HALIMAH BINTI MASDARI

Jumat, 20 Februari 2015

RIDHO ALLAH BERSAMA RIDHO ORANGTUA

RIDHO ALLAH BERSAMA RIDHO ORANGTUA
             
*****TENTANG CINTA*****
            Inilah tentang kisahku, kisah cinta yang tiada berujung hingga saat ini. Bagiku suatu kisah yang menyakitkan adalah suatu pembelajaran yang berharga untuk proses selanjutnya. Pertama adalah kisah dimana cinta pertamaku, ya saat itu aku masih kelas 1 SMP dan cinta itu berlanjut hingga aku kelas 2 SMA (5 tahun). Si B (nama inisial orang yang aku suka) ini anaknya kalem, lembut, santun, dan terpandai di sekolahku. Mungkin inikah yang namanya cinta pertama atau cinta monyet atau apa aku tak mengerti. Aku mencintainya dari kejauhan tanpa ia tahu. Sebenarnya kami saling mencintai, tetapi aku tak berani pacaran. Karena aku masih terngiang pesan Bapakku:
“Nduk, Bapak boten ridho nek pean pacaran. Mbok yah o, mesakke Bapakmu, neg sampean pacaran iku maksiyat. Lah sampean putrine Bapak, neg pean maksiyat (pacaran) besog neg alam kubur bapak juga ikut disiksa malaikat. Mbok yaho wedi marang siksane Gusti. Seng taat Marang perintahe Allah. Allah boten sare nduk”.
Meskipun aku mencintai, namun aku tiada berani kalaupun diajak pacaran. Karena aku masih ingat wejangan Bapak, mesakke Bapak. Kalau aku pacaran, Bapak turut disiksa malaikat.
Maka aku pertegas dan aku mengatakan padanya:
“Aku tidak berani pacaran. Bapakku ndak meridhoi, sebab ridho Allah bersama ridho kedua orangtua. Toh…hakekatnya cinta tiada harus berpacaran, nanti kalau jodoh pasti Allah pertemukan kembali di percintaan yang halal”.
Ku kira ia, ia setia menunguku dan tak berpacaran hingga suatu saat nanti kita menikah. Ternyata bullsyit, dia tidak sabar menunggu dan yang lebih menyakitkan ia berpacaran dengan sahabat karibku sendiri (backstreet). Dibilang syok…ia aku syok, suatu penghianatan dari kawan karib sendiri. Ah sudahlah, mungkin ini bukan jalanku. Karena apapun yang Tuhan berikan adalah yang terbaik. Mungkin ia bukan yang terbaik untukku, 5 tahun berakhir penghianatan…mungkin ia lebh pantas mendapatkan yang lebih baik dariku dan aku lebih pantas mendapatkan yang lebih baik darinya. Perjalanan move on 5 tahun, bukanlah hal yang mudah…dibilang sering menangis dan menyebut namanya dalam setiap doa, tentu iya. Tiada rasa benci meski sangat tersakiti dan dikhianati sahabat sendiri…hanya aku butuh waktu sendiri untuk menenangkan diri.
Kisah cinta kedua berlanjut, karena aku tiada bisa move on, sahabat-sahabatku yang lain turut bersedih. Maka dikenalkanlah aku dengan teman-teman ia, tetap saja hatiku tiada bisa berpaling…entah inikah cinta Laila dan Qois. Kalau Qois, ah bukan, dia saja tak sabar menungguku dan memilih berpacaran dengan wanita lain.
Suatu saat, aku dikenalkan dengan si AF, kakak sepupu dari sahabatku. Begitu mengenalku ia sangat mencintaiku, aku sendiri tak tahu kog bisa ia mencintaiku. Dibilang cantik, aku ngerasa pas-pasan, dibilang kaya aku dari keluarga lower class. Entahlah, ia sanggup menerima segala kekuranganku. Dibilang nervous, saat itu nervous banget karena memang aku sama dia perbedaanya seperti langit dan bumi. Dia putih, tinggi, mancung…sedangkan aku tinggi, hitam manis, lugu. Dia dari upper class, sedang aku dari lower class. Entahlah tapi ia mengenalku baik, bahkan ia sudah mengenal sosok keprinadianku entah dari tanya-tanya temanku atau bagaimana aku tak mengerti. Aku kenal dia tapi setiap didekati aku tidak mau, yups sekedar say hello dan hi ala kadarnya dan seperlunya saja. Meski ia mencintaiku, kami tiada pernah ketemu kecuali saat pertama bertemu dan diperkenalkan….itupun perkenalan di tempat ramai, dan ada teman-temanku. Aku sama dia berjarak 1-2 m, kalau kami bicara agak jauh. Apalagi waktu itu masih polos-polos dan lugunya, tiap deket ikhwan dredeg.
Terakhir, ia mengajakku ke rumahnya saat acara sedekah bumi. Ia hendak mengenalkanku kepada orangtuanya. Tetapi Bapakku tiada meridhoiku, maka dengan segenap rasa hormat aku menolaknya:
“Maaf kak, Bapak tak meridhoiku ke rumahmu. Karena tak etis wanita bermain ke rumah ikhwan. Apalagi kita bukan makhram. Ridho Allah bersama ridho orangtua, maka maafkan aku tidak bisa datang ke rumahmu”.
Ya, aku tahu ia sangat kecewa. Tetapi tetaplah aku berpegang pada taat kepada kedua orangtuaku. Aku ketemu dia cuman sekali. Karena dia kecewa tidak bisa memperkenalkan aku ke keduaorangtuanya. Maka iapun memutus tali silaturahmi denganku tanpa suatu komunikasi kembali seperti dulu. Ya…tidak apa, mungkin ini jalan yang Tuhan berikan sebagai ujian apakah aku tetap taat orangtuaku ataukah tidak.
Cinta ketiga berawal karena hobi yang sama dan kita sering bertemu di ajang lomba. Sebut saja namanya S. Ia handsome, putih, baik, anaknya cerdas dan lincah. Hobi kita sama, ia sering mengikuti lomba dan akupun sama. Ia mahir bertilawah, berpidato dan nasyid, akupun sama. Ia sosok yang cerdas dalam bidang duniawi dan ukhrawinya. Kami sama-sama ada rasa, dan saling mengagumi atas prestasi masing-masing. Seiring dengan berjalannya waktu, rasa itupun tumbuh menjadi rasa cinta, namun cinta dalam diam. Kami tiada pernah berjumpa kecuali saat even-even lomba dan seminar. Kendati demikian, meski aku suka, akupun tak mau jika bertemu tanpa suatu tujuan yang jelas seperti lomba, belajar, ngaji bareng atau refreshing. Kalau sekedar main atau ngeceng, entahlah aku tidak menyukai yang demikian. Justru cinta yang jarang bertemu, itu semakin besar rasa rindunya. Semakin besar menahan rasa rindu, maka cinta itu akan semakin besar. Hakekat cinta yang sejati ia akan menjaganya. Berarti ia tidak mau berduaan, tidak mau berpacaran, tidak mau menyentuh atau melakukukan apapun kecuali ia sudah halal baginya. Karena cinta berarti menjaga. Ketika seseorang mengatakan cinta lalu memaksamu berpacaran berarti ia tak mencintaimu melainkan hanya nafsu.
Suatu hal yang luar biasa, ia mengatakan tak berpacaran dan mencintaiku. Akupun sama. Dalam fikirku, jika kita berjodoh, nantilah Allah yang mempertemukan tanpa perlu berpacaran. Cinta akan sabar menungu sampai di batas waktu, waktu yang halal (pernikahan) untuk cinta itu tumbuh dengan indah. Ternyata suatu bullsyit….disinilah aku mengerti ternyata dia shoot at my friend tanpa sepengetahuanku. Dibilang kaget, yups kaget.
“Bukankah katanya dia tak mau berpacaran, pacaran banyak mudhorotnya, banyak dosanya. Lah kog dia berpacaran, astagfirullah hal adzim”
Dibilang kecewa, tentu aku kecewa. Maka tiada sesuatu yang perlu disesali, karena mereka adalah jalan Allah untuk menguji kesabaranku, mereka adalah jalan Allah seberapa jauh aku berbhakti padanya, dan mereka adalah jalan Allah sebagaimana aku teguh terhadap pendirianku untuk selalu taat pada perintahNya dan perintah kedua orangtuaku. Terimakasih Ya Rabb engkau telah menjagaku dari berpacaran.
Prinsipku sendiri aku tiada mau berpacaran, meskipun aku jua mencintai seseorang dari kejauhan. Mencintai adalah hal wajar. Karena manusia tercipta dengan fitrah yang namanya cinta. Cinta itu suci yang artinya menjaga, ketika anda mencintai seseorang berarti anda akan berusaha menjaga perasaannya, tiada menyentuhnya kecuali ketika halal waktunya, kalaupun berkata sekedar yang penting saja. Hal yang menjadi pertimbanganku sehingga aku selalu mengurungkan niatku berpacaran adalah:              
  1. Berpacaran adalah maksiyat. Berarti kalau aku bermaksiyat, maka aku mendurhakai Allah, padahal aku sangat mencintai Allah.
  2. Mesakke Bapakku. Bagaimana tidak???...jika aku berpacaran, maka di alam kubur nanti Bapak juga turut disiksa malaikat.
  3. Allah berhak memanggilku kapan saja. Jika Allah memanggilku saat berpacaran, lalu bagaimana nasibku…meninggal dalam kondisi durhaka terhadap Allah SWT. Maka aku berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari berpacaran. Kalau sekedar suka ya wajar, orang aku juga manusia biasa.
  4. Allah tiada pernah tidur, sudah seharusnya aku malu kalau aku pacaran Allah melihatku, sedang diriku dalam bermaksiyat padanya. Maka dari itu, aku menghindari pacaran.
  5. Kalau aku berpacaran berarti aku mendurhakai kedua orangtuaku. Karena Bapak dan Emakku melarangku berpacaran. Padahal ridho Allah bersama ridho orangtua. Maka bagiku lebih baik memilih tidak berpacaran, meskipun godaan berpacaran teramat besar, teramat saat yang shoot at me adalah orang yang jua aku cintai.
Cinta keempat adalah saat aku dibangku perkuliahan, tepatnya saat semester 3. Seorang bernama IP, dengan segudang prestasi mencintaiku. Aku sendiri masih tak percaya, terlebih banyak wanita yang mengadu padaku ia pernah dipermainkan sama si IP. Tapi entahlah, begitu aku menolaknya ada rasa tak tega ketika ia memintaku untuk diberi kesempatan dan ia berjanji akan bertaubat dan menjadi manusia yang lebih baik lagi akhlaknya.  Pertama saat ia shoot at me, aku menolaknya karena seseorang memberitahuku ia mempunyai pacar. Yang bikin kaget.
“Lah kog punya pacar…nembak aku, perasaannya dimana…lah terus pacarnya gimana?”      
Secinta apapun dengannya tetap aku tolak, mana mungkin aku tega menyakiti perasaan cewknya. Aku juga seorang wanita, tentulah tak tega menyakiti hati wanita, mending tak bersama dia daripada jua menyakiti perasaan wanita lainnya. Namun dia, tiada menyerah…dia masih menyatakan bahwa ia sudah putus dengan pacarnya sambil membawa bukti bahwa ia sudah putus.
Kemudian ia memintaku untuk memberinya kesempatan, kali ini ia tak memintaku sebagai pacar tetapi lebih berkomitmen untuk memantaskan menjadi calon imam hidupku. Karena kelihatannya serius, toh ia berjanji perlahan akan merubah sikapnya, ia akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Namun aku masih belum berani. Saat itu yang kukatakan:
“Kak, sehebat apapun engkau. Engkau jua terlahir dari rahim seorang wanita. Apa engkau tega menyakiti perasaan wanita, sementara ibumu jua seorang wanita. Bagaimana perasaanmu jika ibumu disakiti lelaki, apa kau tega. Hormati wanita, sebagaimana sebab hebatnya seorang lelakipun tiada lepas dari peran wanita”.
Entahlah, kataku mak jleb atau bagaimana…aku sendiri tak mengerti, aku hanya mengungkapkan berdasarkan hati nuraniku. Yang aku tahu ia masih memintaku untuk diberi kesempatan sembari meyakinkanku akan memantaskan diri menjadi calon imam dll. Ia berjanji bahwa kita akan saling memotivasi, saling bersama menjadi satu kita juara. Sementara sambil berproses, kita sahabatan dulu karena aku tak berani pacaran. Entah ada badai apa, aku tak mengerti….aku tanya ia pelan-pelan tanpa emosi memintanya agar ia jangan berlaku kasar,…perlahan-lahan kasar itu dihilangi. Setiap orang berhak berubah baik kog. Tetapi apa yang ia lakukan tiadalah etis, dia mengatakan bahasa yang teramat keras…semacam misuh….sambil mengancam. Oh my God, mengapa cinta harus dengan ancaman?...kalau tidak diterima akan mengahiri hidupnya, ketika diterima berlaku kasar. Bahkan hujatannya luar biasa, bahasa bukan manusia diungkapakan…apakah pantas bahasa makhluk lain digunakan manusia. Apakah pantas seorang intelektual yang notabenya berpendidikan tinggi berkata kasar seperti mengumpat.
Ia meninggalkanku, tanpa mengakhiri komitmenya dan berganti wanita entah ke berapa banyaknya. Itu terserah dia. Mungkin saja tak betah jua tak tahu, karena aku tiada pernah mau diajak berduaan. Suka boleh tanpa ketemuan membahas yang tak penting kecuali sekedar belajar. Romantis memang dianjurkan tetapi bagi mereka yang sudah halal (suami-istri), tetapi sangat dilarang bagi yang bukan makhram bukan mukhrim berkhalwat. Entahlah…sikapnya yang luar biasa kasar membuatku shock dan down..tepat saat UAS semester 3, karena perlakuan kasar itu nilaiku hancur dan mlorot drastis. Aku sangat shock dengan ancaman itu…tetapi memaafkan adalah jalan yang lebih baik.
Tiada aku membencinya, melainkan dalam setiap tangisku ketika mengingatnya, semoga pintu hidayah selalu diberikan padanya dan untukku pula. Dia, mas IP adalah jalan bagi Allah untuk menguji kesabaranku, untuk menguji ketegaranku, untuk menguji kesetiaanku. Bagaimana aku masih berpegang teguh pada wejangan orangtua, alhamdulillah atas perlakuannya yang super kasar menjadikanku tidak jadi berpacaran sehingga aku tetap bisa taat terhadap wejangan orangtua. Dengan perlakuannya yang kasar, menjadikanku taat pada Allah. Allah mengingatkanku untuk tidak berpacaran dengan perlakuannya yang kasar. Allhamdulillah, dengan jalan ia kasar menjadikanku tetap setia pada pesan kedua orangtuaku. Terimakasih telah melatihku sabar, kuat dan tegar.
Bagiku keempat kejadian tersebut adalah pelajaran yang sangat luar biasa, ujian untuk melatihku apakah aku tetap setia pada wejangan keduaorangtuaku ataukah tidak. In syaallah sampai kapanpun aku tiada tergoyah untuk berpacaran, cukup berpasrah. Yang menjadi fokusku adalah meraih mimpi dan mewujudkannya menjadi nyata, lalu membahagiakan orang-orang yang aku sayangi terutama ibu, adek kandungku, dan Bapak beserta daftar orang-orang yang aku cintai lainnya. Alhamdulillah..semoga dari segala kejadian,melatihku untuk berfikir dewasa dan rasa sakit yang kurasakan semakin mendekatkanku padaNya. Karena apapun yang terjadi tiada yang sia-sia melainkan untuk diambil hikmahnya.
In syaallah fokus pada karir dan memperjuangkan mereka-mereka orang-orang yang aku cintai itu jauh lebih baik. Masalah jodoh, wallahu a’lam, jika suatu saat nanti ada yang mengatakan cinta padaku tiadalah aku mudah percaya. Kecuali ketika ia berani mengatakan itu pada kedua orangtuaku, menghitbahku dan menikahiku, barulah aku percaya. Jika memang aku jua mencintainya, akupun akan menerimanya apa adanya terpenting ia mencintaiku apa adanya, ia berakhlakul karimah, dan bisa membimbingku. Entahlah..masalah jodoh adalah urusan belakang, siapapun yang Allah takdirkan nanti denganku, in syaallah aku akan mengabdi padanya sepenuh jiwaku padanya sebagaimana Sayyidah Khodijah mengabdi pada Rosulullah sebagaimana rasa taatku pada Tuhanku. Jika memang sekarang aku jutek, memang seharusnya aku jutek…karena romantis hanya untuk orang yang halal menenerimanya, yakni suami kita nanti untuk kaum hawa. Namun terpenting adalah sekarang bagaimana aku berfokus pada karir dan membahagiakan orang-orang ang aku sayang, keluarga, kaum dhuafa, fakir miskin, dan saudara-saudaraku yang super tegar di panti (mereka tanpa ayah dan ibu). Tetapi hati mereka begitu kuat menerjang kehidupan. Kepahitan yang kualami adalah ujian bagaimana untuk aku mengambil hikmah dan berhusnudzan atas setiap takdir yang Allah berikan….:)
Tuhan…
Apapun yang terjadi tiada yang kebetulan
Melainkan semua berjalan atas izin dan takdirMu
Jadikanlah rasa syukurku dalam setiap takdir baik
Jadikanlah rasa sabar teman takdir burukku
Ajarkan aku arti ikhlas meski hati ini sering meronta
Ajarkanlah arti sabar menghadapi setiap ujian darimu
Ajarkanlah bagaimana aku bersikap dewasa
Sungguh…
Aku meminta kuat kau beri masalah
Agar aku belajar sabar
Aku ingin setia dan taat
Kau uji dengan godaan
Agar aku tetap berpegang teguh pada keyakinanku
Jadikanlah setiap sedih dan laraku
Sebagai jalan semakin dekat denganMu
Jadikanlah setiap senang dan bahagiaku
Sebagai rasa taatku terhadapMu
Jadikanlah setiap langkah kakiku  
Berjalan pada jalan yang kau ridhoi
Terimalah taubatku atas segala dosa dan kesalahanku
Ingatkan aku agar aku senantiasa kembali ke jalanMu
Ajarkan aku arti berlapag dana
Menerima segala qodho’ qodarMu dengan hati yang ikhlas
Tanamkan hati yang selalu berkhusnudzan   
Dalam setiap peristiwa di hidupku
Segala puji syukur bagiMu
Rabb…Tuhan Semesta Alam           
Penguasa Alam Raya
Yang mengasihi segala makhluknya
Yang adil lagi bijaksana
Allahu Ar-Rahman
*****
Ini adalah sebagian kenangan yang memotivasiku untuk bangkit, supplemen meraih mimpi, vitamin untuk melangkah dan membahagiakan orang-orang yang aku sayang atas izin Tuhanku. Terimakasih kata-kata pedasnya, ini adalah hadiah terindah...:)...All praises to Allah telah mengujiku menjadi sabar melalui hal ini...:)
Rhido kedua orangtua sangatlah penting, hal ini terbukti dimana ketika hampir pacaran gagal terus, alhamdulillah Allah masih menjagaku dari pacaran. Duhai Rabb...jika hatiku lemah dan tergoyah hendak bermaksiyat terhadapMu, maka tegurlah aku...bimbing aku menuju jalanMu, ajarkan aku berkhusnudzan dalam menerima setiap takdirmu...:)



Minggu, 15 Februari 2015

PESTA PINDANG

PESTA PINDANG

Siang itu, Amir mengantarkan Fathiyyah ke pasar. Entah gerangan apa, siang-siang ditengah panasnya terik matahari, Fathiyah begitu semangat antusias pergi ke pasar. Rupanya inilah gerangan yang membuat sosok gadis ini rela berpanas-panasan bersimpanng siur dengan debu asap kendaraan bermotor dan butir-butir partikel yang melekat dipipi.
“Fat, kau mau beli apa?,” tanya Amir pada Fathiyyah dengan penasaran saat mereka di tempat perbelanjaan.
“Pindang sama Lele,” jawab Fathiyyah singkat sembari tersenyum.
“Haaa…pindang dan lele sebanyak itu,” kata Amir melongo saat melihat Fathiyah membeli 20 bungkus pindang dan 20 ekor lele. “Untuk  apa Fat sebanyak itu, keluarga kamu kan cuma 4 orang…heee, kalaupun kamu berikan aku juga masih sisa banyak,” lanjutnya.
“Ah kau ini Mir…buat pesta nanti sore,”ucap Fathiyyah singkat.
“Hah..pesta dikasih makannya pindang, ih pelit banget sih kamu sama tamunya. Setahu aku pesta itu makannya kayak kue tar, nasi tumpeng, kue-kue bolu, apa kek yang modern dikit,” sanggah Amir.
“Kau tahu siapa tamunya???,” tanya Fathiyyah pada Amir.
“Ya nggaklah kan kamu yang ngadain acara, aneh aja pesta makannya pindang, baru tahu juga sekarang.”
“Tamunya bukan kamu, bukan teman kita seangkatan, bukan pula yang lain…tetapi keluargaku.”
“Bapak Ibu kamu maksudnya?”
Fathiyyah diam menggelengkan kepala pertanda tidak.
“Lalu siapa Fat?,” tanya Amir.
“Para kucing yang liar dijalan-jalan, di pasar, kucing yang tidak terawat, dan kucing yang tak punya majikan,” papar Fathiyyah.
“Baru kali ini dengar…pesta pindang, lagian kenapa nggak buat manusia aja sih Fat?.”
“Karena aku sudah ada niatan bahwa jika kelak aku nanti juara lomba foto, maka akan kuberikan pesta pindang pada kucing jalanan, kucing liar,” kata Fathiyyah sembari tersenyum.
“Kan sayang pindang yang gedhe-gedhe buat diberikan kucing, lelenya juga besar-besar…sayang banget mending buat makan manusia aja, kayak aku…heehe, mending kucingnya dikasih pindang yang kecil-kecil aja…heee” celoteh Amir.
“Mir, tahukah engkau ketika kita memberi sesuatu pada orang lain ataupun binatang sangat dianjurkan memberinya yang baik. Oh ya, andaikan kamu aku beri…kamu lebih suka aku beri mangga yang mulus ataukah mangga yang bercak-bercak coklat atau mangga yang ukurannya kecil agak masam?.”
“Ya jelas milih mangga yang mulus, manis dan gedhelah aku…gila aja kalau milih yang kecil, masam, bercak-bercak lagi,” kata Amir.
“Oranglainpun atau binatangpun jua sama dengan halnya kamu Mir. Mereka akan lebih suka bila diberi sesuatu yang baik. Demikian halnya kucing, meskipun dia tidak bisa bicara. Dia jua suka kalau diberikan pindang yang besar-besar Mir,” papar Fathiyyah.
“Lah kenapa kamu ngasihnya ke binatang, kenapa nggak milih manusia aja Fat? Fakir miskin, dhuafa, atau yatim piyatu kek kan bisa…nggak kucing atau binatang lain?...dasar aneh,” elak Amir.
“Amir…ada hal yang perlu kau tahu. Dikatakan manusia itu bermanfaat apabila ia bisa bermanfaat bagi lingkungan disekitarnya, termasuk manusia, hewan, tanaman, dan makhluk Allah yang lain. Kucingpun makhluk Allah, ia juga butuh kasih sayang dan kepedulian manusia. Apa iya sementara kita mendapatkan rizki banyak, lalu kita membiarkan kucing-kucing disekitar kita kelaparan. Ketika engkau mencintai makhluk Allah yang lain, maka Allahpun akan menanamkan kasih sayang makhluk yang lain terhadapamu meskipun tanpa sepengetahuan kamu. Ketika engkau menyayangi dan peduli terhadap binatang, binatangpun akan menyayangimu. Tahukah engkau…ada suatu kisah tentang seorang wanita tunasusila yang diampuni dosa-dosanya karena beliau mempunyai rasa kasih sayang yang tinggi terhadap binatang. Beliau memberikan minum anjing yang kehausan. Masih ada kisah lagi…tentang seorang ulama yang ahli menulis kitab, suatu malam ia akan menulis dengan tintanya, tiba-tiba tintanya dihinggapi lalat dan dibiarkan lalat itu meminum tintanya tanpa mengusiknya. Kau tahu…Tuhan mencintainya karena dia memuliakan binatang. Ada pula suatu kisah lain tentang seorang pemuda yang membeli emprit yang disiksa anak kecil dibuat mainan anak kecil tersebut sehingga terluka, lalu setelah dibelinya emprit itu dilepaskan untuk terbang kembali. Kau tahu…Allah menyayanginya sebab ia merasa iba terhadap burung emprit itu,” ulas Fatthiyah dengan jelas.
“Oh gitu ya Fat…berarti pengetahuanku tentang BERMANFAAT masih terlalu sempit, jadi yang dimaksud bermanfaat yang sejatinya adalah kala kita bisa bemanfaat bagi lingkungan sekitar termasuk bermanfaat pada sesama manusia, bermanfaat pada lingkungan (tidak merusak lingkungan), peduli terhadap tanaman (tidak mencabutnya, meusaknya, menebangnya secara tak beaturan tetapi merawat dan menjaga agar tetap lestari), sayang dan peduli terhadap binatang. Tidak mengusik ketenangannya,” kata Amir.
“Iya Mir. Ketika kita mencintai makhluk Allah dengan menjaganya, maka Allahpun mencintai kita. Barang siapa tidak mempunyai belas kasihan ataupun sikap kasih sayang terhadap makhluk Allah yang lain, maka Allahpun tak menanamkan kasih sayang makluk Allah terhadapnya,” ucap Fathiyyah sembari tersenyum.
Lalu Amirpun segera membantu Fathiyyah memasak, ia bantu Fathiyyah mencuci pindang-pindang dan lele-lele yang akan digoreng. Sedang Fathiyyah mempersiapkan bumbu, lalu digorenglah pindang-pindang dan lele-lele itu di atas wajan hingga matang dan berbau harum. Pesta pindangpun dimulai, Fathiyyah ditemani Amir pergi ke tempat dimana biasanya mereka mejumpai kucing liar, lalu diberilah makan para kucing itu dengan pindang dan lele. Hati merekapun nampak senang tatkala melihat kucing-kucing itu makan dengan lahapnya.
*****
SEMOGA BERMANFAAT   





Jumat, 13 Februari 2015

EVERYDAY IS MY BEAUTIFUL VALENTINE

Setiap Hari adalah Hari Valentin

            Siang itu sangat cerah, Hadi, Rani, Siti, dan Halisa berjalan menyusuri pasar. Oh ya hari ini adalah hari dimana kalayak muda ramai merayakan hari valentin.
”Sit, hari valentine loh…mau coklat nggak???...hehe,” kata Hadi sembari cengingiran.
“Ehem-ehem…cieh,” suara Rani menyambar percakapan Hadi.
“Apaan sih Ran…ngiri aja deh. Mau nggak Sit?,” jawab Hadi ketus.
“Nggak usah deh akhi…walentin kan haram, ngasih coklat juga haram”.
Hadipun tertunduk diam. Rani si kocak, ceplas-ceplospun turut andil bicara.
“Sit…kalau begitu aku lak haram…heheh..sekujur tubuhku kan coklat, kulitku kan coklat sawo-sawo sepet gimana gitu…heeee,” ucap Rani.
“Haaa…sawo-sawo sepet…huahaa,” ceplos Hadi.
“Apaan si Loh Di…rese aja, main nyambar-nyambar aja,’ protes Rani.
Si Siti cukup tersenyum, maka si Halisapun turut bicara.
“Sudah-sudah nggak boleh ribut. Setiap hari itu valentin, bukankah kalian tiap hari berkasih sayang dengan keluarga kalian, dengan ayah, ibu, saudara kalian?”.
Semuanya terdiam dan cukup menganggukkan kepala sebagai pertanda bahwa mereka mengiyakan.
“Ngasih coklat itu boleh, semua tergantung niat kalian. Kalau niatnya ngasih coklat buat sedekah, ngasih bunga buat sedekah daripada layu atau daripada nggak suka atau daripada punya banyak….ya itu bagus. Atau mungkin ngasih makanan buat sedekah…ya boleh-boleh saja kan untuk kebaikan meskipun itu di hari valentine atau tidak. Nah coba pikir deh, kalian (Siti, Hadi, Rani) suka coklat nggak misalkan tidak valentine?,’ tanya Halisa sembari memandangi satu persatu temannya.
“Suka bangetlah…coklat kan menenangkan,” sahut Rani.
‘Suka…apalagi kalau lagi bete,” tambah Siti.
“Suka banget…nikmat…yummy,” kata Hadi.
“Nah tuh boleh, kenapa makanan yang halal kalian haramin. Niatin saja kalau ngasih untuk sedekah. Heee…oh ya seandainyapun kalian tidak suka atau tidak merayakan valentine, tolong jangan menghina atau menghujat keburukan valentine. Bukankah kita juga tak mau dihina, ya jangan menghina atau meremehkanlah…kan saling menghargai. Nggak suka ya nggak usah ngerayakan tetapi nggak usah menghujat,” lanjut Halisa.
“Iya Bu ustadzah…hehe,’ kata Rani cengengesan.
“Aaamiiin…,” kata Hadi dan Siti kompak barengan.
Halisa cukup tersenyum dan ia melanjutkan penjelasannya.
“Oh ya kita hidup kan harus saling menghargai. Terpenting kita tidak turut merayakan…selama mereka tidak mengganggu kita, mengapa kita mengganggu mereka. Oh ya…dalam islam kan ada hari lailatul qodar, nah misalkan ada seorang atau beberapa orang non muslim berkata padamu…”tolak lailatul qodar, I am non islam, NO LAILATUL QODAR”…nah bagaimana perasaanmu saat mendengar itu?,’ tanya Halisa.
“Ya, sakit hati bangetlah aku. Nggak ngrayain nggak papa, tapi ya jangan ngehina,” jawab Siti.
“Aku juga…hehe,’ sahut Rani.
“Dasar pengikut....ngekor..wewewe…hahah,” Ledek Hadi pada Rani.
“Biarin…kayak kamu nggak aja…hehe…lanjutin Halisa, lalu kita harus gimana dong?,” kata Rani.
“Kalau kalian sakit diperlakukan demikian, mengapa memperlakukan demikian bersorai-sorai “I AM MUSLIM, NO VALENTIN”. Perasaan mereka juga sama seperti perasaanmu ketika hari besarmu dilecehkan atau direndahkan. Tidak merayakan boleh, tetapi jangan menghujat…Kau tahu, mereka melakukan itupun bukan kebetulan melainkan ada yang mengatur. Apakah seorang menginginkan kafir?...jawabannya tentu tidak. Tidak ada seorangpun yang menginginkan keburukan. Semua itu terjadipun atas izin Allah. Kau tahu…siapakah yang berhak menyesatkan hambanya atau menunjukkan hambanya pada jalan yang lurus. Allah bukan?,” papar Halisa.
“Iya yang berhak menyesatkan dan memberi hidayah adalah Allah,” jawab Hadi.
“Sekarang aku tanya lagi…bagaimana jika dalam sebuah drama perannya protagonis semua?”, lanjut Halisa.
“Jelas hambarlah…ceritanya flat…nggak greget. Kalau semuanya baik, mana ada konflik, ya nggak serulah…padahal seru-serunya cerita kan pas konflik lalu ada resolusi…hehe,” Jawab Siti.
“Lah yang bagus gimana?,” tanya Halisa kembali.
“Ya..yang ada protagonis, antagonis dan tritagonisnya. Jadi ceritanya seru…ada yang jahat, ada yang baik, ada yang nengahin…nanti ada konflik, klimaks, trus resolusinya…hehe,” sahut Rani.
“Siapa yang membuat tokoh itu harus melakonkan protagonis, antagonis, dan tritagonis?,” tanya Halisa kembali.
“Ya Sutradaralah..haha…sutradara yang ngatur supaya ada yang berperan sebagai antagonis, protagonis dan tritagonis biar cerita itu hidup nggak datar gitu-gitu aja,” jawab Hadi.
“Nah…kalian tahu jawabannya. Demikian pula kehidupan sesuangguhnya, Allahlah Sutradara Alam Semesta. Ia yang mengatur baik buruknya seseorang, agar hidup inipun tidak datar. Allah pulalah yang menyesatkan dan memberikan hidayah pada hambanya, semua terserah Allah. Maka dari itu kita harus saling menghargai, yang baik tidak boleh mencaci yang buruk, karena belum tentu buruk, selamanya akan buruk. Karena kita tiada tahu, siapa tahu sebelum menjelang ajalnya ia sempat bertaubatan nasuha. Wallahu a’lam. Semua terserah Tuhan. Demikian pula yang baik belum tentu baik…banyak yang pagi beriman, sore kafir. Pagi kafir sore beriman atau bisa juga istiqomah kafir terus ataupun istiqomah beriman terus. Wallahu a’lam, semoga kita termasuk orang yang mendapatkan hidayah dan pertolongan Allah,” papar Halisa.
“Terimakasih Halisa…its good reminding to me,” kata Hadi.
“Aku juga…makasih Halisa,” sahut Rani.
“Thanks Halisa…melalui dirimu aku tersadar. Tuhan mengingatkanku bahwa kita tak boleh merasa lebih baik dari orang lain dan mencaci orang lain. Okelah kalau begitu mana coklat yang mau kamu kasih Hadi…hehee,” kata Siti.
“Huh..sekarang mau tadi nolak,’ celoteh Hadi.
“Mau dong, ngapain rizki ditolak…buat ngganjal perut kan bisa…haaa,” kata Siti.
“Aku juga mau,” kata Rani.
“Oke deh…kalau begitu aku beli coklat 4 aja sekalian buat kita berempat,” ucap Hadi.
“Thanks Hadi,” kata Halisa, Siti dan Rani kompak barengan.
*****
SEMOGA BERMANFAAT





Senin, 26 Januari 2015

KETULUSAN CINTA


CINTA YANG TULUS
Jika engkau mencintai seseorang tanpa syarat...tanpa memandang apapun darinya. Bukan karena kecantikannya/ ketampanannya, bukan pula karena kecerdasan ataupun kepandaiannya, Bukan karena kaya atau miskin, bukan karena apapun yang ada didalamnya. Namun engkau mencintainya dengan tulus tanpa melihat kelebihan yang ada pada dirinya. Bahkan engkau mau memaafkannya meskipun berapa kali engkau dikhianati, engkau diberlakukan kasar dan lain sebagaiNya. Karean cintamu tak menuntut balasan cinta dariNya, karena cinta yang tulus tak mengharap apa-apa kecuali keridhoan hati yang dicinta...melihatnya bahagia meskipun dengan orang lain adalah anugerah, meski tidak bisa dipungkiri tekadang dada terasa sesak...tetapi ikhlaskanlah...Bukankah cinta yang sejati adalah turut bahaga ketika yang dicintai bahagia.
Ø  Jika ia bejad akhlaknya, maka kau menerimanya dengan tulus dan mau mengajarinya pada kebaikan dengan selalu mendoakannya pada Tuhan agar hidayah senantiasa dilimpahkan padanya.
Ø  Jika ia tak cantik wajahnya, kau terima ia apa adanya tanpa membandingkan ia dengan wanita lain yang mungkin lebih indah parasnya.
Ø  Jika ia tak kaya, kau mau menerima apa adanya tanpa merendahkan keluarganya dan dirinya.
Ø  Kau bisa menerima segala tentang masa lalunya. Masa lalu yang buruk bukanlah untuk dihujat, dihina, dicerca ataupun diungkit-ungkit karena itu akan menyakitkan. Melainkan perbaikilah akhlaknya untuk ke depan, ajarkan ia tentang akhlakul karimah. “Jika ban motormu bocor, sekiranya masih bisa diperbaiki tambalah...bukan malah disobek”
Ø  Jangan memanggil seseorang yang kau cintai dengan julukan yang ia tak ketika suka mendengarnya.
Ø  Ketika engkau dikhianati, misalkan pasanganmu selingkuh dengan wanita lain, berlaku kasar padanya. Mungkin sesak didada adalah hal yang wajar. Maafkanlah, doakan ia agar Allah membukakan pintu hidayah untuknya sebelum akhir hayatnya. Kasihi dia sebagaimana engkau mengasihi dirimu.
Ø  Mungkin terkesan terlalu bodoh, mau memaafkan orang yang sudah menyakitimu dan memberinya kesempatan kembali. Tetapi memaafkan adalah hal yang terbaik, bukankah memaafkan jauh lebih mulia disisi TuhanMu. Bukankah cinta Tuhan yang kau cari???...bukankah ridho Tuhan yang kau cari?
1. Mendatangkan kecintaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Fushshilat ayat 34-35:
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Dan sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (Fushshilat: 34-35)
Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan: “Bila kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu maka kebaikan ini akan menggiring orang yang berlaku jahat tadi merapat denganmu, mencintaimu, dan condong kepadamu sehingga dia (akhirnya) menjadi temanmu yang dekat. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: ‘Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan orang beriman untuk bersabar di kala marah, bermurah hati ketika diremehkan, dan memaafkan di saat diperlakukan jelek. Bila mereka melakukan ini maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga mereka dari (tipu daya) setan dan musuh pun tunduk kepadanya sehingga menjadi teman yang dekat’.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim 4/109)
2. Mendapat pembelaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
Al-Imam Muslim rahimahullahu meriwayatkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata: ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya kerabat. Aku berusaha menyambungnya namun mereka memutuskan hubungan denganku. Aku berbuat kebaikan kepada mereka namun mereka berbuat jelek. Aku bersabar dari mereka namun mereka berbuat kebodohan terhadapku.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
Jika benar yang kamu ucapkan maka seolah-olah kamu menebarkan abu panas kepada mereka. Dan kamu senantiasa mendapat penolong dari Allah Subhanahu wa Ta’ala atas mereka selama kamu di atas hal itu.” (HR. Muslim)
3. Memperoleh ampunan dan kecintaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (At-Taghabun: 14)
Adalah Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu dahulu biasa memberikan nafkah kepada orang-orang yang tidak mampu, di antaranya Misthah bin Utsatsah. Dia termasuk famili Abu Bakr dan muhajirin. Di saat tersebar berita dusta seputar ‘Aisyah binti Abi Bakr istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Misthah termasuk salah seorang yang menyebarkannya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat menjelaskan kesucian ‘Aisyah dari tuduhan kekejian. Misthah pun dihukum dera dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi taubat kepadanya. Setelah peristiwa itu, Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu bersumpah untuk memutuskan nafkah dan pemberian kepadanya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya:
وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (An-Nur: 22)
Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Betul, demi Allah. Aku ingin agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuniku.” Lantas Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu kembali memberikan nafkah kepada Misthah radhiyallahu ‘anhu. (lihat Shahih Al-Bukhari no. 4750 dan Tafsir Ibnu Katsir 3/286-287)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ارْحَمُوا تُرْحَمُوا وَاغْفِرُوا يَغْفِرِاللهُ لَكُمْ
Sayangilah –makhluk– maka kamu akan disayangi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan berilah ampunan niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampunimu.” (Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 293)
Al-Munawi rahimahullahu berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya yang di antaranya adalah (sifat) rahmah dan pemaaf. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mencintai makhluk-Nya yang memiliki sifat tersebut.” (Faidhul Qadir 1/607)
Adapun Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai orang yang memaafkan, karena memberi maaf termasuk berbuat baik kepada manusia. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala cinta kepada orang yang berbuat baik, sebagaimana firman-Nya:
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imran: 134).
4. Mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun di sisi manusia
Suatu hal yang telah diketahui bahwa orang yang memaafkan kesalahan orang lain, disamping tinggi kedudukannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia juga mulia di mata manusia. Demikian pula ia akan mendapat pembelaan dari orang lain atas lawannya, dan tidak sedikit musuhnya berubah menjadi kawan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ
Shadaqah –hakikatnya– tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan, dan tiada seorang yang rendah hati (tawadhu’) karena Allah Subhanahu wa Ta’ala melainkan diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Kapan memaafkan itu terpuji?
Seseorang yang disakiti oleh orang lain dan bersabar atasnya serta memaafkannya padahal dia mampu membalasnya maka sikap seperti ini sangat terpuji. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melakukan –pembalasan– maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memanggilnya di hari kiamat di hadapan para makhluk sehingga memberikan pilihan kepadanya, bidadari mana yang ia inginkan.” (Hadits ini dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3394).
Ø  Kau tahu kawan:
Cinta yang tulus tak menuntut balasan
Penghianatan tak membuatnya balas dendam
Penghinaan tak membuatnya enggan memaafkan
Diskriminasi tak membuatnya kehilangan kesabarran
Justru...
Mungkin dengan jalan pengkhianatan
Sebagai jalan semakin dekat Tuhan
Dalam tangis dan doa
Nama Tuhan sering tuk diucapkan
Yang berawal jauh menjadi lebih dekat
Yang awalnya jarang memanggilnya, lebih sering menyebut namaNya
Berterimakasihlah pada orang yang menghianatimu
Karenanya engkau berlatih sabar dan tegar
Berterimakasihlah pada yang menyakitimu
Karenanya Tuhan semakin sayang sebab kau semakin dekat denganNya
Meski...
Terkadang jiwa lelap dan turut amarah, emosi yang menguasai diri
Karena hinaan, penghianatan, diskriminasi, dan penghujatan
Namun, ketika hati terketuk kembali
Tersadarlah insan pada siapa harus kembali
Bersyukurlah pada Tuhan
Melalui jalan cobaan Tuhan semakin sayang
Engkau semakin dekat dengannya
Sering menghabiskan waktumu besamaNya
Memanggil namaNya, mendekapnay diperaduan malam dan dalam setiap kesendirian...Merangkai cinta yang sejati
Belajar dari mencintai insan merambah bagaimana sepatutnya kita mencintai Tuhan...:)