Solusi Ketika Masalah Menyapa
*****
Oleh: Dewi Nur Halimah, S. Si
Tiadalah Allah swt membiarkan seseorang mengatakan "Aku mencintai Allah" lalu dibiarkan begitu saja tanpa diuji. Cinta terbukti apabila seseorang lolos ujian dan menghadapinya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Sabar menerima cobaan, ikhlas menjalani ujian.
Demikian pula diriku, ujian hadir bertubi tubi. Aku berusaha selalu tersenyum dan tegar. Aku percaya bahwa Allah swt tak akan menguji di luar kemampuanku. Walaupun aku pernah sempat merasa bahwa aku tak sanggup menjalaninya. Toh nyatanya, aku mampu. Aku yakin, Allah menguji berdasarkan kapasitas kita.
Setiap kali aku pergi, aku sering menggunakan cadar. Iya, aku tak tahan memakai masker sebab hampir setiap memakai masker, nafasku pengab apalagi aku atsma. Maka sebagai alternatif, aku memilih cadar sebagai pengganti masker kalau di jalan. Beberapa teman mengetahui itu, kau tahu apa penilaian mereka terhadapku?. Sungguh kejam.
"Halimah iku wahabi, makanya cadaran"
Demi rabbku, bukan seperti itu. Aku adalah santri NU, bapak ibuku adalah NU tulen, kakek buyutku pendiri toriqoh NU. Aku memakai cadar di jalan sebagai pengganti masker. Banyak di tempatku, kalau ada orang bercadar dibenci. Dituduh wahabi. Ini sungguh fitnah yang besar. Apalagi pelakunya adalah masyarakat dan sebagian juga ada guru. Bagaimana mungkin semua yang bercadar wahabi. Memang mayoritas pengikut Wahabi itu bercadar, tapi TIDAK SEMUA yang bercadar adalah pengikut aliran wahabi.
Perlu engkau ketahui bahwa bercadar itu baik, menutup aurot secara sempurna meneladani Sayyidatuna Fatimah ra. Aku sangat ingin, tapi belum siap mental. Dipakai sebagai pengganti masker saja yang menghujat masya Allah banyaknya, apalagi memakai cadar di keseharian.
Banyak salah kaprah di lingkungan masyarakat. Harusnya mereka menilai seseorang wahabi atau bukan, tidak dari pakaian yang sekedar simbol. Akan tatapi dari pola pikirnya. Aku sangat mencintai NU, menyukai sejarah PBNU, dan segala hal yang disampaikan KH. Maemoen Zubair terkait NU. Bagaimana mungkin aku yang cinta NU, dari keluarga nasab NU dianggap wahabi. Innalillah
Janganlah kalian menilai dan menghakimi seseorang hanya dengan pakaian, tapi lihatlah dari pola pikir dan keseharian sikapnya. Jika engkau menjustis seseorang demikian, jelas engkau sangat melukai Sayyidatuna Fatimah ra. Banyak pula pengikut Sayyidatuna Fatimah ra dan mereka bukan pengikut aliran wahabi tetapi memakai cadar. Maka janganlah engkau menuduh seseorang sembarangan.
Bukan hanya itu, aku menjumpai sekelompok orang yang tiap kali berjumpa pasti ngrumpi dan menjadikan orang lain sebagai objek olok-olokan mereka. Aku pernah beberapa kali memergokinya, ghibah dan menjadikan orang yang dighibahi sebagai bahan olok-olokan dan bahan ketawaan. Maka aku memutuskan tidak mau ikut berkumpul kecuali ada hajat syari'at. Bukan karena aku tak mau bersosialisasi, melainkan aku menjaga diriku sendiri dari fitnah ghibah.
Kau tahu apa komentar orang terhadapku. Sangat sadis, dengan lantang mereka berkata:
"Halimah, kamu itu cerdas, sangat pintar tapi tidak punya adab. Kamu tidak mau berkumpul. Kamu tidak mau ngobrol. Kamu tidak mau bersosialisasi"
Wallahi, pernyataan di atas disampaikan sendiri padaku dan sangat menyakiti relung hatiku. Seseorang menjustis tanpa bertabayun. Aku tidak peduli, prinsipku tetap. Adakah jika aku mau ngobrol ngrumpi lantas di akherat dia bertanggung jawab terhadapku dan menanggung dosaku?. TIDAK. Seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain, kecuali dosa yang dilakukannya sendiri. Seandainya engkau menolak diajak maksiyat, tentu engkau tak akan disiksa.
Aku in syaAllah mau berkumpul asal tujuan jelas untuk akherat, untuk kebaikan seperti musyawarah ilmu, diskusi kebijakan, rapat, dll yang in syaAllah banyak manfaatnya di dunia dan akherat. Aku khawatir dengan ngrumpi, lisanmu terpeleset dan menyakiti orang lain. Sehingga aku berusaha semaksimal mungkin untuk bicara seperlunya seputar ilmu dan akhlak. Perlu kita ketahui bahwa seleksi pertama agar lolos dari malaikat khafadoh di langit pertama adalah lolos seleksi ghibah. Aku ingin lolos di langit satu oleh malaikat khafadoh.
Perlu engkau ketahui aduhai hati yang mulia bahwa para wanita solekhah terdahulu itu jarang sekali keluar rumah kecuali urusan tolabul ilmi. Kalau pun keluar selalu izin orangtuanya jika belum menikah, dan izin suaminya ketika sudah menikah. Mereka sangat menjaga lisannya, berbicara sangat sedikit saja kecuali membahas ilmu dan akhlak.
Aku sangat ingin meneladani para ummahatul mukminin semampuku, aku tidak peduli saat dihujat karena tidak mau ngrumpi. Dihujat karena tidak mau ngrumpi jauh lebih baik bagiku daripada disiksa di akherat sebab fitnah ghibah. Lisan itu kecil, tapi banyak orang tersungkur masuk neraka karena tidak bisa menjaga lisannya.
Sosialisasi bukanlah ghibah. Kalau kumpul untuk diskusi ilmu in syaAllah aku usahakan pasti aku datang dan aktif. Tapi bila ngumpul sekedar ngobrol ngrumpi tak manfaat yang hanya menambah dosa. Lebih baik aku mundur, menjauh entah aku menulis, solat atau apa yang sekiranya tak memberatkan hisabku diakherat. Dosa saja sudah banyak, ditambah dosa ghibah malah berbahaya. Bagaimana bisa lolos seleksi malaikat khafadoh langit pertama?. Sungguh aku sangat takut akan fitnah lisan. Iya, aku perempuan yang cuek, tidak peduli komentar orang. Aku teguh prinsip. Selama menurutku baik dibawah bimbingan guru dan kiahiku, aku in syaAllah lebih taat ulama daripada takut celaan orang. Semoga Allah swt senantiasa menjagaku dari fitnah lisan. Semoga kelak aku dimasukkan dalam golongan orang yang beruntung, orang yang wafatnya dalam kondisi tetap iman, islam, dan khusnul khotimah. Aamiin.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar