BALADA
LEBARAN
(IDUL
FITRI 1438 H)
*****
Idul
Fitri adalah hari kemenangan bagi ummat muslim. Ada kebahagiaan jua kesedihan
terselip di hari raya idul fitri. Kesedihan karena harus berpisah dengan bulan
Ramadhan, bulan yang penuh berkah, bulan yang penuh ampunan, bulan dimana
terdapat hari nuzulul qur’an, dan bulan dimana terdapat lailatul qodar. Semoga
tahun depan dipertemukan kembali dengan bulan ramadhan. Aamiin Ya Rabb. Ada
kebahagiaan terselip karena hari raya idul fitri adalah hari kemenangan bagi
ummat muslim dan jua kembali fitrahnya ummat muslim, dosanya diampuni Allah
SWT. Bukan hanya itu, di lebaran jua terdapat adat tradisi nusantara saling
berkunjung antar tetangga dan saudara untuk saling memaafkan dan mendoakan agar
amal ibadah kita selama sebulan penuh di terima oleh Allah SWT.
1.
PART
I, LEBARAN IDUL FITRI PERTAMA (MINGGU, 25 MEI 2017)
Tepat lebaran idul fitri (1 syawal 1438 H), ada beberapa hal yang mengesankan dan terkenang. Pada hari raya Idul fitri, sebagaimana kebiasaan tahun-tahun sebelumnya yaitu sungkeman sama Emak dan Bapak, mohon maaf dan saling mendoakan. Eiiiits, karena saya (Halimah) dari suku jawa, maka saat sungkeman pun menggunakan bahasa jawa, menyesuaikan adat, unggah-ungguh (etika), sopan santun terhadap yang lebih tua. Kurang lebih demikian yang Halimah ucapkan. |
“Emak nyuwun
lahir batos sedoyo kelepatan kulo, nyuwun agunging samudro pangaksami mbok
bilih kulo nate angecewakaken njenengan, damel sedih penggalihipun panjenengan,
ugi nyuwun ngapunten saking sedoyo kelepatan kulo menawi dipun sengaja punopo
boten sengaja. Mugi dosa kulo lan panjenengan dipen lebur dening Allah SWT ugi
ibadah kulo lan panjenengan selaminipun bulan Ramadhan dipun tampi dening Allah
SWT” (Halimah ucapin sembari mencium tangan Emak).
Demikian pula ke Bapak.
Artinya
(dalam bahasa Indonesia):
“Ibu mohon
maaf atas segala kesalahan saya, mohon maaf apabila saya pernah mengecewakan
Ibu, membuat sedih hati Ibu, dan mohon maaf atas segala kesalahan baik
disengaja maupun tidak. Semoga saya dan Ibu diampuni dosanya oleh Allah SWT dan
segala amal ibadah saya dan Ibu selama bulan ramadhan diterima oleh Allah SWT”.
Setelah sungkeman sama Emak, Bapak, Adek barulah
saya berkunjung ke rumah tetangga-tetangga untuk lahir batin dan bersilaturahim.
Dengan yang sepuh, anak-anak, ibu-ibu, atau yang sesama jenis saya berjabat
tangan dan sebagian berpelukan sama yang masih berkerabat dekat, sementara sama
lawan jenis bukan makhram saya berusaha tidak berjabat tangan, hanya
mengucapkan minal aidzin wal fa idzin sama menghaturkan mohon maaf untuk saling
memaafkan. Halimah berkunjung kemana-mana di rumah tetangga ditemani adek
kesayangan saya, yups adek tunggal saya, Afida (Si ndut kesayangan Halimah…sebenernya
nggak gendut sih, tapi nggak tahu kenapa saya suka manggil dia gendut soalnya
badan dia lebih gedhe dari halimah, tingginya pun hampir sama).
Biasanya kalau lebaran gini, Emak suka membuat
lontong sekitar 70 an, sama bikin sayur lodeh ayam. Kebetulan Halimah mau Silaturahim
ke rumah guru SMA Halimah, Halimah bawa lontong-lontong bikinan Ibu ke rumah Bu
guru dan sebagian untuk menyambut para tamu yang silaturahim ke rumah Halimah hehe.
Halimah sowan ke rumah Bu Amin Zulaikah (sekitar 12 km dr rumah Halimah, di
Desa Balong, Kec. Kunduran, Kab. Blora), dan rumah Bu Iswandini (sekitar 18 km
dr rumah Halimah, di Desa Kajangan, Sonorejo, Kec. Tunjungan, Kab. Blora). Hal
yang paling mengesankan dan membuatku terharu adalah saat sowan di rumah Bu
Iswandini, ini adalah kedua kalinya Halimah sowan ke rumah Bu Iswandini.
Bu Iswandini sudah pensiun. Beliau menderita glokoma
(tumor mata) sehingga beliau sudah tidak bisa melihat, bronkhitis dan jantung
bengkak. Sudah tiga tahun beliau menderita penyakit ini. Bu Iswandini ini
memiliki 3 anak lelaki semua, semuanya sudah berumah tangga. Anak pertama di
Tunjungan menemani Bu Iswandini, anak kedua di Jakarta, dan anak ketiga di
Medan. Bersyukur meski anak Bu Iswandini laki-laki semua, menantu pertama Bu
iswandini sangat perhatian pada beliau, selama tiga tahun yang merawat bu
iswandini sakit adalah menantu dari anak pertamanya. Ketiga anak Bu Iswandini
adalah lulusan dari UGM (Universitas Gajah Mada).
Yang bikin saya salut, Bu Iswandini ini kan dulunya
dari keluarga berada (Bu Iswandini dan suaminya sama-sama PNS). Anaknya yang
pertama lulusan dari universitas ternama di negeri ini, Universitas Gajah Mada
(UGM). Anaknya pertama bekerja di Kalimatan sebagai Korwil (Koordinator
Wilayah) Perhutani dengan salary 9 juta/ bulan (gaji yang cukup besar menurut
saya yang tinggal di kampung). Bu Iswandini mengizinkan dan meridhoi putranya
menikah dengan menantunya yang hanya lulusan SMA dari Kediri. Menantunya ini
dari keluarga tak berada, ibunya sudah meninggal sejak kelas 2 SMA (anak
piyatu), sementara ia ditinggal Bapaknya menikah lagi. Sehingga menantunya Bu
Iswandini ini tidak bisa melanjutkan kuliah. Tapi beliau sosok yang rajin
mengaji (rajin beribadah) dan berakhlak mulia. Hal itu terlihat dari menantu Bu
Iswadini yang dengan sabar dan lembut merawat Bu Iswandini selama tiga tahun
hingga saat ini.
Mendengar itu saya terharu, salut sama Bu Iswandini
yang menerima menantunya dengan baik walau beliau dari keluarga berada saat
dulu menerima pernikahan anaknya. Karena Halimah yakin, pernikahan tanpa restu
orangtua itu susah apalagi dengan latar belakang background perbedaan status
sosial (antara upper class dan lower class). Halimah juga salut sama menantunya Bu
Iswandini yang pertama ini, beliau dengan akhlak mulianya dengan kesabaran mau
merawat Bu Iswandini selama tiga tahun. Bahkan menantu pertama Bu Iswandini ini
juga yang meridhoi dan meminta suaminya lebih memilih Ibunya dibanding
pekerjaannya. Saat ini, suaminya memilih resign (sudah sekitar 9 bulan ini anak pertama Bu Iswandini resign) atas izin
istrinya (menantu pertama Bu Iswandini). Sang menantu (istri anak pertamanya)
bilang:
“Mas, lebih
baik memilih Ibumu daripada pekerjaanmu. Tak apa mas melepaskan pekerjaan itu
demi merawat ibu, pindah ke Jawa. In syaallah Ibumu adalah jalan surgamu”.
Sungguh Halimah salut, betapa mulia hati menantu
pertama Bu Iswandini. Kalau bukan wanita yang mengerti agama dan berakhlak
mulia, tak mungkin mau begitu, yang ada justru membujuk suaminya lebih memilih
pekerjaan daripada seorang Ibu. Tapi ini berbeda, menantu pertama Bu Iswandini
sungguh berakhlak mulia, sehingga beliau menyarankan suaminya untuk berbhakti
ke Ibunya di masa tuanya, terlebih Bu Iswandini dalam kondisi sakit. Bu
Iswanini berpesan:
“Kalau menikah,
nanti pilihlah seseorang bukan karena kekayaannya saja melainkan pilihlah yang
berakhlak mulia. Belum tentu bila dulu aku matre dan memilih menantu yang
sepadan dari keluarga kaya. Menantuku mau merawat aku seperti menantuku ini,
akhlaknya mulia. Bisa jadi menantuku tak mengizinkan suaminya merawat ibunya,
memilih pekerjaan dan matrealistik. Tapi ini beda, menantuku perhatian,
merawatku dengan tulus, mengorbankan apapun demi aku. Itu karena menantuku paham
agama dan berakhlak mulia”.
Jujur, Halimah merinding mendengarnya. In syallah
Halimah menerima seseorang nanti prioritasnya adalah memiliki pengetahuan agama
yang bagus dan berakhlak mulia, serta Halimah merasa nyaman saat nanti
bersamanya. Kalau lelaki itu berakhlak, in syaallah dia nanti bukan hanya bisa
menerima halimah apa adanya tapi jua bisa menerima keluarga Halimah (Bapak,
Emak, adek Halimah) apa adanya. Dia bukan hanya mencintai dan memuliakan
Halimah tapi jua memuliakan orangtua Halimah. Halimah nanti jika sudah
berkeluarga jua pengennya menjadi istri solekhah layaknya meniru jejak Sayyidah
Fatimah RA, Sayyidah Muthi’ah RA. Halimah memuliakan kedua orangtua Halimah,
Halimah memuliakan suami Halimah dan Halimah memuliakan orangtua suami Halimah
dengan perhatian dan penuh kasih sayang. Berdoa, semoga tepat di usia 25 (tahun
2019), Halimah dikhitbah orang dan nikah, semoga saja tepat di ultah Halimah
yang ke 25.
Halimah berharap nanti menikahnya dengan orang yang
mengerti agama, berakhlakul karimah, sayang sama Halimah. Semoga kita sepassion
dan seprinsip. Sama-sama dari aswaja NU, sama-sama suka berwirausaha, sama-sama
berjiwa sosial, sama-sama mau susah seneng bareng hehe. Well…Halimah nggak
buru-buru nikah, pengennya usia 25. Saat ini masih 23, masih belajar ilmu
parenting dan belajar agama. Karena menjadi Ibu itu adalah madrosah pertama
bagi putra-putrinya, jadi menurut Halimah menjadi cerdas adalah suatu
keharusan, yups…tolabul ilmi dulu hehe. Nikah juga nggak asal seneng doang,
harus persiapan mental, makanya Halimah belajar ilmu parenting dan ilmu
reproduksi. Semoga tepat di usia 25 menikah dan sudah siap lahir batin. Aamiin.
Masalah jodoh sih in syaallah Halimah Yakin. Kan
sejak zaman azali, bahkan sebelum Halimah lahir, jodoh Halimah sudah ditulis
tertera di lauh mahfud. Toh kan Allah menciptakan makhluknya
berpasang-pasangan. Jadi Halimah yakin in syallah Halimah memiliki pasangan,
kalau nggak di dunia ya di akherat. Semoga saja pasangan dunia akherat yang
nanti membimbing Halimah hidup di dunia untuk mengabdi pada Allah dan
memikirkan kehidupan akherat, mementingkan kehidupan akherat di atas
kepentingan duniawi. Jadi tugasnya saat ini adalah yakin akan ketetapan Allah,
berpasrah diri, jangan galau hehe, dan selalu upgrade diri untuk terus
memperbaiki diri, memperbaiki akhlak, belajar agama….pokoknya memantaskan diri,
kan belum pantas biar pantas bagaimana. Ditata hatinya, ditata mentalnya,
ditata akhlaknya. Tapi Halimah nggak tahu, Halimah kan pengennya saat usia 25,
tapi kehendak Allah nanti di usia berapa, wallahu a’lam. Allah lebih berkuasa
dibanding makhluknya. Halimah juga tak membatasi kalau Halimah harus nikahnya
sama si A yang Halimah cinta, Halimah manut Allah saja, kalau memang yang
menghitbah Halimah, Halimah baru memandang nyaman, melihat sikapnya hati tenang
dan damai, selalu menenangkan hati Halimah, in syaallah mungkin itulah jodoh
Halimah.
Halimah kan ngefans banget sama Rabi’ah Al Adawiyah
sejak kecil. Terkadang Halimah merenung, diam mengingat-ingat dosa Halimah lalu
diperbaiki dan mohon ampun sama Allah, semoga Allah mengampuni dosa Halimah,
semoga Allah berkenan memberikan hidayahnya untuk Halimah dan semoga Allah
memasukkan Halimah sebagai golongan orang yang beruntung. Aaamiiin ya Rabb. Ada
hal yang selalu terbayang dimata halimah, kadang Halimah sedih kalau keinget.
Halimah selalu terbayang, bagaimana nanti matinya Halimah. Akankah nanti Halimah
meninggal dalam kondisi khusnul khotimah ataukah su’ul khotimah? Nanti Allah
mau menemui Halimah ataukah memalingkan Halimah dan tak mau menemui Halimah
saat di akherat? Lalu nanti saat di yaumul hisab, bagaimanakah nasib Halimah,
akankah amal kebaikan halimah lebih berat daripada dosa halimah, ataukah
sebaliknya?. Hampir tiap mau tidur, Halimah selalu kebayang ini. Wallahu
a’lam….semoga hidayah Allah senantiasa tercurahkan untukku dan semoga aku
termasuk golongan para orang soleh-solekhah terdahulu. Aamiin ya Rabb.
Setelah silaturahim ke rumah Bu Iswandini dan ke
rumah Bu Amin, Halimah lanjut silaturahin ke rumah sahabat Halimah sejak kelas
XI SMA (sahabat sekitar hampir 7 tahun hingga saat ini), yups ke rumah mbak
Istiqomah. Hehe udah lama nggak berjumpa, lalu berjumpa rasanya pelepas rasa
rindu hehe. Begitu dateng langsung dipeluk, mbak kom senyum sumringah dan peluk
cipika-cipiki hehe. Siapa sih yang nggak kangen berjumpa sahabat? Yups pasti
kangen dong. Apalagi sahabat SMA, ya kan hehe. Dulu waktu di SMA, Halimah dan
mbk kom dijuluki “Best Couple of The
Year” karena kemana-mana kita selalu bareng, kita sering belajar bareng di
kelas, kita sering ke mushola saat istirahat pertama dan kedua, kita jua sering
ke perpustakaan bareng, banyak kenangan bareng kita saat SMA, bener-bener kayak
semut dan gula, dimana ada Halimah, disitu ada mbak Kom. Semoga Allah
memelihara persahabatan Halimah, sahabat dunia akherat, sahabat yang senantiasa
mengingatkan tentang kehidupan akherat.
Oh ya, 1 Syawal 1348 H ini, adalah momen bersejarah
bagi Halimah. Yups pertama kalinya Halimah berkunjung silaturahim kemana-mana
mengenakan sarung, layaknya santriwati. Pertama agak susah dan kayak ada yang
mlorot hehe. Ya kan namanya baru pertama kali, tapi lama-lama lumayan bisa,
termasuk bisa motoran pakai sarung pas silaturahim ke guru-guru. Nih tips buat
kalian yang belum pernah pakai sarung lalu pakai sarung, entah mau buat nyantri
atau mau latihan bersarung. Tipsnya, meski sarungan dalemnya pakai celana
panjang (boleh legging atau celana bahan, senyaman kamu aja), biar kalau mlorot
nggak malu-malu’in hehe, terus pakai ikat pinggang, beli aja yang bagus, modis
kecil. Biar nggak mrucul/ copot sarungnya hehe. Buktinya alhamdulillah bisa,
walau unik, karena pas Halimah makai, halimah selalu noleh ke belakang, samping
kanan kiri. Ini sarungannya udah simetris belum, kecingkrangan apa kepanjangan
nggak ya, maching nggak? haha. Serunya
memakai sarung hehe. Karena yang lucu-lucu pasti mengenang. Sesuatu yang
mengenang adalah sesuatu yang sangat membahagiakan, sesuatu yang lucu dan
sesuatu yang menyedihkan. Alhamdulillah ala kulli hal, semoga tahun depan
diperkenankan bertemu kembali dengan ramadhan dan idul fitri. Aamiin.
2.
PART
II, LEBARAN IDUL FITRI KE-2 (SENIN, 26 MEI 2017)
Pada 2 syawal, Senin tanggal 26 Mei
2017, Halimah bersama adek kandung Halimah (Afida) motoran untuk silaturahim ke
rumah saudara-saudara, yups Halimah yang boncengin adek. Pertama Halimah pergi
ke Desa Gedebeg, kec. Ngawen, Kab. Blora sekitar 6 km dari rumah Halimah. Yups
disana kami berjumpa dengan Bu Dhe, Mbak In (Intri Kak Marzuki). Singgah
sebentar di mushola milik Bu dhe, sambil tiduran istirahat lalu Halimah baca
Qur’an untuk melancarkan bacaan. Selanjutnya Halimah pergi ke Desa Doyok, Kec.
Kunduran, Kab Blora di rumah nenek. Di sana Halimah ke rumah Bibi (adek Bapak),
Bibi Imroatun dan Paman Asmuin. Selanjutnya Halimah silaturahim ke rumah Bu dhe
Suparni di desa Goplo, Kec. Kunduran, Kab. Blora. Wooow…dari berangkat jam 8
pagi, pulang jam 4 sore (pukul 16.00) sampai rumah. Yups halimah mengunjungi 3
tempat yakni rumah Bu Dhe sulikah, Bu lek imroatun, dan Bu dhe suparni. Perjalanan
ke Desa Doyok dan Goplo sangat menantang, jalannya banyak yang berlubang dalam,
unik…hehe, kejeglong terus. Tapi disyukurilah masih ada jalan, daripada nggak
ada jalan, yeee kan hehe. Apapun jalannya, syukuri aja, yang penting masih bisa
dilewatin.
Di Goplo, Halimah diperkenalkan dengan
keluarga baru keturunan dari kakek Ja’far. Hooo…ternyata saudara Halimah
banyak, dan masih banyak yang belum tahu. Pengen ngurut-ngurutin semuanya…mana
saudara sampai atas dari Bani Hasan, mana keturunan kakek dari Ibu. Kadang
Halimah lumayan bingung, saat dijelasin orang yang bertemu Halimah dan mengaku
sebagai saudara Halimah. Lalu Halimah tanya Bapak/ Ibu, eh ternyata benar kita
masih saudaraan. Senangnya silaturahim, memanjangkan umur jua mempererat
persaudaraan. Selama berkeliling-keliling Halimah senang banget, terlebih saat
melewati sawah-sawah membentang, tanamannya subur-subur. Hehe Halimah ikutan
senang, karena kalau tanaman subur berarti pertanian berhasil. Kan petani jua
bahagia….well lalu hubungannya sama halimah apa?. Ya ada, Bapak Halimah kan
petani, jadi kalau melihat petani bahagia, Halimah jua turut bahagia.
3.
PART
III, LEBARAN IDUL FITRI KE-4 (RABU, 28 MEI 2017)
Pada 4 Syawal, Rabu tanggal 28 Mei 2017,
Halimah bersama Adek dan Bapak menghadiri Reuni Akbar Bani Hasan. Dari sekian
lama sampai sebesar ini, ini pertama kalinya Halimah ikut menghadiri Reuni
Akbar keluarga besar. Reuni akbar dilaksanakan di tempat pondok Kiahi Cholidi, desa
Talokwohmojo, Kec. Ngawen, Kab. Blora.
Usut punya usut, KH. Zainal Abidin (almarhum
Mbah Yai yang dikhouli tiap tahun) memiliki anak bernama KH. Ahmad Hasan. KH.
Ahmad Hasan memiliki 9 anak. Anak
pertamanya bernama K. Khozin. K. Khozin menikah dengan Nyai Muthi’ah. K. Khozin
memiliki anak satu bernama Mu’anah (nenek kandung Halimah dari Bapak). Nenek
Mu’anah menikah dengan Kakek Ja’far memiliki anak 10, meninggal 2 sehingga tinggal
8. Bapak Halimah (Masdari) anak keempat dari Nenek Mu’anah. Jadi kalau diurutin
demikian:
Dewi Nur Halimah binti Masdari.
Masdari bin Mu’anah. Mu’anah binti Kiahi Khozin. Kiahi Khozin bin KH. Ahmad Hasan
bin KH. Zainal Abidin.
Kiahi Ahmad Hasan
memiliki 9 anak:
1) K.Khozin + Nyai Muthi’atun (Desa Bandungrojo, Kec.
Ngawen, Kab. Blora)
2) Nyai
Masfu’ah + (a) H. Idris, (b) Abdul Manan (Desa Talokwohmojo, Kec. Ngawen, Kab.
Blora).
3) K.
Affandi + Nyai Siti Rufiah (Pontianak, Kalimantan Barat).
4) Nyai
Zubaidah + KH. Baidhowi (Malaysia).
5) Nyai
Siti Khozanah + KH. Umar Djunaidi (Desa Kendilan, Sambong, Blora).
6) KH.
Djaelani (Fauzi) + Nyai Hj. Khodijah (Sumarmi ) (Desa Talokwohmojo, Kec.
Ngawen, Kab. Blora).
7) Nyai
Rohmah + (a) Zainuri, (b) Muhadi (Desa Ngerapah, Kec. Kunduran, Kab. Blora).
8) Nyai
Muthmainah + Mashuri (Kalimantan Barat).
9) Kiahi
Syaifudin (Palembang, Sumatra Selatan).
Kiahi Khozin (anak
pertama Kiahi Ahmad Hasan) memiliki anak 1:
1) Mu’anah
+ Ja’far (Desa Bandungrojo, Kec. Ngawen, Kab. Blora).
Mu’anah memiliki 10 anak,
meninggal 2 tinggal 8:
1) Sulikah
+ Marji (Desa Gedebeg, Kec. Ngawen, Kab. Blora) memiliki anak 4:
a. Kak
Syam
b. Kak
Sun
c. Kak
Marwan
d. Kak
Marzuki
2) Suparni
+Munaji (Desa Sono, Goplo, Kec. Kunduran, Kab. Blora).
3) Masrukhin
(Pasuruan)
4) Masdari
+ Mahzunah (Desa Bandungrojo, Kec. Ngawen, Kab. Blora) memiliki anak 2:
a. Dewi
Nur Halimah
b. Afidatul
Mafrucha
5) Masduki
+ Sri (Desa Bandungrojo, Kec. Ngawen, Kab. Blora) memiliki anak 4:
a. Siti
Koni’ah
b. Isti’anah
c. Miftahul
Ulum
d. Maria
Ulfah
6) Siti
Imro’atun + Asmuin (Desa Doyok, Kec. Kunduran, Kab. Blora) memiliki anak 4:
a. Dek
Lis
b. Khoirul
Anam
c. Nadhirotun
Nikmah
d. Rif’an
Sururi
7) Muslih
+ Fadhilah (Desa Bandungrojo, Kec. Ngawen, Kab. Blora) memiliki anak 3:
a. Mohammad
Khanifuddin
b. Zaki
Mubbarok
c. Iqbal
Maulana
8) Nur
Hasanah + Munawar (Desa Klokah, Kec. Ngawen, Kab. Blora) memiliki anak 3:
a. Mohammad
Misbah
b. Siti
Mahmudah
c. Bariroh
Sebenernya kalau ditulis semua dari Bani
Hasan (Keturunan KH. Ahmad Hasan) itu banyak banget tersebar di pulau Jawa,
Sumatra, Kalimantan, dan Malaysia. Itu yang Halimah tulis hanya keturunan dari
nenek saja dan kakek dari Bani Khozin.
Pada saat reuni Akbar, Bapak Halimah
ditunjuk sebagai wakil dari Bani Khozin untuk memberikan sambutan perkenalan
keluarga di hadapan seluruh keturunan Bani Hasan. Bapak sudah lancar
menggunakan bahasa krama untuk pidato sebagaimana biasanya Khotbah Jum’at. Tapi
anehnya, Ayah menyampaikan ke moderator bahwa yang menyambut memperkenalkan
Bani Khozin ke seluruh keturunan Bani Hasan adalah Halimah. Jujur Halimah speechless, tanpa persiapan langsung
dikasih speaker buat ngasih sambutan. Ya sudah, nggak mungkin Halimah nglempar
speaker itu ke yang lain, kan malu juga masak udah gedhe lempar-lemparan
speaker. Mungkin maksud Bapak, buat ngelatih mental Halimah, kan selama kuliah
Halimah ditempa public speaking. Melatih
keberanian mental nyambut di masyarakat. Well,
walaupun tanpa persiapan sama sekali
(0% persiapan) karena nggak dikasih tahu, akhirnya di hadapan sekitar 200 orang
dari Bani Hasan (Keturunan Kiahi Ahmad Hasan) yang dari berbagai penjuru, ada yang
dari Malaysia 2, dari Blora, Temanggung, Pekalongan, Cepu, Bojonegoro, dan
lain-lain, akhirnya Halimah memberi sambutan sebisanya sebagaimana Halimah
biasanya memberi sambutan di public. Alhamdulillah lancar, Halimah membawakannya
nyantai ala anak muda, sesekali ada guyonannya hehe.
Setelah perkenalan seluruh Keluarga Bani
Hasan, acara selanjutnya adalah Sambutan Gus Sa’ad, Ziarah Kubur ke Makam KH.
Zainal Abidin dan K. Ahmad Hasan, lalu penutupan dengan foto bersama. Ketika
Gus Sa’ad nyambut, Gus Sa’ad manggil nama Halimah dan diajukan sebagai panitia
Reuni Akbar Bani Hasan tahun depan. Hehe…hari ini banyak kejutan, mulai dari
ini adalah petama kalinya Halimah ikut reuni akbar Bani Hasan, Halimah diminta
ngasih sambutan pembukaan Bani Khozin (karena Kiahi Khozin adalah anak pertama
dari Kiahi Ahmad Hasan), dan Halimah ditunjuk jadi panitia…bi haisu lah tasib,
tanpa Halimah duga sebelumnya. Alhamdulillah, walau tanpa persiapan, diberikan
kelancaran dan tidak grogi. All praises
to Allah.
4.
PART
IV, LEBARAN IDUL FITRI KE-5 (KAMIS, 29 MEI 2017)
Tanggal 5 syawal ini, hatiku riang gembira. Kamis
pagi saya membantu Ibu memasak, ya kami mempersiapkan makanan banyak mulai dari
lontong (sekitar 70 lontong), ayam (nyembelih ayam 3), dan beli lele banyak serta
jajanan-jajanan untuk menyambut kedatangan saudara-saudarsaya dari
Sarang-Rembang (keluarga besar dari Ibu). Yups…mereka mau bersilaturahim ke rumahku.
Alhamdulillah…rasanya senang sekali disilaturahim-in sama nenek, kakek,
bulek-bulek, pak lek-pak lek, sepupu- sepupu…hehe rame.
Hal yang saya suka dari emak, kalau ada tamu itu
dirumati bener-bener. Sebagaimana memuliakan tamu adalah suatu kebajikan. Apalagi
yang datang keluarga besar dari Sarang-Rembang hehe. Setiba saudara-saudar saya
di rumahku, kita semua langsung makan-makan bersama sambil nonton TV dan cerita-cerita. Ada yang tanya perjalanan karirku gimana?, sekarang kerja apa?,
dan lain-lain. Alhamdulillah semua kujawab apa adanya seperti yang kulakukan
hehe. Alhamdulillah-nya…nggak ada pertanyaan “Halimah kapan nikah?”…yeee hehe,
selamet dah, rasanya sujud syukur. Pertanyaan soal nikah itu seperti bumerang
yang ngancurin mood hehe.
Kadang kalau silaturahim, suka banyak yang nanya,
“Halimah udah punya pacar?,”…haha. Halimah senyam senyum doang, bodoh amat mah,
paling kalau Halimah jelasin, Halimah tidak pacaran, pasti pada nggak percaya. Soalnya
udah pernah, eh malah jawabnya…”Masak tampang kayak kamu nggak laku
(yeeee…emangnya jualan apa nggak laku), looh bukannya yang nembung kamu ada
ya?”. Ya kan saya sudah bilang, saya nggak mau pacaran, paling maunya ya tahu
kalau dia suka sama suka. Sudah gitu doang, setelah itu fokus belajar. Nanti
siapapun yang menghitbah saya, agama dan akhlak bagus, saya nyaman ya berarti
itu jodohnya Halimah hehe. Pengennya sih tepat di usia 25 bulan April 2019
dikhitbah terus nikah. Kan so sweet hehe, well saat ini halimah belajar
parenting, ilmu agama. By the way
kalau nikah usia 25 kan sama seperti Rosulullah pas menikahi Sayyidah Khodijah
RA..:)
Kadang juga banyak yang kepo, lalu nanya “Halimah
sudah punya pacar?,” Hahah sambil senyum santai kujawab, “Alhamdulillah sudah”
buat ngunci yang nanya biar nggak nanya macem-macem hehe. Padahal mah aslinya
masih jomblo fii sabilillah…yups jomblo, maksud saya sudah punya pasangan itu
pasangan yang namanya sudah disediakan Allah, namanya ditulis di lauh mahfud
sejak sebelum zaman azali bahkan sejak sebelum saya lahir. Saya sih percaya
janji Allah, jadi siapapun jodoh saya…berarti itulah yang terbaik untuk saya.
Dasar ya, emang kalau udah yakin pakai banget….ambilnya simple, ilmu tawakal
saja hehe. Simple kan….hehe. Seperti trik abu nawas, Halimah kan Abu Nawas
lover hehe.
Halimah kan orangnya nggak ja’im, ceplas ceplos,
kadang suka usil juga kalau sama yang dekat hehe. Hidup tak usil juga kan nggak
seru hehe, Rosulullah SAW aja suka bercanda’in siti Aisyah RA. Mengapa nggak
bercanda, why not gitu loooh…selama itu masih di jalur yang sopan, kan bagus. Bercanda
yang elegant itu ya bercanda seperti yang diteladankan Rosulullah SAW…J. Hehe saya tuh paling suka
suasana-suasana romantis kekeluargaan, paling suka dipeluk dan dicium kanan
kiri sama sesama wanita untuk merekatkan persaudaraan. Kalau dipeluk lawan
jenis nggak mau, maunya nanti kalau misal ditakdirkan nikah. Ya sama suami aja,
kayak Sayyidah Muthi’ah RA, kayak Sayyidah Fatimah RA…J
Kedekatan Halimah dengan saudara dari Ibu sangat
lengket, jadi wajar kalau pada tahu kesukaan Halimah. Mulai dari hobi Halimah
ke pantai, sowan kiahi, sukanya ya gitu hehe. Tapi rasanya bahagia jua seneng
kalau orang itu tahu kesukaan kita, memperhatikan kita, dan dia berusaha
menyenangkan hatimu dengan kegiatan-kegiatan dan barang kesukaaanmu, iya kan
hehe?. Termasuk Halimah juga. Halimah suka banget warna hitam, mulai dari baju
(gamis) simple warna hitam, kerudung hitam, bunga mawar hitam, anggrek hitam. Kalau
memakai baju warna hitam rasanya bersinar, entah kenapa auranya keluar.
Sebenarnya ada filosofi kenapa Halimah menyukai warna hitam, karena warna hitam
melambangkan jiwa yang kotor sehingga merasa rendah hati dan selalu berusaha
memperbaiki diri dan intropeksi diri, hitam kan melambangkan dosa. Jadi kalau
orang merasa belum baik, akan selalu berusaha menjadi lebih baik.
Halimah suka banget diajak sowan ke kiahi dan bu
nyai, kan sowan orang ngalim biar ketularan ngalim hehe. Idola Halimah sejak
kecil kan ulama hehe. Halimah itu menemukan kedamaian kalau silaturahim ke
pesantren, hati halimah bergetar, mata halimah berbinar-binar bahagia. Halimah
suka juga jalan-jalan hehe. Halimah suka jalan-jalan untuk refreshing, terlebih
jalan-jalan ke taman bunga yang indah…heee seneng banget, ke kebun alam, kebon
binatang, ke wisata unik bersejarah, ya pokoknya tempat wisata. Dulu pas di
Semarang (waktu masih kuliah) lebih tepatnya saat semester 8. Hampir setiap
kinggu Halimah jalan-jalan backpakeran ke tempat wisata. Ya nyari tempat wisata
yang sesuai kantong hehe. Di tempat wisata itu menyenangkan, ada memori-memori
kenangan yang sangat mengenang hehe.
Dulu kalau lagi boring
(bosen) atau bad mood, biasanya
Halimah ngubungin sahabat Halimah. “Lagi boring nih.”…Eh dia tahu kesukaan
Halimah, langsung dah kita meluncur ke rumah sakit dan rumah sakit jiwa. Di
rumah sakit biasanya halimah menengok pasien yang sakit parah seperti pasien
kanker dan pasien lain yang menderita penyakit parah serta pasien di rumah
sakit jiwa. Ada pelajaran berharga di sini, mood halimah langsung kembali bagus
dan senang, Halimah belajar arti syukur diberikan nikmat kesehatan sama Allah,
Halimah bersyukur diberikan tubuh yang tak cacat sama Allah. Kadang juga
melancong ke Yayasan Penyandang Anak Cacat (YPAC) untuk memotivasi dan
menginspirasi anak-anak. Di sana Halimah riang, Halimah ngajar berhitung, nyanyi,
bikin puisi, pokoknya ngembangin bakat anak-anak berkebutuhan khusus. Justru di
sana malah Halimah terinspirasi sama mereka anak-anak berkebutuhan khusus. Anak-anak
berkebutuhan khusus itu meski mereka sendiri mengalami cacad fisik, mereka
memiliki sikap yang peduli dan tolong menolong sama temannya. Halimah nangis
pas melihat anak nggak bisa ngomong mendorong temannya yang di kursi roda,
mengharukan banget kan. Ya Allah bener-bener belajar arti syukur. Halimah jua
seneng kalau ikut kegiatan sama yatim piyatu…paling seneng bergerak di humanity
semampu halimah, apalagi berinteraksi sama anak-anak, orang gila, orang cacad,
banyak pengalaman berharga yang halimah dapatin yang nggak bakal halimah
dapatin di bangku sekolah, ya kan???... hehe.
Kadang sama sahabat, kita melancong survey ke anak
jalanan, ke tempat gelandangan, di yayasan tuna netra. Rasanya hati bener-bener
tersentuh kalau di sana, mencoba untuk bermanfaat semampu kita, yups semampu
halimah. Kan berbagi tak harus nunggu kaya, berbagilah semampu kita. Dengan
kaya hati, hidup kita akan bahagia. Halimah juga suka banget kalau diajak
wirausaha, yang pasti wirausaha yang halal, nggak ngandung unsur riba dan
ghoror (untung-untungan/ akal-akalan) dijalankan dengan cara jujur dan amanah. Yups…Halimah
suka wirausaha itu sejak kecil, lebih tepatnya sejak Halimah mendengar dan
mengenal sosok nama Sayyidah Khodijah RA. Halimah mengidolakan beliau, istri
rosulullah yang pandai berwirausaha, penyayang, perhatian sama suami dan mau
berkorban apapun untuk Allah dan RosulNya.
Kesukaan halimah agak aneh, tapi kan nggak mahal
mahal banget, sederhana. Asal ada kemauan bisa, yang penting berhati baja dan
berjiwa sosial aja. Halimah orangnya paling sebel kalau dibentak/ dimarahin,
kalau dibentak ngambek. Maunya ya dimanja kayak sayyidah Aisyah yang dimanja
Rosulullah SAW. Lagian kan Halimah orangnya nggak galak, tapi tegas. Yups harus
tegas, wanita kan harus tegas. Banyak orang yang tak bisa membedakan antara
keras kepala dan teguh pendirian pada prinsip. . Menurutku, aku lebih ke
berprinsip dan berpendirian teguh. Coba saja baca kisah Sayyidah Aisyah,
Sayyidah Fatimah, Sayyidah Khodijah, Sayyidah Maryam, Sayyidah Muthi’ah, Bunda
Masyithoh, Sayyidah Asiyah…apa mereka keras kepala atau teguh pendirian
mempertahankan prinsipnya? Tentu tidak keras kepala, melainkan teguh pendirian.
Mereka semua adalah wanita yang teguh pendirian dan nggak tergoyah oleh apapun.
Sebagaimana Bunda Masyitoh, kalau bukan wanita teguh
pendirian, pasti saat diminta memilih meninggal dimasukkan Air Panas ataukah
menyembah Fir’aun, pasti memilih menyembah Fir’aun. Karena teguh pendirian,
Bunda memilih tidak mau menyembah Fir’aun dan menyembah Allah, sehingga Bunda
Masyithoh dimasukkan dalam Air Panas bersama bayinya. Contoh lagi, Siti Asiyah
kalau bukan wanita teguh pendirian, maka ia lebih memilih Fir’aun dibandingkan
Allah, tapi kenyataaanya Siti Asiyah lebih memilih Allah dibandingkan Fir’aun.
Contoh lagi, Sayyidah Muthi’ah, ia bersikeras tidak mau menerima tamu tanpa
izin suaminya, meskipun tamunya adalah seorang putri nabi (Sayyidah Fatimah)
karena beliau taat suami, Ridho Allah bersama suami. Karena wanita yang
solekhah senantiasa berpegang pada prinsipnya dan menjaga amanah sekalipun tak
ada suaminya, sekalipun tak ada yang melihatnya karena baginya Allah senantiasa
melihatnya.
Kalau barang kesukaan Halimah ya gamis yang simple,
polos, tapi stylest…sederhana tapi kalau dipakai anggun dan elegant perpaduan 2
warna polos atau 3 warna, al qur’an, kitab, buku motivasi, kaligrafi, tas, ya
seperti kesukaan wanita pada umumnya hanya bergenre sederhana, futuristik,
elegant, dan simple. Intinya suka yang unik dan simple sih hehe. Bagi Halimah,
segala sesuatu butuh persiapan, termasuk persiapan nikah, persiapan mati, dan
lain-lain. Persiapan nikah ya ada persiapan mental, persiapan ilmu parenting
dan ilmu reproduksi, persiapan ekonomi, dan segala persiapan lahiriyah maupun
batiniyah. Persiapan mati karena kita nggak pernah tahu kapan kita mati, selalu
berbuat baik (berakhlakul karimah) dan selalu rajin beribadah. Antara hablum
minallah dan hablum minannas seimbang.
Sedikit cerita balada lebaran Halimah, semoga
bermanfaat. Ambil segi positifnya, buang/ tinggalkan yang negatifnya. Hehe…tapi
bukan berarti kalau ke masjid atau ke majlis, bawa sandal jelek lalu ditinggal,
diganti sandal yang bagus milik orang lain loh ya hehe. Salam sejahtera, semoga
rahmad Allah senantiasa tercurah untuk kita semua. Aamiin.
*****
See
you on the next article, in syaallah.
Bye-Bye,
may it’s useful.
*****