HALIMAH BINTI MASDARI

Minggu, 06 Maret 2022

BOLEHKAH PERNIKAHAN BEDA AGAMA?

BOLEHKAH PERNIKAHAN BEDA AGAMA?

*****

Oleh: Dewi Nur Halimah, S. Si

Sumber gambar: www.popmama.com

Setiap manusia mengenal cinta. Cinta antara 2 lawan jenis yang sudah dewasa dan menjalin hubungan asmara adalah hal yang lumrah. Ini adalah hukum alam dimana antar lawan jenis mengalami ketertarikan sebagaimana magnet kalau berlawanan kutub yakni kutub utara dan kutub selatan tarik menarik, dan kutub yang sesama jenis akan tolak menolak seperti kutub utara dengan kutub utara dan kutub selatan dengan kutub selatan.

Diantara sekian banyak cinta, cinta yang paling berat adalah cinta antara 2 insan yang berbeda keyakinan (read: berbeda agama). Mereka akan diuji dengan hal yang berat, memilih bertahan dengan sang kekasih ataukah memilih agama?. Memilih cinta sama manusia ataukah memilih cinta Tuhan. Karena cinta pada kekasih hakekatnya adalah cinta sama makhluk, sedangkan agama adalah hubungan vertikal seorang hamba dengan Tuhannya. Meninggalkan Tuhan yang sudah lama disembah demi seorang kekasih? Ataukah memilih mempertahankan agama meninggalkan kekasih?. Ataukah tetap bertahan pada agama namun tetap menikah dengan kekasih di Luar Negeri (LN).

Lalu, bagaimanakah pandangan hukum pernikahan beda agama menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia?. Bagaimana jika pernikahan beda agama dilakukan di LN bolehkah secara pandangan agama Islam melakukan pernikahan beda agama?

Yuk kita telisik lebih mendalam. Di Indonesia, secara yuridis formal, perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Kedua produk perundang-undangan ini mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan perkawinan termasuk perkawinan antar agama.  

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat (1) disebutkan: 

"Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu". 

Dalam rumusan ini diketahui bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Hal ini senada dengan penjelasan yang diterangkan dalam beberapa pasal di Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, sebagai berikut: 

Pasal 4  :

"Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 tentang Perkawinan".

Pasal 40 :

Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu;

A. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu

perkawinan dengan pria lain;

B. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan

pria lain;

C. Seorang wanita yang tidak beragam Islam.

Pasal 44 : 

"Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam"

Pasal 61 : 

" Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaf al-dien". 


Maka jelas bahwa pernikahan beda agama tidak sah dan tidak diperbolehkan dalam peraturan perundangan di Indonesia. Lalu bagaimana jika melangsungkan pernikahan beda agama di LN seperti pernikahan pemeluk Islam dengan Kristen, pemeluk Kristen dengan Katholik, pemeluk Hindu dengan Budha, dll?.

Sumber gambar: www.popmama.com

Sumber gambar: www.popmama.com

Sumber gambar: www.popmama.com

Sumber gambar: www.popmama.com

Sumber gambar: www.popmama.com

Sumber gambar: www.popmama.com

Pernikahan memang sah secara negara dilakukan di LN, mereka pun mendapatkan buku nikah dan tercatat melakukan pernikahan negara secara resmi, namun jika salah satunya beragama Islam maka pernikahan tidak sah, dan apabila mereka melakukan hubungan suami istri (pasangan Islam dengan non Islam), maka masuknya adalah zina. Karena agama Islam secara tegas melarang pernikahan beda agama dan hukumnya haram. Kecuali, salah satunya yang beragama lain menjadi mu'alaf lalu melangsungkan pernikahan setelah agama sama, maka baru diperbolehkan.

Dalam Al-Qur’an sendiri larangan pernikahan beda agama tertuang dalam surat Al-Baqarah : 221

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”

Pernikahan beda agama juga dijelaskan dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 10 sebagai berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا جَاۤءَكُمُ الْمُؤْمِنٰتُ مُهٰجِرٰتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّۗ اَللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِهِنَّ فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِۗ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّۗ وَاٰتُوْهُمْ مَّآ اَنْفَقُوْاۗ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اَنْ تَنْكِحُوْهُنَّ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۗ وَلَا تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقُوْاۗ ذٰلِكُمْ حُكْمُ اللّٰهِ ۗيَحْكُمُ بَيْنَكُمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ - ١٠

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (QS. Al-Mumtahanah: 10)

Saat ini sudah menjadi tren pasangan artis beda agama nikah di LN, muslim maupun muslimah HARAM menjadikan mereka  (pasangan artis nikah beda agama) sebagai teladan dalam urusan pernikahan. Bahkan pernikahan beda agama pun saat ini sudah bisa dilakukan di Indonesia. Jika kalian muslim maupun muslimah, maka yang menjadi panutan bagi kalian sudah seyogyanya adalah mencontoh Rosulullah saw dan ummahatul mukminin. Pernikahan beda agama bagi Muslim dengan non Muslim jika tidak mu'alaf atau sama sama keyakinannya, maka hubungan suami istri yang dilakukan hukumnya adalah ZINA karena pernikahannya tidak sah.

Tidak masalah toleransi dalam hal mu'amalah, karena kita hidup saling membutuhkan untuk mencukupi kebutuhan pangan dan kebutuhan hidup kita. TETAPI HARAM bagi Muslim maupun muslimah mencampur adukkan urusan syari'at atau pun aqidah dengan keyakinan agama lain. Saling menghormati harus, karena dalam surat Al Kafirun pun dianjurkan toleransi, agamaku agamaku, dan agamamu agamamu TAPI tidak dengan mencampur adukkan keyakinan. Bertukar dalam hal mu'amalah boleh dan halal. Bertukar dalam aqidah jangan sebab haram karena sama sama menyekutukan Allah swt dan termasuk syirik, sedang syirik masuknya dosa besar. Naudzubillah min dzalik, semoga kita selalu dalam lindungan Allah swt. Semoga kita muslim muslimah tetap Islam, iman dan kelak wafat dalam keadaan husnul khotimah. Aamiin