HALIMAH BINTI MASDARI

Jumat, 22 September 2017

TAFSIR QUR'AN QS. AL-ANBIYA AYAT 71-75 (BESERTA PENJELASANNYA)

TAFSIR QUR’AN
*****
QS. AL-ANBIYA 71-75 
***** 
KISAH TELADAN NABI IBRAHIM AS
DAN NABI LUTH AS  
*****

QS. Al-Anbiya ayat 71-75

Segala puji bagi Rabb Semesta Alam yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Dialah Allah, Tuhan yang menghidupkan lagi mematikan makhlukNya. Sesungguhnya hanyalah Allah yang dapat menyelamatkan seorang hamba dari suatu bencana dan Allah jua yang mengizinkan suatu bencana bisa terjadi. Sudah selayaknya ketika kita memohon pertolongan kepada Allah SWT, sebab Dialah Allah, Dzat yang Maha menyelamatkan lagi memusnahkan makhlukNya. Perlu kita ketahui bahwasannya sebaik-baiknya tempat untuk memohon perlindungan dan pertolongan adalah Allah SWT. Hal ini bisa kita lihat dari kisah-kisah orang terdahulu yakni kisah para nabi dan para kaum mukminin yang diselamatkan Allah SWT dari bencana dan marabahaya serta kisah kisah kaum yang durhaka lantas dimusnakan oleh Allah SWT dari muka bumi. Salah satunya kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Luth, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Anbiya ayat 71 yang artinya:
“Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia”. (QS. Al-Anbiya ayat 71).
Adapun penjelasan  QS. Al Anbiya 21: 71 dalam kitab Tafsir Al-Jalalain yaitu:
(Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth) anak saudara Nabi Ibrahim yang bernama Haran yang tinggal di negeri Iraq (ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia) dengan menjadikan sungai-sungai dan pohon-pohon yang banyak padanya, yaitu negeri Syam. Nabi Ibrahim tinggal di negeri Palestina sedangkan Nabi Luth di Mu'tafikah; jarak antara kedua negeri itu dapat ditempuh dalam sehari. (Tafsir Al-Jalalain, Al-Anbiya 21:71)
Berdasarkan penjelasan QS. Al Anbiya 21: 71 dalam kitab Tafsir Al-Jalalain tersebut dapat diketahui bahwasannya Allah SWT menyelamatkan Nabi Luth AS dan Nabi Ibrahim AS yang merupakan anak dari saudaranya Nabi Ibrahim yang bernama Haran. Haran tinggal di negara Iraq. Lantas Allah SWT menyelamatkan mereka (Nabi Luth dan Nabi Ibrahim)  dari negaranya (Mu’tafikah dan Palestina) ke negara Syam (negara yang diberkahi dengan kenikmatan berupa sungai-sungai yang mengalir serta pohon-pohonan yang tumbuh subur). Sebelum pindah ke Syam, Nabi Ibrahim tinggal di negara Palestina dan Nabi Luth tinggal di negara Mu’tafikah (terletak di sebelah timur laut mati). Jarak antara negara Palestine dan Mu’tafikah apabila ditempuh dengan unta (kendaraan zaman dahulu) memakan waktu sekitar satu hari.  
Adapun kelanjutan dari kisah Nabi Ibrahim dijelaskan dalam QS. Al Anbiya ayat 72 yang artinya:
“Dan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrahim) lshak dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh.” (Al-Anbiya 21:72)
Penjelasan  QS. Al Anbiya 21: 72 dalam kitab Tafsir Al-Jalalain yaitu:
(Dan Kami telah memberikan kepadanya) kepada Ibrahim, yang sebelumnya selalu mendambakan mempunyai seorang anak, sebagaimana yang disebutkan di dalam surah Ash-Shaffat (Ishak dan Yakub sebagai suatu anugerah) dari Kami, yaitu anugerah yang lebih daripada apa yang dimintanya. Atau yang dimaksud dengan Naafilah adalah cucu (Dan masing-masingnya) Nabi Ibrahim dan kedua anaknya itu (Kami jadikan orang-orang yang saleh) yakni menjadi nabi semuanya. (Tafsir Al-Jalalain, Al-Anbiya 21:72).   
Maksud dan penjelasan dari QS. Al Anbiya 21: 72 dalam kitab Tafsir Al-Jalalain adalah Nabi Ibrahim AS mendambakan memiliki seorang anak. Namun usia Nabi Ibrahim AS sudah tua, sedangkan istrinya yang pertama (Siti Sarah) pun jua berusia manula sehingga sudah mengalami menopause (sudah tidak mengalami haid lagi). Sehingga dalam hal ini, menurut pandangan manusia, memiliki anak di usia yang sudah tua adalah suatu kemustahilan (ketidakmungkinan). Namun Allah SWT menunjukkan kebesaran dan kekuasaanNya dengan mengabulkan doa Nabi Ibrahim AS. Allah memberikan anak pada Nabi Ibrahim AS dengan Siti Sarah yang hamil meskipun di usianya yang sudah tua. Bahkan Siti Sarah pun sempat tidak percaya, namun fakta menunjukkan bahwa ia benar-benar hamil. Sungguh, Dialah Allah Dzat Yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu. Maha Suci Allah, Dzat yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Bahkan Alllah SWT tidak hanya memberikan Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah seorang anak melainkan juga cucu. Dari Siti Sarah, Allah memberikan keturunan kepada Nabi Ibrahim AS seorang anak laki-laki bernama Ishak yang kemudian diangkat menjadi seorang Nabi sehingga disebut Nabi Ishak AS. Nabi Ishak AS memiliki anak yaitu Nabi Ya’kub AS. Sungguh, Allah adalah Dzat Yang Maha Baik. Bagaimana tidak? Bayangkan saja. Nabi Ibrahim meminta seorang anak, namun Allah berikan seorang anak sekaligus cucu yang kesemuanya orang soleh dan jua diangkat menjadi Nabi. Nabi Ibrahim AS dengan Siti Sarah (istri pertama) melahirkan seorang putra yakni Nabi Ishak AS. Nabi Ibrahim AS dengan Siti Hajar (istri kedua) melahirkan seorang putra yakni Nabi Isma’il AS.
Kisah tersebut bersambung dengan QS. Al-Anbiya ayat 73 yang artinya:
Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah, (Al-Anbiya 21:73).
Penjelasan  QS. Al Anbiya 21: 73 dalam kitab Tafsir Al-Jalalain yaitu:
(Kami telah menjadikan mereka itu sebagian pemimpin-pemimpin) dapat dibaca A-immatan atau Ayimmatan, yakni pemimpin yang menjadi teladan dalam kebaikan (yang memberi petunjuk) kepada manusia (dengan perintah Kami) memberi petunjuk kepada mereka untuk memeluk agama Kami (dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan salat, menunaikan zakat) hendaknya mereka dan orang-orang yang mengikuti mereka mengerjakan semuanya itu. Huruf Ha dari lafal Iqaamah dibuang demi untuk meringankan bunyi, sehingga menjadi Iqaamash Shalaati bukan Iqaamatish Shalaati (dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah). (Tafsir Al-Jalalain, Al-Anbiya 21:73).
Tafsir Al-Jalalain tentang QS. Al-Anbiya 21: 73 tersebut menjelaskan bahwasannya Allah SWT mengangkat Nabi Ibrahim AS sebagai utusan yakni sebagai pemimpin ummat di zamannya. Pemimpin (Nabi Ibrahim AS) memiliki kewajiban untuk memberikan teladan kebaikan berupa akhlakul karimah (perilaku yang baik) dan berkewajiban untuk berdakwah kepada ummatnya supaya memeluk agama yang haq (agama yang Allah SWT wahyukan kepada Nabi Ibrahim AS) yakni agama yang mengajarkan untuk mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Maka hendaklah orang-orang yang beriman melaksanakan itu semua (mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat). Seyogyanya hanya kepada Allahlah seorang hamba menyembah, sebab tiada yang berhak untuk disembah selain Allah SWT. Dialah Allah SWT, Rabb Semesta Alam.
QS. Al-Anbiya ayat 74 menjelaskan tentang kisah Nabi Luth AS yang artinya:
Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik, (Al-Anbiya 21:74).
Adapun penjelasan  QS. Al-Anbiya 21: 74 dalam kitab Tafsir Al-Jalalain yaitu:
 (Dan kepada Luth, Kami telah berikan hukum) yang memutuskan di antara orang-orang yang bersengketa (dan ilmu dan telah Kami selamatkan dia dari azab yang telah menimpa kota yang penduduknya mengerjakan) perbuatan-perbuatan (keji) yaitu seperti liwath atau homosex, main dadu, menebak nasib dengan burung dan lain sebagainya. (Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat) lafal Sau-in adalah bentuk Mashdar dari lafal Saa-a lawan kata dari Sarra, artinya jahat atau buruk (lagi fasik). (Tafsir Al-Jalalain, Al-Anbiya 21:74).
QS. Al-Anbiya ayat 74 dalam Tafsir Al-Jalalain menerangkan tentang kisah Nabi Luth AS. Allah SWT memberikan kelebihan kepada Nabi Luth AS berupa hikmah dan ilmu yang dapat digunakan untuk menangani permasalahan orang-orang yang bersengketa sehingga dapat memutuskan kebijakan yang adil untuk menyelesaikannya. Kedurhakaan kaum Nabi Luth AS diantaranya melakukan homosex (hubungan seksual antara laki-laki dan laki-laki) dan lesbi (hubungan seksual antara perempuan dan perempuan), main dadu (judi), dan menebak nasib seseorang menggunakan burung (meramalkan nasib), dan lain sebagainya. Karena kedurhakaan kaum Nabi Luth AS kepada Allah SWT dan Nabi Luth AS, maka Allah turunkan azab pada seluruh penduduk kota kaum Nabi Luth, termasuk juga pada istri Nabi Luth AS yang turut binasa bersama kaum Nabi Luth AS yang durhaka lagi jahat. Namun pada Nabi Luth AS beserta orang-orang yang beriman, Allah SWT menyelamatkannya dari azab tersebut. Sungguh kaum Nabi Luth AS adalah kaum yang jahat lagi fasiq. Demikianlah Allah SWT membinasakan kaum yang durhaka pada Allah dan rosulNya.  
QS. Al-Anbiya ayat 75 merupakan kelanjutan kisah Nabi Luth AS yang diceritakan pada QS. Al Anbiya ayat 74, yang artinya:
Dan Kami masukkan dia ke dalam rahmat Kami; karena sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang saleh. (Al-Anbiya 21:75)
Penjelasan QS. Al-Anbiya 21: 75 dalam Tafsir Al-Jalalain yaitu:
(Dan Kami masukkan dia ke dalam rahmat Kami) yang antara lain dia Kami selamatkan dari kaumnya. (Karena sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang saleh). (Tafsir Al-Jalalain, Al-Anbiya 21:75)
Maksud dari QS. Al-Anbiya ayat 75 dalam Tafsir Al-Jalalain tersebut adalah Allah SWT menyelamatkan Nabi Luth AS beserta pengikutnya dari azab yang menimpa kaumnya (yang durhaka pada Allah SWT dan Nabi Luth AS). Sesungguhnya Nabi Luth (beserta pengikutnya) termasuk ke dalam golongan orang-orang yang soleh.  
*****
AMANAT PENULIS
Berdasarkan kisah Nabi Ibrahim AS dan kisah Nabi Luth AS di atas, semoga kita dapat memetik hikmah (pelajaran) dari kisah yang tersirat di atas. Hendaklah kita yakin bahwasannya Allah berkuasa atas segala sesuatu sebagaimana Allah berkuasa memberikan anak pada Siti Sarah sekalipun usianya sudah tua (manula) dan sudah mengalami menopause (tidak haid). Tiada kekuatan melainkan dari Allah SWT, oleh karena itu sebagai makhluk seyogyanya kita bersikap tawadhu’ (rendah hati) sebab tiada makhluk yang bersifat abadi, hanya Allah-lah yang abadi, semua makhluk pasti akan mati (fana’). Selain itu, marilah kita mengambil hikmah dari kisah Nabi Luth AS yakni dengan menjalankan perintah Allah SWT (seperti melakukan kebaikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dsb) dan menjauhi segala larangan Allah SWT (tidak berjudi, tidak berzina, tidak sirik, dll). Semoga dengan mentaati segala apa yang Allah perintahkan menjadikan kita selamat dari dunia hingga akherat. Sungguh ahzab Allah sangatlah pedih, semoga kita termasuk ke dalam orang-orang yang takut akan siksa Allah SWT sehingga kita menjauhi segala apa yang Allah larang.
“Duhai Rabb Semesta Alam, ampunilah segala dosa kami. Jauhkanlah hati kami dari rasa iri, sombong, ujub, dan riya’. Jagalah pandangan kami dari hal yang engkau haramkan untuk dilihat, Jagalah telinga kami dari hal yang tak boleh didengar karena maksiyat. Jagalah lisan kami agar tidak ghibah atau berkata ingkar yang menjadikannya sumber fitnah. Jagalah tangan dan kaki kami dari bergerak melakukan kemaksiyatan. Jagalah farji kami dan jauhkanlah kami dari perbuatan zina. Sesungguhnya tiada yang dapat menyelamatkan kami kecuali Engkau, ya Rabb. Engkaulah Dzat yang Maha Memberikan Hidayah (Petunjuk) bagi siapapun yang Engkau kehendaki. Maka dari itu, berikanlah petunjukMu pada kami. Tanpa hidayahMu, sesungguhnya kami termasuk dalam golongan orang yang rugi. Maka dari itu selamatkanlah kami dengan sifat Rahman dan Rakhim-Mu. Aamiin”.
*****
UCAPAN TERIMAKASIH
Sebagai rasa takdim penulis, penulis ucapkan terimakasih pada Abah KH. Muharor Ali selaku pengasuh PP. Khozinatul Ulum (Blora) sekaligus guru yang mengampu dalam kajian kitab Tafsir Qur’an. Semoga Allah swt senantiasa melimpahkan rahmadNya kepada beliau, memberikan nikmat panjang umur, melimpahkan rizkinya, dan memuliakannya sebagai golongan orang-orang yang beruntung. Semoga Allah swt senantiasa memuliakan para guru penulis, memberikan rahmad dan kasihNya sebab melalui perantara gurulah seorang murid dapat memahami suatu ilmu hingga dapat mengamalkannya. Mohon doanya semoga penulis senantiasa menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya, dapat bermanfaat di sepanjang hayatnya, dan dapat memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik. Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Allah SWT dan semoga akhir hayat kita nanti dalam keadaan khusnul khotimah. Aamiin.                  
   Jika dirasa tulisan ini bermanfaat, silahkan dishare. Semoga dengan membagikan tulisan ini dapat menjadi amal jariyah penulis jua guru penulis serta orang yang membagikan tulisan ini. Mohon doanya semoga penulis mendapatkan ilmu yang berkah dan senantiasa bermanfaat, serta menjadi santri yang berhasil dalam menimba ilmu serta tawadhu’. Tulisan ini tidaklah sempurna, sebab penulispun jua manusia yang tak luput dari dosa. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulis pertimbangkan pada penulisan selanjutnya. Saran dan kritik: WA 085725784395/ email: halimahundip@gmail.com. Semoga bermanfaat.  
Tiada yang lebih utama dari sebuah ilmu yakni ilmu yang diamalkan dan dibagikan pada kaum muslimin lainnya. Maka atas setiap ilmu yang kau dapatkan, ajarkan pula pada yang lainnya sebagai jalan dakwahmu akan kebaikan sembari engkau amalkan.   

REFERENSI:   
Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al Mahali. Tafsir Qur’anul Adhim. Bab 2. Lil Imam Abi Abdullah bin Hazem. Surat Al Anbiya ayat 71-75. Halaman 32-33.          

   

Tidak ada komentar :