HALIMAH BINTI MASDARI

Jumat, 03 Mei 2019

PERJALANAN HIJRAH DZAHIRIYAH, BATINIYAH, NAFSIYAH DAN AMALIAH MENUJU RIDHO ILAHI

PERJALANAN HIJRAH DZAHIRIYAH, BATINIYAH, NAFSIYAH DAN AMALIAH MENUJU  RIDHO ILAHI

Oleh: Dewi Nur Halimah, S. Si



Hidup adalah sebuah perjalanan sampai aku benar-benar paham apa sebenarnya hakekat hidup itu. Hidup tiada lain untuk mengabdi, beribadah kepada Allah swt. Berbagai cobaan yang sangat berat telah aku lewati, semua memberikan pelajaran berharga padaku.

Mulai dari penghinaan, penghianatan, kedzaliman, bullying, fitnah dan lain sebagainya. Aku menyikapinya dengan tenang. Mengapa? Karena aku sadar bahwa Allah Maha Baik. Bagiku, apapun yang Allah berikan adalah yang terbaik. Berbaik sangka adalah cara bersyukur terhadap musibah yang Allah swt berikan. Bukankah bukti cinta adalah lolos dari Ujian yang Allah swt berikan. Jauh sebelum diriku ada, ujian para Nabi jauh lebih berat dibandingkan ujianku. Ujianku tak ada apa apanya dibandingkan beliau, tidak sepantasnya aku mengeluh. Ujian tanda cinta. 


Aku berhusnudzanlah, bahwa dibalik ujian yang bertubi-tubi:
  1. Ujian menjadi lantaran penggugur dosa-dosa ku yang telah lalu.
  2. Ujian menjadi jalan Allah mengangkat derajat di sisi Allah.
  3. Lolos ujian menjadi bukti cintaku pada Allah swt. 
  4. Ujian adalah jalan bagi Allah untuk menguji cintaku pada Allah dan melihat seberapa sabar aku menjalaninya. 
  5. Aku yakin bahwa Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan termasuk musibah dengan penawarnya, kesulitan bersama kemudahan, musibah bersama solusinya. 
Alhamdulillah keluarga sangat mendukungku untuk selalu introspeksi diri menjadi insan yang lebih baik tiap harinya. Terimakasih ibuku, terimakasih guruku, tanpa bimbinganmu maka siapalah aku. Dari suatu peristiwa aku mendapatkan hikmah yang luar biasa. 

Akan kujaga marwahku, kupegang teguh syariat, dan semakin kuperbaiki tutur kataku, akhlakku, dan hatiku. Semoga perjalanan hijrah dzahiriyah, batiniyah, ruhiyah, nafsiyah dan amaliyah menjadi lantaran menjadi manusia yang lebih baik.

Perlahan akan kutelani sayyidah Fatimah ra, kuperbaiki kesalahan-kesalahanku dimasa lalu, dan aku bertekad pelan-pelan in syaAllah akan:
  1. Aku bergantung dan bersandar 100% pada Allah swt. Apapun kondisiku, aku akan mencoba untuk selalu bersyukur dan berdamai dengan takdir. Bukankah cinta Allah adalah menerima apapun yang Allah berikan.
  2. Aku tidak akan berharap pada makhluk melainkan berharap sepenuhnya pada Allah swt. Sebab berharap pada makhluk seringkali berbuah kekecewaan, ingkar janji. Jadi semua kupasrahkan Allah setelah aku berusaha maksimal. Aku memiliki rencana, Tuhan juga memiliki rencana tetapi rencana Tuhan adalah yang terbaik untukku. 
  3. Aku bertekad pelan-pelan meneladani sayyidah Fatimah ra. Bicara seperlunya kecuali masalah ilmu dan akhlak. Selebihnya diam, kalau pun bicara bila menuntut ilmu, dengan guru, dengan keluarga atau orang yang sangat aku percaya. Selebihnya diam, sebab aku khawatir bila lisan ini menjerumuskanku pada kemaksiatan. Jadi lebih baik selain bicara soal ilmu, diam. Aku akan belajar puasa curhat sama manusia kecuali sama keluarga dan akan kucurahkan segala keluh kesahku in syaAllah semata sama Allah swt. Dialah Allah swt, Dzat Yang Maha Baik lagi Maha Penolong yang tak pernah bosan mendengarkan keluhan hambaNya.
  4. Jangan bicara atau menceritakan aib orang lain. In syaAllah ketika menjaga aib orang lain, akan dijaga Allah swt aibmu.
  5. Tidak dendam pada orang yang dzalim. Pasrahkan semua pada Allah swt, sesungguhnya Allah Dzat Yang Maha Adil pembalasannya dan tak ada yang dirugikan. 
Alhamdulillah dengan selalu husnudzan dan bersyukur, hati menjadi tenang. Mendapatkan nikmat, alhamdulillah. Mendapatkan musibah, alhamdulillah semoga menjadi lantaran menggapai ridho Allah swt. 

Aku belajar dari kisah Nabi Muhammad saw yang selalu bersabar dan bersyukur. Bayangkan saja, ujian hidup beliau luar biasa. Bagaimana tidak?. Ketika dalam kandungan, ayahnya sudah wafat sehingga tatkala lahir sudah dalam kondisi yatim. Lalu diasuh seorang Ibu sendirian yang berperan sebagai ibu sekaligus sebagai seorang ayah. MasyaAllah betapa tegarnya rosulullah saw.

Lalu pada usia 6 tahun, beliau ditinggal wafat sang ibu (Sayyidah Aminah ra) sehingga menjadi yatim piyatu. Bagaimana rasanya menjadi yatim piyatu, tentu sangat sedih tanpa ayah dan ibu. Kemudian beliau diasuh sang kakek yang bernama Abdul Mutholib. Saat usia 8 tahun, sang kakek wafat sehingga rosulullah diasuh sang paman, Abu Thalib.

Apakah musibah kesedihan berhenti sampai disini? TIDAK. Ketika rosulullah berdakwah Islam, rosulullah saw menghadapi banyak rintangan. Rosulullah pernah dicaci sebagai tukang sihir, rosulullah saw pernah dicaci orang kafir quraish sebagai Muhammad gila. Bukan hanya itu bahkan rosulullah saw pernah diludahi, dilempar batu sampai gigi serinya rompal, dan dilempar kotoran unta. Masa Allah betapa sabarnya rosulullah saw.

Apakah berhenti sampai di sini siksaan kaum kafir quraish?. TIDAK. Rosulullah saw saat berdakwah pernah diboikot selama 3 tahun dalam kelaparan, keharusan, akses ekonomi diblokade dan lain sebagainya. Itu bukan apa apanya, kisah cinta pun rosulullah saw juga pernah ditolak sebagaimana ketika rosulullah saw mengutarakan maksud hendak meminang Sayyidah Fakhitah ra.

Dengan membayangkan ujian rosulullah saw dalam menegakkan keadilan, menegakkan kebenaran, mengajak memeluk Islam, dll. Rosulullah saw mengalami berbagai rintangan namun beliau tetap dalam sabar. Dari sinilah aku berlatih. Alhamdulillah ala kulli hal wa astagfirullah min kulli dzanbi. 

"Hidup adalah sebuah perjalanan sampai aku benar-benar tahu bahwa puncak cinta tertinggi adalah cinta pada Allah swt. Dan tempat berharap tertinggi adalah pada Allah swt. Serta tempat bersandar yang baik adalah bersandar pada Allah swt. Setiap hari membawa hikmah, setiap peristiwa ada hikmahnya. Semoga kelak wafat dalam keadaan tetap iman, islam, dan khusnul khotimah."
(Dewi Nur Halimah) 

Tidak ada komentar :