HALIMAH BINTI MASDARI

Jumat, 13 Februari 2015

EVERYDAY IS MY BEAUTIFUL VALENTINE

Setiap Hari adalah Hari Valentin

            Siang itu sangat cerah, Hadi, Rani, Siti, dan Halisa berjalan menyusuri pasar. Oh ya hari ini adalah hari dimana kalayak muda ramai merayakan hari valentin.
”Sit, hari valentine loh…mau coklat nggak???...hehe,” kata Hadi sembari cengingiran.
“Ehem-ehem…cieh,” suara Rani menyambar percakapan Hadi.
“Apaan sih Ran…ngiri aja deh. Mau nggak Sit?,” jawab Hadi ketus.
“Nggak usah deh akhi…walentin kan haram, ngasih coklat juga haram”.
Hadipun tertunduk diam. Rani si kocak, ceplas-ceplospun turut andil bicara.
“Sit…kalau begitu aku lak haram…heheh..sekujur tubuhku kan coklat, kulitku kan coklat sawo-sawo sepet gimana gitu…heeee,” ucap Rani.
“Haaa…sawo-sawo sepet…huahaa,” ceplos Hadi.
“Apaan si Loh Di…rese aja, main nyambar-nyambar aja,’ protes Rani.
Si Siti cukup tersenyum, maka si Halisapun turut bicara.
“Sudah-sudah nggak boleh ribut. Setiap hari itu valentin, bukankah kalian tiap hari berkasih sayang dengan keluarga kalian, dengan ayah, ibu, saudara kalian?”.
Semuanya terdiam dan cukup menganggukkan kepala sebagai pertanda bahwa mereka mengiyakan.
“Ngasih coklat itu boleh, semua tergantung niat kalian. Kalau niatnya ngasih coklat buat sedekah, ngasih bunga buat sedekah daripada layu atau daripada nggak suka atau daripada punya banyak….ya itu bagus. Atau mungkin ngasih makanan buat sedekah…ya boleh-boleh saja kan untuk kebaikan meskipun itu di hari valentine atau tidak. Nah coba pikir deh, kalian (Siti, Hadi, Rani) suka coklat nggak misalkan tidak valentine?,’ tanya Halisa sembari memandangi satu persatu temannya.
“Suka bangetlah…coklat kan menenangkan,” sahut Rani.
‘Suka…apalagi kalau lagi bete,” tambah Siti.
“Suka banget…nikmat…yummy,” kata Hadi.
“Nah tuh boleh, kenapa makanan yang halal kalian haramin. Niatin saja kalau ngasih untuk sedekah. Heee…oh ya seandainyapun kalian tidak suka atau tidak merayakan valentine, tolong jangan menghina atau menghujat keburukan valentine. Bukankah kita juga tak mau dihina, ya jangan menghina atau meremehkanlah…kan saling menghargai. Nggak suka ya nggak usah ngerayakan tetapi nggak usah menghujat,” lanjut Halisa.
“Iya Bu ustadzah…hehe,’ kata Rani cengengesan.
“Aaamiiin…,” kata Hadi dan Siti kompak barengan.
Halisa cukup tersenyum dan ia melanjutkan penjelasannya.
“Oh ya kita hidup kan harus saling menghargai. Terpenting kita tidak turut merayakan…selama mereka tidak mengganggu kita, mengapa kita mengganggu mereka. Oh ya…dalam islam kan ada hari lailatul qodar, nah misalkan ada seorang atau beberapa orang non muslim berkata padamu…”tolak lailatul qodar, I am non islam, NO LAILATUL QODAR”…nah bagaimana perasaanmu saat mendengar itu?,’ tanya Halisa.
“Ya, sakit hati bangetlah aku. Nggak ngrayain nggak papa, tapi ya jangan ngehina,” jawab Siti.
“Aku juga…hehe,’ sahut Rani.
“Dasar pengikut....ngekor..wewewe…hahah,” Ledek Hadi pada Rani.
“Biarin…kayak kamu nggak aja…hehe…lanjutin Halisa, lalu kita harus gimana dong?,” kata Rani.
“Kalau kalian sakit diperlakukan demikian, mengapa memperlakukan demikian bersorai-sorai “I AM MUSLIM, NO VALENTIN”. Perasaan mereka juga sama seperti perasaanmu ketika hari besarmu dilecehkan atau direndahkan. Tidak merayakan boleh, tetapi jangan menghujat…Kau tahu, mereka melakukan itupun bukan kebetulan melainkan ada yang mengatur. Apakah seorang menginginkan kafir?...jawabannya tentu tidak. Tidak ada seorangpun yang menginginkan keburukan. Semua itu terjadipun atas izin Allah. Kau tahu…siapakah yang berhak menyesatkan hambanya atau menunjukkan hambanya pada jalan yang lurus. Allah bukan?,” papar Halisa.
“Iya yang berhak menyesatkan dan memberi hidayah adalah Allah,” jawab Hadi.
“Sekarang aku tanya lagi…bagaimana jika dalam sebuah drama perannya protagonis semua?”, lanjut Halisa.
“Jelas hambarlah…ceritanya flat…nggak greget. Kalau semuanya baik, mana ada konflik, ya nggak serulah…padahal seru-serunya cerita kan pas konflik lalu ada resolusi…hehe,” Jawab Siti.
“Lah yang bagus gimana?,” tanya Halisa kembali.
“Ya..yang ada protagonis, antagonis dan tritagonisnya. Jadi ceritanya seru…ada yang jahat, ada yang baik, ada yang nengahin…nanti ada konflik, klimaks, trus resolusinya…hehe,” sahut Rani.
“Siapa yang membuat tokoh itu harus melakonkan protagonis, antagonis, dan tritagonis?,” tanya Halisa kembali.
“Ya Sutradaralah..haha…sutradara yang ngatur supaya ada yang berperan sebagai antagonis, protagonis dan tritagonis biar cerita itu hidup nggak datar gitu-gitu aja,” jawab Hadi.
“Nah…kalian tahu jawabannya. Demikian pula kehidupan sesuangguhnya, Allahlah Sutradara Alam Semesta. Ia yang mengatur baik buruknya seseorang, agar hidup inipun tidak datar. Allah pulalah yang menyesatkan dan memberikan hidayah pada hambanya, semua terserah Allah. Maka dari itu kita harus saling menghargai, yang baik tidak boleh mencaci yang buruk, karena belum tentu buruk, selamanya akan buruk. Karena kita tiada tahu, siapa tahu sebelum menjelang ajalnya ia sempat bertaubatan nasuha. Wallahu a’lam. Semua terserah Tuhan. Demikian pula yang baik belum tentu baik…banyak yang pagi beriman, sore kafir. Pagi kafir sore beriman atau bisa juga istiqomah kafir terus ataupun istiqomah beriman terus. Wallahu a’lam, semoga kita termasuk orang yang mendapatkan hidayah dan pertolongan Allah,” papar Halisa.
“Terimakasih Halisa…its good reminding to me,” kata Hadi.
“Aku juga…makasih Halisa,” sahut Rani.
“Thanks Halisa…melalui dirimu aku tersadar. Tuhan mengingatkanku bahwa kita tak boleh merasa lebih baik dari orang lain dan mencaci orang lain. Okelah kalau begitu mana coklat yang mau kamu kasih Hadi…hehee,” kata Siti.
“Huh..sekarang mau tadi nolak,’ celoteh Hadi.
“Mau dong, ngapain rizki ditolak…buat ngganjal perut kan bisa…haaa,” kata Siti.
“Aku juga mau,” kata Rani.
“Oke deh…kalau begitu aku beli coklat 4 aja sekalian buat kita berempat,” ucap Hadi.
“Thanks Hadi,” kata Halisa, Siti dan Rani kompak barengan.
*****
SEMOGA BERMANFAAT





Tidak ada komentar :