ASH-HAABUL
UKHDUUD
*****
Di sebuah istana
kerajaan, hiduplah seorang raja yang dzalim lagi kafir yang mengaku dirinya
sebagai Tuhan. Sang raja melakukan tipu daya agar rakyatnya menyembahnya dengan
bantuan sihir si penyihir kerajaan. Suatu hari, terjadilah diskusi antara sang
raja dan penyihir tua kerajaan. Penyihir kerajaan merasa usianya telah tua, dan
tibalah ia menanti hari kematiannya dari waktu ke waktu.
“Usiaku
telah tua, dan aku sudah dekat akan kematian,” kata penyihir tua kerajaan.
“Lalu
apa yang harus aku lakukan, wahai penyihir? Aku tak bisa melakukan tipu daya
tanpamu. Sesungguhnya di negeri ini para manusia itu menyembahku karena jasa
sihirmu,” tanya Sang Raja.
“Paduka,
sesungguhnya aku telah menginjak akhir usia dan kesehatanku melemah. Menurut
pendapatku, engkau harus memilihkan seorang anak kecil untukku, dan aku
akan mengajarkan sihir kepadanya, sehingga
dia bisa menjadi penyihirmu. Jika aku mati, sihirku tidak akan mati dan
orang-orang tetap akan menjadi budakmu,” jawab penyihir kerajaan.
Raja
menyetujui itu, kemudian memerintah para kaki tangannya untuk memilihkan anak
terpintar di kerajaannya untuk menjadi penyihir barunya. Merekapun memilih
“Abdullah bin Tamir”, seorang anak yang paling cerdas di kota itu.
Abdullah
berangkat ke rumah sang penyihir pada hari pertama dengan penuh keceriaan dan
kebahagiaan, karena dia telah mendapatkan karunia itu. Sekarang pakaiannya baru
dan hartanyapun banyak. Dia akan menjadi penyihir raja, Tuhan yang ditakuti
oleh manusia, dan diapun akan menjadi orang yang paling terkenal di kerajaan
itu setelah raja, bahkan orang yang terkaya setelah raja. Dia akan dapat
mewujudkan semua yang dia inginkan. Pelajaran sihir pun kemudian dimulai.
*****
Perjalanan
dari rumah Abdullah ke rumah penyihir cukup jauh dan memakan waktu lama,
sehingga terkadang dia duduk untuk beristirahat karena kelelahan menempuh
perjalanan. Setiap kali perjalanan menuju rumah penyihir, Abdullah selalu
melewati sebuah gua kecil di perjalanan. Setiap kali pula, ia mendengar suara syaikh
tua yang menyeru: “Wahai Dzat Yang Hidup Kekal, wahai dzat yang terus menerus
mengurus makhluk-Nya, wahai Dzat yang menciptakan langit dan bumi.”
Abdullah
kecil tak berani masuk ke dalam gua karena takut kepada penghuninya, yaitu
syeikh tua. Namun demikian, gema dari ucapan itu terus terngiang di
telingannya, “Wahai Dzat yang hidup kekal, wahai Dzat yang terus menerus
mengurus makhlukNya”.
Abdullah
kemudian sampai di rumah penyihir, dan penyihir
pun mulai memberikan pelajaran sihir kepadanya. Namun penyihir
mengetahui bahwa anak itu tersibukkan oleh sesuatu.
“Apa
yang terjadi padamu, wahai penyihir kecil?,” tanya penyihir tua kerajaan.
“Tuan,
sesungguhnya hari ini aku mendengar beberapa kalimat yang menyibukkan aku dari
segala sesuatu,” jawab Abdullah bin Tamir.
` “Kalimat
apa itu,” tanya penyihir tua.
“Siapakah
Dzat yang kekal dan terus menerus mengurusi makhluk-Nya? Siapa Dzat yang telah
menciptakan langit dan bumi?,” tanya Abdullah.
“Berhati-hatilah
mengucapkan perkataan itu, sebab kita semua adalah hamba bagi sang raja. Sesungguhnya
kamu adalah seorang penyihir raja, maka pelajarilah sihir yang dapat membuat
semua manusia menjadi pembantumu dan kamu akan menjadi orang terkaya di
kerajaan ini, bahkan di seluruh dunia,” kata Penyihir tua kerajaan.
Abdullah
terdiam dan kembali mempelajari sihir lagi. Namun kali ini dia mencermati bahwa
sihir yang dia pelajari tak lain hanyalah sulap dan tipuan mata, hanya sebuah
tipuan yang mengelabui pandangan mata tanpa ada kenyataannya. Bahkan apa yang
diterimanya hanyalah halusinasi dan ilusi belaka.
Sementara
itu, suara syeikh tua masih terus terngiang di telinganya: “Wahai Dzat yang
hidup kekal, wahai Dzat yang terus menerus mengurus makhluk-Nya”.
*****
Telur
yang ia sembunyikan di balik salah satu lengan baju atau saku “Abdullah”, dia
keluarkan dari lengan baju atau saku lainnya, lalu ia menyemburkan api dari
mulut, kemudian memadamkannya kembali: dan ada pula yang berupa mantera-mantera
yang tidak mengandung hal yang bermanfaat sama sekali.
Itulah
yang diajarkan sang penyihir raja kepada “Abdullah”, sehingga dia merasa
dirinya tak lebih dari seorang pelayan raja, sedang raja itu sendiri tak lebih
dari manusia lemah yang tidak memiliki kemanfaatan atau kemudharatan apa pun
terhadap siapapun. Bahkan dia adalah orang yang selalu memerlukan makanan
ketika lapar, memerlukan air ketika haus, dan memerlukan obat ketika sakit. Oh,
alangkah besar ketertipuan yang telah dijalani penduduk kerajaan tersebut.
Ketika
Abdullah dalam perjalanan menuju rumah sang penyihir, tiba-tiba dia mendengar
suara itu lagi: “Wahai Dzat yang hidup kekal, wahai Dzat yang terus menerus
mengurus makhluk-Nya”.
Abdullah
kecil kemudian memaksakan diri masuk ke dalam gua, hingga dia berada di
dalamnya dan menemukan seorang kakek tua yang sedang berdoa sambil mengangkat
kedua tangannya seraya mengatakan: “Wahai Tuhanku, Dzat yang hidup kekal dan
terus menerus mengurus makhluk-Nya….Tuhan langit dan bumi. Engkaulah yang patut
disembah, tidak ada Tuhan selain-Mu, Engkaulah Tuhan pemilik alam semesta,
tidak ada tuhan selain-Mu. Maha Suci Engkau dan Engkau Mahatinggi. Arsy-Mu di
atas langit, wahai Dzat yang Maha Penyayang. Maka ampunilah aku dan kasihanilah
aku”.
Abdullah
tidak menyadari dirinya, kecuali saat air matanya menetes di kedua pipinya bak
mutiara yang berjatuhan. Tiba-tiba tanpa sadar, lidahnya mengatakan: “Aku
beriman kepada Dzat yang hidup kekal dan terus menerus mengurus makhluk-Nya”.
Ketika
itulah syeikh tua itu tersadar seraya bertanya: “Siapa kamu, wahai anak kecil?”
“Aku
Abdullah bin Tamir, penyihir kecil Raja”.
“Bagaimana
engkau bisa masuk ke sini?”.
“Aku
mendengarmu memanggil Tuhanmu yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus
makhluk-Nya, dan ucapanmu itu mengejutkanku”.
“Duhai
anakkku, sesungguhnya Allah adalah penciptaku, penciptamu, dan pencipta raja
yang mengklaim dan mengaku secara bohong bahwa dirinya adalah tuhan selain
Allah.”
“Allah?.
Oh, itu Tuhan yang Agung. Aku pernah mendengar kata-katamu itu. Tunjukkanlah
kepadaku bagaimana cara agar aku dapat menyembah Allah?,” kata Abdullah.
Syeikh
tua itu kemudian mengajari Abdullah bagaimana cara menyembah Allah dan
bertasbih kepad Tuhannya. Maka menangislah mata si Abdullah kecil karena
keimanannya, yang mengungguli keimanan orang-orang dewasa yang kafir terhadap
Allah.
Ketika
itulah syeikh tua itu berkata: “Wahai Abdullah, janganlah kamu menunjukkan
keberadaanku kepada orang lain dan sembunyikanlah keimananmu dari mereka, sebab
jika raja mengetahui keadaanmu, niscaya dia akan membunuhku dan membunuhmu. Sehingga
keimanan di muka bumi ini akan lenyap”.
“Aku
mematuhimu Syeikh, engkau telah menunjukkanku pada Allah, Dzat yang Maha Esa
lagi Tunggal,” kata Abdullah kemudian pergi.
*****
Abdullah
tidak lagi peduli terhadap pelajaran sihir yang dia pelajari dari sang
penyihir, sebab dia tahu bahwa penyihir itu adalah orang yang banyak berdusta,
sedangkan segala sesuatu yang dusta akan segera terbuka di hadapan orang lain,
sekalipun pelakunya seorang anak kecil atau orang fakir seperti dirinya.
Sejak
Abdullah beriman kepada Allah, yang terpenting dalam kehidupannya adalah pergi
ke gua tempat syeikh tua itu, untuk mendengarkan tasbih dan alunan suara
pujiannya, juga belajar kepadanya tentang bagaimana dia mendendangkan tasbih di
waktu malam untuk mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karena itulah, Abdullah
sering terlambat datang ke rumah penyihir.
Jika
Abdullah pergi ke rumah sang penyihir, maka penyihir itu memukulnya karena
terlambat, dan jika ia kembali ke rumahnya, maka keluarganya memukulnya karena
terlambat. Dengan demikian, si kecil itu berada di antara dua hal, dimana yang
paling manis di antara keduanya adalah yang paling pahit akibatnya.
Abdullah
kemudian menceritakan persoalannya, syeikh berkata memberinya nasehat: “Apabila
penyihir bertanya kepadamu mengapa kamu terlambat, jawablah bahwa keluargaku
menahanku. Jika keluargamu bertanya, jawablah bahwa penyihir menahanku.”
Karena
jarak antara rumah penyihir dan rumah Abdullah jauh. Sang penyihirpun percaya
atas apa yang abdullah katakan dan tidak menanyakan kepada keluarganya.
Keluarga Abdullah juga percaya atas apa yang Abdullah katakan dan tidak
menanyakan kepada sang penyihir. Dengan demikian, Abdullah terlepas dari
kekejaman sang penyihir, juga siksaan keluarganya.
Ketika
Abdullah sedang menyusuri perjalanannya pada suatu hari, tiba-tiba dia melihat
desak-desakan manusia. Dia kemudian mendekat, ternyata dia melihat monster
menutupi jalan, sehingga tidak ada seorangpun yang bisa melompat atau melewatinya.
Abdullahpun memungut sebutir kerikil dari tanah, lantas berkata: “Sekarang aku
dapat mengetahui, apakah syeikh tua yang lebih Allah cintai ataukah penyihir
raja”. Dia kemudian berkata: “Ya Allah, jika syeikh tua yang lebih engkau
cintai daripada penyihir, maka jauhkanlah hewan ini dari jalan”.
Abdullah
kemudian melemparkan kerikil itu, dan ternyata monster itu pergi dan tidak lagi
menutupi jalan. Abdullah kemudian meneruskan perjalanannya menuju syeikh tua,
sedang keimanan telah memenuhi relung hatinya. Dia kemudian menceritakan
kejadian yang menimpanya kepada sang syeikh tua.
Syeikh
tua berkata: “Duhai anakku, sekarang kamu lebih baik daripada aku dan
sesungguhnya Allah akan memberikan cobaan kepadamu. Jika kamu mendapat cobaan,
janganlah engkau tunjukkan tentang keberadaanku kepada pihak yang menyiksamu.”
Kedua
orang itu kemudian larut dalam shalat yang panjang dan do’a kepada Allah.
*****
Raja
memiliki saudara sepupu yang buta sejak kecil. Oleh karena itulah, dia sangat
sedih atas nasib yang dialaminya. Dia selalu mencari dokter yang bisa
mengembalikan penglihatan yang telah hilang itu, agar sepupunya dapat melihat
seperti manusia yang lain.
Para
tabib telah didatangkan, namun tidak seorangpun mampu mengembalikan
penglihatannya. Meskipun si buta ini memiliki kekayaan, namun harta itu tidak
dapat membahagiakannya dan tidak pula dapat mengembalikan penglihatannya.
Selanjutnya
sepupu raja kedatangan seseorang yang menyampaikan kabar baik kepadanya, bahwa
ada seorang tabib di suatu kota yang telah dikunjungi banyak orang, kemudian
setiap orang yang berpenyakit itu sembuh, sehingga semua orang mengira bahwa
sang tabib memiliki kemampuan untuk menyembuhkan segala macam penyakit. Si buta
kemudian menyiapkan berbagai hadiah dan harta, lalu berangkatlah ia menemui
sang tabib yang mujarab itu, yang mampu membuat sesuatu yang tidak dapat
dilakukan tabib-tabib yang lain.
Sampailah
si buta dan orang-orang yang bersamanya di rumah sang tabib, dan mereka
mendapati antrean pasien yang cukup panjang yang berdiri di depan pintu
rumahnya. Mereka kemudian meminta izin untuk menemui sang tabib, ternyata
mereka dikejutkan dengan sebuah kejutan. Ternyata tabib tersebut adalah Abdullah
bin Tamir sendiri, penyihir raja yang kini telah menjadi sosok yang lebih
terkenal daripada semua orang, bahkan dari raja itu sendiri.
Si
buta kemudian menawarkan harta dan hadiah kepada Abdullah bin Tamir agar dia
mau mengembalikan penglihatannya. Namun Abdullah berkata: “Aku tidak mengambil
upah dan aku tidak memerlukan harta. Aku hanya perlu kamu beriman kepada Allah
semata.”
Si
buta bertanya: “Siapa itu Allah?”.
Abdullah
menjawab: “Allah adalah Dzat yang akan menyembuhkanmu dari penyakitmu jika aku
berdoa kepada-Nya untukmu.”
“Bagaimana
dengan raja, bukankah raja itu Tuhan?.”
“Apakah
raja dapat menyembuhkanmu? Dia adalah hamba, aku adalah hamba, kamu adalah
hamba, dan kita semua adalah hamba.”
Abdullah
kemudian mengusap mata si buta dengan kedua tangannya, kemudian Allah
menyembuhkannya dan mengembalikan penglihatannya.
Si
buta pun berkata: “Aku beriman kepada Allah. Tidak ada Tuhan selain Allah.”
Abdullah
kecil yang tumbuh dewasa dan telah menjadi tabib itu pun berkata: “Janganlah
kamu memberitahukan perihalku kepada sang raja, karena dia pasti akan
membunuhku dan juga kamu.”
Si
buta kemudian keluar dalam keadaaan sehat, dapat melihat, dan dapat berjalan
tanpa perlu orang lain untuk menuntunnya. Dia telah beriman kepada Allah
setelah kafir kepada-Nya. Dia menyembunyikan keimanannya, meskipun terhadap
anak-anak dan istrinya.
*****
Salah
seorang pengawal datang menemui sepupu sang raja. Pengawal itu kemudian
berkata: “Raja ingin bertemu denganmu!”
Dia
kemudian berangkat bersama sang pengawal, tanpa memerlukan seorangpun yang
menuntunnya membimbingnya berjalan. Ketika dia telah menemui raja, raja sangat
terkejut melihat keadaaanya dan dia berkata: “Selamat buat sepupuku yang sudah
dapat melihat kembali.”
Keponakan
raja pun menjawab: “Segala puji bagi Allah atas segala hal itu.”
Raja
langsung marah dan berkata: “Allah, apakah kamu memuji Allah di kerajaan dan
istanaku? Apakah kamu percaya kepada Allah?.”
“Ya,
aku percaya kepada Allah yang telah menyembuhkanku dan mengembalikan
penglihatanku, wahai raja.”
“Apakah
ada Tuhan selain diriku yang disembah di kerajaanku ini, selain diriku?.”
“Bahkan
semua orang adalah hamba di kerajaan Allah, wahai Raja.’
Raja
kemudian marah dan memanggil para pengawal. Mereka (raja dan para pengawal) kemudian
menyiksa sepupu raja hingga dia menunjukkan kepada mereka keberadaan Abdullah.
Mereka pun mendatangkan Abdullah dan menyiksanya hingga Abdullah menunjukkan
keberadaan syeikh tua. Ketiga orang itu kemudian dihadapkan kepada raja yang
lalim itu. Raja kemudian mengikat ketiga orang itu dengan rantai besi.
Raja
berkata: “Ingkarilah Allah!, jika tidak, aku akan membunuh kalian.”
Sepupu
raja yang pernah buta itu menjawab: “Aku tidak akan pernah menyembah selain
Allah, dan aku tidak akan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.”
Para
prajurit kemudian membunuh sepupu raja, yaitu dengan cara menggergajinya dengan
sebuah gergaji hingga tubuhnya menjadi dua bagian. Mereka kemudian berkata
kepada syeikh tua: “Ingkarilah Allah. Jika tidak, kami akan melakukan apa yang
telah kami lakukan kepada si buta itu.’
Namun
steikh tua itu tetap teguh atas keimanannya sehingga mereka membelah tubuhnya
dengan gergaji sampai menjadi dua bagian.
Sekarang
tiba giliran “Abdullah”. Mereka berkata kepadanya: “Ingkarilah Allah! Jika
tidak, kamu akan jadi seperti mereka.”
Abdullah
menjawab: “Allah adalah Tuhanku, dan aku tidak akan menyekutukan Allah dengan
sesuatu pun”.
Mereka
kemudian meletakkan gergaji di atas kepala Abdullah dan hendak membunuhnya.
Merekapun mencoba membunuhnya dengan pedang, namun Abdullah tak jua dapat
dibunuh, kemudian mereka mencoba membunuhnya dengan panah, anak panah, dan
pisau, namun mereka tetap tidak berhasil. Raja tertegun bingung di hadapan Abdullah.
Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan.
*****
“Ya Allah, hindarkanlah
mereka dariku dengan sesuatu yang Engkau kehendaki.”
Demikianlah
do’a si anak kecil itu saat dia berada di puncak bukit yang tinggi bersama
kedua orang pengawal yang akan melemparkannya dari atas bukit supaya dia mati,
setelah semua cara dan upaya untuk membunuhnya gagal.
Allah
kemudian mengabulkan do’a Abdullah itu, lalu mendadak bukit itu berguncang dan para pengawal itu
terjatuh dari ketinggiannya dan mati seketika itu juga, sedang Abdullah masih
tetap hidup.
Selanjutnya
ia (Abdullah) kembali kepada raja untuk menyerunya kepada Allah, sehingga raja
pun menjadi semakin berang. Raja memerintahkan para tentaranya untuk meletakkan
Abdullah di sampan dan membawanya ke laut, kemudian dilemparkan di sana agar
mati tenggelam. Di tengah gelombang yang dahsyat, suara Abdullah melengking
memanggil Tuhannya.
“Ya
Allah, hindarkanlah mereka dariku dengan sesuatu yang Engkau kehendaki”.
Sampan
itu kemudian terbalik dan Abdullah selamat dari tenggelam, kemudian dia kembali
kepada raja dan berkata kepadanya: “Sesungguhnya kamu tidak akan pernah dapat
membunuhku, kecuali jika kamu melakukan apa yang aku perintahkan kepadamu.’
Raja
berkata: “Apa yang kamu perintahkan kepadaku?.”
Abdullah
menjawab: “Kumpulkanlah semua orang di lapangan yang luas, kemudian ikatlah aku
di atas batang pohon, lalu ambillah anak panah dari tabung anak panahku dan
letakkanlah ia di busurnya, kemudian katakanlah: “Dengan menyebut nama Allah,
Tuhan anak ini. Jika kamu melepaskan anak panah itu, niscaya kamu dapat
membunuhku”.
Raja
pun setuju dengan apa yang dikatakan oleh Abdullah agar dia dapat
menghabisinya.
Tak
lama penduduk kerajaan itu pun berkumpul di sebuah dataran tinggi, kemudian
mereka melihat Abdullah terikat di sebuah pohon. Ternyata raja memegang tabung
anak panah Abdullah, kemudian mengeluarkan satu anak panah darinya. Semua orang
terdiam dan suara raja terdengar keras mengatakan: “Dengan menyebut nama Allah,
Tuhan anak ini”.
Seketika
dia melepaskan anak panah itu hingga mengenai kening “Abdullah”, maka
Abdullahpun mati secara Syahid. Penduduk kerajaan kemudian sadar bahwa raja
mereka tidak dapat membunuh anak itu, kecuali setelah dia mengatakan: “Dengan
menyebut nama Allah, Tuhan anak ini”. Mereka semua kemudian berteriak: “Kami
beriman kepada Allah, Tuhan anak itu.”
Tubuh
Abdullah memang telah mati, namun do’a dan keimanannya tetap kekal. Rajapun
menjadi bingung, sebab semua orang di kerajaannya telah menjadi penyembah
Allah, bukan penyembah dirinya seperti dahulu. Dia (raja) kemudian
memerintahkan untuk menggali parit yang besar. Setelah itu, dia (raja)
memerintahkan para pengawal untuk menyalakan api, maka api yang besarpun
dinyalakan. Satu demi satu, kemudian mereka membawa orang-orang mukmin itu.
Para tentara pun menyeru: “Apakah kamu akan mengingkari Allah ataukah kami akan
melemparkanmu ke dalam parit berapi?”.
Tidak
ada seorangpun dari orang-orang mukmin itu, kecuali mereka dibakarnya di dalam
parit tersebut, hingga yang tersisa hanyalah seorang wanita yang menggendong
bayi di kedua tangannya. Mereka mengambil bayi itu dan berkata: “Apakah kamu memilih
untuk mengingkari dari beriman kepada Allah? Jika tidak, kami akan membakar
bayi kecilmu ini.”
Sang
Ibu kemudian menatap bayinya dan ingin mengatakan perkataan kafir, namun Allah
menghendaki dia tidak menjadi kafir sehingga bayi itu dapat berkata: “Ibu bersabarlah, sesungguhnya engkau berada
dalam kebenaran yang nyata.”
Sang
ibu pun menolak kekafiran dan hanya meridhoi keimanan. Maka bayi itu
dilemparkan ke parit berapi, setelah itu sang ibu dari bayi tersebut pun
dilemparkan ke dalam parit berapi itu. Setelah itu, araja dan para tentaranya
akan mendapatkan siksaan yang amat pedih di hari kiamat nanti.
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang
membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk
di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap
orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu,
melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi
Maha Terpuji, yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha
Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan
kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertobat,
maka bagi mereka ahdzab Jahannam dan bagi mereka ahdzab (neraka) yang membakar.”
(QS. Al-Buruj (85): 4-10).
Hikmah
yang dapat dipetik:
- Berimanlah
kepada Allah SWT kapanpun dan
dimanapun kau berada, baik dalam kondisi lapang maupun susah.
Sesungguhnya iman kepada Allah itu lebih kuat dari segala sesuatu. Allah
akan senantiasa menolong hamba yang mencintaiNya, beriman padaNya, dan
rela berkorban demi agamaNya.
- Sihir atau
sulap adalah salah satu tipu muslihat yang tidak dapat mendatangkan
kemanfaatan dan kemudharatan melainkan hanyalah tipu belaka.
- Penyihir
adalah manusia yang mempersekutukan Allah dan patuh terhadap syetan. Maka
jangan sekali-kali engkau persekutukan Allah dengan sesuatu apapun, sebab
tiada Tuhan kecuali Allah. Dialah Allah, Dzat Yang hidup kekal lagi terus
menerus mengurus makhluknya, Dzat yang bisa menyembuhkanmu ketika sakit,
Dzat yang menghidupkan lagi mematikan.
- Allah akan
senantiasa memelihara hamba-hambaNya yang beriman.
TUJUAN
PENULISAN KISAH ASH-HABUL UKHDUD
Kisah ini ditulis agar menginspirasi
para pembaca untuk senantiasa beriman, tetap menjaga imannya baik dalam kondisi
susah maupun lapang. Semoga kisah ini bermanfaat dan semakin memperteguh iman
dan keyakinan kita kepada Allah SWT. Tiada kekuatan kecuali dari Allah, tiada
Tuhan kecuali Allah. Dialah Tuhan seluruh alam yang menciptakan langit dan
bumi, yang terus menerus mengurusi makhluk-makhlukNya.
REFERENSI:
Ath-Thahir, Hamid A. 2006. Kisah-Kisah dalam Al Qur’an untuk Anak. Bandung: Irsyad Baitus
Salam.