CINTA
YANG TULUS
Jika
engkau mencintai seseorang tanpa syarat...tanpa memandang apapun darinya. Bukan
karena kecantikannya/ ketampanannya, bukan pula karena kecerdasan ataupun
kepandaiannya, Bukan karena kaya atau miskin, bukan karena apapun yang ada
didalamnya. Namun engkau mencintainya dengan tulus tanpa melihat kelebihan yang
ada pada dirinya. Bahkan engkau mau memaafkannya meskipun berapa kali engkau
dikhianati, engkau diberlakukan kasar dan lain sebagaiNya. Karean cintamu tak
menuntut balasan cinta dariNya, karena cinta yang tulus tak mengharap apa-apa kecuali
keridhoan hati yang dicinta...melihatnya bahagia meskipun dengan orang lain
adalah anugerah, meski tidak bisa dipungkiri tekadang dada terasa
sesak...tetapi ikhlaskanlah...Bukankah cinta yang sejati adalah turut bahaga
ketika yang dicintai bahagia.
Ø Jika
ia bejad akhlaknya, maka kau menerimanya dengan tulus dan mau mengajarinya pada
kebaikan dengan selalu mendoakannya pada Tuhan agar hidayah senantiasa
dilimpahkan padanya.
Ø Jika
ia tak cantik wajahnya, kau terima ia apa adanya tanpa membandingkan ia dengan
wanita lain yang mungkin lebih indah parasnya.
Ø Jika
ia tak kaya, kau mau menerima apa adanya tanpa merendahkan keluarganya dan
dirinya.
Ø Kau
bisa menerima segala tentang masa lalunya. Masa lalu yang buruk bukanlah untuk
dihujat, dihina, dicerca ataupun diungkit-ungkit karena itu akan menyakitkan.
Melainkan perbaikilah akhlaknya untuk ke depan, ajarkan ia tentang akhlakul
karimah. “Jika ban motormu bocor, sekiranya masih bisa diperbaiki
tambalah...bukan malah disobek”
Ø Jangan
memanggil seseorang yang kau cintai dengan julukan yang ia tak ketika suka
mendengarnya.
Ø Ketika
engkau dikhianati, misalkan pasanganmu selingkuh dengan wanita lain, berlaku
kasar padanya. Mungkin sesak didada adalah hal yang wajar. Maafkanlah, doakan
ia agar Allah membukakan pintu hidayah untuknya sebelum akhir hayatnya. Kasihi
dia sebagaimana engkau mengasihi dirimu.
Ø Mungkin
terkesan terlalu bodoh, mau memaafkan orang yang sudah menyakitimu dan
memberinya kesempatan kembali. Tetapi memaafkan adalah hal yang terbaik,
bukankah memaafkan jauh lebih mulia disisi TuhanMu. Bukankah cinta Tuhan yang
kau cari???...bukankah ridho Tuhan yang kau cari?
1. Mendatangkan kecintaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
dalam surat Fushshilat ayat 34-35:
وَلَا
تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan
itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara
dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Dan
sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang
sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan
yang besar.” (Fushshilat: 34-35)
Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan: “Bila kamu
berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu maka kebaikan ini akan
menggiring orang yang berlaku jahat tadi merapat denganmu, mencintaimu, dan
condong kepadamu sehingga dia (akhirnya) menjadi temanmu yang dekat.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: ‘Allah
Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan orang beriman untuk bersabar di kala marah,
bermurah hati ketika diremehkan, dan memaafkan di saat diperlakukan jelek. Bila
mereka melakukan ini maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga mereka dari (tipu
daya) setan dan musuh pun tunduk kepadanya sehingga menjadi teman yang dekat’.”
(Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim 4/109)
2. Mendapat pembelaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
Al-Imam Muslim rahimahullahu
meriwayatkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki
berkata: ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya kerabat. Aku berusaha
menyambungnya namun mereka memutuskan hubungan denganku. Aku berbuat kebaikan
kepada mereka namun mereka berbuat jelek. Aku bersabar dari mereka namun mereka
berbuat kebodohan terhadapku.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لَئِنْ
كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى
ذَلِكَ
“Jika benar yang kamu ucapkan maka seolah-olah kamu menebarkan
abu panas kepada mereka. Dan kamu senantiasa mendapat penolong dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala atas mereka selama kamu di atas hal itu.”
(HR. Muslim)
3. Memperoleh ampunan dan kecintaan dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ
تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni
(mereka) maka sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”
(At-Taghabun: 14)
Adalah Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu
dahulu biasa memberikan nafkah kepada orang-orang yang tidak mampu, di
antaranya Misthah bin Utsatsah. Dia termasuk famili Abu Bakr dan muhajirin. Di
saat tersebar berita dusta seputar ‘Aisyah binti Abi Bakr istri Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Misthah termasuk salah seorang yang
menyebarkannya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat menjelaskan
kesucian ‘Aisyah dari tuduhan kekejian. Misthah pun dihukum dera dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala memberi taubat kepadanya. Setelah peristiwa itu, Abu Bakr
radhiyallahu ‘anhu bersumpah untuk memutuskan nafkah dan pemberian kepadanya.
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya:
وَلَا
يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ
وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan
janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu
bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya),
orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan
hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa
Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”
(An-Nur: 22)
Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
“Betul, demi Allah. Aku ingin agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuniku.”
Lantas Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu kembali memberikan nafkah kepada Misthah
radhiyallahu ‘anhu. (lihat Shahih Al-Bukhari no. 4750 dan Tafsir Ibnu Katsir
3/286-287)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
ارْحَمُوا
تُرْحَمُوا وَاغْفِرُوا يَغْفِرِاللهُ لَكُمْ
“Sayangilah –makhluk– maka kamu akan disayangi Allah Subhanahu wa
Ta’ala, dan berilah ampunan niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampunimu.”
(Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 293)
Al-Munawi rahimahullahu berkata: “Allah
Subhanahu wa Ta’ala mencintai nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya yang di
antaranya adalah (sifat) rahmah dan pemaaf. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
mencintai makhluk-Nya yang memiliki sifat tersebut.” (Faidhul Qadir 1/607)
Adapun Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai orang yang
memaafkan, karena memberi maaf termasuk berbuat baik kepada manusia.
Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala cinta kepada orang yang berbuat baik,
sebagaimana firman-Nya:
وَالْكَاظِمِينَ
الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imran:
134).
4. Mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun di sisi
manusia
Suatu hal yang telah diketahui bahwa
orang yang memaafkan kesalahan orang lain, disamping tinggi kedudukannya di
sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia juga mulia di mata manusia. Demikian pula ia
akan mendapat pembelaan dari orang lain atas lawannya, dan tidak sedikit
musuhnya berubah menjadi kawan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا
نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ
“Shadaqah –hakikatnya– tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah Allah
Subhanahu wa Ta’ala menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan,
dan tiada seorang yang rendah hati (tawadhu’) karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
melainkan diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Kapan
memaafkan itu terpuji?
Seseorang yang disakiti oleh orang lain
dan bersabar atasnya serta memaafkannya padahal dia mampu membalasnya maka
sikap seperti ini sangat terpuji. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
(yang artinya): “Barangsiapa menahan amarahnya
padahal dia mampu untuk melakukan –pembalasan– maka Allah Subhanahu wa Ta’ala
akan memanggilnya di hari kiamat di hadapan para makhluk sehingga memberikan
pilihan kepadanya, bidadari mana yang ia inginkan.” (Hadits ini dihasankan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3394).
Ø Kau
tahu kawan:
Cinta yang tulus tak menuntut balasan
Penghianatan tak membuatnya balas dendam
Penghinaan tak membuatnya enggan
memaafkan
Diskriminasi tak membuatnya kehilangan
kesabarran
Justru...
Mungkin dengan jalan pengkhianatan
Sebagai jalan semakin dekat Tuhan
Dalam tangis dan doa
Nama Tuhan sering tuk diucapkan
Yang berawal jauh menjadi lebih dekat
Yang awalnya jarang memanggilnya, lebih
sering menyebut namaNya
Berterimakasihlah pada orang yang
menghianatimu
Karenanya engkau berlatih sabar dan
tegar
Berterimakasihlah pada yang menyakitimu
Karenanya Tuhan semakin sayang sebab kau
semakin dekat denganNya
Meski...
Terkadang jiwa lelap dan turut amarah,
emosi yang menguasai diri
Karena hinaan, penghianatan,
diskriminasi, dan penghujatan
Namun, ketika hati terketuk kembali
Tersadarlah insan pada siapa harus
kembali
Bersyukurlah pada Tuhan
Melalui jalan cobaan Tuhan semakin
sayang
Engkau semakin dekat dengannya
Sering menghabiskan waktumu besamaNya
Memanggil namaNya, mendekapnay
diperaduan malam dan dalam setiap kesendirian...Merangkai cinta yang sejati
Belajar dari mencintai insan merambah
bagaimana sepatutnya kita mencintai Tuhan...:)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar