HALIMAH BINTI MASDARI

Jumat, 16 Maret 2018

PEMBAGIAN PERAN ANTARA AYAH DAN IBU DALAM PENDIDIKAN KELUARGA


PEMBAGIAN PERAN ANTARA AYAH DAN IBU DALAM PENDIDIKAN KELUARGA UNTUK MENCETAK GENERASI BERKARAKTER
*****
Oleh: Dewi Nur Halimah, S.Si
Email : halimahundip@gmail.com, PH. 085725784395
*****
 
Gambar 1. Orangtua Membimbing dan Mendampingi Anak Belajar.
            Di dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ayah dan ibu berperan sebagai orangtua yang mendidik anak. Keberhasilan seorang anak tidak lepas dari peran serta kedua orangtuanya yakni ayah dan ibu. Orangtua memiliki tanggungjawab dalam mengasuh dan mendidik anak. Baik ayah dan ibu memiliki perannya masing-masing dalam mengasuh dan mendidik anak. Ayah dan Ibu sebagai pasangan suami istri seyogyanya saling bekerjasama dan saling melengkapi dalam upaya mendidik anak menjadi generasi yang berkarakter.
            Sebagaimana dalam sebuah organisasi, dalam sebuah keluarga pun terjadi pembagian tugas sesuai perannya masing masing. Ibu berperan sebagai madrosah pertama bagi anak-anak sekaligus pengelola rumah tangga. Ayah memiliki peran dalam mencari nafkah dan memberikan perhatian serta didikan pada anak. Perhatian, kasih sayang, dan didikan orangtua penting bagi anak untuk membentuk anak yang berkarakter. Berikut adalah pembagian peran yang spesifik antara ayah dan ibu dalam mendidik anak dalam pendidikan keluarga.
A.    PERAN AYAH DALAM PENDIDIKAN KELUARGA
1.      Ayah sebagai Pemimpin Keluarga (Leader)
Ayah adalah sosok pemimpin dalam keluarga. Bukan hanya memimpin istri, tetapi juga dalam memimpin dalam mendidik anak. Ayah punya peran yang cukup besar dalam mengarahkan anak serta membimbing anak agar tetap berada di jalur yang benar. Ayah memberikan teladan sikap yang mulia pada anak sekaligus sosok yang memberikan petuah ataupun nasehat ketika anak berbuat kesalahan.
2.      Ayah sebagai Pelindung Keluarga dan Anak
Seorang ayah berperan besar dalam memberikan perlindungan dan rasa nyaman pada anak. Perasaan nyaman pada anak sangat penting untuk menumbuh kembangkan karakter diri anak. Sebagai contohnya tatkala anak sedang berlatih sepeda dan dilepas sang ayah untuk bersepeda sendiri tanpa dipegangi, lantas sang anak merasa takut terjatuh. Di sinilah sang ayah menguatkan sang anak dengan berkata “Jangan takut anakku, ayah di sini ada untukmu. Ayah akan menjagamu”, maka secara tidak langsung kalimat tersebut akan membuat sang anak merasa terlindungi dan nyaman berada di samping ayah.
3.      Ayah sebagai Pemberi Teladan Maskulinitas Anak
Seorang ayah yang baik dalam memperlakukan keluarga akan menghasilkan anak yang pemberani dan percaya diri. Ayah sebagai figur “kekuasaan” di rumah, dapat menjadi standar identifikasi kekuasaan bagi anak, apakah kekuasaan itu dengan fisik, ucapan, bahasa tubuh, ataukah dengan sikap yang elegan. Bagi anak laki-laki itu sebagai standar tingkah laku maskulinitas terhadap keluarganya kelak. Bagi anak perempuan, itu merupakan penentu standar minimal dalam mencari pasangan. Sebagaimana telah kita ketahui bahwasannya laki-laki memiliki adrenalin yang tinggi, sehingga laki-laki memiliki keberanian yang lebih besar dibandingkan perempuan. Dengan didikan yang tepat, seorang anak dapat menjadi sosok yang pemberani. Berani di sini lebih diartikan dalam berani menunjukkan kelihaian dan bakat di depan umum serta berani karena benar. Ayah punya peran krusial untuk meningkatkan kepercayaan diri anak. Lewat bimbingan dan kasih sayang yang diberikannya, seorang anak akan tumbuh dan memiliki rasa percaya diri yang baik.
4.      Ayah sebagai Pemberi Contoh dalam Penyelesaian Masalah
Ketegasan sang ayah dalam mengambil keputusan ketika dihadapkan pada berbagai masalah memberikan keteladanan pada anak agar bijaksana dalam menyelesaikan masalah. Ayah melatih anak untuk dewasa dalam mensikapi masalah serta tidak lari dari tanggungjawab. Ketegasan ayah dalam berkata tak jarang membuat sang anak patuh dan memiliki kekaguman tersendiri terhadap sosok sang ayah.
5.      Ayah sebagai Sahabat Anak
Ayah memiliki peran sentral dalam memberikan kasih sayang, perhatian, dan nasehatnya pada sang anak. Ayah yang baik akan memiliki kedekatan yang baik dengan anak. Dengan demikian anak tidak merasa sungkan terhadap sang ayah untuk mencurahkan isi hatinya dan meminta solusi serta pendapat pada sang ayah sehingga anak merasa nyaman terhadap ayah. Di sela-sela kesibukan sang ayah, sang ayah menyempatkan waktunya untuk bersama anak walau sekedar makan bersama, bermain bersama sehingga kedekatan anak dengan ayah terasa lebih dekat. Perhatian ayah penting untuk sang anak. Jangan sampai karena kurang perhatian keluarga, anak mencari perhatian di luar rumah dan terjerumus pada pergaulan bebas. Ayah wajib perhatian pada pergaulan anak, ayah perlu tahu siapa saja teman pergaulan anak, dimana saja tempat bergaul anak. Dengan demikian ayah dapat memantau perkembangan anak serta menghindari agar anak tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan.
6.      Ayah sebagai Guru dan Motivator Anak
Ayah berperan sebagai guru sekaligus motivator anak. Ayah memiliki tanggung jawab dalam mendidik pengetahuan agama sang anak dan juga mendidik akhlak anak. Ayah memberikan dukungan pada sang anak dalam menjadi pribadi yang berkarakter serta mendukung anak dalam meraih cita-citanya. Misalnya: setiap malam sang ayah mengajar mengaji anak setelah bakda magrib, ayah melatih kedisiplinan pada anak, ayah mendidik kejujuran pada anak sejak kecil, ayah mendongengkan kisah kisah inspiratif pada anak sehingga memotivasi sang anak untuk menjadi orang hebat sebagaimana tokoh inspirasi yang diceritakan sang ayah.
7.      Ayah sebagai Peningkat Kecerdasan Emosional Anak
Seorang ayah umumnya memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dibandingkan seorang Ibu. Keteladanan sang ayah dalam mengontrol emosi akan menjadi contoh bagi sang anak untuk meniru sikap sang ayah. Itulah mengapa seorang ayah memimpin dalam berkeluarga, pengambil dalam setiap keputusan, penentu utama kebijakan keluarga dan pengatur tata kelola sentral dalam rumah tangga. Komunikasi yang intensif antara ayah dan anak akan menumbuhkan sikap saling percaya anatara ayah dan anak. Ayah perlu  memberikan kepercayaan pada anak sambil terus dipantau perkembangan emosionalnya sehingga tingkat kematangan emosionalnya dapat tumbuh dengan baik.   
 
Gambar 2. Peran Ayah dalam Pendidikan Keluarga.
B.     PERAN IBU DALAM PENDIDIKAN KELUARGA
1.      Ibu sebagai Madrosah Pertama bagi Anak-Anaknya
Ibu adalah sosok yang melahirkan anak. Suatu kewajaran bila mayoritas anak lebih dekat pada Ibunya dibandingkan sang ayah. Hal itu tiada lain karena kebersamaan waktu sang anak dengan sang ibu lebih lama intensitasnya di bandingkan dengan sang ayah. Sejak sang anak dilahirkan, batita, balita, remaja bahkan hingga dewasa, sang anak sering menghabiskan waktunya bersama Ibunya. Apa yang dilakukan sang Ibu tak jarang menjadi hal yang ditiru oleh anak. Bahkan tak jarang kepribadian anak diwariskan dari kepribadian sang Ibu. Bukan hanya kepribadian, kecerdasan sang anak pun diwariskan dari sosok seorang Ibu.
Kecerdasan anak 70% diturunkan dari kecerdasan ibu, 30% diperoleh dari faktor lingkungan (lingkungan yang mempengaruhinya memiliki kebiasaan belajar)”
Kalimat di atas benar adanya bahwasannya anak yang cerdas terlahir dari rahim ibu yang cerdas. Karena secara genetis, kecerdasan anak diturunkan dari seorang Ibu bukan seorang ayah. Cerdas tidaknya seorang anak dipengaruhi oleh kecerdasan Ibu. Itulah pengapa wanita dituntut untuk cerdas.
When you teach a man, you teach an individu. But when you teach a woman, you also teach the next generation”
Pepatah tersebut menunjukkan bahwa bila mendidik seorang lelaki berarti mendidik individu, sedangkan bila mendidik perempuan sama halnya mendidik generasi selanjutnya. Mengapa demikian? Karena perempuan melahirkan generasi-generasi selanjutnya. Di sini ibu memiliki peran penting dalam mendidik anak sebab segala apa yang dilakukan Ibu memiliki pengaruh yang besar terhadap kecerdasan anak. Ibu yang mendidik anak dari kecil untuk rajin belajar dan disiplin akan melahirkan generasi yang disiplin dan rajin. Sebaliknya, sosok ibu yang pemalas dan membiarkan anak bermain tanpa dinasehati di waktu jam belajar di rumah maka akan menjadi kebiasaan anak untuk tidak bisa memanage waktu dengan baik dan cenderung diigunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.
2.      Ibu sebagai Motivator dan Inspirator bagi Anak
Seorang ibu harus bisa memotivasi anak untuk menjadi insan yang bermartabat. Ibu dengan kelembutan dan keteguhan hatinya mampu mendorong anak untuk lebih giat belajar dalam upaya mewujudkan cita-citanya. Di sini, seorang ibu berperan sebagai motivator yang memberikan dukungan pada anak dalam meraih mimpi-mimpinya menjadi nyata baik berupa dukungan spiritual (doa), dukungan mental (motivasi dan inspirasi), maupun dukungan material (sarana dan prasarana yang dibutuhkan anak untuk meraih cita-citanya). Ibu adalah sosok figur tersendiri yang menjadi inspirator yang mendorong sang anak memiliki semangat yang berkobar untuk mewujudkan cita-citanya. Sebagai contohnya: sejak dini, ketika anak akan tidur sang Ibu mendongengkan sang anak kisah motivasi berupa kisah kisah orang hebat dunia dalam meraih cita-citanya seperti kisah Bill Gates, kisah BJ Habibie, kisah Steve Marx dan lain-lain. Tak lupa orangtua muslim menceritakan sosok fugur Rosulullah, khulafaur rosyidin, para sahabat dan cendekiawan muslim dunia (Seperti kisah Ibnu Sina yang menjadi dokter di usia 16 tahun, kisah Al Kwarizmi dalam menemukan rumus Aljabar, dan lain sebagainya) yang memiliki peran besar dan memajukan peradaban dan pengetahuan.
Adapun dukungan spiritual, Ibu selalu mendoakan keberhasilan anak setiap waktu serta mengajarkan anak untuk rajin berdoa, sholat, dzikir agar cita-citanya dikabulkan oleh Allah swt sebab antara doa dan ikhtiar harus seimbang. Sedangkan dukungan material yaitu dengan memberikan fasilitas bagi anak untuk mewujudkan mimpinya dengan mengarahkan dan memberikan bimbingan agar anak tidak salah jalan. Contohnya; anak yang bercita-cita menjadi pembawa acara, maka orangtua memfasilitasi dengan mengkursuskannya di public speaking course atau bila terhalang biaya, melatih public speaking  anak secara pribadi dan melihat di Youtube, dan lain sebagainya. Contoh lagi, seorang anak yang bercita-cita menjadi mubaligh dan penulis buku diarahkan dengan dipondokkan serta dikenalkan pada penulis penulis buku sehingga memotivasinya untuk mewujudkan cita-citanya.
3.      Ibu sebagai Guru Bagi Sang Anak
Ibu adalah guru sang anak. Alangkah baiknya seorang Ibu memiliki wawasan yang luas dan kesabaran dalam mendidik anak. Kesalahan para Ibu di era modern adalah membiarkan sang anak lebih dekat pada baby sister dibandingkan dekat dengan dirinya. Bahkan saat anak belajar, yang menemani sang anak belajar bukan seorang Ibu melainkan baby sister. Hal ini sangat disayangkan. Mengapa demikian?. Seharusnya seorang Ibu menemani anak dalam fase belajar yakni mendampingi anak belajar menulis, membaca dan berhitung pada masa kanak-kanak. Selain belajar ilmu pengetahuan umum, seorang Ibu dianjurkan juga memiliki wawasan agama, sehingga seorang Ibu mampu mendidik anak mengaji sendiri sebelum sang anak dititipkan pada sang guru  ngaji. Ya…sekalilagi wanita memang dituntut untuk multitalenta yang serba bisa sehingga bisa memberikan teladan apapun yang dibutuhkan anak.
Proses belajar anak ketika malam baik belajar agama (mengaji) maupun belajar ilmu pengetahuan umum yang didampingi orangtua terutama Ibu akan memberikan kesan tersendiri bagi sang anak. Anak akan merasa diperhatikan, diberikan kasih sayang, didukung dan diberikan teladan langsung dari sang Ibu. Hal ini akan berbeda rasanya bila sang anak belajar ditemani tentor sementara sang Ibu asyik nonton TV membiarkan sang anak belajar sendirian sementara ia acuh dengan sinetron kesukaannya. Semangat anak belajar ditemani Ibu dengan tidak itu berbeda, maka dari itu diperlukan sosok Ibu sekaligus guru bagi anak.
4.      Ibu sebagai Penasehat bagi Anak
Ibu yang baik adalah Ibu yang memiliki kedekatan baik dengan sang anak. Ibu yang penyayang dan lemah lembut serta tegas terhadap anaknya. Bila sang anak melakukan kesalahan, sebagai bentuk wujud kasih sayang maka sang Ibu mengingatkan dengan menasehatinya dengan tutur kata yang lembut. Nasehat yang disampaikan sang Ibu dengan tutur kata yang lembut ini akan membuat anak merasa diperhatikan. Bila sang anak merasa takut sang Ibu memeluknya, menasehatinya, dan menguatkannya. Sebagai contohnya:
a.       Ketika sang anak setelah solat subuh lantas tidur lagi, maka sang Ibu mengingatkan pada anak agar setelah solat subuh tidak tidur lagi dan alangkah lebih baiknya waktu setelah subuh dimanfaatkan untuk mengaji dan belajar mengulas kembali materi yang dipelajari tadi malam serta membantu sang Ibu memasak di dapur menyiapkan sarapan pagi.
b.      Ketika sang anak bangun kesiangan, sang Ibu membangunkan dan menasehatinya agar jangan diulangi lagi dan lebih disiplin untuk bangun pagi agar kegiatannya tidak ada yang terlewatkan.
c.       Ketika anak akan menghadapi Ujian Nasional, Seleksi Lomba, Seleksi Wawancara dan berbagai seleksi lainnya tak jarang anak merasa kawatir, deg-degan, takut. Hal yang dilakukan seorang Ibu tatkala sang anak merasa kawatir adalah memeluknya, membelai rambut putrinya, menguatkan dan memotivasinya agar tetap optimis serta tidak lupa untuk menyeimbangkan antara doa dan ikhtiar.
5.      Ibu sebagai Sahabat Anak
Ibu yang baik selalu mencurahkan kasih sayang dan perhatian pada sang anak. Dengan sang anak merasa mendapatkan perhatian yang cukup dari orangtua, maka sang anak tidak mencari perhatian di luar rumah. Betapa banyak anak yang kurang perhatian dari orangtua, akhirnya mencari perhatian di luar rumah dan terjerumus dalam pergaulan bebas. Hal ini sungguh sangat disayangkan, orangtua termasuk Ibu yang seharusnya memberikan perhatian pada anak sehingga anak menjadi merasa nyaman justru sebaliknya yang berakibat pada rusaknya moral anak karena anak mencari perhatian diluar rumah dan terjerumus pada hal negatif. Ibu yang baik berperan sebagai sahabat anak, sehingga sang anak tidak merasa sungkan tatkala menghadapi masalah lalu mencurahkan masalahnya pada sang Ibu. Dengan cara ini, sang anak akan memiliki kedekatan yang baik dengan Ibu dan Ibu dapat menjadi problem solver  bagi sang anak. Sungguh merupakan suatu kebahagiaan tatkala anak mau mencurahkan apapun yang dirasakan sehingga orangtua dapat memberikan solusi pada sang anak.
Gambar 3. Peran Ibu dalam Pendidikan Keluarga.

*****
Pembagian peran yang seimbang antara ayah dan ibu akan menghasilkan generasi yang berkarakter. Anak yang cerdas secara akademik dan memiliki akhlak yang mulia diimbangi dengan keterampilan-keterampilan yang memadai merupakan investasi terbesar dalam dunia pendidikan dalam mewujudkan Indonesia berkarakter. Generasi muda yang berkarakter sangat penting bagi bangsa Indonesia, mengingat maju mundurnya suatu negara terletak di tangan pemuda. Pendidikan keluarga melalui kerjasama yang baik antara ayah dan ibu dalam menjalankan perannya masing-masing merupakan aset berharga suatu bangsa untuk kemajuan suatu bangsa dalam mencetak generasi berkarakter. Dengan demikian, pendidikan keluarga yang mencakup pemberian kasih sayang dan perhatian orangtua serta didikan ilmu pengetahuan (ilmu pengetahuan umum dan pengetahuan agama) dari orangtua dapat melahirkan generasi yang berkarakter dan berbudi luhur sehingga dapat membawa bangsa Indonesia di masa depan lebih baik. 


***** SEMOGA BERMANFAAT *****
#sahabatkeluarga



Tidak ada komentar :