekas wudhu’ Rasulullah dan orang-orang berebut mendapatkannya. Orang yang mendapatkannya air bekas wudhu’ itu mengusapkannya ke tubuhnya, sedangkan yang tidak mendapatkannya, mengambil dari tangan temannya yang basah” (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Dalam hadits lain juga dijelaskan bahwa para sahabat bertabarruk dengan keringat Rasulullah SAW. Berkata Anas bin Malik : “Rasulullah SAW masuk rumah Umi Sulaim dan tidur di ranjangnya sewaktu Umi Sulaim tidak ada di rumah, lalu di hari yang lain Beliau datang lagi, lalu Umi Sulaim di beri kabar bahwa Rasulullah tidur di rumahnya di ranjangnya. Maka datanglah Umi Sulaim dan mendapati Nabi berkeringat hingga mengumpul di alas ranjang yang terbuat dari kulit, lalu Umi Sulaim membuka kotaknya dan mengelap keringat Nabi lalu memerasnya dan memasukkan keringat beliau ke dalam botol, Nabi pun terbangun: “Apa yang kau perbuat wahai Umi Sulaim”, tanyanya.” “Ya Rasulullah, kami mengharapkan berkahnya untuk anak-anak kami, jawab Umi Sulaim. Rasulullah berkata: “Engkau benar” (H.R. Muslim dan Ahmad).  
Demikianlah banyak hal yang aku pelajari di dunia pesantren, selain ilmu juga akhlak. Aku jua menjumpai dimana santri sering gotong royong membersihkan pesantren rutin setiap hari dan ro’an (gotong royong) setiap hari Jum’at. Bukan hanya itu, aku jua melihat kebersamaan santri-santri saat makan, sungguh nikmat saat makan bersama dalam satu wadah makanan. Di atas kesederhanaan, dibawah rasa ketawadhu’an, diantara ajaran tabarukan, aku belajar memperbaiki akhlak. Dan dengan penjelasan Pak Kiahi, ustadzah serta Pak ustadz saat belajar kitab, aku belajar ilmu agama. Mohon doanya, semoga saya bisa menjadi insan yang lebih baik, lebih baik segalanya termasuk lebih baik akhlaknya dan lebih bertambah ilmunya yang bermanfaat. Aamiin.  


Rabu, 09 Agustus 2017

KHASIYAT AYAT KURSI

KHASIYAT AYAT KURSI
*****
Kitab Khozinatul Asror halaman 125-126
*****
PART I
*****   
  

            
                   Beberapa khasiyat ayat kursi diantaranya:
1.  Apabila dibaca di rumah rutin setiap malam hari dapat digunakan untuk mengusir setan dari rumah. Hal ini karena salah satu sebab turunnya ayat kursi adalah untuk mengusir setan yang terlaknat.
2.   Ayat kursi merupakan ayat Al-Qur’an yang lebih agung-agungnya ayat di Al Qur’an (memiliki keagungan dibandingkan ayat-ayat yang lain).
3.      Allah tidak menciptakan langit, bumi, surga, dan neraka, tiada lain karena keagungan ayat kursi.
Dalam kitab Khozinatul Asror, Bab Sebab Turunnya Ayat Kursi disebutkan bahwasannya:
Diriwayatkan oleh Abi Mundir bahwasannya Rosulullah SAW berkata: “Diantara khasiyat ayat kursi, salah satunya adalah membantu memudahkan untuk memahami ilmu”. (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).
            Maksud dari hadits tersebut adalah  ayat kursi dapat berkhasiat sebagai perantara bagi seorang murid yang mengalami kendala menghafalkan pelajaran/ ilmu atau mengalami kesulitan memahami pelajaran/ ilmu, maka dengan membaca ayat kursi, Allah akan memudahkannya untuk menghafal atau memahami pelajaran dengan niatan yang lurus tentunya. Pada hakekatnya yang memberikan pemahaman adalah Allah SWT, sedangkan ayat kursi adalah perantaranya. Contoh lafal niatan saat membaca ayat kursi dengan tujuan membantu memahami ilmu:
            “Bibarokati ayat kursi, semoga Allah SWT (Dzat yang Maha Cerdas) memberikan kecerdasan padaku sehingga dengan barokahnya ayat kursi, aku dengan mudah dapat memahami dan menghafal pelajaran. Al-Fathekah. Lalu dilanjutkan baca ayat kursi”.
Diriwayatkan oleh Al Khotib dari Annas RA bahwa rosulullah SAW berkata: “Apakah kalian semua tahu bahwasannya ayat kursi adalah lebih agung-agungnya surat di dalam Al-Qur’an sebagaimana termaktub dalam kitab Daril Mansur”. (tertera dalam Kitab Khozinatul Asror).
Hadits tersebut menjelaskan betapa agungnya ayat kursi sehingga Allah menurunkannya karena ayat kursi memiliki keagungan yang luar biasa tentang penciptaan. Ayat kursi memiliki keagungan diantaranya sebagai sebab asal muasal diciptakannya langit, bumi, surga, dan neraka. Sungguh, Dialah Allah SWT…Rabb semesta alam yang Maha Agung yang menciptakan dunia dan seisinya, yang menciptakan akhirat, surga dan neraka.
Diriwayatkan oleh Al Haris bin Abi Umamah dari Al Hasan RA tertera dalam hadits Mursala bahwasannya Rosulullah SAW bersabda “Lebih utama-utamanya ayat dalam Al-Qur’an adalah surat Al-Baqoroh dan ayat yang berisi kebahagiaan (bungah-bungahe ayat) adalah ayat kursi sebagaimana termaktub dalam kitab Al-Itqon” (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).
Diriwayatkan oleh Ad-Dharimi dari Robi’ bin Abdillah Al Kala’i bahwasannya Rosulullah SAW berkata “Ayat Al Qur’an dari kitab Allah yang paling agung dari kitab Allah adalah ayat kursi yang jua disenangi dan sempat dijumpai oleh ummatku (Ummat Muhammad). Dan Rosulullah SAW jua berkata bahwa “surat Al-Baqoroh adalah gedungnya rahmad Allah SWT dari bawah arsy-nya Allah SWT” (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).  
Diriwayatkan oleh Abu Abid dan Ibnu Dharis dan Muhammad bin Nasir dari Ibnu Mas’ud RA bahwasannya Rosulullah SAW berkata “Sesungguhnya Allah SWT tidak menciptakan langit, bumi, surga dan neraka melainkan karena keagungan dari ayat di surat Al Baqoroh, khususnya ayat khursi” (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Dharis dan Hakam dan Baihaqi dari Abi Daril Ghofur RA bahwa Rosulullah SAW berkata “Ayat yang agung yang menjelaskan tentang penciptaan adalah ayat kursi” (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).
Diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur dan Ibnu Dhoris dan Baihaqi dari Ibnu Abbas RA bahwa Rosulullah SAW berkata “Allah tidak menciptakan langit, bumi, tanah yang datar, dan gunung-gunung melainkan karena keagungan ayat kursi” (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).
 Diriwayatkan oleh Wake’ dan Haris dan Muhammad bin Nasir dan Ibnu Dhoris dari Hasan RA bahwasannya Rosulullah SAW berkata “Lebih utama-utamanya ayat Al Qur’an adalah surat Al-Baqoroh dan lebih agung-agungnya ayat Al-Qur’an adalah ayat kursi. Dan sesungguhnya setan akan pergi (meninggalkan) dari suatu rumah apabila rumah tersebut dibacakan surat Al-Baqoroh sebagaimana termaktub dalam kitab daril mansur” (termaktub dalam kitab Khozinatul Asror).
Keutamaan Ayat Kursi (www.risalah.net).

             Berdasarkan hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa ayat kursi memiliki keagungan yang luar biasa bagi hamba yang melafalkannya. Sebab dasar asal mula penciptaan langit bumi beserta isinya adalah ayat kursi. Sungguh Dialah Allah, yang Maha Menciptakan dunia beserta isinya. Namun perlu digarisbawahi, jangan sampai terjadi kesalahpahaman bahwa Ayat kursi memiliki kekuatan. Kembali pada tauhid, bahwasannya tiada kekuatan melainkan dari Allah. Jadi yang dapat mengusir setan adalah Allah SWT melalui pembacaan ayat kursi, sehingga dalam hal ini ayat kursi adalah perantara/ alatnya. Sebagaimana yang dapat memberikan kepaham seseorang terhadap pelajaran/ ilmu adalah Allah SWT, sedangkan membaca ayat kursi adalah jalan perantaranya agar Allah mempermidah kita dalam menghafal/ memahami pelajaran.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Penulis haturkan terimakasih kepada Al Mukharom KH. Muharror Ali selaku kiahi peulis yang senantiasa mengajarkan Kitab Khozinatul Asror pada santri dan santriwati PP. Khozinatul Ulum Blora, sehingga dengan belajar melalui mendengarkan sambil mengartikan kitab Khozinatul Asror (ma’nani kitab Khozinatol Asror) yang disampaikan KH. Muharor Ali, penulis dapat menyampaikan apa yang beliau sampaikan. Semoga Allah SWT senantiasa mengagungkan Romo Kiahi Muharror Ali, melimpahkan rizki yang halal dan berkah, serta nikmat kesehatan dan panjang umur pada beliau. Aamiin. Segala kebenaran datangnya dari Allah SWT dan segala kesalahan dalam penulisan ini datangnya dari penulis. Mohon doanya, semoga penulis bisa menjadi insan yang lebih baik. Saat ini, setelah penulis menyelesaikan program sarjana dari Universitas Diponegoro (Semarang), penulis sempat kerja di Kediri dan Jakarta, lantas sekarang penulis memutuskan untuk nyantri (sedang berusaha untuk memperbaiki akhlak dan menimba ilmu untuk memperdalam ilmu agama sebab ilmu agama yang akan menjadi bekal penulis di kehidupan yang abadi nanti (kehidupan akherat). Mohon doanya semoga penulis mendapatkan ilmu yang berkah dan senantiasa bermanfaat, serta menjadi santri yang berhasil dalam menimba ilmu serta tawadhu’. Tulisan ini tidaklah sempurna, sebab penulispun jua manusia yang tak luput dari dosa. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulis pertimbangkan pada penulisan selanjutnya. Saran dan kritik: WA 085725784395/ email. halimahundip@gmail.com. Semoga bermanfaat.  
Tiada yang lebih utama dari sebuah ilmu yakni ilmu yang diamalkan dan dibagikan pada kaum muslimin lainnya. Maka atas setiap ilmu yang kau dapatkan, ajarkan pula pada yang lainnya sebagai jalan dakwahmu akan kebaikan sembari engkau amalkan.

REFERENSI:

Kitab Khozinatul Asror. Bab Sebab Turunnya Ayat Kursi.             

Sabtu, 05 Agustus 2017

KEUTAMAAN MENJAGA PANDANGAN DAN KEMALUAN BAGI ORANG BERIMAN

KEUTAMAAN MENJAGA PANDANGAN DAN KEMALUAN
BAGI ORANG BERIMAN  

            Pandangan, bila berbincang tentang pandangan apa yang terbesit dibenakmu? Pandangan adalah panah yang dapat menjadi sumber fitnah maupun sumber kebahagiaan. Pandanglah sesuatu yang halal untuk dilihat sehingga akan mendatangkan manfaat dan kebaikan bagimu. Sementara memandang akan hal-hal yang haram dilihat dapat mendatangkan keburukan atau siksaan padamu.
            Seringkali kita jumpai di kehidupan sehari-hari, awal rasa cinta berasal dari pandangan. Itulah mengapa, pandangan dapat dikatakan sebagai panah beracun yang dapat menjadikan timbulnya maksiyat mata (zina mata). Bahkan kemaksiyatan farji bermula dari maksiyat mata. Sebagaimana kisah Siti Zulaikha yang menggoda Nabi Yusuf AS berawal dari pandangannya terhadap Nabi Yusuf AS. Saat Siti Zulaikha memandang Nabi Yusuf, ia terpesona akan ketampanan Nabi Yusuf. Dari hal itulah, Zulaikha tergoda iblis sehingga dikuasai akan nafsunya. Ia selalu terbayang akan wajah Nabi Yusuf, sehingga ketika ada kesempatan untuk berbuat maksiyat, iapun terpancing dan menggoda Nabi Yusuf untuk bercumbu rayu dengannya. Namun Allah berkehendak lain, Allah melindungi Nabi Yususf AS dari hal-hal buruk. Ketika Nabi Yusuf digoda Siti Zulaikha, Nabi Yusuf menolak. Akibatnya, baju belakang Nabi Yusuf AS sobek karena dikoyak Siti Zulaikha yang mengejarnya.
            Bayangkan, lelaki mana yang tak tergoda dengan wanita secantik Zulaikha. Wanita yang sangat cantik, bukan hanya kembang desa (tercantik sedesa), tercantik sekecamatan, tetapi Zulaikha adalah wanita tercantik senegara. Coba renungkan, kalau bukan pemuda yang beriman yang selalu ingat akan Tuhannya, mana mungkin Nabi Yusuf AS menolak ajakan bercumbu Siti Zulaikha. Hal itu tak lain karena, Nabi Yusuf AS merasa malu berbuat maksiyat sementara Allah SWT senantiasa mengawasinya barang sedetikpun. Duhai hamba yang beriman, perlu engkau renungi bahwa malu akan berbuat kemaksiyatan adalah awal dari sumber keimanan seseorang. Seorang yang beriman dan bertaqwa pada Allah SWT akan merasa malu tatkala berbuat maksiyat. Hal itu tak lain karena ia malu manakala Tuhan melihatnya, sementara ia dalam keadaan berbuat maksiyat. Sungguh inilah buah hadits yang mengatakan bahwa “Malu (berbuat maksiyat) adalah sebagian dari iman”. Ketika hilang rasa malu seseorang, maka hilang pulalah keimanan seseorang.     
   Sebagaimana kisah Kiahi Barseso yang diceritakan dalam Al Qur’an. Kiahi Barseso adalah kiahi yang tersohor akan kengalimannya pada zamannya, bahkan muridnya hingga ribuan. Beliau adalah ahli ibadah, tidak pernah berjumpa pada wanita dan selalu menjaga pandangannya dari maksiyat mata. Maka datanglah tiga pemuda kepada Kiahi Barseso untuk menitipkan saudari (perempuannya) karena mereka bertiga hendak bepergian jauh untuk berdagang. Tiga pemuda tersebut yakin bahwa hanya Kiahi Barseso lah yang bisa dipercaya untuk menjaga adek perempuannya dengan baik dan aman selama mereka pergi.
Awalnya Kiahi Barseso menolak amanah untuk menjaga saudari perempuan mereka, karena Kiahi Barseso takut jikalau ibadahnya terganggu. Namun atas bujukan (dengan alasan kemanusiaan) oleh tiga pemuda tersebut, akhirnya Kiahi Barseso menyetujui permintaan mereka untuk menjaga saudari perempuan mereka selama mereka pergi dengan satu syarat saudari perempuan mereka tinggal di gubug yang terpisah dengan Kiahi Barseso. Berawal dari menuruti bisikan syetan, ia memandang wanita yang dititipkan padanya digubug miliknya. Dari pandangan itulah, Kiahi Barsisho terpesona akan kecantikan wanita tersebut. Ia selalu didatangi bayangan akan kecantikan wanita tersebut dalam setiap ingatannya baik ketika beribadah, maupun ketika melakukan kegiatan sehari-hari. Dari pandangan itu, maka tibalah zina mata yang berdampak pada zina hati (hati yang selalu terfikir akan kecantikan wanita), lantas dari zina hati yang selalu terbayang-bayang akan hal yang tak halal. Lalu berlanjut dengan maksiyat kaki yang melangkah untuk berzina hingga akhirnya Kiahi barsisha terjebak dalam maksiyat farji dengan berzina pada wanita tersebut. Hingga akhirnya Kiahi Barsisho meninggal dalam kondisi su’ul khotimah (mati dalam kondisi bersujud pada syetan). Naudhubillah…
Selain itu, juga Kisah Malaikat Harut dan malaikat Marut yang terpilih diantara malaikat karena ketaatannya pada Allah SWT, sehingga oleh Allah diturunkan ke bumi dan dibekali nafsu layaknya manusia untuk diuji keimanannya. Malaikat Harut dan malaikat Marut terpilih menjadi hakim di suatu negara karena kebijakannya. Sampai suatu hari, mereka menangani permasalahan dimana mereka harus menangani masalah yang terjadi pada seorang wanita cantik yang bernama Zuhra. Zuhra adalah wanita tercantik di suatu negara, rambutnya terurai sebahu, matanya bebinar-binar, bibirnya merah jambu, kulitnya putih bersih, hidungnya mancung. Dialah si cantik Zuhra, barangsiapa memandangnya di zamannya, maka ia akan terpesona akan kecantikannya. Datanglah si Zuhra merayu malaikat Harut dan Marut agar mereka (malaikat Harut dan malaikat Marut) memenangkannya di sidang pengadilan meskipun ia terbukti bersalah. Awalnya malaikat Harut dan Marut menolak karena ketakutannya pada Allah. Namun setan datang membisikinya di telinganya, sehingga timbulah rasa kecewa ketika ditinggalkan si cantik Zuhra. Akhirnya keesokannya mereka berduapun meladeni Zuhra yang datang ke rumahnya, Zuhra memberinya pilihan memilih mau berzina dengannya atau memilih mabuk. Malaikat Harut dan Marut memilih mabuk, dari mabuk itulah akhirnya mereka tak sadarkan diri hingga mereka (malaikat Harut dan Marut) berzina dengan si cantik Zuhra. Lalu ada orang yang bertamu di rumah mereka dan mengetahui perbuatan zina itu, malaikat Harut dan Marut ketakutan. Dari ketakutan akan diketahui sang Raja, Malaikat Harut dan Marut mencekik orang yang mengetahui aibnya berzina agar tidak dibeberkan. Sudah mabuk, berzina, membunuh pula. Ketika keluar rumah, lantas ada suara menggelegar dari angkasa…
“Engkau telah berdosa besar, maka kau pilih siksa dunia atau siksa akherat?”
Malaikat Harut dan Marut menyesal dan ia pun memilih siksa dunia. Maka Malaikat Harut dan Marutpun disiksa di dunia sejak saat itu hingga hari kiamat datang.
Duhai insan yang dimuliakan Allah…
            Coba kau renungi dari kisah-kisah tersebut (Kisah Zulaikha, Kisah Kiahi Barseso, Kisah Malaikat Harut Marut). Sungguh pandangan adalah panah beracun yang berbahaya. Berawal dari pandangan, maka timbulah maksiyat mata. Dari maksiyat mata timbulah bayang-bayang wanita sehingga datanglah maksiyat hati (membayangkan sesuatu yang tak halal dilakukan). Dari maksiyat mata menjadi penyebab maksiyat kaki, yakni maksiyat kaki yang digunakan untuk melangkah dalam kemaksiyatan (berzina). Dari maksiyat kaki, maka timbulah maksiyat farji (berzina).

            Diriwayatkan oleh Imam Rodifah RA (termaktub dalam kitab Majlisus Saniyyah halaman 78), Rosulullah SAW berkata bahwa “Zina itu mendatangkan 3 siksa di dunia dan 3 siksa di akherat. Siksa di dunia itu diantaranya: 1) mendatangkan penyakit, 2) mendekatkan pada kefakiran/ kemiskinan, 3) memperpendek usia/ umur. Siksa di akherat diantaranya: 1) mendatangkan murka Allah SAW, 2) Memperburuk hisab/ timbangan amal di akherat, 3) dimasukkan ke neraka”.
            Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA (termaktub dalam kitab Majlisus Saniyyah halaman 78), bahwa Rosulullah SAW berkata: “Zina itu menyebabkan hilangnya cahaya iman seseorang. Ketika seseorang berzina, maka Allah SWT mencabut cahaya iman yang ada pada diri seseorang. Dan apabila seorang pezina tersebut bertaubatan nasuha, maka Allah kembalikan cahaya iman pada dirinya”.
            Rosulullah SAW berkata pada pemuda-pemuda bangsa Qurais agar menjaga kemaluannya dari perbuatan zina. Barangsiapa menjaga kemaluannya dari perbuatan zina, maka akan dimasukkan surga. Dalam hadits sohih dijelaskan bahwa “Barangsiapa bisa menjaga diantara kedua rahangnya (lisan) dan menjaga kemaluannya dari hal-hal yang diharamkan, maka akan dimasukkan ke dalam surga”. Rosulullah SAW juga bersabda bahwasannya “sesungguhnya cinta dunia dan perempuan menjadi awal fitnah yang terjadi pada bani isrofil(termaktub dalam kitab Majlisus Saniyyah halaman 78).
Duhai kaum muslimin muslimat yang dirahmati Allah SWT…
Duhai kaum adam, jagalah pandanganmu terhadap wanita. Tundukkan pandanganmu ketika memandang wanita yang bukan makhram (wanita yang tidak halal dilihat) melainkan melalui penghalang/ hijab. Sesungguhnya padanganmu terdadap wanita dapat menjadikan zina mata, zina hati, zina kaki hingga zina farji. Ambilah hikmah dari kisah-kisah orang terdahulu sebagaimana kisah Zulaikha, kisah Kiahi Barseso, dan kisah Malaikat Harut dan Marut. Dan jagalah kemaluanmu dari perbuatan zina. Perlu diketahui, bahwa sesungguhnya Allah SWT maha tahu atas apapun yang dilakukan setiap hambanya. Maka malulah saat engkau berbuat maksiyat, sementara Allah SWT melihatmu.
Duhai kaum hawa, jagalah mandanganmu dari melihat hal-hal yang haram dilihat termasuk memandang laki-laki yang bukan makhram. Dan jagalah pula kemaluanmu dari perbuatan zina. Duhai wanita, jagalah aurotmu, tutuplah aurotmu, jagalah kecantikanmu hanya untuk suamimu semata, hanya untuk yang halal memandangmu. Jangan kau biarkan aurotmu dipandang oleh siapapun. Sesungguhnya wanita mulia karena ia mampu menjaga kehormatannya dengan menjaga aurotnya.
Rosulullah SAW bersabda “Pendangan itu seperti panah syetan yang beracun. Maka barangsiapa bisa meninggalkan barang yang haram untuk dilihat (menjaga pandangannya dari memandang sesuatu yang haram dilihat) karena rasa takut akan murkanya Allah (ketika berbuat maksiyat). Maka Allah karuniakan iman yang dirasa manis pada hati orang tersebut”. (termaktub dalam kitab uqudillujen).
Nabi Isa AS  berkata “Takutlah engkau akan pandangan. Karena pandangan bisa menjadi penyebab timbulnya syahwat (keinginan) dalam hati. Dan pandangan bisa menimbulkan datangnya fitnah”. Seorang mujahid berkata bahwasannya ketika seorang perempuan menghadap ke depan, maka iblis duduk di atas kepala wanita tersebut untuk menarik perhatian akan orang (laki-laki) yang memandangnya. Dan ketika seorang perempuan meninggalkan suatu tempat (beranjak berdiri pergi), maka iblis duduk di pinggulnya sehingga menarik perhatian orang (laki-laki) yang memandangnya (termaktub dalam kitab uqudillujen).
Rosulullah SAW bersabda : “Setelah zamanku, tiada fitnah yang lebih bahaya yang menimpa kaum laki-laki selain fitnah yang datang dari para wanita”.
Duhai kaum muslimin muslimat, sungguh betapa bahayanya memandang akan hal-hal yang haram, maka dari itu hindarilah. Dalam kitab uqudillujen dijelaskan bahwasannya zinanya mata adalah memandang akan hal-hal yang haram dilihat, termasuk salah satunya memandang wanita yang bukan makhram. Zinanya telinga adalah mendengarkan hal-hal yang haram didengar, salah satunya adalah mendengarkan ghibah. Zinanya lisan adalah membicarakan hal-hal yang haram dilakukan sebagaimana ghibah, adu domba (namimah), dll. Zinanya kaki adalah kaki yang digunakan untuk melangkah melakukan maksiyat. Dan zinanya kemaluan adalah berzina.
Rosulullah SAW bertanya pada Fatimah RA; “Apa saja hal bagus (kebagusan) yang bisa dilakukan wanita?”. Sayyidah Fatimah RA menjawab: “Perempuan yang tidak memandang laki-laki yang bukan makhramnya dan laki-laki yang tidak memandang perempuan yang bukan makhramnya”.
Kaum muslimin muslimat yang dirahmati Allah SWT….
Demikianlah artikel yang penulis sampaikan yang sebagian sumbernya dikutip dari kitab majlisus saniyyah dan uqudillujen tentang keutamaan menjaga pandangan dan kemaluan dari hal-hal yang haram dilakukan. Semoga tulisan ini bermanfaat, terimakasih telah berkunjung. Jika dirasa bermanfaat, tulisan ini boleh di share, semoga menjadi amal ibadah penulis dan bagi yang membagikan ilmu ini. Mohon doanya, semoga penulis bisa menjadi insan yang lebih baik. Tulisan ini tidaklah sempurna, sebab penulispun jua manusia yang tak luput dari dosa. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulis pertimbangkan pada penulisan selanjutnya. Saran dan kritik: WA 085725784395/ email. halimahundip@gmail.com. Semoga bermanfaat.   
Tiada yang lebih utama dari sebuah ilmu yakni ilmu yang diamalkan dan dibagikan pada kaum muslimin lainnya. Maka atas setiap ilmu yang kau dapatkan, ajarkan pula pada yang lainnya sebagai jalan dakwahmu akan kebaikan sembari engkau amalkan.
REFEREBSI:

  1. Kitab Majlisus Saniyyah. Halaman 78.
  2. Kitab Uqudillujen Bab Haramnya Laki-Laki Memandang Wanita yang Bukan Makhramnya.                      

Jumat, 21 Juli 2017

RUMAHKU SURGAKU

RUMAHMU SURGAMU  
(CATATAN UNTUK SEORANG WANITA)    
*****

Duhai wanita, rumahmu adalah surgamu. Rumah laksana surga bagi seorang wanita, dimana wanita mengabdi taat pada suami untuk menggapai ridho Allah SWT sebab ridho Allah bersamaan dengan ridho sang suami bagi wanita yang sudah menikah. Sesungguhnya wanita adalah aurot, maka tiap ia keluar rumah, rawan akan fitnah karena diikuti syetan. Janganlah engkau berlenggak lenggok bergaya, berdandan menor, bertabaruj jahiliyah untuk menarik simpati kaum adam. Duhai wanita yang dimuliakan martabatnya, jagalah aurotmu, perlihatkanlah cantikmu hanya pada suamimu, hanya pada yang halal memandangmu. Sungguh, rumah adalah surga bagi wanita. Terlebih bilamana wanita itu menggunakan rumahnya sebagai tempat baginya untuk berdzikir, beribadah, dan bersolawat memperbanyak mengingat Allah serta tempat ia mengabdi pada suaminya,  maka sungguh rumah lebih mulia bagi wanita daripada ia keluar rumah sekalipun ke masjid atau ke majlis bila disertai dengan berdandan, bergaya, dan berlenggak-lenggok memamerkan kecantikannya.  


Rosulullah SAW ( dijelaskan dalam kitab Uqodillujen) bersabda bahwasannnya akan ada 4 (empat) golongan wanita yang akan dimasukkan ke dalam surga dan akan ada 4 (empat) golongan wanita yang akan dimasukkan ke dalam neraka.
4 (empat) golongan wanita yang dimasukkan ke dalam surga yaitu:
1). Seorang wanita yang menjaga dirinya dari barang haram, taat pada perintah Allah SWT serta ta’at pada suaminya (sepanjang perintah suaminya pada kebaikan dan ketaatan pada Allah SWT dan tidak maksiyat).
2). Perempuan yang memiliki anak banyak, sabar dalam mendidik anak, dan neriman (qona’ah) dalam menerima nafkah yang diberikan suami, sesuai kemampuan suami (tidak banyak menuntut terhadap suami).
3). Wanita yang memiliki rasa malu. Ketika suaminya tidak berada di rumah, ia menjaga dirinya dengan baik (tidak berselingkuh ataupun memasukkan laki-laki bukan makhram ke dalam rumah tanpa seizin suaminya) serta menjaga harta suami di rumah dengan baik. Dan ketika suaminya di rumah, ia (wanita) menjaga lisannya dengan baik untuk tidak mengucapkan perkataan yang dapat melukai perasaan suaminya/ mengecewakannya/ menjengkelkannya.
4). Wanita yang ditinggal mati suaminya (janda) dan memiliki anak-anak kecil banyak. Lantas ia memilih tidak menikah lagi setelah kewafadan suaminya, serta memilih untuk bersungguh-sungguh dalam merawat dan mendidik putra-puterinya dengan baik karena kawatir pernikahan keduanya/ pernikahan barunya menyebabkan anaknya tersia-siakan pendidikannya dan tidak terawat.
4 (empat) golongan wanita yang dimasukkan ke dalam neraka:     
1). Wanita yang tidak bisa menjaga ucapannya pada suaminya. Wanita yang suka berkata buruk pada suaminya (misal: mengumpat, mengolok-olok keburukannya, memisuhi suaminya, dll). Wanita yang ketika suaminya tak dirumah ia tak bisa menjaga kehormatan dirinya, ia memasukkan laki-laki bukan makhramnya tanpa izin dari suaminya. Wanita yang membiarkan laki-laki lain masuk ke dalam ranjang tempat tidurnya saat suaminya tidak ada di rumah. Dan bila suaminya berada di rumah, ia sering berkata yang menyakiti perasaan suaminya padahal suaminya tidak bersalah.
2). Perempuan yang suka menuntut suaminya menuruti keinginannya padahal suaminya tidak mampu. Misalnya, suami berpenghasilan Rp 25.000/ hari dan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, lantas istri meminta dan menuntut suami untuk dibelikan motor, bila tidak dibelikan ngambek. Maka hal ini sangat dilarang dalam agama islam. Jadilah wanita yang sederhana, bersyukur atas rizki yang diberikan suami. Jangan menuntut hal-hal yang sekirannya suami tak mampu memberikan.
3). Wanita yang tidak bisa menjaga aurotnya di hadapan laki-laki lain. Misalnya wanita memakai rok mini, baju ketek, dll sehingga mengundang syahwat laki-laki lain yang memandangnya. Selain itu jua wanita yang suka keluar rumah dengan kemayu, bergaya, dan make up mencolok. Contoh: Saat bersama suami seorang wanita tak berdandan cantik, sehingga suami puas olehnya tetapi saat keluar arisan. Saat ke mall dandan cantik, berbaju necis, bergaya. Maka hal ini haram hukumnya. Justru wanita berdandan cantik itu saat di hadapan suaminya.
4). Wanita yang menghabiskan waktunya hanya untuk makan, minum dan tidur tanpa ada semangat untuk melakukan ibadah seperti solat, taat Allah SWT, taat Rosulullah SAW, taat suami sepanjang perintah suami bukan pada kemaksiyatan. Barangsiapa ada perempuan yang memiliki sifat-sifat seperti yang disebut di atas, maka pasti akan dilaknat dan menjadi penghuni neraka kecuali bila ia bertaubatan nasuha.
Duhai wanita, berhati-hatilah dalam berkata dan bersikap sebab mayoritas penghuni neraka adalah dari kaum perempuan. Perempuan rawan akan fitnah. Bahkan suatu kehancuran dapat disebabkan salah satunya oleh wanita. Hancurnya laki-laki disebabkan oleh 3 hal; 1). Harta, 2). Tahta, 3). Wanita. Sungguh, wanita adalah aurot dan begitu besar fitnah yang dapat ditimbulkan disebabkan oleh wanita.
Sayyidina Ali RA pernah berkata. Ketika beliau bersama Sayyidah Fatimah RA silaturahim (sowan) di rumahnya Rosulullah SAW, beliau melihat Rosulullah menangis dengan sungguh-sungguh sehingga air matanya berjatuhan. Lantas beliau bertanya “Ya Rosulullah, apa yang menyebabkan engkau menangis hingga demikian?.” Lantas Rosulullah SAW menjawab: “Hai Ali, sesungguhnya di malam ketika isro’ mikraj hingga sampai di langit, aku melihat banyak wanita dari ummatku disiksa di dalam neraka jahanam. Maka dari itu aku menangis sebab aku melihat siksa-siksa yang sangat pedih atas ummatku tersebut
a.       Aku (Rosulullah SAW) melihat perempuan digantung menggunakan rambutnya hingga otaknya mendidih.
b.      Aku (Rosulullah SAW) melihat perempuan digantung menggunakan lidahnya, lalu tenggorokannya dituangkan air panas yang mendidih.
c.       Aku (Rosulullah SAW) melihat perempuan diikat kakinya hingga kedua puting beliung kedua susunya, lalu tangannya diikat hingga ubun-ubunnya. Lantas Allah SWT melemparkan ular dan kalajengking terhadap perempuan itu.
d.      Aku (Rosulullah SAW) melihat perempuan yang digantung kedua susunya.
e.       Aku (Rosulullah SAW) melihat perempuan yang memiliki kepala layaknya kepala babi dan badannya layaknya badan khimar dan disiksa dengan beribu-ribu siksa.
f.       Aku (Rosulullah SAW) melihat perempuan yang tubuhnya menyerupai anjing lalu dibakar mulai dari mulutnya hingga anusnya. Dan para malaikat lantas memukulkan palu yang terbuat dari api padanya”.
Saat itu pula, Sayyidah Fatimah yang berdiri lantas bertanya: “Duhai ayahku, kekasih Allah SWT dan kekasih hatiku, sesungguhnya apakah amalan orang-orang tersebut sehingga disiksa sedemikian rupa?.” Lantas Rosulullah SAW berkata: “Duhai puteriku, 1) Wanita yang digantung menggunakan rambutnya adalah wanita yang tidak bisa menjaga aurotnya, membiarkan aurotnya dilihat laki-laki lain bukan suaminya, bukan makhramnya. 2) Wanita yang digantung menggunakan lidahnya adalah wanita yang tidak bisa menjaga perkataannya, perkataanya sering melukai perasaan suaminya. 3) Wanita yang digantung kedua putting beliung susunya adalah wanita yang membiarkan laki-laki lain berada di ranjangnya ketika suaminya tidak ada di rumah (berselingkuh). 4) Wanita yang diikat kakinya hingga kedua putting beliung kedua susunya, lalu tangannya diikat hingga ubun-ubunnya adalah wanita yang tidak mau mandi janabat saat haid dan melalaikan solat. 5) Wanita yang kepalanya menyerupai babi, badannya menyerupai khimar adalah wanita yang ahli adu domba (ahlu namimah) dan berbohong. 6) Wanita yang menyerupai anjing lantas dibakar adalah wanita yang suka mengolok-olok dan suka dengki (hasud) atas kenikmatan orang lain.  Duhai puteriku, celakalah bagi wanita yang membangkang atas perintah suaminya. Sesungguhnya taatnya seorang istri terhadap suaminya itu sama kadarnya dengan kewajiban seorang anak taat terhadap orangtuanya. Tetapi tidak sebaliknya, tidak untuk kaum seorang suami.”  
Duhai wanita, begitu pedihnya siksaan terhadap wanita atas kelalaiannya. Memang, sebaik-baik perhisan dunia adalah wanita, namun bila wanita itu dalah wanita solekhah. Demikian pula sebaliknya, seburuk-buruknya siksaan adalah siksaan pada wanita atas kedurhakaannya. Sebagai wanita, sudah selayaknya kita berhati-hati dalam berbicara. Berbicaralah seperlunya saja, sekiranya bercerita, berceritalah pada orang yang sekiranya dapat dipercaya menjaga amanahmu (tidak mengadu dombamu, tidak mengeber-eberkan rahasiamu). Demikian pula dengan menjaga sikapmu. Bersikaplah lemah lembut sebagaimana kodratnya wanita yang lembut.
Berdasarkan analisa penulis, berikut penulis sampaikan kiat-kiat menjadi wanita solekhah. Semoga bermanfaat, penulispun saat ini sedang berhijrah berupaya menjadi lebih baik dari sebelumnya, memperbaiki sikap (akhlak) dan menambah pengetahuan baik pengetahuan agama maupun pengetahuan dunia. Semoga ilmu penulis bermanfaat, mohon doanya. Kiat-kiat menjadi wanita solekhah adalah:            
1). Berbicaralah seperlunya saja. Jika hendak bercerita (curhat), lihatlah siapa yang hendak kau curhati. Aapakah ia bisa menjaga rahasiamu atau justru mengeber-eberkannya.
2). Berpakaianlah yang sederhana, terpenting bersih, suci dari najis, menutup aurot.
3) Berdandan cantiklah saat di hadapan suamimu, di hadapan makhram boleh. Tetapi jangan bertabaruj (bersolek) di hadapan umum yang dipandang laki-laki lain bukan makhram. Jangan bergaya, bersolek, berlenggak-lenggok dihadapan laki-laki lain bukan makhram.
4) Berkatalah yang baik pada suami sebagaimana kau berkata baik pada orangtuamu.
5). Jangan suka mengadu domba sesama umat manusia, terlebih sesama ummat muslim. Contoh mengadu domba: Kamu mencari tahu tentang si A dari si B, lantas apa yang disampaikan si B tentang penilaiannya pada si A lalu kamu sampaikan si A. Lalu mereka berdua (si A dan si B berselisih). Duhai pengadu domba, sungguh meruginya dirimu bila engkau suka adu domba, sebab si ahlu namimah (orang yang suka mengadu domba) besok ketika di akherat kepalanya menyerupai babi dan tubuhnya menyerupai khimar. Maukah dirimu berkepala menyerupai babi?. Tentu tidak, maka dari itu janganlah engkau mengadu domba kawan-kawanmu. Sudah kau tiada memperoleh manfaat ketika mengadu domba, mendapat siksa pula. Oleh karena itu, hindarilah adu domba.
6). Tutuplah aurotmu di hadapan laki-laki lain bukan makhram. Jangan kau undang syahwat laki-laki atas aurot yang kau pamerkan. Sebab itu mengundang tindak kejahatan terjadi padamu (seperti pelecehan, pemerkosaan). Bukan hanya itu tapi jua mengundang siksamu di akherat nanti. Wanita yang tidak bisa menjaga aurotnya, nanti diakherat akan digantung menggunakan rambutnya hingga otaknya mendidih. Maka dari itu, tutuplah aurotmu, persembahkan kecantikanmu untuk suamimu semata.
7). Jangan ketawa cekaka’an , kerasnya minta ampun. Duhai wanita, kodrat wanita adalah anggun. Jangan kau nodai keanggunanmu akan kecongkaanmu. Sesungguhnya ketawa di luar batas tidaklah mulia, cukuplah bagimu tersenyum manis. Sebab Rosulullah SAW pun tiada pernah ketawa ngakak hingga rahangnya dan giginya terlihat semua. Tersenyumlah manis, bicaralah seperlunya, perbanyaklah berdzikir.
8). Janganlah engkau berhianat terhadap suamimu dengan berselingkuh karena itu akan melukai perasaan suamimu. Bukankah ridho Tuhanmu bersamaan dengan ridho suamimu?. Taatlah terhadap suamimu sepanjang yang diperintahkan suamimu bukan maksiyat. Layanilah suamimu dengan sebaik-baiknya pelayanan.
9). Janganlah dengki atas kenikmatan orang lain. Turutlah bahagia atas kenikmatan orang lain. Sungguh teramat sayang, bila engkau dengki atau iri lalu menuruti hawa nafsumu. Sebab iri akan membakar semua amal kebaikanmu layaknya api membakar kayu bakar. Sungguh sia-sia amal baikmu yang rusak karena dengki, maka dari itu hindarilah sifat dengki/ iri hati. Kau tahu, nikmat kasih sayang Allah lebih indah dari apapun dibandingkan nikmat duniawi (harta, cinta manusia, dll). Lalu untuk apa dengki, bukankah Allah membagi rizki atas suatu kaum berdasarkan usahanya?. Bukankah rizki tak akan tertukar dan jodohpun tak akan tertukar?. Berhusnudzanlah, mungkin Allah memberikan nikmat rizki lebih banyak pada temanmu daripada dirimu karena usaha temanmu lebih besar dari usaha (ikhtiar) yang kau lakukan, sebab Allah membagi rizki berdasarkan kadar usaha hambaNya.
Duhai wanita, jangan pernah bosan berada di rumah. Sesungguhnya rumahmu adalah surgamu. Perbanyaklah beribadah, solat, berdzikir, dan mengaji untuk menghiasi dinding-dinding rumahmu. Keluarlah kecuali dhorurot dan itupun atas izin kedua orangtuamu bila engkau belum menikah (misalnya keluar hendak mengaji, atau keluar hendak belajar) dan atas izin suamimu bila telah menikah. Sesungguhnya, tempat paling aman bagi wanita agar terhindar dari fitnah adalah di rumah. Bahkan ibadahnya wanita di rumah lebih utama dari ibadahnya wanita di masjid. Terlebih di akhir zaman, begitu banyak wanita solat atau ibadah dimasjid dengan bersolek padahal di lihat laki-laki lain bukan makhram. Sungguh, betapa mulianya engkau tatkala engkau bisa menjaga kehormatanmu, menutup aurotmu. Sejarah mencatat, wanita mulia ketika ia mampu menjaga kehormatannya. Sebagaimana Siti Maryam yang selalu di kamar menghabiskan waktu-waktunya dengan beribadah dan mengaji, memperbanyak dzikir kepada Allah SWT. Siti Fatimah yang selalu di rumah  melayani suami dan mengurus anak-anaknya, ketika bepergian pun atas izin suaminya, dan atas kesolekhahannya ia tercatat sebagai pemimpin wanita surga. Sayyidah Muthi’ah RA yang setia di rumah melayani suaminya dengan baik dan menghabiskan waktunya untuk beribadah, tercatat sebagai bidadari surga. Subhanallah, Maha Suci Allah yang berhak sepenuhnya memuliakan hambaNya dan merendahkan hambaNya. Dialah Allah, Rabb semesta alam yang berkuasa atas segala sesuatu. Allah berhak menyesatkan dan menyelamatkan kita. Semoga kita termasuk orang yang selamat dunia akherat serta mendapatkan hidayah Allah swt.

REFERENSI:
Muhammad, Syeh. Uqudillujen. Toha Putera. Semarang. Penjelasan analisa penulis di perkuat dari kitab Uqudillujen. Bab 2 tentang “Hak-Hak Suami atas Istrinya”.     





Kamis, 20 Juli 2017

KIAT MEMBANGUN KELUARGA HARMONIS ISLAMI BAGI WANITA

10 NASEHAT IBU PADA PUTERINYA
(KIAT MEMBANGUN KELUARGA HARMONIS)
*****
              
Duhai wanita, untuk membangun keluarga harmonis, ada beberapa hal yang perlu kau ketahui. Berikut 10 Nasehat seorang ibu kepada puteri (anak perempuannya) dalam melayani suami untuk membangun keluarga madani:           
1.      Jadilah isteri yang neriman (qona’ah)
Dalam arti, istri menerima rizki berapapun yang diberikan suami berdasarkan kemampuan suami dengan baik. Istri tidak banyak menuntut dan menerima segala yang diberi suami dengan penuh rasa syukur. Misalnya; suami berpenghasilan 15000/ hari dan suami hanya bisa memberikan nafkah ke istri 15000. Maka istri wajib menerimanya dengan syukur dan memanfaatkannya dengan baik dengan dibelanjakan kebutuhan keluarga sesuai penghasilan misal sayurnya sayur daun singkong, sambal terasi, lauk tempe, nasi…in syaallah sudah cukup. Misalkan suami berpenghasilan 70.000/ hari dan suami hanya bisa menafkahi istri sesuai penghasilannya. Istri bersyukur dengan membelanjakan harta yang diberikan suami dengan baik misal dengan lauk ayam. Misalkan suami berpenghasilan 100.000/ hari dan diberikan istri, istri menerimanya dengan syukur dan dibelikan gule selebihnya ditabung.
Jadilah istri yang pandai memanage keuangan sesuai dengan nafkah yang diberikan suami atas kemampuan suami mencari nafkah. Wanita adalah the power of economy. Jadi, pengeluaran keluarga tergantung management keuangan sang istri. Jadilah wanita yang memperbanyak bersyukur dan tidak banyak menuntut.
2.      Taat pada perintah suami
Ingatlah bahwasannya ridho Allah bersamaan dengan ridho suami bagi wanita yang sudah menikah. Wanita wajib taat pada perintah suami selama suami tidak memerintahkan untuk bermaksiyat/ membangkang kepada Allah SWT. Misalnya; suami melarang istri keluar rumah tanpa izinnya. Maka istri wajib mentaati perintah suami dengan tetap berada di rumah dan bila hendak pergi hendaklah meminta izin suami terlebih dahulu. Apabila suami mengizinkan, barulah ia pergi memenuhi hajatnya. Namun apabila suami melarang, maka ia tetap berada di rumah.
3.      Memperhatikan dengan hal-hal yang berkaitan dengan pandangan suami (sesuatu yang dapat dilihat mata).
Misalnya: 1). menyambut suami saat pulang kerja dengan dandanan yang cantik, pakaian yang bagus. Sehingga tatkala suami memandang, hatinya terasa puas dan senang. Menyenangkan hati suami dalam kebaikan ini akan dimulikan Allah SWT. 2). Memakai pakaian dengan warna dan model yang disukai suami saat berdua dengan suami (saat istri tidur bersama suami, saat jimak). 3) Mengenakan pakaian yang bersih, rapi, suci, dan menutup aurot dengan model dan tipe serta warna yang disukai suami.
4.      Memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan daya penciuman suami
Jadilah wanita yag bersih, wangi saat di hadapan suami. Wanita berdandan di luar (bersolek saat di khalayak ramai) itu dilarang karena mengundang syahwat lelaki yang bukan makhramnya, namun halal bersolek saat di hadapan suami. Saat akan tidur atau bersanding dengan suami, mandilah sehingga tidak bau badan. Pakailah minyak wangi dengan aroma kesukaan suami, sehingga suami merasa betah saat berada di samping istri. Dengan demikian keluarga yang harmonis dapat tercapai.
5.      Memperhatikan waktu makan suami
Sebagai istri yang taat, istri menyiapkan hidangan makanan tiap pagi (sebelum suami berangkat kerja), saat siang (saat suami makan siang), dan saat malam (ketika suami pulang kerja bagi yang pulangnya larut malam). Karena sesungguhnya kelaparan (laparnya perut) dapat menyulut kelaparan suami. Jangan sampai, ketika suami pulang kerja, hidangan rumah makan kosong saat suami hendak makan, maka hal itu dapat menyulut emosi suami. Sesungguhnya saat tubuh lelah (karena lapar), secara ilmiah tubuh kekurangan energi karena produksi ATP berkurang, simpanan glikogen kososng dan memicu kekurangan glukosa pada tubuh. Akibatnya suppai glukosa dan oksigen ke otak pun kurang, saat suplai oksigen kurang maka tubuh akan lemas dan seseorang mudah marah. Saat produksi ATP menurun, produksi hormon serotonin yang berperan untuk mengontrol emosi berkurang sehingga ketika seorang lelah dan lapar maka ia mudah marah.


6.      Memperhatikan waktu tidur suami
Sebisa mungkin seorang istri menjaga kondisi tenmpat tidur tetap bersih dan tertata rapi, sehingga ketika suami akan tidur, suami merasa nyaman dan hatinya senang. Dengan demikian hubungan antar suami istripun harmonis, sebab kondisi tempat tidur yang berantakan dapat memicu susah/ terganggunya tidur sang suami yang berdampak pada mudahnya suami marah. Untuk menghindari kemarahan suami, maka ketika suami hendak tidur, maka tetap jagalah kondisi tempat tidur bersih dan rapi.
7.      Menjaga harta benda suami
Istri yang baik adalah istri yang bisa menjaga harta suami dengan baik saat suami ada di rumah maupun saat suami bepergian. Jangan sampai istri berfoya-foya saat suami sedang bepergian. Jagalah harta suami dengan baik sebagaimana menjaga barangmu sendiri.
8.      Menjaga hubungan baik dengan keluarga suami
Misalnya: 1). Saat mendapatkan rizki berlebih, sementara saudara kelaparan maka hendaknya memberikan sebagian rizki kepada saudara. 2). Saat keluarga mengadakan acara (masak-masak, seperti saat ada hajatan, kondangan) hendaknya membagikan makanan ke saudara-saudara (keluarga suami dan keluarga istri). Sesungguhnya menjaga hubungan baik dengan keluarga suami dapat menjadi jalan langgengnya suatu rumah tangga. Berbagi itu mendekatkan persaudaraan, pelit (kikir) itu menjauhkan persaudaraan.
9.      Tidak durhaka pada perintah suami sepanjang apa yang diperintahkan suami itu bukan maksiyat. Sesungguhnya membangkang terhadap perintah suami dapat membuat jengkel, mangkel, kecewa pada hati suami yang berdampak pada hubungan suami-istri kurang harmonis. Turutlah merasa bahagia atas kebahagiaan suami, dan turutlah merasa sedih atas kesedihan yang dirasakan suami.
10.  Menjaga rahasia suami dari khalayak umum (masyarakat).
Istri yang solekhah senantiasa bisa menjaga aib suami, tidak mengeber-eberkan kekurangan suami pada orang lain. Sebab ia sadar bahwa manusia tiada yang sempurna, termasuk istripun jua memiliki aib/ kekurangan. Manusia tercipta berpasang-pasangan agar saling melengkapi kekurangan pasangannya. Jangan menyebarkan aib suami, sebab menyebarkan aib suami sama halnya menyebarkan aibmu sendiri, jagalah. Menjaga rahasia suami dengan baik adalah kunci keharmonisan dalam keluarga. Begitu pula sebaliknya, suami jua hendaknya bisa menjaga rahasia/ aib istri dari orang lain.

   Semoga 10 kiat di atas bermanfaat dan dapat diaplikasikan para wanita muslimah. Semoga dengan menjadi istri yang taat pada suami sepanjang perintah suami pada kebaikan, maka termasuklah para wanita yang beruntung, selamat dunia akherat. Dengan istri yang taat pada perintah suami (sepanjang perintah suami bukan pada kemaksiyatan), in syaallah keluarga yang harmonis dan langgeng pun tercapai. Semoga ilmu membangun keluarga yang dusadur dari kitab uqudillujen ini bermanfaat dan menjadi jalan petunjuk (biidznillah) dalam membangun keluarga yang harmonis. Aamiin

REFERENSI:
Muhammad, Syeh.1411. Uqudillujen. Toha Putera. Semarang. Hlm 15.       
Keterangan di atas di ambil dari Kitab Uqudillujen halaman 15. Ditulis berdasarkan penjelasan dari KH. Muharror Ali (Pengasuh PP. Khozinatul Ulum, Blora).                 
      
*****  
Jika dirasa artikel di atas bermanfaat, silahkan dishare walaupun tanpa izin penulis
Ditunggu koreksi dan sarannya yang membangun
Saran dan koreksi: phone. 085725784395/ email; halimah.dewi@rocketmail.com
*****