HALIMAH BINTI MASDARI

Kamis, 12 Maret 2020

Allah Memberi Masalah, Allah Memberi Solusi

Allah Memberi Masalah, Allah Memberi Solusi
*****
Oleh: Dewi Nur Halimah, S. Si



Setiap orang hidup tidak bisa lepas dari masalah. Masalah hadir untuk menjadikanmu lebih dewasa. Selalu ada harapan pada Allah. Setiap kali hatiku hancur, iya hancur sehancur-hancurnya. Aku manghabiskan waktuku sendiri dengan nangis di masjid biasa aku i'tikaf. Tanpa berkata apapun. Mengaji, doa lalu air mataku meluncur begitu deras.

Setiap kali sedih dan kesedihan itu sangat mendalam, hujan air mata seringkali spontan mengalir tanpa henti. Tak dapat kuungkapkan kecuali pada diaryku, Tuhanku, dan orang yang paling aku percayai. Seringkali aku motoran tanpa arah, berkilo kilo selama siang in syaAllah safety. Aku motoran sambil solawatan dan spontan air mata membasahi pipiku. Luka yang teramat dalam tidak bisa kusembunyikan, tapi solawatan membuatku lebih lega sembari menikmati indahnya alam. Jika cintaku pada manusia dibalas pengadu dombaan, penghianatan. Tapi aku yakin, cintaku pada Nabi Muhammad tidak dibalas dengan penghianatan. Adakah rosulku tega membalas salam solawatku, cintaku dengan penghianatan?. Tentu TIDAK. Solawat adalah obat cinta dimana aku hanya bisa berharap pada Allah swt dan cinta rosulku. Dengan Mencoba selalu husnudzan di balik ujian yang sangat berat.

Aku tidak berani berharap pada manusia, karena seringkali bahkan orang yang pernah kupercayai berhianat. Satu-satunya harapan yang kumiliki adalah dari Allah. Semoga harapan ke Allah tidak hilang, sehingga aku tidak putus harapan hidup.

Terlalu sakit, ketika kepercayaan dihianati terlebih bila orangnya pandai berdrama seolah olah aku yang salah. Aku perempuan yang tak bisa beracting, apa adanya, in syaAllah selalu jujur. Kalau aku marah, dari sikapku kelihatan. Kalau aku bahagia pun kelihatan. Aku tidak suka bermuka dua. Tapi seringkali orang yang kupercayai, justru bermuka dua. Kecuali ibu dan adekku. 

Terkadang ketika kesedihan mencapai puncaknya. Yang sering kulakukan adalah observasi lapangan kondisi gelandangan, pengemis, perminta-minta sekaligus kalau ada rizki sekalian berbagi. Iya, yang sangat aku rindukan ketika kesedihan luar biasa adalah mengadukan pada RabbKu. Bertemu orang-orang yang aku sayangi memberikan ketenangan tersendiri bagiku saat aku difitnah. Biarlah Allah, Dzat Yang Maha Kuat yang menguatkanku.

Berjumpa dengan yatim piatu mengajariku arti syukur. Aku masih diberi orangtua. Sudah sepantasnya aku memuliakan orangtuaku. Biasanya seminggu sekali/ 2 minggu sekali atau pas sembako habis. Aku belanja banyak sembako 1 kresek besar di swalayan. Semata mata untuk membahagiakan ibu. Tanpa berucap kata apapun, langsung kuberi. Setelah itu senyum pergi. Ibu sudah hafal sikapku, aku kalau memberi tidak bilang, setelah memberi langsung pergi. Tanpa ngomong apapun. Demikian adek, aku dulu pernah berjanji bahwa aku yang akan membiayai sekolahnya, dia ndak usah khawatir. Alhamdulillah sudah hampir 3 tahun ini aku membiayainya. Mulai harian, biaya pondok, kitab, peralatan, dll. In syaAllah ridho. Aku tidak akan mengungkitnya, karena aku memberinya dengan cinta. Namun aku memberi persyaratan "Kelak jika di akherat, sampaikan Salamku pada Allah". Aku hanya meminta ia harus sungguh sungguh belajar. Selalu kudorong agar juara juara dan menjaga akhlak. In syaAllah dia perempuan yang sangat lembut, cerdas, juga baik. Semoga cintaku menjadi amal jariyahku di alam kubur. Walaupun aku orang e kalau di depan tak pernah blak blakkan matur cinta dll. Setidaknya, barang barang, biaya, surat sudah menunjukkan aku cinta. Aku tak pernah perhitungan dengan orangtua dan adek kesayanganku. Uangku juga uang orangtuaku. Rumah mereka juga rumahku. Jadi milikku juga milik mereka in syaAllah. Yang kuharapkan hanya ridho Allah, ibuku, bapakku, adekku, dan guruku (guru yang pernah langsung mengajariku). 

Menyambangi panti jompo. Dengan aku melihat orangtua orangtua yang di panti jompo, aku belajar arti memuliakan. Kelak, ketika aku sudah berumah tangga. Lalu ibuku, bapakku, ibu mertuaku, bapak mertuaku sepuh in syaAllah akan kumuliakan dan TIDAK kutaruh dipanti jompo. Aku kasihan melihat orangtua yang ditaruh di panti jompo dan sangat merindukan kasih sayang anak-anaknya. Akan kumuliakan sebagaimana mereka mencintaiku sewaktu kecil. Dulu waktuku kecil, aku seringkali bagai kaleng rombeng. Ngomong tidak jelas berulang kali, tapi ibu tidak pernah marah justru gemes. Dulu aku tidak bisa berjalan, yang menatihku berjalan adalah ibuku sehingga aku bisa berjalan hingga berlari. Saat aku tidak bisa makan, disuapi sama ibu. Justru waktu sepuhnya orangtua adalah ladang pahala bagiku, memuliakannya dengan merawatnya seperti menyuapi, memapah berjalan, mendengarkan ceritanya, dll. Orangtuaku, mertuaku nanti in syaAllah akan kumuliakan. Baikku bukan karena aku baik, tapi aku berusaha semaksimal semampu ku untuk meneladani Sayyidatuna Fatimah ra (putri Rosulullah saw).

Bertemu fakir miskin, dhuafa, gelandangan mengajariku arti syukur. Alhamdulillah memiliki rumah walaupun sederhana, alhamdulillah memiliki sawah sehingga ketika ada rizki bisa berbagi. Banyak cara Allah untuk melatihku bersyukur dan peduli. Terkadang aku memakai cadar, menjumpai fakir miskin memberikan uang semampuku, ke tukang parkir walau tidak markir, ke tukang becak dengan membayar tiga kali lipat pas ada rizki, dll. Namun identitasku kusembunyikan. Jadi tiap aku datang, mereka hanya tahu perawakan Tubuhku. Emakku sudah tahu kebiasaanku, emakku mendukungku. Aku malah suka membantu orang yang tidak kenal, karena in syaAllah pasti ikhlas dan tidak kuungkit. Aku juga suka memberi diam diam, agar yang menerima tidak malu. Kutaruh dimana ia biasa berada, kuberi surat lalu aku pergi. Justru dengan tampang jutek diluar. Peduli diam diam akan membuatku lebih nyaman. Aku tidak suka cerewet ngomentarin orang, yang penting tidak mengganguku, tidak mendzalimi ku ya sudah. Menasehati wajib karena dakwah wajib, diterima alhamdulillah. Tidak diterima juga tidak masalah, wong nasehat gratis, saya tidak kula'an. Nanti yang merasakan juga dia sendiri. Jujur, hatiku berbunga bunga ketika melihat orang yang kuberi senyum sumringah.

Terkadang aku berkeliling untuk menjumpai orang gila. Tiada rasa takut dariku, sebab yang kutakuti hanya Rabbku. Dengan orang gila, aku belajar arti syukur. Bersyukur aku telah diberi akal sehat sehingga waras. Dengan waras, aku lebih banyak bertafakur dan semoga bisa menebar kebaikan, menebar manfaat, menebar prestasi. Aamiin

Seringkali juga ketika aku sedih, aku menjumpai anak anak berkebutuhan khusus (ABK) baik anak autis, anak tuna grahita maupun tuna daksa. Pada yang tidak memiliki tangan, aku belajar arti syukur telah diberikan tangan. Pada yang tidak memiliki kaki, aku bersyukur telah diberikan kami. Banyak hikmah yang kuperoleh. Aku sering melancong sendirian, tiada ada ketakutan di hatiku. Sebab selain siang hari, jua aku yakin Allah senantiasa ada menjagaku. Setiap kali aku ketakutan. Aku selalu 🤲 berdoa. 

"Duhai Allah, Dzat Yang Maha Memelihara. Jagalah diriku. Duhai Allah, Dzat Yang Maha Menyelamatkan, kupasrahkan jiwa raga dan nyawaku padaMu. Selamatkanlah dari dunia hingga akherat. Lahul fatekhah" 

Dia yang sangat sederhana namun penuh dengan ketulusan dan seringkali kuoanjatkan setiap kali aku takut, gelisah, khawatir. Aku memiliki Tuhan, Dzat Yang Maha Menguatkan. 

Cita-citaku dari kecil hingga dewasa cukup sederhana. Masih tetap Istiqomah 5, dari dulu hingga sekarang tidak ada perubahan. 
  1. Menjadi waladun solekhah. Iya aku sangat ingin membahagiakan orangtuaku. Walaupun kadang tanpa sengaja, aku pun pernah mengecewakannya. Tapi aku selalu minta maaf duluan dengan ortu karena aku sadar ridho Allah bersama ridho ibu bapakku selama aku belum menikah, tak sungkan untuk sungkem. Kendati aku sudah menikah, surgaku pada ridho suamiku. Tetap orangtuaku akan kumuliakan sebagaimana birul walidain, mungkin porsinya yang berbeda. 
  2. Menjadi zaujati solekhah. Aku memutuskan menikah atas dasar aku tertarik sehingga bisa cinta supaya aku bisa taat ke suami. Ridho istri pada ridho suami. Istri membangkang, dilaknat Allah dan malaikat. Sehingga bagaimana mungkin aku bisa menerima orang menjadi suami tanpa cinta. Tidak, sekali kali tidak. Apalagi aku tipikal kalau tidak ada ketertarikan sama sekali, selalu protes. Tapi kalau cinta, in syaAllah ridho berjuang, berkorban jiwa raga, nyawa untuk suami selama tidak melanggar perintah Allah swt. Aku ingin menjadi istri yang taat layaknya Sayyidah Muthi'ah ra dan Sayyidah Khodijah ra yang rela berkorban apa saja, demi Allah dan rosulnya. Ya Allah, izinkanlah dan ridhoilah agar aku menikah atas dasar saling mencintai dan ketertarikan satu sama lain. Bukan menikah karena pakewuh, bukan menikah karena terpaksa. Sehingga ibadah atas dasar cinta, dari mencintai makhlukMu menjadi jalan aku semakin mencintaiMu. 
  3. Menjadi umi solekhah. Persiapanku cukup banyak. Aku cerdas, bukan untuk menyaingi suamiku. Justru itu bentuk cintaku padanya. Karena aku menginginkan dzuriyah yang ngalim. Makanya aku semaksimal mungkin untuk wara'. Agar anak anakku kelak in syaAllah ngalim, soleh solekhah. Kukekang mulutku, agar bicara seperlunya saja. Ibunya imam syafi'i tidak pernah ngrumpi. Hari-harinya dipenuhi dengan ibadah. Jika tidak ada kepentingan aku memilih diam. Walaupun tak jarang aku dihujat, dianggap tidak bisa sosialisasi. Wallahi, sosialisasi artinya adalah penyampaian informasi atau ilmu, bukan ngrumpi. Ngumpul ngrumpi tidak sama dengan sosialisasi. Aku tidak peduli penilaian orang apa, aku hanya peduli pada riyadohku. Aku hanya bicara kecuali seputar ilmu, hal manfaat, selebihnya diam. Kalau pun curhat sama keluarga dan orang yang aku percaya. 
  4. Dzuriyah cerdas soleh solekhah. Ambisiku dari dulu adalah memiliki dzuriyah yang cerdas, soleh solekhah. Jadi aku sebagai ibu, sebelum menjadi ibu harus banyak riyadoh. Riyadoh ku diantaranya, berusaha tidak pernah ghosob, berusaha makanan yang masuk diperutku pasti halal (bukan dari riba, ghoror, nipu, dll), berusaha bicara seperlunya saja. Ghibah haram kecuali ghibahnya orang yang didzalimi pada penguasa/ pemimpin untuk mengadukan orang yang mendzaliminya, banyak berbagi (karena Sayyidah Fatimah ra yang dermawan pun tidak lepas dari watak Sayyidatuna Khodijah RA yang penyayang lagi dermawan). Dermawan sama orangtua, adek, fakir miskin, dhuafa, yatim. 
  5. Semoga kelak wafat husnul khotimah. Bagiku orang yang paling beruntung adalah orang yang wafatnya husnul khotimah. Semoga kelak tetap iman, islam, husnul khotimah. 
Aku percaya bahwa dibalik ujian yang sangat berat, Allah telah menyiapkan hadiah untukku yang takkutahu dan tak kuduga sebagaimana janji Allah bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan. Aku pun belajar tegar dari kisah nabi Yusuf. Nabi Yusuf pernah dilempari dimasukkan ke sumur, difitnah hingga dijebloskan penjara padahal ia benar. Saat ini aku merasakan posisi difitnah. Biarlah Allah Yang Maha Membuka Kebenaran yang membuka kebenaran tanpa aku menjelaskan. Duhai Allah, Engkau mengetahui mana yang tulus dan mana yang bersandiwara. Engkau telah mengujiku dengan bullying yang dahsyat, Allah mempersiapkan solusi untukku. Dialah Allah, Dzat Yang Maha Menguatkan. Dialah Allah, Dzat Yang Maha Mengetahui isi hati tiap hambaNya. Aku pasrahkan hidup matiku padaMu ya rabb. Aamiin









Tidak ada komentar :