HALIMAH BINTI MASDARI

Senin, 14 Maret 2022

ADA APA DENGAN LOGO HALAL INDONESIA?

APAKAH KEMENAG KURANG KERJAAN SEHINGGA MEMBUAT KONTROVERSI YANG MENGARAH PADA PERDEBATAN SEKALIGUS PERPECAHAN???

*****

Oleh Dewi Nur Halimah, S. Si

Saat ini kita digemparkan logo halal Indonesia yang mirip wayang dan tulisan Arab halal yang multitafsir, bisa halal juga cenderung haram. Bukan hanya itu, label halal yang notabennya dikeluarkan oleh MUI (Majlis Ulama Indonesia) akan diambil alih oleh KEMENAG RI (Kementerian Agama RI) dengan alasan Kemenag adalah lembaga resmi pemerintah sementara MUI hanyalah ormas (Organisasi Masyarakat). Legalitas yang mengeluarkan label halal pada produk akan dikeluarkan oleh KEMENAG RI namun prosesnya akan melibatkan MUI. 

Sebagai catatan, bahwa logo halal MUI yang dulu cenderung lebih diterima masyarakat. Selain tulisan halalnya terbaca jelas, background hijau yang melambangkan kedamaian (read: surga didominasi warna hijau karena desainnya agriculture ada kebun buah, ada kebun bunga, ada sungai madu, sungai susu dll).

Beberapa waktu lalu Indonesia digemparkan oleh perdebatan wayang halal apa haram?. Kaum wahabi berfatwa bahwa wayang haram.

Saya aswaja NU sedari kecil menyatakan bahwa wayang itu alat, halal haramnya tergantung penggunanya (user). Sebagaimana pisau, kalau digunakan untuk memasak makanan halal di dapur ya hukumnya halal, sebaliknya kalau pisau digunakan untuk membunuh ya hukumnya haram karena digunakan maksiyat. Namanya alat, jadi haram atau halal tergantung kegunaannya digunakan apa oleh si user.

Pun juga wayang, wayang menjadi halal kalau digunakan sebagai media dakwah sebagaimana yang dilakukan Sunan Kalijaga dalam menyiarkan Islam. Sebaliknya, jika wayang terlalu dipuja bahkan menuhankan wayang hukumnya ya haram karena syirik. Semua kembali pada niat dan kegunaan barang/alat. Sampai sini paham kan?

Akibat kebodohan oknum Kemenag yang mengambil alih tugas MUI dan tidak mampu menjelaskan secara haq, serta merespon wahabi dengan emosi maka memunculkan logo halal Indonesia ala kemenag yang  berbentuk wayang, dengan tulisan halal yang tidak jelas dibacanya.

Boleh boleh saja logo halal Indonesia berbentuk wayang, tapi tulisan halalnya harus jelas dibaca, tidak usah banyak gaya yang cenderung multitafsir bahkan karena ketidakjelasannya bisa dibaca haram juga.

Ketika logo halal Indonesia diambil alih kemenag dan dirubah berbentuk wayang maka secara tidak langsung KEMENAG RI telah mengajarkan chauvinisme yang mengunggulkan satu suku yakni, jawanisme. 

Padahal Indonesia sendiri terbentuk dari berbagai macam suku bangsa, harusnya neutral dan tidak menonjolkan salah satu suku untuk mempererat tali persaudaraan dan ukhuwah Islamiyah setanah air yang terdiri atas bermacam-macam suku. 


Apa Kemenag kurang kerjaan sehingga membuat onar dengan membuat kontroversi logo halal Indonesia?, logo halal yang dulu kan sudah BAGUS, bisa diterima seluruh ummat Muslim se-Indonesia, untuk apa bikin kisruh. Kenapa logo halal Indonesia saat ini diganti mirip wayang, kalau nggak bikin kontroversi apa nggak makan kah sehingga KEMENAG RI menjadi malfungsi serta mengambil alih tugas MUI? 

Wayang itu bagus, tapi budaya jawa. Sementara Indonesia adalah persatuan berbagai budaya senusantara. Harusnya kalau paham pluralisme tidak seperti itu. Mengunggulkan satu suku, menganaktirikan suku-suku yang lain. 

Hal furu' dibikin kontroversi. Logo sudah baik-baik, diterima ummat. Bikin geger. Kerjaan kog tidak mutu. Apa tidak ada yg lebih penting dari itu untuk dilakukan KEMENAG atau untuk ajang manasin wahabi karena berhasil bikin logo halal Indonesia berbentuk wayang, sementara wayang diharamkan wahabi?. Jika demikian, Naudzubillah betapa piciknya oknum KEMENAG. 

Sebaiknya pola pikir Pemerintah dirubah. Jangan ngurusi hal furu' yang dibesar-besarkan yang memicu kontroversi. Yang sudah jalan, ya dilaksanakan selama maslahah. Contohnya logo halal Indonesia lama. Kan tidak ada masalah ya dilanjutkan, lah kog bikin masalah dengan logo halal Indonesia baru yang kontroversial.

Cobalah fokus fungsi utama, alangkah bagusnya Pemerintah melakukan inovasi karya di bidang teknologi dan inovasi daripada sekedar bikin geger dan kontroversi yang tidak mutu. Negara lain maju karena pola pikir ke riset dan kemajuan teknologi. Sementara kita, pemerintah kita suka dolanan pengalihan isu, main kontroversi-kontroversian, penggiringan opini dan debat kusir.

Mau maju dari mana negara kita kalau mindset dan sikapnya seperti itu?. Jika ingin negara maju, maka majukan literasinya, kembangkan teknologinya, majukan riset dan inovasinya, buka lapangan pekerjaan, dilatih mandiri tidak disuap terus bantuan, banyak dicetak pengusaha baru. In syaAllah maju.

Jika sertifikat halal diambil alih Kemenag. Perlu diralat, halal yang bagaimanakah nanti yang dihalalkan KEMENAG, mengingat KEMENAG membawahi 6 Agama di Indonesia. Sedangkan sertifikat halal yang dibutuhkan ummat Islam adalah yang Sesuai syari'at Islam. KEMENAG RI tak seharusnya mengambil ranah tugas MUI. Biarkan MUI menjalankan tugasnya dengan baik. 

Logo halal MUI lama sudah diterima ummat Islam se-Indonesia, dirubah menjadi logo halal KEMENAG wayangisme ala javanisme yang cenderung CHAUVINISME. 

Pertanyaannya, apakah Indonesia hanya pulau jawa saja sehingga budaya jawa jadi sentrisme? Apakah benar KEMENAG RI mempersatukan ummat beragama jika menimbulkan keonaran?

Bahkan piagam Jakarta yang sila pertama berbunyi "Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya" diganti menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Demi apa?. Menjaga persatuan dan kesatuan ummat baik ummat Islam maupun non Islam.

Cobalah Pemerintah dalam arti KEMENAG RI tidak usah mengambil alih tugas MUI, dorong kinerja MUI lebih bagus lagi dengan seringnya melakukan sidak lapangan, banyak tidak makanan yang haram berlogo halal. Bahannya dari campuran daging babi atau minyak babi atau bahan haram lainnya. MUI seharusnya menggandeng BPOM melakukan ini untuk melindungi makanan ummat Muslim agar terjamin kehalalannya. 

Atau bikin alat otomatis modern, cek makanan mengandung babi secara  portable simple praktis. Kan keren, bukan bikin onar terus, kerjaan tidak mutu.


Cobalah lihat logo halal negara-negara di ASEAN, hanya Indonesia yang kakehan polah neko neko, tapi justru tidak bermutu. 

Pluralisme adalah tidak membuat kontroversi dengan perpecahan akibat chauvinisme terlalu menjunjung satu suku, menganaktirikan suku lain. Terlalu menjunjung suku jawa, Jawanisme namun mengesampingkan suku lain. Lalu apa jadinya, jika masing masing suku terpecah belah dan membikin logo sukunya masing-masing?. Sungguh ironis jika KEMENAG pikirannya sempit dan memecah belah persatuan atas nama mengunggulkan satu suku, mengesampingkan suku lainnya. 













Padahal di Indonesia banyak suku, banyak bahasa. Bahasa disatukan bahasa Indonesia. Bahasa akherat disatukan dengan bahasa Arab.

Ini bukan lomba kaligrafi dan seni , ini esensinya adalah hakekat halal haram produk, edukasi ilmu Islam. Betapa dagelannya Pemerintah Indonesia yang semakin tidak mutu kinerjanya.

Banyak yang sensitif dengan budaya Arab, lalu mau mengganti tulisan Arab halal Indonesia seperti wayang atas alasan mempertahankan budaya sendiri yang cenderung chauvinisme. Pemerintah perlu berwawasan luas, tidak sempit memandang perbedaan. Jika pemerintah mempermasalahkan budaya Arab, mengapa juga tidak mempermasalahkan budaya barat yang masuk Indonesia? 

Tidak masalah kita mengikuti Arab maupun Eropa atau manapun, asal nilainya baik. Meniru itu boleh, asal yang ditiru baik.

Kalau mau asli Nusantara, budaya Indonesia, semua agama di Indonesia tidak ada yang asli Indonesia. Itu artinya, soal keyakinan pun kita adalah peniru. Lalu apa yang dipermasalahkan, mau diganti agama wayangisme juga?. Jadi dagelan kubro KEMENAG RI nanti. 

Perlu kita ketahui bahwa agama Islam di-import dari Arab. Agama Kristen dan Katholik dibawa dari Eropa.  Agama Hindu dan Budha berasal dari India. Dan agama Kong Hu Chu dari China. 

Kalau melarang ke Arab Arab-an? Pejabat KEMENAG Itu kalau syahadat dan solat yang dipakai bahasa Jawa apa bahasa Arab? Masak ya takbir "Allahu akbar" diganti "Allah Maha Besar", apa hukumnya?. 

Mau ikut budaya Barat, ya tidak masalah selama yang positif dan maslahah. Misal kita ikut inovasi dan kemajuan teknologinya serta risetnya, malah maju negara kita. Mau ikut Arab, ya tidak masalah, kalau ikut nilai nilai piagam Madinah kan keren memupuk persatuan diantara keberagaman tanpa mengesampingkan syari'at. 

Mau niru manapun, menerima budaya manapun tidak masalah asal nilainya bagus dan tidak bertentangan dengan ajaran agama kita serta pancasila dasar negara kita. 

Kali ini saya benar benar kecewa banget sikap KEMENAG RI yang bukan merangkul persatuan, edukasi Islam sesuai syari'at justru pembuat onar.

Lebih baik KEMENAG tidak mengambil alih tugas MUI dan membiarkan MUI fokus melakukan fungsinya dengan baik seperti:

1. Mengedukasi masyarakat mengenai cara mengenali makanan halal dan haram. 

2. Kerjasama sama BPOM untuk sidak lapangan, makanan yang berlogo halal tapi berbahan haram. 

3. Analisis kajian FIQIH buat ummat Islam. 

4. Merangkul persatuan tanpa merendahkan Islam. Toleransi secara intern dan ekstren. Selama ini fokus ke luar, dalamnya hancur.

SUMBER GAMBAR:

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10159432952708612&id=790138611.

www.google.com 

Tidak ada komentar :