KETIKA AIDA BERDALIH
DENGAN INDAHNYA
Inilah sebuar cerita tentang kisah cinta seorang
wanita yang introvert. Dia lebih memilih memendam perasaanya dibandingkan
mengungkapkan perasaannya. Dua bersahabat itu bernama Fatimah dan Asriana.
Mereka sama-sama pemalu masalah cinta, dan lebih memilih menyembunyikan rasa
cintanya. Fatimah mencintai Habib dan Asriana mencintai Hendra. Amalia adalah
gadis yang jua mencintai Hendra. Bertolak dengan Asriana...Amalia sosok gads
yang pemberani, dan frontal bahakan tak punya malu. Bagaimana tidak, didepan
umum dalam suatu acara, sempatnya ia menggandeng tangan Hendra layaknya lem dan
perangko. Hendra juga sama saja, bukankah rasa cintanya terpaut pada Asrina
melainkan mudah tergoyah oleh Amalia.
Pemandangan itu, serontak membuat Asriana kesal.
Bagaimana tidak?...bagaikan melihat adegan korea yang romantis. Gregetan
rasanya melihat Amalia. “Kau ini plin-plan Hendra.., denganku kau teramat baik,
bahkan dari tingkah lakumu semua menggambarkan rasa cinta, kau tak mengerti
perasaanku. Kau mencintaiku, tapi kau menyakitiku, entah itu caramu untuk
melihat kecemburuanku atau bagaimana, seharusnya kau memberi kepastian dan tak
mengambanga pada dua wanita. Kemarin sikapmu teramat manis, bahkan dari sekian
banyak orang, aku yang selalu bersamamu, kau bahkan mau menceritakan rahasiamu
denganku, mengapa kau tak mengerti perasaanku”.
Tak jauh berbeda dengan Asriana, kisah cinta
Fatimahpun sama. Ia sosok yang religius maka tak heran yang ia kagumi pun
religius. Hatinya tersontak bagaikan gunung api yag hendak meledak...ditahannya
emosi itu. Masih terngiang ditelinganya tentang petuah abah “ Nduk, orang yang
kuat bukanlah orang yang kaya, bukan orang yang berotot ataupun lainnya
melainkan mereka yang mampu menahan emosinya”. Perlahan demi perlahan air mata
itu membanjiri pipinya saat mengetahui Habib mendaki gunung berdua dengan Vani.
Tak hanya itu ia juga sering melihat Habib sering tertawa mesra dengan wanita,
bercanda tawa mesra sambl merayu dan menggoda dengan wanita. Sungguh hatinya
terasa teriris...Bagaimana tidak, orang yang dicintainya diam-diam ternyata
suka menggoda wanita. Inilah doanya dalam pinta dan tangisnya...
Duhai kekasih
Duhai Rabb...
Kutahu, kau lebih tahu yang terbaik untukku
Tuhan...
Bukankah dalam sejarah Nabi maupun Ulama ataupun Lelaki soleh
terdahulu
Tiada ia melakukan perayuan atau menggoda bahkan bercanda mesra
dengan wanita
Bahkan melihat wanitapun tertunduk malu, karena begitu teguh
menjaga pandangannya
Mengapa dia??
Mengapa dia??
Menatap wanita tiada rasa sungkannya
Apakah kecantikan telah menggoyahkan imannya
Ataukah kemewahan dunia telah menyilaukan matanya
Mengapa dia...dia yang kau
perlihatkan padaku saat awal bertemu
Sebagai sosok yang mengenal agama
Sebagai sosok yang paham agama
Tertawa dengan lepasnya
Bukankah tiada dalilmu yang mengatakan
“Bahwa tertawa adalah ibadah...melainkan senyum adalah ibadah”
Mengapa ia terbiasa bercanda dan merayu wanita
Duhai Rabbku???
Jika ia baik mengapa yang terlihat buruk
Jika menjaga pandangan mata kau wajibkan
Mengapa ia kau biarkan melepaskannya
Tuhan...padamu aku mengadu
Tentang secuil perasaan hati
Momentum saat melihat kejadian itu
Hatiku serasa pecah berkeping-keping
Agama bukanlah simbol nak...
Bukan pada pakaian, bukan pada jubah yang kau kenakan
Agama adalah pegangan
Dimana disinilah persatuan
Antara ilmu, akhlak, dan amalan menyatu berpadu menjadi satu
Ilmu bukanlah peralihan yang waktunya temporer atau sejenak
Ilmu butuh proses, butuh peresapan dan pemahaman
Akhlak adalah kebiasaan yang tertanam sejak dini
Yang kau lihat bukan dia...bukan dia
Bukankah tak ada perintah “tirulah
dia” dalam Al Kitab yang kau percaya
Tirulah dia...tirulah dia, suri tauladan yang mulia
Beliaulah yang patut kau contoh...Baginda Sayyidina Muhammad
Jika ia keliru, mungkin saja khilaf...doakan ia nak, doakanlah
Agar hatinya kembali terbuka
Teringan akan ayat-ayat dan perintah syariat yang sepatutnya
Maafkanlah...
Bukankah dia bukan milikmu, dia milik Sang Kholiq...
Yakinalah...
Apapun yang Tuhan berikan adalah yang terbaik untukmu
Bersyukurlah dalam sesulit keadaan dan sesedih situasi
Tersenyumlah bukankah malam kan berganti siang
Kesedihanmu in syaallah Allah gantikan dengan kebahagiaan.
Ridhokan dia...lepaskan dia...
Tuhan berbisik...
“Biarlah Aku yang
mengatur, aku lebih tahu darimu”
Dalam lautan air mata
Hati ini begitu teguh, bukan kata manusia yang kuikuti
Rhido Tuhanku jauh lebih berarti
Bukan hujatan yang aku khawatirkan
Tapi murka Tuhanku yang aku takuti
Kembali Fatimah terdiam, hatinya
terpaku membuku, isak tangisnya mengikuti rona wajahnya, maka Sang adik
Aina-pun mendekat.
“Duhai
kakaku tercinta, gerangan apa yang membuat matamu sayup nan hatimu bersedih?”
“Hati
ini perih kala melihat dia merayu banyak wanita dan bercanda mesra pada wanita”
“Kau
tahu saudariku inilah pesannya:
Kala cinta telah membabi buta
Tak sadar sang tuan dimabuk asmara
Jernih jiwa, akal sehatnya, hilang
entah kemana
Terkadang cinta telah memperbudak
dirimu
Bukankah cinta Tuhanmu jauh lebih
tinggi kedudukannya
Dari mencintai seorang dia yang kau
puja-puja
Kembalilah duhai akal sehatmu
Lupakan saja dia, ikhlaskan dengan
wanita pujaannya
Cinta Tuhamu jauh lebih bermana
Kasih Tuhanmu jau lebih berarti
Tinggalkan cinta-cinta yang tak ada
duanya
Pergilah dengan cinta yang sejatnya
Jernihkan pikirmu, niatkan
langkahmu
Hanya beribadah, mengabdi padaNya”.
“Kau
tahu duhai saudariku...mencintai Tuhan jauh lebih bermakna daripada hanya
sekedar mencintai dia yang melukaimu. Kau tahu duhai saudaraiku...bukankah
mencinta ada dasarnya,atas dasar tampankah, atas dasar kayakah, atas dasar nasab, atau atas dasar agama
engkau mencintai dia,” lanjut Aina.
“Aku
mencintainya karena agama...pertama bertemu ia pelihatkan dirinya sebagai sosok
yang alim, mengerti agama dan paham agama. Jika Tuhan memerintahkan untuk
mencintai-nya, mengapaIa jua menciptakan fitrah cinta duhai saudariku?”, tanya
Fatimah.
“Tuhan
memberimu fitrah cinta kepada manusia karena Tuhan begitu baiknya. Memberimu
bahagia dengan perintah menyempurnakan agamanya. Ia bukanlah yang egois dan
senantasa otoriter memintamu mencintaiNya saja, melainkan ia memerintahkan untuk
mencintaiNya datas segalanya dan kau boleh mencintai yang lain selama itu
berada dibawahNya. Bayangkan saudariku...jika Tuhan Maha Indah, mengapa engkau
mencintai yang keindahannya berada di bawahnya,” jawab Aina. “Oh ya...katamu,
engkau mencintainya karena agama. Bagaimana ia agamanya bagus jika ia tak mampu
menjaga pandangannya. Jangan salah menilai saudariku...kata guruku “terkadang di akhir zaman, seorang berpakaian
besar, berbusana muslim...berbicara agama langsung dikiranya sebagai ustads dan
ustadzah. Padahal sejatinya memahami agama bukanlah persoalan mudah...untuk
belajar nahwu, sorof, dan tafsirnya beserta ilmu yang lainnya butuh pemahaman
bertahun-tahun. Tak hanya singkat, kau tahu salah kharokat maknanya bisa
berubah besar...yang seharusnya menyembah Tuhan bisa menjadi menyembah matahari
hanya karena kurang tasdid. Kau jangan melihat karena
penampilannya...berpakaian besar memang hukumnya baik dan wajib, wanita
siapapun wajib demikian untuk menjaga kehormatannya. Agama bukan simbol melainkan
suatu pegangan dan keyakinan. Ilmu tanpa guru...jika hanya berguru pada buku,
bagaimana pertanggung jawabnnya di akhrat. Ya... aku tahu, semua terjadi
atas izin Allah...orang baik belum tentu masuk surga dan orang buruk belum
tentu masuk neraka, semua suka-suka Allah. Tetapi bukankah kita hidup ada
aturannya. Kau tahu aturannya syari’at. Ibarat kata...jika kau sekolah,
bukankah kau harus patuh pada aturan sekolah. Demikian halnya ketika kau
meyakini agama, maka kau harus patuh pada syari’at agama. Kau tahu...duhai saudariku, untuk belajar membaca al fathehah
saja yang benar mahroj-nya, kami perlu belajar bertahun-tahun. Bagaiaman yang
belajar sebentar bisa mengajar?...mengajar itu butuh pegangan, bagaimana
pertanggungjawabanmu terhadap Tuhanmu, ketika kau diprotes “Bagaimana kau mengajarkan pada banyak orang,
mengajarkan pada kesalahan...bukan hanya pada satu kepala tapi berpuluh-puluh
kepala hingga beratus-ratus kepala”. Menyampaikan ilmu memang wajib, ketika
kita sudah tahu ilmunya dengan benar bukan asal-asalan. Bergurulah sampai kau
benar-benar bisa, keika kau bisa ajarkanlah sebagai dakwah. Jangan kau
mengajarkan sementara kau belum tahu ilmunya dengan benar,” papar Aida panjang
lebar.
‘Terimakasih
saudariku, kita adalah sahabat, saling menyirami dan saling menguatkan masalah
agama. Sakitmu adalah sakitku jua dan sakitku adalah sakitmu jua. Benar katamu,
kita tak pantas menilai seseorang dari luarnya...bukankah kacang terkadang
kulitnya bagus, namun isinya kopong, terkadang kulitnya buruk, isinya bagus.
Demian pula manusia, kita tak bisa menilai dari tampilan luarnya, untuk
mengetahui jatidirinya, perlu menyelam mengarungi kehidupannya. Bukan kata
orang yang didengar melainkan kebenaran yang dicari. Kata orang belum tentu
benar adanya, perlu diselidiki agar tak terjadi fitnah. Kau benar
saudariku...dalam sejarahpun, tiada nabi ataupun ulama yang tergoyah oleh
wanita, is elalu menjaga pandangannya. Pemuda yang baik, yang taat perintah
Tuhan dan rosulnya. Mak untuk memantaskan diri, bukankah kita juga memperbaiki
akhlak kita dan memperluas wawasan kita tentang ilmu duniawi dan ukhrawi.
Yakinlah apapun yang Tuhan berikan pasti yang terbaik, tiada satupun yang
sia-sia melainkan terkandung hikmah yang besar di dalamnya,” ucap Fatimah
dengan lembut sembari tersenyum mengusap air mata dipipinya.
*****SEMOGA
BERMANFAAT*****
1 komentar :
Posting Komentar