HALIMAH BINTI MASDARI

Kamis, 14 Mei 2020

KENAPA TUHAN YANG MAHA ESA, BUKAN TUHAN YANG MAHA SATU?

KENAPA TUHAN YANG MAHA ESA, BUKAN TUHAN YANG MAHA SATU?
*****
Ulasan Topik antara Al Qur'an dan Pancasila
*****
Oleh: Dewi Nur Halimah
(Halimah bintu Masdari)


Bunyi sila pertama pancasila pancasila adalah: "Ketuhanan Yang Maha Esa" yang merupakan revisi/perbaikan dari sila pertama piagam Jakarta yang berbunyi: "Ketuhanan dengan menjalankan syar'iat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya".

Mengapa sila pertama piagam Jakarta diganti dengan kalimat "Ketuhanan Yang Maha Esa"?. Tiada lain karena untuk menjaga persatuan bangsa Indonesia mengingat di Indonesia jumlah agama yang diakui pada waktu pasca kemerdekaan ada 5 yakni Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha. Meskipun saat ini yang diakui ada 6 yakni Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khong Hu Chu. Jika yang diakui hanya Islam saja seperti tertera dalam piagam Jakarta, maka dikawatirkan pemeluk agama lain akan memisahkan diri dari NKRI dan Indonesia terpecah belah. Itulah mengapa demi sebuah toleransi, demi sebuah persatuan, piagam Jakarta dirubah pada sila pertama Pancasila menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". 


Esa sendiri diambil dari sifat wajib Allah swt yakni wahdaniyah. Kata wahdaniyah artinya esa atau tunggal (tidak berbilang). Sedangkan sifat mustahilnya Allah dari wahdaniyah adalah ta'addud artinya berbilang atau lebih dari satu. Hal ini sesuai firman Allah swt firman Allah SWT:

لَوْ كَا نَ فِيْهِمَاۤ اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَـفَسَدَتَا ۚ فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْنَ

Artinya: "Seandainya di langit dan di bumi ada Tuhan - Tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu akan binasa". (QS Al - Anbiya : 22)


Mengapa tidak Allah Yang Maha Satu saja, bukankah Esa = satu, tunggal?. Sebab sifat Allah adalah wahdaniyah yang artinya esa, tidak berbilang. Sifat Allah bukan wahid yang artinya satu. Kalau tak berbilang berarti tidak ada lanjutannya, Esa ya Esa saja. Tidak ada Esa, Duesa, Triesa, dll. Lalu mengapa tidak menggunakan kata wahid? karena wahid artinya satu. Satu adalah bentuk angka berbilang. Bila ada satu, otomatis ada yang ke - dua, tiga, empat, lima, dst. Itulah mengapa sifat Allah adalah Dzat Yang Maha Esa.

Selain itu, bila kita telusuri lebih mendalam. Pengambilan kata Esa pada "Ketuhanan Yang Maha Esa" pada sila pertama pancasila tiada lain dari surat di Al Qur'an  yakni surat Al Ikhlas. Perhatikanlah baik-baik ayat dalam QS. Al Ikhlas berikut:


قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ

1. Katakanlah (Muhammad) : "Dialah Allah, Yang Maha Esa".

ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ

2. Allah tempat meminta segala sesuatu.

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ  

3. Dia (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. 

 وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ

4. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia (Allah).

Dari ayat pertama dapat kita ketahui bahwa kata Esa diambil dari ayat pertama surat Al Ikhlas. Artinya sumber sila pertama pancasila dipetik dari kalam Allah swt di Al Qur'an. Ayat pertama mengandung ajakan bahwa kita wajib mengesakan Allah dan mensucikan-Nya, mensifati-Nya dengan sifat yang sempurna, dan menafikan kemusyrikan. Surat Al Ikhlas ini menjadi bukti atas penolakan kita terhadap orang nashrani yang memiliki keyakinan tentang trinitas dan orang musyrik yang menyembah kepada Allah juga kepada tuhan-tuhan yang lainnya. Ini cukup jelas bahwa sila pertama dalam pancasila diambil dari Al Qur'an.

Nah bila kita telusuri dari segi bahasa pada ayat pertama pun luar biasa. Pada ayat pertama surat Al Ikhlas terdapat penyebutan isim jalil yaitu هُوَ sebelum penyebutan kalimat اللهُ pada ayat {قُلْ هُوَ اللهُ} menunjukkan kebesaran dan kemulian Allah swt. Allah adalah Dzat Yang Esa. Esa artinya tunggal, tiada tandingan.

Jadi pemilihan kalimat "Ketuhanan Yang Maha Esa" pada perumusan pancasila 1 Juni 1945 bukanlah sembarangan, melainkan atas musyawarah yang digodok matang antara negarawan Indonesia dan ulama Indonesia pada zaman dahulu. Pemilihan kata yang indah, tepat, dan penuh makna yang mendalam. Tujuan tersirat dan tersurat mendamaikan persatuan. Betapa indahnya apabila pancasila bersumber dari Al Qur'an.

Semoga tulisan dan pemikiran saya (Dewi Nur Halimah, Halimah Az Zahra, Halimah bintu Masdari) ini bermanfaat untuk pembaca. Tulisan ini Halimah hadiahkan pada Bapak Masdari dan Ibu Mahzunah selaku orangtua dan guru pertama saya. Selain itu tulisan ini juga saya dedikasikan untuk Nabi Muhammad saw, Ummahatul mukminin, para khulafaur rosyidin, dan ahlul bait. Tak lupa sebagai hadiah pula pada para kiahi saya, guru saya dari MI, TK, SD, SMP, SMA, hingga pesantren. Semoga tulisan ini bermanfaat dunia akherat dan menjadi amal jariyah penulis dan para guru penulis. Lahul fatekhah. Aamiin.

NOTE :
Mohon baca fatekhah dihadiahkan pada rosululah saw dan solawat 3 kali setelah membaca tulisan ini. In syaAllah jika dirasa bermanfaat halal untuk dishare sekalipun tanpa izin penulis selama tidak ada tulisan sedikit pun yang dirubah.

Segala kebenaran datangnya dari Allah swt. Dan segala kesalahan datangnya dari Al Faqir. Semoga tulisan ini bermanfaat dunia dan akherat. Salam takdzim penulis untuk para guru penulis. In syaAllah kritik dan saran yang membangun yang disampaikan dengan baik oleh pembaca sangat penulis harapan untuk kebaikan penulisan selanjutnya. Terimakasih

SUMBER PUSTAKA:
Hasil Wawancara dengan Bapak Masdari pada 14 Mei 2020, Blora. 

Tidak ada komentar :