HALIMAH BINTI MASDARI

Selasa, 19 September 2017

KEUTAMAAN MENJAGA SHALAT

KEUTAMAAN MENJAGA SHALAT
*****
Kajian Kitab Majalisus Shaniyyah
Halaman 80
*****       

Kebaikan seseorang terletak pada bagaimana ia menjaga shalatnya. Orang yang bisa menjaga shalatnya dengan baik  dan menunaikannya tepat waktu, in syaallah akhlaknya juga baik. Shalat adalah amalan yang pertama kali di hisab kelak di hari kiamat. Sungguh betapa pentingnya menjaga shalat. Menunaikan shalat tepat waktu  berarti mentaati perintah Allah SWT dengan baik. Menyia-nyiakan sholat berarti membangkang atas perintah Allah SWT. Bukan hanya itu, melalaikan shalat bagi seorang yang beragama islam termasuk dzalim yakni: 1) Dzalim kepada Allah/ durhaka kepada Allah. Sebab tugas seorang hamba adalah taat pada Tuhannnya, bila melalaikan perintahNya berarti durhaka padaNya, 2). Dzalim pada diri sendiri. Sesungguhnya di dalam shalat terdapat beberapa doa untuk memohon keselamatan diri baik di kehidupan dunia maupun di akherat. Apabila seseorang melalaikan solat berarti ia tidak memohon keselamatan untuk dirinya sendiri 3). Dzalim pada orang lain sebab di dalam doa ada hak orang lain (kaum muslimin dan muslimat) untuk didoakan.    

Rosulullah SAW bersabda: “Tiap-tiap langkah kaki yang digunakan untuk menunaikan solat adalah sedekah”.  Sesungguhnya mengukuhkan di dalam menghadiri beberapa sholat jama’ah (solat berjama’ah) dan meramaikan masjid itu dapat menambah pahala daripada solat di dalam rumah. Sholat berjama’ah mendapatkan pahala 27 derajad, sementara sholat munfarid mendapatkan 1 pahala. Bila selisih 26, maka engkau pilih yang mana?. Tentu bagi orang yang beriman, lebih memilih sholat berjama’ah daripada sholat munfarid. Ketika di hari kiamat nanti, akan hadir suatu kaum yang berdiri di atas siraj (jalan), maka dikatakan kepada suatu kaum yang melewati jalan supaya takut akan (siksa) neraka.
Malaikat Jibril berkata: “Bagaimanakah caramu ketika engkau melewati lautan/ samudra?”. Lalu dijawab: “Dengan menggunakan perahu.”. Maka diumpamakan bahwa orang yang sholat berjama’ah dimasjid ketika melewati jembatan sirad seperti orang yang naik perahu menyeberangi samudra.
Diriwayatkan oleh Anas RA bahwasannya Rosulullah SAW berkata: “Akan dikumpulkan masjid-masjid di dunia. Sesungguhnya masjid-masjid di dunia itu seperti unta besar yang berwarna putih yang kakinya berbau minyak anbar (sejenis minyak dari surga), dan lehernya berbau minyak ja’far (jenis minyak dari surga), dan kepalanya berbau minyak misik.”. Adapun para muadzin (orang yang bertugas mengumandangkan adzan) akan menuntun unta (tersebut) dan para imam (sholat berjama’ah) akan menggiring unta (tersebut). Adapun orang yang menjaga sholat, akan turut serta berjalan menuju halaman kiamat. Dikatakan oleh penduduk akherat, malaikat, dan para utusan bahwasannya orang yang menjaga keistiqomahan sholat berjama’ah dengan tepat waktu, maka ia akan diakui sebagai ummat Muhammad SAW.  Diriwayatkan dari Abi Hurairah RA bahwasannya Rosulullah SAW bersabda: “Semakin banyak langkah berjalan menuju masjid di waktu malam (untuk sholat), maka sesungguhnya orang tersebut menyelam ke dalam rohmat Allah SWT.
Ketika di hari kiamat nanti, akan diperintahkan orang yang menjaga shalatnya untuk masuk surga. Beberapa golongan yang masuk surga adalah:
1.      Golongan orang yang seperti matahari, maka ditanya oleh malaikat: “Siapakah engkau?”. Lalu mereka menjawab: ”Sesungguhnya kita adalah orang yang menjaga sholat”. Lantas malaikat bertanya: “Seperti apa engkau menjaga sholat?”. Mereka menjawab: “Ketika mendengarkan adzan, kita sudah berada di dalam masjid (maksudnya mereka mendengarkan adzan di dalam masjid)”.
2.      Golongan orang yang seperti bulan di malam lailatul qodar, maka ditanya oleh malaikat: “Siapakah engkau?”. Lalu mereka menjawab: “Kita adalah orang yang menjaga sholat”. Lantas malaikat bertanya kembali: “Seperti apa engkau menjaga sholat?”. Mereka menjawab: “Kita berwudhu sebelum waktu sholat tiba (waktu sebelum adzan tiba, maksudnya wudhu mendekati waktu adzan tiba). Misalnya; a). Waktu adzan sholat dzuhur pukul 12.00, maka golongan ini sudah wudhu sejak pukul 11.30, b). Waktu adzan sholat asar pukul 15.00, maka golongan ini sudah wudhu sejak 14.45, c). Waktu adzan sholat magrib pukul 17.50, maka golongan ini sudah wudhu pukul 17.30, d). Waktu sholat isya pukul 19.00, maka golongan ini sudah wudhu pukul 18.30, dan e). Waktu sholat subuh pukul 04.20, maka golongan ini sudah wudhu pukul 04.00.
3.      Golongan orang yang seperti bintang, maka ditanya oleh malaikat: “Siapakah engkau?”. Lalu mereka menjawab: “Kita adalah orang yang menjaga sholat”. Lantas malaikat bertanya kembali: “Seperti apa engkau menjaga sholat?”. Mereka menjawab: “Kita berwudhu sebelum adzan dikumandangkan”.
Allah SWT berfirman bahwasannya ada 3 (tiga) golongan:
1.      Golongan yang mendzalimi diri sendiri yakni mereka yang sholat setelah waktu sholat selesai. Contohnya: datang ke masjid untuk sholat berjama’ah ketika imam sudah hampir salam, sholat mendekati waktu sholat telah habis.
2.      Golongan tengah adalah mereka yang masuk masjid (untuk sholat berjama’ah) setelah mendengarkan adzan.
3.      Golongan awal (golongan paling mulia) adalah golongan yang masuk masjid ( untuk sholat berjama’ah) sebelum adzan dikumandangkan.
Umar bin Abdul Aziz berkata dalam firman Allah SWT bahwasannya golongan yang menyia-nyiakan sholat adalah orang-orang yang menyia-nyiakan waktu sholat. Sebagaimana contohnya orang yang menunaikan sholat menjelang waktu sholat habis. Misalnya; 1). Sholat isya’ pukul 04.00 mendekati waktu sholat subuh, 2). Sholat subuh pukul 05.50 mendekati waktu sholat dhuha, 3). Sholat dhuhur pukul 14.30 mendekati waktu sholat asar, 4). Sholat asar pukul 17.30 mendekati waktu sholat magrib, 5). Sholat magrib pukul 18.30 mendekati waktu sholat isyak dan mendekati waktu sholat magrib telah habis. Selain itu yang dimaksud orang yang menyia-nyiakan sholat adalah orang yang mendengar adzan, namun tidak segera menunaikan sholat berjama’ah.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya kita menjaga keistiqomahan sholat tepat waktu terlebih solat berjama’ah. Sebuah perumpamaan, bila engkau diperintah gurumu taat, maka gurumu akan senang padamu. Demikian pula bila engkau taat pada perintah Allah SWT seperti rajin menunaikan sholat jama’ah tepat waktu, maka Allahpun akan mencintaimu sebagaimana engkau jua mencintaiNya. Bila menunaikan sholat jama’ah tepat waktu diberikan pahala berupa surga, apakah engkau tidak mau masuk surga? Haruskan masuk surga diperintah-perintah dulu?. Terkadang manusia itu unik, bagaimana tidak? Coba kita renungkan. Tak usah jauh-jauh melihat orang lain, mari merenungkan diri sendiri untuk kita perbaiki menjadi lebih baik. Kita dengan mudah menyatakan kita takut akan siksa neraka, namun apa yang kita lakukan terkadang justru durhaka pada Allah yang menjurus pada pilihan siksa neraka. Memang kesenangan dunia dan kemaksiyatan itu terasa nikmat sehingga menggiurkan manusia, namun dampaknya berupa ahdzab atau bahkan siksa neraka. Ataukah engkau memilih mengekang nafsu dan mentaati perintah Allah walaupun sulit karena banyak godaannya, namun kita ikhlas semata-mata untuk mencari ridho Allah?. Sesungguhnya surga dan neraka adalah pilihan, tidak ada paksaan untuk memilih ke surga atau ke neraka. Mau ke surga, cukup dengan mentaati segala perintah Allah SWT, mau ke neraka cukup dengan durhaka dan membangkang pada perintah Allah SWT dan menjalankan larangan Allah SWT.
Namun pada hakekatnya, bila cintamu tulus ikhlas lilahi ta’ala yakni semata-mata mencari ridho Allah SWT. Maka sholatmu, ibadahmu engkau lakukan dengan tulus sekalipun tidak diberi hadiah berupa surga. Sebab puncak tertinggi yang engkau cari bukan surga melainkan ridho Allah SWT. Golongan yang beribadah tanpa mengharap apapun kecuali ridho Allah SWT dan mendapatkan rohmat Allah SWT adalah golongan yang beruntung. Sungguh cinta sejati adalah ketaatan dan pengorbanan, termasuk mentaati segala yang Allah perintahkan demi menggapai cinta illahi serta berkorban untk menjauhi segala larangan Allah sekalipun itu menggiurkan dan menyenangkan hati (nikmat duniawi). Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan yang mendapatkan hidayah Allah SWT, selalu dalam perlindungannya dan mendapatkan rohmat Allah SWT sehingga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung. Aamiin.    
*****
UCAPAN TERIMAKASIH
Sebagai rasa takdim penulis, penulis ucapkan terimakasih pada Abah KH. Muharor Ali selaku pengasuh PP. Khozinatul Ulum. Tak lupa penulis sampaikan terimakasih pada Pak Khobir selaku guru yang mengampu dalam kajian kitab Majalisus Saniyyah. Semoga Allah swt senantiasa melimpahkan rahmadNya kepada beliau, memberikan nikmat panjang umur, melimpahkan rizkinya, dan memuliakannya sebagai golongan orang-orang beruntung. Semoga Allah swt senantiasa memuliakan para guru penulis, memberikan rahmad dan kasihNya sebab melalui perantara gurulah seorang murid dapat memahami suatu ilmu hingga dapat mengamalkannya. Mohon doanya semoga penulis senantiasa menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya, dapat bermanfaat di sepanjang hayatnya, dan dapat memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik. Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Allah SWT dan semoga akhir hayat kita nanti dalam keadaan khusnul khotimah. Aamiin.
   Jika dirasa tulisan ini bermanfaat, silahkan dishare. Semoga dengan membagikan tulisan ini dapat menjadi amal jariyah penulis jua guru penulis serta orang yang membagikan tulisan ini. Mohon doanya semoga penulis mendapatkan ilmu yang berkah dan senantiasa bermanfaat, serta menjadi santri yang berhasil dalam menimba ilmu serta tawadhu’. Tulisan ini tidaklah sempurna, sebab penulispun jua manusia yang tak luput dari dosa. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulis pertimbangkan pada penulisan selanjutnya. Saran dan kritik: WA 085725784395/ email. halimahundip@gmail.com. Semoga bermanfaat.  
Tiada yang lebih utama dari sebuah ilmu yakni ilmu yang diamalkan dan dibagikan pada kaum muslimin lainnya. Maka atas setiap ilmu yang kau dapatkan, ajarkan pula pada yang lainnya sebagai jalan dakwahmu akan kebaikan sembari engkau amalkan.   

REFERENSI:    
Syeh Ahmad bin Syeh Hajazi Al Fasani. Majalisus Saniyyah. Halaman 80. Surabaya: Maktabatil Hidayah.                          


Tidak ada komentar :