HALIMAH BINTI MASDARI

Senin, 26 Januari 2015

KETULUSAN CINTA


CINTA YANG TULUS
Jika engkau mencintai seseorang tanpa syarat...tanpa memandang apapun darinya. Bukan karena kecantikannya/ ketampanannya, bukan pula karena kecerdasan ataupun kepandaiannya, Bukan karena kaya atau miskin, bukan karena apapun yang ada didalamnya. Namun engkau mencintainya dengan tulus tanpa melihat kelebihan yang ada pada dirinya. Bahkan engkau mau memaafkannya meskipun berapa kali engkau dikhianati, engkau diberlakukan kasar dan lain sebagaiNya. Karean cintamu tak menuntut balasan cinta dariNya, karena cinta yang tulus tak mengharap apa-apa kecuali keridhoan hati yang dicinta...melihatnya bahagia meskipun dengan orang lain adalah anugerah, meski tidak bisa dipungkiri tekadang dada terasa sesak...tetapi ikhlaskanlah...Bukankah cinta yang sejati adalah turut bahaga ketika yang dicintai bahagia.
Ø  Jika ia bejad akhlaknya, maka kau menerimanya dengan tulus dan mau mengajarinya pada kebaikan dengan selalu mendoakannya pada Tuhan agar hidayah senantiasa dilimpahkan padanya.
Ø  Jika ia tak cantik wajahnya, kau terima ia apa adanya tanpa membandingkan ia dengan wanita lain yang mungkin lebih indah parasnya.
Ø  Jika ia tak kaya, kau mau menerima apa adanya tanpa merendahkan keluarganya dan dirinya.
Ø  Kau bisa menerima segala tentang masa lalunya. Masa lalu yang buruk bukanlah untuk dihujat, dihina, dicerca ataupun diungkit-ungkit karena itu akan menyakitkan. Melainkan perbaikilah akhlaknya untuk ke depan, ajarkan ia tentang akhlakul karimah. “Jika ban motormu bocor, sekiranya masih bisa diperbaiki tambalah...bukan malah disobek”
Ø  Jangan memanggil seseorang yang kau cintai dengan julukan yang ia tak ketika suka mendengarnya.
Ø  Ketika engkau dikhianati, misalkan pasanganmu selingkuh dengan wanita lain, berlaku kasar padanya. Mungkin sesak didada adalah hal yang wajar. Maafkanlah, doakan ia agar Allah membukakan pintu hidayah untuknya sebelum akhir hayatnya. Kasihi dia sebagaimana engkau mengasihi dirimu.
Ø  Mungkin terkesan terlalu bodoh, mau memaafkan orang yang sudah menyakitimu dan memberinya kesempatan kembali. Tetapi memaafkan adalah hal yang terbaik, bukankah memaafkan jauh lebih mulia disisi TuhanMu. Bukankah cinta Tuhan yang kau cari???...bukankah ridho Tuhan yang kau cari?
1. Mendatangkan kecintaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Fushshilat ayat 34-35:
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Dan sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (Fushshilat: 34-35)
Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan: “Bila kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu maka kebaikan ini akan menggiring orang yang berlaku jahat tadi merapat denganmu, mencintaimu, dan condong kepadamu sehingga dia (akhirnya) menjadi temanmu yang dekat. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: ‘Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan orang beriman untuk bersabar di kala marah, bermurah hati ketika diremehkan, dan memaafkan di saat diperlakukan jelek. Bila mereka melakukan ini maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga mereka dari (tipu daya) setan dan musuh pun tunduk kepadanya sehingga menjadi teman yang dekat’.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim 4/109)
2. Mendapat pembelaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
Al-Imam Muslim rahimahullahu meriwayatkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata: ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya kerabat. Aku berusaha menyambungnya namun mereka memutuskan hubungan denganku. Aku berbuat kebaikan kepada mereka namun mereka berbuat jelek. Aku bersabar dari mereka namun mereka berbuat kebodohan terhadapku.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
Jika benar yang kamu ucapkan maka seolah-olah kamu menebarkan abu panas kepada mereka. Dan kamu senantiasa mendapat penolong dari Allah Subhanahu wa Ta’ala atas mereka selama kamu di atas hal itu.” (HR. Muslim)
3. Memperoleh ampunan dan kecintaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (At-Taghabun: 14)
Adalah Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu dahulu biasa memberikan nafkah kepada orang-orang yang tidak mampu, di antaranya Misthah bin Utsatsah. Dia termasuk famili Abu Bakr dan muhajirin. Di saat tersebar berita dusta seputar ‘Aisyah binti Abi Bakr istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Misthah termasuk salah seorang yang menyebarkannya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat menjelaskan kesucian ‘Aisyah dari tuduhan kekejian. Misthah pun dihukum dera dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi taubat kepadanya. Setelah peristiwa itu, Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu bersumpah untuk memutuskan nafkah dan pemberian kepadanya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya:
وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (An-Nur: 22)
Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Betul, demi Allah. Aku ingin agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuniku.” Lantas Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu kembali memberikan nafkah kepada Misthah radhiyallahu ‘anhu. (lihat Shahih Al-Bukhari no. 4750 dan Tafsir Ibnu Katsir 3/286-287)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ارْحَمُوا تُرْحَمُوا وَاغْفِرُوا يَغْفِرِاللهُ لَكُمْ
Sayangilah –makhluk– maka kamu akan disayangi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan berilah ampunan niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampunimu.” (Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 293)
Al-Munawi rahimahullahu berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya yang di antaranya adalah (sifat) rahmah dan pemaaf. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mencintai makhluk-Nya yang memiliki sifat tersebut.” (Faidhul Qadir 1/607)
Adapun Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai orang yang memaafkan, karena memberi maaf termasuk berbuat baik kepada manusia. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala cinta kepada orang yang berbuat baik, sebagaimana firman-Nya:
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imran: 134).
4. Mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun di sisi manusia
Suatu hal yang telah diketahui bahwa orang yang memaafkan kesalahan orang lain, disamping tinggi kedudukannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia juga mulia di mata manusia. Demikian pula ia akan mendapat pembelaan dari orang lain atas lawannya, dan tidak sedikit musuhnya berubah menjadi kawan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ
Shadaqah –hakikatnya– tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan, dan tiada seorang yang rendah hati (tawadhu’) karena Allah Subhanahu wa Ta’ala melainkan diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Kapan memaafkan itu terpuji?
Seseorang yang disakiti oleh orang lain dan bersabar atasnya serta memaafkannya padahal dia mampu membalasnya maka sikap seperti ini sangat terpuji. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melakukan –pembalasan– maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memanggilnya di hari kiamat di hadapan para makhluk sehingga memberikan pilihan kepadanya, bidadari mana yang ia inginkan.” (Hadits ini dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3394).
Ø  Kau tahu kawan:
Cinta yang tulus tak menuntut balasan
Penghianatan tak membuatnya balas dendam
Penghinaan tak membuatnya enggan memaafkan
Diskriminasi tak membuatnya kehilangan kesabarran
Justru...
Mungkin dengan jalan pengkhianatan
Sebagai jalan semakin dekat Tuhan
Dalam tangis dan doa
Nama Tuhan sering tuk diucapkan
Yang berawal jauh menjadi lebih dekat
Yang awalnya jarang memanggilnya, lebih sering menyebut namaNya
Berterimakasihlah pada orang yang menghianatimu
Karenanya engkau berlatih sabar dan tegar
Berterimakasihlah pada yang menyakitimu
Karenanya Tuhan semakin sayang sebab kau semakin dekat denganNya
Meski...
Terkadang jiwa lelap dan turut amarah, emosi yang menguasai diri
Karena hinaan, penghianatan, diskriminasi, dan penghujatan
Namun, ketika hati terketuk kembali
Tersadarlah insan pada siapa harus kembali
Bersyukurlah pada Tuhan
Melalui jalan cobaan Tuhan semakin sayang
Engkau semakin dekat dengannya
Sering menghabiskan waktumu besamaNya
Memanggil namaNya, mendekapnay diperaduan malam dan dalam setiap kesendirian...Merangkai cinta yang sejati
Belajar dari mencintai insan merambah bagaimana sepatutnya kita mencintai Tuhan...:)


Tidak ada komentar :