HALIMAH BINTI MASDARI

Kamis, 15 Maret 2018

PERAN PENDIDIKAN KELUARGA DALAM MENCETAK GENERASI BERKARAKTER


PERAN PENDIDIKAN KELUARGA DALAM MENCETAK GENERASI 
BERKARAKTER PADA ANAK SEJAK USIA DINI UNTUK 
MEWUJUDKAN INDONESIA BERKARAKTER 
DALAM MENCAPAI INDONESIA 
EMAS 2045 

Gambar 1. Pendidikan Karakter di Lingkunagn Keluarga (Seorang Ibu dan Seorang Ayah
Mengajar Mengaji Anak-Anaknya).

Pendidikan merupakan aset terpenting yang menentukan kemajuan suatu Negara, oleh karena itu setiap warga Negara wajib mengenyam pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Pendidikan dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Adapun jenjang pendidikan formal umunya dimulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan pendidikan Perguruan Tinggi yang meliputi Program Sarjana, Program Magister dan Program Doktor. Sedangkan pendidikan non formal diantaranya pendidikan keluarga, pendidikan organisasi, pendidikan di masyarakat, pendidikan melalui kursus, dan pendidikan melalui mengikuti pelatihan-pelatihan (training).
Pendidikan merupakan proses dalam mencetak generasi yang berakhlak mulia dan berkarakter atau berbudi pekerti luhur. Pendidikan karakter akan lebih baik jika ditanamkan keluarga pada diri anak sejak anak usia dini. Karena pada masa anak-anak itulah perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak mulai terbentuk. Masa kanak-kanak merupakan kesempatan emas untuk dimanfaatkan dalam memberikan pendidikan karakter yang baik bagi anak. Usia dini merupakan golden age dimana usia anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Usia dini adalah waktu yang tepat untuk mengajarkan pendidikan karakter pada anak sejak dini. Dengan cara demikian, diharapkan anak memperoleh kesuksesan dan keberhasilan dimasa yang akan mendatang. Oleh karena itu, tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak dini. Hal itu dapat dilakukan dengan cara diantaranya, memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan  bagi dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dengan sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus, dan seterusnya. Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
“Anak merupakan peniru terbaik (the great imitator)”.
Pernyataan di atas bukanlah sembarang pernyataan. Pernyataan ini lebih ditekankan pada sikap anak yang cenderung meniru segala sesuatu yang ada di sekitarya. Namun sayangnya anak pada usia dini tidak dapat memilih mana yang baik dan mana yang buruk, mereka hanya meniru terhadap apa yang dilihatnya. Untuk itu, perlu diberikan arahan, agar anak tidak terbawa pada perilaku yang negatif. Kondisi anak yang masih polos dan kemampuannya sebagai peniru ulung yang hebat sangat berpotensi jika anak dilatih untuk menirukan hal-hal positif serta menjauhi hal-hal yang negatif. Sejak usia dini, ajarkan pada anak pada rasa cinta pada lingkungan belajar. Salah satu contohnya adalah: belajar cinta tanah air seperti melatihnya dengan kata “aku bangga menjadi anak Indonesia”, “anak Indonesia menghargai perbedaan”, dan kata-kata positif lainnya. Sepintas kata tersebut terdengar ringan, namun kata tersebut mengandung makna yang mendalam terkait rasa cita tanah air seorang anak pada bangsanya. Dengan seorang anak sering mengucapkan kata tersebut, maka akan tertanam denagn sendirinya rasa cinta tanah air.  
Keluarga merupakan lingkungan pertama kalinya dimana anak mulai berinteraksi dan bersosialisasi. Keluarga memiliki peran penting dalam mendidik karakter anak, terutama mendidik anak dimulai sejak usia dini. 80% kepribadian anak terbentuk dari didikan keluarga, sedangkan 20% kepribadian anak terbentuk dari pendidikan sekolah dan ilmu yang diperolehnya.
Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.
Pepatah tersebut menunjukkan bahwa kepribadian anak diturunkan dari kepribadian orangtua. Sikap atau perilaku orangtua sangat berpengaruh pada anak. Mengapa demikian? Karena anak akan meniru apa yang biasa dilakukan oleh orangtua tanpa disadarinya (di abwah kendali kesadarannya). Orangtua memiliki andil yang besar dalam membangun karakter anak. Pendidikan keluarga sangat penting untuk diberikan orantua pada anaknya. Hal ini bertujuan untuk membangun generasi cerdas berkarakter dan berjiwa sosial tinggi. Pendidikan karakter yang perlu ditanamkan orangtua pada anak sejak dini diantaranya:
1.      Kejujuran
Sejak kecil anak harus dilatih jujur. Jujur dimanapun berada dan kapan saja. Bukan hanya jujur ketika ada orangtua atau orang yang diseganinya sehingga ia takut, melainkan jujur sebagai kebutuhan. Tanamkan pada pola pikir anak, bahwa anak harus malu tatkala berbuat tidak jujur sebab Tuhan tidak tidur dan senantiasa mengawasi hambaNya. Betapa malunya kita, bila kita dilihat Tuhan sementara kita dalam kondisi berdusta. Dengan demikian, ada maupun tiada orang yang melihatnya, anak selalu berperilaku jujur.
2.      Berani
Ajarkan anak agar berani melakukan sesuatu tanpa harus takut berbuat salah. Tanamkan pada mindset anak:
Berani karena benar, takut karena salah.
Slogan tersebut mengajarkan bahwasannya kita tidak perlu takut selama kita berada di posisi benar. Sehingga anak tidak perlu minder, grogi ataupun takut untuk tampil ke depan menampilkan kebolehannya atau kepiawaian bakatnya.  Selain itu, tanamkan pula pada diri anak:
Berani berbuat, berani tanggungjawab.”
Ketika anak berani melakukan suatu tindakan, maka ia harus berani bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya, termasuk juga ketika anak berbuat salah. Anak harus berani mengakui kesalahan dan menerima sanksi tatkala berbuat salah. Hal ini adalah salah satu contoh pendidikan berkarakter yang sedang digalakkan pemerintah yakni berani berbuat, berani bertanggungjawab.
3.      Disiplin
Great person is someone who does care and respect to time”.
Pepatah tersebut bukanlah sembarang pepatah melainkan tersirat makna bahwa orang besar adalah orang yang bisa menghargai waktunya dengan baik dengan memanage waktunya sebaik mungkin. Cara memanage waktu yang baik yaitu dengan membuat skala prioritas dan jadwal kegiatan sehingga tidak ada kegiatan yang terlewatkan dan tertunda. Dengan menghargai waktu, maka sang anak akan menjadi pribadi yang disiplin, on time, rajin dan tidak suka menunda-nunda pekerjaan ataupun tugas.
4.      Peduli
Tanamkan pada diri anak agar memiliki kepedulian pada orang lain. Misalkan:
  1. Mengajari anak berbagi dengan saudara. Contoh sang kakak memiliki roti, sebagian rotinya diberikan pada sang adik.
  2. Mengajari anak peduli dengan berbagi pada yatim piyatu, dhuafa’, fakir miskin, dan peminta-minta.
  3. Mengajari anak suka menolong orang lain. Contoh: Saat di jalan ada nenek-nenek atau orangtua yang kesulitan menyeberang jalan dibantu diseberangkan, saat ada orang yang keberatan membawa barang banyak dibantu dengan dibawakan.
  4. Dan lain-lain.
5.      Mandiri
Sejak kecil, tanamkan pada anak agar mandiri dan tidak manja atau tergantung pada orang lain. Misalnya:
  1. Setelah selesai makan, ajarkan pada anak agar mencuci piringnya sendiri. Dengan demikian anak menjadi mandiri dan bertanggungjawab atas dirinya sendiri.
  2. Ajarkan anak memakai baju sendiri, menyiapkan tugasnya sendiri sehingga anak terlatih untuk mandiri terhadap apa yang dibutuhkannya. Jangan latih anak manja dengan menyiapkan segala keperluanya dibantu baby sister, sementara anak sebenarnya mampu melakukannya sendiri. Hal ini tidak baik, anak yang biasa disiapkan kebutuhannya akan menjadi anak yang manja dan sedikit-sedikit memerintah orang lain.
  3. Ajarkan anak mencuci pakaiannya sendiri saat anak sudah berusia 10 tahun sehingga anak terlatih mandiri sejak kecil.
  4. Dan lain-lain.
6.      Tanggungjawab
Berani berbuat, berani tanggungjawab”.
Betapa banyak orang yang lari dari tanggungjawab tatkala berbuat kesalahan. Ia malu mengakui kesalahan dan akhirnya kabur dari permasalahannya. Hal ini merupakan kesalahan fatal. Untuk mengantisipasinya, dari keluarga perlu memberikan pendidikan rasa tanggungjawab pada diri anak. Ketika anak berbuat salah, anak harus berani menerima sanksinya, mau mengakuinya, dan mau meminta maaf atas kesalahan yang diperbuatnya. Misalkan: anak memecahkan piring. Ajarkan pada anak agar meminta maaf karena telah memecahkan piring, lalu ajarkan ia bertanggungjawab atas kesalahannya dengan mengumpulkan pecahan piring yang dipecahkannya dengan mengambilnya hati-hati (agar tidak tertusuk beling), lalu membersihkan pecahan dengan menyapunya.
7.      Pekerja keras
“Man Jadda wa Jada”
Barangsiapa yang bersungguh-sungguh, pasti akan berhasil
Pepatah arab tersebut benar adanya bahwasannya hasil tiada mengingkari usaha. Mengapa demikian, sebab Allah swt membagi rizki pada hambaNya berdasarkan kadar usaha hambaNya sesuai bunyi surat QS. Ar-Ra’d ayat 11.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka” QS Ar Ra’d: 11.
Tanamkan pada anak bahwa untuk meraih sesuatu perlu pengorbanan dan perjuangan. Tiada suatu keberhasilan yang diperoleh tanpa sebuah perjuangan dan kerja keras. Kesuksesan adalah 10% keberuntungan, sedangkan 80% kerja keras (ikhtiar) dan doa.
Bila ingin pintar maka hendaklah rajin belajar
Bila ingin berharga laksana mutiara maka hendaknya berkarya
Bila ingin kaya maka hendaknya rajin bekerja
8.      Sederhana
Perilaku sederhana sangatlah penting untuk diajarkan pada anak. Sikap sederhana ini akan membimbing seorang anak menjadi sosok yang bersahaja dan tidak terseret arus hedonisme yang cenderung berfoya-foya. Sikap sederhana mencerminkan diri yang senantiasa bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan.
9.      Adil
Tanamkan pada anak untuk berperilaku adil sejak dini. Perilaku adil bukanlah perilaku yang harus membagi sesuatu sama rata melainkan menempatkan sesuatu sesuai situasi dan kondisinya. Contoh: sikap orangtua yang memberikan uang saku anak SMA 10.000, anak SMP 5.000, dan anaknya yang SD 3000 adalah contoh sikap yang adil. Mengapa kalau adil tidak disamakan saja, baik SD, SMP maupun SMA siberi uang saku sama Rp 3000?. Baiklah mari kita tengok bersama, anak SD diberi uang saku lebih kecil karena kebutuhannya paling kecil, sementara anak SMP diberikan uang saku lebih besar karena kebutuhannya lebih banyak sehingga uang yang dibutuhkan lebih besar, sementara anak SMA diberikan uang saku lebih besar karena anak SMA kebutuhannya paling besar dibandingkan anak SD dan SMP. Coba bayangkan bila disamaratakan uang sakunya Rp 3000,00, maka anak SMP bahkan anak SMA tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Selain itu, tanamkan pula pada anak bahwa kasih sayang orangtua terhadap anak-anaknya adalah adil bukan pilih kasih. Pada siapapun anak yang salah, tegur dan nasehatilah dengan kelembutan dan kasih sayang. Bukan yang kecil ketika salah lantas orangtua menegur atau yang besar ketika salah orangtua membiarkannya. Demikian pula anak yang terakhir (bungsu) dimanja, anak sulung diperlakukan keras. Orangtua yang bijaksana akan mampu menematkan posisinya dengan baik. Siapun anak yang salah tegur dan nasehatilah, berikanlah kasih sayang yang merata pada anak-anakmu.
Dengan menerapkan prinsip 9 karakter dilingkungan keluarga, maka terbentuklah generasi pemuda yang berkarakter. Karakter pemuda adalah jati diri bangsa. Karakter yang kuat pada setiap individu, khususnya karakter pemuda sangat penting untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Karakter bangsa yang diharapkan oleh negara Indonesia mengacu pada nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, peraturan pemerintah dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Karakter baik apa saja yang diharapkan negara kita? Mengacu pada Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 mengenai tujuan pendidikan nasional, watak atau karakater yang diharapkan ialah beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Perlu diketahui bahwa karakter yang baik yang tertanam kuat pada setiap individu sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengapa demikian? Seorang cendekiawan Republik Roma, Marcus Tulius Cicero menyatakan bahwa kesejahteraan sebuah bangsa bermula dari karakter kuat warganya (Lickona: 2004). Sehubungan dengan pentingnya karakter, Bung Karno pernah mengatakan bahwa bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter karena karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, dan jaya serta bermartabat (Soedarsono: 2009). Bayangkan jika setiap warga negara kita menjunjung tinggi nilai dan norma serta memiliki karakter yang kuat, semua orang dapat hidup berdampingan dengan rukun dan damai sebab karakter yang baik pada setiap individu akan membuatnya melakukan hal-hal yang baik dan dapat membuahkan hal-hal yang baik pula, tidak akan ada yang namanya perselisihan, penyimpangan, serta tindakan kriminal.
Apa akibatnya apabila warga negara tidak memiliki karakter yang baik dalam dirinya? Hal ini dapat membawa negaranya kepada kehancuran. Seperti yang diungkapkan oleh sejarawan ternama, Arnold Toynbee bahwa dari dua puluh satu peradaban dunia yang tercatat, sembilan belas hancur bukan karena penaklukan dari luar, melainkan karena pembusukan moral dari dalam (Lickona: 2004). Saat ini, kita sering mendengar berita tentang kekerasan, pembunuhan, pelecehan seksual, penyalahgunaan narkoba, dan tindakan kriminal lainnya. Korupsi pun telah merajalela di Indonesia. Pada tanggal 30 Januari 2016, Transparency International merilis indeks korupsi negara-negara dunia tahun 2015 dan Indonesia menempati peringkat 86 dari 168 negara yang dinilai. Akhir-akhir ini kita juga diresahkan dengan kasus LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transgender) yang mulai masuk ke Indonesia dan menyuarakan persamaan HAM kepada pemerintah di negara kita. Padahal hal tersebut tidak sesuai dengan norma adat, agama dan sosial bangsa kita serta merupakan suatu perilaku penyimpangan seksual. Masalah-masalah tersebut terjadi salah satunya disebabkan oleh terkikisnya karakter bangsa dimana warga negara kita kurang menjunjung tinggi dan mulai melupakan nilai dan norma yang ada. Jika kita membiarkan karakter bangsa semakin melemah dan semakin terbawa arus globalisasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa maka bukannya tidak mungkin negara kita akan semakin terpuruk dan hancur.
Pendidikan karakter di lingkungan keluarga ini sangatlah penting untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yaitu mencapai masa keemasan pada tahun 2045. Dengan terbentuknya generasi yang berkarakter, maka lahirlah generasi emas Indonesia yang siap untuk menyongsong Indonesia emas 2045. Generasi Emas 2045 merupakan kekuatan utama untuk membangun NKRI secar efektif menjadi bangsa yang besar, maju, jaya dan bermartabat. Pendidikan karakter di lingkungan keluarga merupakan sebuah investasi besar yang memiliki peranan stategis dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan sangat penting untuk merekonstruksi dan mereformulasi desain pendidikan yang dapat mendukung terciptanya generasi emas bangsa Indonesia. Pada masa milestone 100 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau yang dikenal dengan masa keemasan Indonesia, Indonesia harus melakukan investasi besar-besaran dalam bidang pengembangan sumber daya manusia sebagai upaya menyambut periode tersebut (bonus demografi) sekaligus menyambut 100 tahun Indonesia merdeka, pada 2045 mendatang.

REFERENSI:
Lichona, T. 2004. Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books. 
Soedarsono, S. 2008. Membangun Kembali Jati Diri Bangsa, Peran Penting Karakter dan Hasrat untuk Berubah. Jakarta: Kompas Gramedia.  

#sahabat keluarga