MERAIH BIRRUL WALIDAIN, MENGGAPAI RIDHO ILLAHI
*****
Oleh Dewi Nur Halimah
*****
Ditulis berdasarkan kisah nyata penulis. Didedikasikan untuk anak-anak yang pernah mengalami atau sedang mengalami beda pendapat dengan orangtua. Ingatlah, ridho orangtuamu adalah ridho RabbMu.
Assalamu'alaikum. Wr. Wb
Salam sejahtera untuk kaum muslimin yang membaca tulisan ini, semoga rahmat Allah swt untukmu.
Sebelumnya, perkenalkan namaku adalah Dewi Nur Halimah, orang-orang biasa memanggilku dengan sebutan Halimah. Aku adalah sarjana Biologi dari Universitas Diponegoro, lulus cumlaude dengan IPK 3,76 dan menjadi Mawapres (Mahasiswa Berprestasi) utama dari Biologi 2015, dan juara 2 Mawapres Fakultas Sains dan Matematika. Menyelesaikan studi tepat 4 tahun meskipun pernah sakit 6 bulan karena kecelakaan, kendati demikian aku banyak bersyukur, alhamdulillah tidak molor lulusnya. Tepat 4 tahun, normal kelulusan mahasiswa. Meskipun seandainya tidak sakit, bisa kurang dari 4 tahun.
Dahulu...
Semasa kuliah aku sangat aktif organisasi, pendiri 3 organisasi sosial dan aktif semua hingga lulus, serta aktivis lomba berbagai bidang. Dulu, aku sangat berambisi kuliah S2 dan S3 di LN. Bagiku sesuatu yang keren jika aku bisa ke LN terutama ke Amerika. Pelatihan dan persiapan pun kupersiapkan matang sejak Januari 2016 sebelum aku lulus sekitar semester 6 mau 7. Mulai pelatihan bikin letter of acceptance, recommendation letter, motivation letter, les les persiapan IELTS, dll. Alhamdulillah bimbingan lolos, maka senyumku pun sumringah. Aku pun ikut bimbingan selama 6 bulan. Seingatku waktu itu yang daftar 800 untuk ikut kelas bimbingan, yang diterima sekitar 200 saja secara nasional, lainnya gugur. Alhamdulillah aku masuk top 200 peserta terpilih, dan lolos seleksi hingga final. Alhamdulillah aku punya networking bagus, aku dekat dengan seorang dekan ITS dan beberapa dosen berprestasi dari universitas-universitas ternama. Mereka mengetahui kegigihanku, dan mereka pun merekomendasikan beasiswa professor padaku. Alhamdulillah, kabar bahagia untukku. Beasiswa ke LN itu banyak macamnya, LPDP yang paling terkenal. Namun ada juga beasiswa profesor. Sekedar informasi bahwa beasiswa laboratorium/ profesor adalah beasiswa yang diberikan profesor yang berasal dari project grant dari instansi pemerintah. Oleh karena itu, profesor membutuhkan mahasiswa untuk membantu melaksanakan proyek. Mahasiswa yang diterima harus melakukan pekerjaan di labotarium dan sekaligus belajar di perkuliahan. Biasanya yang memiliki peluang besar di beasiswa ini adalah jurusan berkaitan dengan science dan engineering, tetapi tidak menutup kemungkinan ada jurusan lain yang membuka peluang yang sama.
Persiapan matang, belajar sungguh-sungguh, hati sumringah karena dari teman teman yang dihubungi hanya aku. Aku dari UNDIP, tapi networking luas dan kujaga silaturahmiku pada siapapun yang kutemui. Alhamdulillah dipertemukan Allah swt dengan orang orang baik lintas universitas.
Jalan masih panjang...
Masih berliku, terjal dan berbatu. Di satu sisi aku sudah persiapan matang, di satu sisi beasiswa sudah di depan mata. Qodarullah ibu bapakku tidak ridho jika aku melanjutkan kuliah ke LN, apalagi ke Amerika, Jepang atau Korea.
Spontan air mataku tumpah, kenapa di saat semua tercapai, justru orangtua tidak ridho.
"Kalau kamu nekad ke LN, tidak apa apa. Tapi ibu tidak meridhoimu," kata ibuku yang masih terpatri di benakku.
Spontan air mata basah kuyup membasahi pipiku.
"Tapi bu, bukankah menuntut ilmu hukumnya wajib. Menuntut ilmu bukankah dari lahir hingga ke liang lahat. Bukankah nabi mengatakan bahwa tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China. China kan LN sama halnya Amerika dan Jepang. Lalu kenapa engkau tidak meridhoiku bu?," kataku dengan linangan air mata yang terus membasahi pipiku. Hatiku hancur berkeping-keping, di saat kurang selangkah berangkat, justru terjegal restu orangtua.
Ibuku pun sama sama menangis, tanganku di genggam.
"Nduk, menuntut ilmu hukumnya wajib tetapi ilmu agama. Hukum menuntut ilmu itu luas. Menuntut ilmu wajib fardhu ain untuk ilmu agama seperti tajwid, tauhid, fiqih, dll. Menuntut ilmu hukumnya fardhu kifayah seperti ilmu kedokteran, sains, ipa, menjahit, dll. Menuntut ilmu hukumnya haram seperti belajar ilmu sihir dan perdukunan. Sedang ilmu biologi yang mau kau lanjutkan itu hukumnya fardhu kifayah nduk, sudah banyak yang mewakili seandainya pun engkau mau lanjut di Indonesia in syaAllah tidak masalah. Ibu tidak melarangmu S2 ke LN. Boleh-boleh saja dan sah-sah saja asal kamu ditemani makhrammu, syaratnya kamu harus menikah dulu disana ditemani suamimu. Sekarang jawablah pertanyaan ibu:
- Di LN terutama Amerika mayoritas makanannya adalah makanan haram yang dicampur minyak babi. Lalu bagaimana kamu menjaga diri dari makanan haram sementara kamu dengan sengaja mau pergi ke sana?. Tidakkah kamu takut siksa neraka?
- Di LN banyak yang toharoh dengan tisu. Tisu itu tidak bersih dibuat sesuci ketika habis buang air besar. Betapa banyak mayyit di siksa di alam kubur karena tidak suci ketika bertoharoh. Bagaimana kamu menjaganya sementara kamu dengan sengaja mendatangi negara itu?
- Di luar negeri terutama negara yang hendak kamu tuju. Lelaki perempuan pergaulan bebas, ikhtilat. Keluar bareng lelaki bukan makhram biasa, pergi ke klub biasa, runtang-runtung berduaan biasa, bahkan perzinaan bebas. Bagaimana kamu menjaga diri dari pergaulan bebas terutama ikhtiat dan terhindar dari zina sementara engkau sengaja datang ke sana?.
Jawab pertanyaan ibu nduk," kata ibu dengan linangan air mata.
"Bismillah, Halimah akan menjawab pertanyaan ibu.
- Soal makanan ibu tidak perlu kawatir, meskipun banyak makanan yang haram, tetapi halal food di LN pun banyak soalnya mahasiswa muslim yang kuliah di sana pun banyak. Bukankah ibu juga tahu keteguhan hati Halimah selama ini untuk menjaga diri agar makanan yang masuk ke perut Halimah dengan halal. Bukankah ibu telah mendidik itu, in syaAllah itu yang akan kuterapkan. Ibu tidak perlu kawatir.
- Soal toharoh, in syaAllah Halimah juga sudah belajar ini dan selama ini Halimah amalkan bukan Bu?. Iya, Halimah amalkan. Di luar negeri pun in syaAllah Halimah toharoh dengan air, bukan tisu biar bersih najisnya. Kalau tidak ada air di toiletnya, Halimah akan persiapan beli botol air untuk toharoh. Halimah yakin ketersediaan air masih ada melimpah. Kan banyak juga yang mandi. Dimanapun air dibutuhkan untuk mandi.
- Putrimu bukankah tidak pernah pacaran dan selalu taat ibu. Ditembung pun tidak pacaran demi menjaga pesan ibu. Selama ini tidak pernah keluar sesama lelaki ajnabi, lalu kenapa ibu menghawatirkanku. Bukankah ibu telah mendidik tauhid untuk Halimah. Justru ini in syaAllah jadi ladang pahala Halimah buk, selain belajar sains mendalam di LN nanti Halimah akan menjadi duta Islam, Halimah akan dakwah mengajak orang masuk Islam di negara minoritas muslim itu. Bukankah ini ladang pahala. Kalau mendakwahkan Islam di negara mayoritas muslim kan wajar bu. Tapi kalau mengajak non muslim memeluk Islam di negara minoritas muslim kan luar biasa. Boleh nggeh bu, Halimah sangat ingin kesana," rayuku sembari memegang tangan ibukku.
"Ibu tidak mengizinkanmu nduk. Kecuali kamu ditemani makhram dalam hal ini suami. Selama di Indonesia, di Blora. Kemana pun ketika malam, bapakmu selalu menemanimu selepas magrib dan engkau selalu ditemani bapak. Di sana makhram yang menjagamu siapa?. Perzinaan banyak, pacaran banyak, boncengan laki laki perempuan bukan makhram banyak, dosa nduk. Akherat lebih utama. Ta'atilah ibukmu. Ibu ridho, penuhilah persyaratan ibu."
Saat itu juga air mataku tak terbendung. Aku bersimpuh, tangisku pun pecah. Aku renungi dalam-dalam pernyataan ibuku. Aku sempat mencurahkan kegalauan beratku pada kawan dekatku, qodarullah dia bukan menenangkan aku. Dia justru mengompori aku untuk kabur dari rumah dan nekad aja ke LN tanpa restu orangtua. Aku pun hampir termakan hasutan itu, terlebih kondisiku lagi galau-galaunya tak tahu arah. Baju-baju kukemasi ke koper, sudah ada yang mau menjemput dan mau nekad. Qodarullah saat aku mau pergi, ibu kaget dan sakit. Ibu demam, ngedrop, langsung sakit. Aku tak tega, daripada kehilangan ibu lebih baik kehilangan kesempatan kuliah di LN.
Aku mencoba menghubungi yang menyarankanku kabur.
"Ibukku sakit saat mau nekad ke LN. Aku nggak tega. Kalau aku kabur, sebelum berangkat ke LN. Transitnya kemana?" tanyaku untuk mengetahui seberapa peduli ia. Apakah ia benar-benar peduli atau hanya menjebakku.
Jika ia peduli otomatis ia akan menjawab:
"Kabur saja ke rumahku dulu sebelum berangkat ke LN. Sementara rawat ibumu dulu sampai sembuh baru setelah beliau sembuh, kamu nekad ke LN. Buktikan kamu bisa ke LN dan sukses belajar di sana."
TIDAK...
Wallahi jawabannya tidak demikian. Ia tidak peduli denganku, dan sarannya adalah saran destruktif yang menghancurkanku dengan mengambil momen saat aku galau dan dibawah alam tidak sadar.
Dia menjawab
"Ya pergi kemana keg, terserah kamu. Ya abaikan ibumu. Itu urusanmu bukan urusanku," jawabnya.
"Bukankah yang nyaranin aku kabur itu kamu? Kamu kan yang nyuruh aku nekad. Kog kamu nggak peduli. Jahat kamu."
"Lah urusanmu, ngapain aku repot-repot ngurusin kamu. Saran kan nggak harus dilakukan. Salah sendiri mau melakukan."
Sangat sakit rasanya...
Sungguh, dia mengingatku kisah Nabi Adam AS, Siti Hawa, Iblis dan buah khuldi. Iblis merayu Siti Hawa dan Nabi adam untuk memakan buah khuldi yang dilarang Allah swt, tapi saat Allah swt murka pada Nabi Adam dan Siti Hawa sehingga mengeluarkannya dari surga. Iblis tidak membantu, tidak tanggung jawab atas rayuan dan sarannya. Ternyata justru mentertawakannya.
Dari sini aku kecewa berat. Alhamdulillah Indri, sahabatku memotivasiku. Ia pun memintaku kembali ke Ibu. Aku rawat ibu hingga sembuh.
"Nduk, Ibu bukan nggak boleh kamu kuliah di LN. Boleh nduk, tapi ditemani makhram, nikah dulu biar disana ditemani suamimu. Ibu tenang, kehormatanmu ibu pasrahkan pada lelaki halal yang akan menjagamu," kata Ibu sembari merangkulku.
Aku pun berwudhu, dalam sembab bengkak air mataku, aku mengadu ke Rabbku.
"Duhai Allah, aku nikah gimana. Aku belum siap nikah. Aku siap nikah minimal usia 24 sedang usiaku baru 22. Lelaki yang cerdas sama sama mau kuliah di LN dengan Universitas tujuan sama susah ya Rabb. Adakah 😭. Haruskah aku mengurungkan mimpiku."
Beberapa hari aku mengurung diri, tiada hari tanpa nangis. Aku pun berjalan sambil berpikir tiba-tiba Allah berikan hidayah lewat kisah Juret, Tsalabah dan Uwais Al Qorni.
Aku pun merenung.
"Ta'at orangtua hukumnya wajib bila orangtua meminta untuk taat ke Allah dan melakukan kebaikan. Duhai Allah, bila kupikir-pikir. Permintaan ibu semua tentang akherat. Beliau memintaku memakan makanan halal, wira' dan juga ingat siksa neraka. Beliau memintaku menjaga toharoh agar sampai benar-benar suci dari najis. Beliau memintaku untuk menjaga diri dari pergaulan dengan lelaki bukan makhram, menjaga diri agar terhindar dari zina, dan apabila keluar ditemani makhram. Masya Allah, semua itu tentang akherat. Aduhai rabbku, maafkan aku. Astaghfirulloh min kulli dzanbi."
Aku pun berlari, kembali menuju ibuku dan bersimpuh memohon maaf. Karena aku tak menemukan pasangan yang bisa menemaniku di LN waktu itu. Akhirnya ambisiku ke LN ku cancel. Kesempatan itu kulepas, akherat lebih kuutamakan. Ibuku, sosok wanita teguh pendirian, yang keras kepala namun teguh prinsip mengutamakan akherat dari kenikmatan duniawi. Sungguh inilah esensi cinta sejati ibukku padaku, ibuku menjagaku agar terhindar dari maksiyat dan selamat dari fitnah zaman. Esensi cinta adalah menjaga yang dicintai agar terhindar dari murka Allah. Begitu aku sadar ini, masya Allah hati terharu. Justru cintaku pada ibuku semakin besar sebab beliau teguh pendirian memikirkan akheratku.
Kawanku, jika engkau berselisih pendapat dengan orangtua, jangan menceritakan masalahmu pada orang yang dekat denganmu sekalipun sahabatmu kecuali sahabat husnul khuluq yang mengingatkanmu akan akherat. Alangkah lebih baiknya konsultasi masalah sama ulama, banyak curhat ke Allah setelah solat, in syaAllah kebaikan untukmu. Tak jarang orang yang perhatian denganmu belum tentu baik, ambilah hikmah dari kisahku di atas, temanku memanfaatkan momen galauku untuk menghancurkan diriku dengan kabur. Kenapa aku percaya dia? Selama ini sebelum kejadian itu, ia tampak selalu perhatian dan baik padaku selama sekitar 1,5 tahun sebelumnya. Memang dia pernah mencintaiku, tapi cintanya tidak kubalas dan aku hanya menganggapnya sebagai sahabat. Qodarullah dendam, padahal tampak dzohir seolah tidak ada apa-apa saat kutolak dan dia tahu aku mencintai orang lain. Saat aku berselisih pendapat dengan orangtuaku, di sinilah dia dendam. Menyetirku dengan pola pikir untuk durhaka ke orangtua, alhamdulillah ada indri (sahabat sejak 2012 di Pesantren Kilat dulu) dan nasehat para ulama. Iya aku itu manteb rasanya, kalau konsultasi masalahku ke ulama. Kalau aku hidup di zaman rosulullah saw, mungkin aku langsung sowan mengkonsultasikan masalahku pada rosulullah saw layaknya Sayyidah Khaulah binti Tsalabah dan Sayyidah Atsma binti Yazid. Namun karena aku hidup di zaman akhir saat ini, maka konsultasiku adalah ke ulama seperti syarifah, habib, atau kiahi yang ahli fiqih dan ahli hikmah untuk kumintai solusi dan arahan terkait masalahku. Sejak kejadian ini, aku tidak gegabah cerita ke orang sekalipun tampak dzohir sahabatku atau orang dekatku. Apa apa ke Allah dan ulama.
Gagal lanjut S2 di LN, aku pun memutuskan meniti karir untuk membantu perekonomian keluargaku. Inilah perjalanan karirku yang penuh lika liku, menembus keterbatasan, dan penuh ujian yang berbatu. Aku pun mendaftar kerja sebagai staff BD (Business Development) ke perusahaan design interior cafe. Berkas pun kukirim, alhamdulillah selected dan aku dapat panggilan wawancara. Serangkaian wawancara pun kulakukan. Usai wawancara, aku diajak diskusi sama owner perusahaannya. Kami pun bertukar pola pikir, qodarullah di sinilah aku tahu bahwa beliau adalah wahabi. Melihat potensi dan skill yang kumiliki dari CV dan hasil wawancara, alhamdulillah aku langsung accepted dan ditanya siap kerja kapan, mess sudah disiapkan dan ditawari gaji besar di atas rata-rata. Hatiku berbunga-bunga, tapi di lain sisi aku juga sedih. Owner perusahaan yang menjadi bosku nanti adalah wahabi. Pertanyaan mengepul di otakku, pulang wawancara ketika sudah sampai rumah, akankah ibu mengizinkan?.
Setelah perjalanan sekitar 3,5 jam, alhamdulillah aku pun sampai rumah. Ibuku menyambutku dengan menjawab salam begitu aku sampai rumah. Ibu pun mulai bertanya padaku.
"Nduk gimana hasil wawancaranya?," tanya ibukku.
"Alhamdulillah diterima buk. Bakal digaji bos di atas rata-rata. Beliau bilang skillku dibutuhkan perusahaan dan bagus," jawabku sembari senyum.
"Bagaimana lingkungan kerjamu, gimana bosmu nanti?" tanya Bapak.
"Alhamdulillah lingkungan islam pak, bosku juga muslim tetapi menganut aliran yang berbeda dengan kita. Jika kita ahli sunah wal jama'ah, beliau menganut aliran wahabi. Tapi bapak ibu ndak usah khawatir, Halimah teguh prinsip dan teguh pendirian. Soal kerja ya kerja secara profesional aku jual jasa ke perusahaan, soal aqidah aku tetap aswaja," paparku pada bapak ibukku.
"Bapak tidak ridho kamu kerja di perusahaan milik orang wahabi. Mereka itu radikal, sedikit sedikit dibid'ahkan. Tahlilan, yasinan, berjanjen bahkan solawatan dibilang bid'ah. Bapak ibu tidak mau kamu seperti itu. Orang itu taat sama atasan yang mbayar. Kalau kamu kerja untuk mereka, perlahan otakmu pun dicuci mereka. Ya awalnya dirayu digaji diatas rata-rata, kesukaanmu diberikan semua, tapi nanti kamu dicuci pola pikirnya harus mengikuti mereka. Bapak tidak ridho dunia akherat kalau kamu kerja di sana," kata Bapakku tegas.
"Ibu juga tidak ridho dunia akherat. Kita ini aswaja nduk, jangan gegara hubbud dunya menjual aqidah kita. Ibuk percaya kamu teguh prinsip, teguh pendirian. Namanya orang, dirayu terus pasti ada lemahnya apalagi kesukaanmu diiming-imingi semua. Pilih akherat nduk, belajar dari kisah ulama dan kisah wahabi di Timur Tengah. Ibu tidak ridho kamu disana. Tugas ibu mengarahkan akheratmu. Ibu tidak gila harta, hidup kalau penuh syukur pasti dicukupkan Allah. Daripada engkau beri uang dari kerja di sana yang berdampak aqidahmu rawan tergadaikan, lebih baik ibu tidak engkau beri. Prioritaskan akheratmu. Ibu gagal mendidikmu kalau kamu nekad ke sana. Cintai sholawat, yasinan, tahlilan, ahlul bait, dzuriyah rosulullah. Jangan seperti wahabi yang sedikit sedikit membid'ahkan. Toleransi tapi tetap menjaga aqidah dan syari'at," kata ibuku.
"Nggeh Pak, Buk. In syaAllah Halimah akan mengirimkan surat resign. Karena Halimah minta waktu 3 hari sebelum menandatangani kontrak kerja, Halimah izin meminta ridho bapak ibu dulu," jawabku.
Aku pun memutuskan untuk birrul walidain dengan taat orangtua, toh orangtuaku memintaku kebaikan yakni mengutamakan akherat, mereka tidak menuntut kekayaan harta dariku tapi menuntutku taat syari'at dan hakikat serta menjalankan kebaikan. Berdasarkan pertimbangan matang, surat resign pun kukirimkan CEO. Mencoba bangkit dan tak berputus asa, aku pun melamar pekerjaan lain. Sambil apply-apply dan menunggu pengumuman panggilan kerja, aku mendirikan bimbingan belajar di rumah. Alhamdulillah ala kulli hal, ramai anak-anak les tiap hari hampir 20 - 50 anak yang datang ke rumah untuk meminta les.
Pada Januari 2017, aku pun pergi ke Pare, Kediri, Jawa Timur untuk bekerja di Yayasan Lembaga Bimbingan Masuk Perguruan Tinggi. Di tempat ini aku mengajar soal-soal SBMPTN tulis agar para siswa lolos SBMPTN. Alhamdulillah ala kulli hal, atas nikmat yang Allah berikan, di Pare Kediri, aku banyak belajar hal-hal baru. Selain berbaur dengan anak-anak, aku juga mencoba memahami adat setempat. Kehidupan di Pare yang tersohor sebagai kampung Inggris terlihat sangat damai dan rukun. Kepedulian masyarakat terhadap pendidikan juga sangat tinggi. Anak-anak dari berbagai penjuru seperti dari pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lainnya datang ke Pare untuk mengikuti bimbingan les bahasa Inggris. Antusiasme anak-anak yang kuajar di yayasan juga sangat tinggi. Saat kusodori soal-soal pemanasan untuk menjajaki seberapa jauh kemampuan mereka sebelum kuberikan materi, mereka sangat bersemangat menjawab. Setelah 10 hari di sana, aku izin resign karena aku harus ikut seleksi Indonesia Mengajar. Alhamdulillah aku lolos tahap administrasi seleksi Indonesia Mengajar. Tahap wawancara, psikotes, dan sebagainya lolos. Tetapi gagal di tes kesehatan, dimana aku memiliki riwayat atsma. Sementara nanti aku ditempatkan di daerah terpelosok, terdalam, dan terluar. Akhirnya aku gagal di sini, kenapa tidak diterima?. Karena tahun sebelumnya aku daftar, ada juga volunteer Indonesia Mengajar yang meninggal karena riwayat atsma. Atas pertimbangan itu di final gagal. Keselamatanku jadi pertimbangan.
Aku mencoba tegar meskipun kenyataan pahit. Aku yakin ini adalah jalan terbaik Allah, ketika lolos semua tapi gagal di kesehatan sebab riwayat atsma. Padahal aku juga hobi muncak dan mantai, cuman dari panitia khawatir. Selanjutnya aku mendaftar sebagai Representative Delegate Trainee di PT. Nestle. Alhamdulillah lolos tahap administrasi, gagal di tahap wawancara. Tepatnya saat ditanya persyaratan bisa menyetir mobil atau tidak. Bisa menyetir mobil adalah persyaratan utama Representative Delegate Trainee karena nantinya akan diberikan fasilitas mobil untuk kerja dan karenanya wajib bisa nyetir. Sedangkan aku belum bisa menyerir mobil. Aku mencoba bangkit lagi dan tidak putus asa. Aku sadar dan menerima ini dengan lapang dada, karena memang persyaratan utama bisa nyetir mobil.
Pulang seleksi aku naik kereta menuju Blora. Iya, dari Bandung - Blora. Di kereta, orang yang duduk disampingku ngobrol lama sama aku. Kami diskusi soal pendidikan, sosial, dan karir. Tak kusangka, di akhir diskusi beliau tertarik dengan pola pikirku dan CV-ku yang kuperlihatkan padanya dan karya-karyaku, spontan beliau memberi kontak nomor HP-nya dan memberi kartu nama. Aku pun mengucapkan terima kasih. Setelah itu aku diam, menoleh samping jendela kaca kereta sambil melihat pemandangan gelapnya malam dan kerlap-kerlip lampu mewarnai kota. Kupegang kartu nama, kulihat namanya, lalu ku searching di Google. Kalau orang terkenal, atau punya track record jejak biasanya banyak muncul di berita dan di sosmed. Kulacak semua dengan lincah sebagaimana biasanya aku intel networking. Subahanallah, ternyata keren. Beliau adalah founder sekaligus pemilik jabatan tertinggi di salah satu PT. Asuransi di Indonesia. Tak lama kemudian melihat kelincahanku, beliau melirik dan berkata.
"Kamu cerdas ya, dapat kartu nama langsung searching track record jejak. Iya, aku owner perusahaan. Aku suka pola pikir, kelincahanmu, dan karya-karyamu. Kalau kamu mau, kamu boleh gabung ke perusahaan dan langsung accepted," katanya.
"Benar Pak?. Alhamdulillah, saya minta waktu 3 hari untuk menjawab, ya Pak. Saya mau minta izin orangtua dulu. Diizinkan tidak. Terimakasih, senang mendengar informasi ini dari Bapak."
Begitu aku sampai rumah, aku pun memberikan kabar gembiraku terkait aku bertemu CEO asuransi dan ditawarin kerja langsung accepted di job position yang bagus. Begitu mendengar kata asuransi. Bapak langsung menjelaskan secara fiqih hukum kerja di asuransi.
"Nduk. Kerja di asuransi konvensional itu hukumnya haram karena ghoror (untung-untungan). Contohnya gini, kamu sebagai konsumen/client asuransi kan bayar asuransi tiap bulan, tapi uangmu tidak bisa dicairkan. Bisa digunakannya kalau sakit aja atau kecelakaan. Lah kalau sehat sehat aja ya nggak bisa manfaatin. Ini namanya akalan, dosa. Kecuali asuransi syari'ah yang benar-benar menjalankan prinsip syari'ah ya halal. Prinsip syari'ah yang dihalalkan apa saja, ini nduk:
- Tidak memasukkan unsur riba dalam perhitungan premi.
- Menggunakan akad asuransi yang diperbolehkan dalam Islam.
- Investasi yang terdapat dalam asuransi tidak mengandung unsur riba, judi, penipuan, dll.
- Perusahaan asuransi harus menerapkan prinsip syari'ah dalam menyelenggarakan asuransi syari'ah.
- Pengelolaan asuransi hanya dilakukan oleh satu lembaga saja.
- Besarnya premi dihitung berdasarkan rujukan tabel mortalita untuk asuransi jiwa serta morbidita untuk asuransi umum.
- Perusahaan asuransi diperbolehkan menerima ujrah dari pengelolaan dana tabarru’ yang disetor nasabah.
Bahkan nduk, sekalipun asuransi namanya syari'ah tapi kalau tidak benar benar menjalankan prinsip syari'ah ya haram. Nah pastikan dulu perusahaan asuransi yang nawarin kamu kerja itu sistem e konvensional atau syari'ah. Kalau konvensional, nggak usah diterima. Kalau sistem e syari'ah dan benar-benar menjalankan prinsip syari'ah tanpa riba dan ghoror, diambil tidak masalah," papar bapakku.
Setelah kupertimbangkan matang-matang penjelasan bapak, aku pun msmilih menolak tawaran itu. Aku khawatir ghoror apalagi sudah tahu sistemnya. Aku mau rizki yang kuperoleh halal, tidak riba juga tidak ghoror.
Sebulan kemudian aku mendaftar sebagai pegawai bank. Serangkaian seleksi kulalui mulai dari dari seleksi berkas dan wawancara. Alhamdulillah ala kuli hal aku lolos diterima sebagai bank. Aku pulang dengan raut berbunga-bunga, wajah sumringah dan mata berbinar-binar. Kusampaikan kabar gembira aku diterima kerja di bank kepada orangtuaku. Sayang, kehendak Allah berkata lain. Orangtuaku tak meridhoiku bekerja di bank. Iya, aku jarang cerita soal planning, barulah kalau sudah hasil aku cerita dan minta izin. Aku lebih suka hasil bicara, masalah direstuin ya lanjut, tidak direstuin ya mundur. Biasanya diam-diam aku ikut seleksi, barulah kalau mau final berhasil aku minta restu ibu sama bapak. Ini kata orangtuaku tatkala aku minta izin kerja di bank.
"Bapak ibu ndak ridho kamu kerja dibank. Memang ada dua ulama, ada yang membolehkan kerja di bank, ada juga yang mengharamkan. Tapi mayoritas mengharamkan. Kita ambil hukum yang hati-hati saja, wira'. Kerja di bank itu rawan riba nduk, sedang riba hukumnya haram. Memang orang nabung di bank, transfer di bank, bahkan naik haji lewat bank, tapi kan kepepet karena sistemnya begitu. Mereka tidak meminta bunga, diberi sendiri berarti kan hibah. Lah kalau sengaja kerja, gajinya dari riba orang yang hutang lak harom. Kalau masih ada kerjaan lain yang aman, pasti halalnya. Cari yang lain nduk. Ibu nggak mau makan uang riba, riba haram bukumnya, pedih siksanya. Jika kamu tetap kerja di bank ya silahkan, itu keputusanmu, itu pilihanmu. Tapi uangnya tidak usah kamu berikan kami, kami tidak mau diberi uang hasil riba, kamu makan sendiri."
Kebahagiaanku seketika pudar, wajah berseri mendadak berubah mendung bak langit yang hendak memuntahkan hujan deras. Mataku berkaca-kaca hendak memuntahkan lahar dingin di pipiku, namun sesekali aku menyekanya. Bagaimana mungkin aku bekerja untuk diriku sendiri tanpa kuberikan orangtuaku?. Tidak. Aku kerja untuk membahagiakan orangtuaku di samping diriku. Aku tak mau kerja di tempat dimana ibuku tidak mau menerima uang dariku. Bagaimana mungkin aku tega melukai hati orangtuaku terlebih ibu yang melahirkanku dan membesarkanku.
Dengan linangan air mata kuputuskan resign dari bekerja di bank sebelum menandatangani kontrak kerjasama. Alhamdulillah, ridho ibu adalah ladang surgaku maka entah ibu setuju atau tidak, aku selalu meminta restu dan doa darinya. Jika direstui aku maju, jika tidak direstui maka aku mundur. Anak wajib taat orangtua selama yang diperintahkan orangtua bukan kemaksiyatan, kedzoliman, dan menyekutukan Allah swt.
Bersamaan dengan aku resign dari kerja di bank, aku mendapatkan surat panggilan kerja di perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit di Kalimantan. Qodarullah, ibuku tidak merestui putrinya merantau di luar Jawa. Ibu menghawatirkan keselamatanku, terlebih aku anak perempuan. Aku pun menaati ibu sebagai bentuk birrul walidain.
Pada bulan April 2017, setelah resign dari kontrak kerjasama di bank dan tidak mengambil kesempatan kerja di perusahaan kelapa sawit, aku mendaftar di PT. Bimbing Island Indonesia dan diterima sebagai staff RnD (Research and Development). CEO perusahaan ini sangat baik dan sayang kepadaku, memperlakukanku layaknya anak sendiri. Aku bertemu CEO perusahaan saat aku presentasi lomba di pameran, dan beliau tertarik dengan produk inovasiku. Dari situ, aku direkrut jadi pegawainya tanpa seleksi karena beliau sudah mengetahui potensi dan kemampuanku saat presentasi lomba. Ketika berangkat ke Jakarta, sampai di stasiun pasar Senen aku dijemput supir bos untuk diantar di mess. Sebelum ke mess, saya diajak makan malam dulu di restaurant bersama keluarga bos. Suatu kebahagiaan bagiku, karyawan diperlakukan baik oleh CEO perusahaan ketika pertama kali datang.
Meski pegawai baru, alhamdulillah aku sering dipercaya untuk memimpin meeting dan diajak meeting ke luar kantor, bertemu partner bisnis. Bukan hanya itu, aku juga dipercaya untuk mempresentasikan pemaparan produk dalam rangka menyambut kunjungan kerja Menteri Keuangan (Menkeu) serta Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), menyambut kunjungan kerja dari salah satu Universitas di Australia, serta presentasi produk kepada client. Alhamdulillah ala kulli hal, Allah berikan nikmat yang tak terduga nan indah.
Kedekatan bos dan keluarga bos kepadaku serta kepercayaannya kepadaku yang sering kali memuji kinerjaku rupanya memicu rasa iri karyawan lain. Tak jarang mereka mengerjaiku, memfitnah hingga membuatku menangis. Pernah suatu ketika, aku dipaksa belanja ke pasar. Pekerjaan yang seharusnya tugas office boy dilempar keladaku dengan ancaman dan bentakan dari karyawan-karyawan lain. Belum fitnah lain yang membuatku menangis. Sikap karyawan yang membully dan mengerjaiku gegara iri karena aku diberi kepercayaan bos tidaklah kubalas dengan keburukan serupa. Aku tetap menyapa mereka dengan ramah ketika bertemu dan tetap kuberlakukan dengan baik.
Sepulang kerja dari perusahaan, setiap habis magrib aku mengadakan bakti sosial yakni sepekan 3 kali. Aku mengajar ngaji anak-anak buruh di sekitar kawasan pabrik. Antusiasme anak-anak yang ikut mengaji alhamdulillah cukup banyak, sekitar 20-an anak. Suatu kebahagiaan bagiku bisa mengajar ngaji anak-anak buruh pabrik dan warga sekitar kompleks pabrik. Tiga kali seminggu yakni hari Senin, Rabu, dan Jum'at, aku mengajar anak-anak. Pada hari Senin mengajar fiqih, Rabu mengajar Siroh atau kisah islami, dan Jum'at mengajar Al Qur’an dan tajwid.
Pada bulan Juni 2017, tepat bulan ramadan, karena bullying dan fitnah teman-temanku kian kejam, aku memutuskan resign dari perusahaan. Sebelum pulang, aku pamitan dengan bosku (CEO Perusahaan) dan anak-anak yang kuajar ngaji. Anak-anak yang kuajar ngaji pun melepas kepergianku dengan hati sedih sebab mereka sudah nyaman kuajar ngaji, paham, dan semangat. Pun demikian dengan bosku. Bosku mengerti kejadian yang menimpaku atas laporan dari HRD, tapi beliau telat mengetahuinya. Beliau menahanku untuk tidak resign, dan hendak memberi hukuman pada karyawan yang membullyku. Tapi aku menahannya, lebih baik aku yang mengalah, in syaAllah rizki dari Allah luas untukku. Aku memikirkan nasib yang membullyku jika dia dipecat. Meskipun jahat, aku kasihan. Dia posisinya ayahnya sudah meninggal, tinggal ibu saja, sudah menikah, masih nyicil rumah, anaknya masih balita. Kalau dipecat, gimana dia bayar cicilan rumahnya, gimana dia nafkahi anaknya, gimana keluarganya. Dengan berat hati, dalam raut wajah dan mata yang berkaca kaca, bos menerima keputusanku untuk resign walau sebelumnya ditahan dan benar-benar tidak mengizinkan resign. Tapi keputusanku bulat, daripada kerja penuh dengan bullying, penuh tekanan batin, tidak nyaman, lebih baik mengalah resign dan mencari pekerjaan lain. Toh kalau memang kualitas diriku baik, in syaAllah aku akan mendapatkan pekerjaan lain dengan mudah. Mengalah bukan berarti kalah, seandainya aku meminta bos memecatnya dan membuka kedzolimannya pun bisa, tapi aku tak tega karena mengetahui keluarga yang mendzolimiku butuh dinafkahi. Mengalah bukan berarti kalah, mengalah adalah jalan kedamaian yang kupilih in syaAllah diganti Allah dengan rizki halal yang lebih baik.
Selanjutnya, aku melamar pekerjaan di salah satu International school di Tangerang. Mayoritas guru dan murid di sini beretnis Tionghoa. Kebanyakan dari mereka menganut agama Kristen, Katholik, dan Khong Hu Chu. Pembelajaran menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi. Seleksi menjadi guru di sini sangat ketat mulai dari seleksi berkas atau administrasi, seleksi wawancara menggunakan bahasa Indonesia, seleksi wawancara menggunakan bahasa Inggris, dan microteaching. Alhamdulillah aku lolos semuanya. Seleksi berkas, skorku paling bagus ditunjang prestasiku terbanyak dari pelamar lain. Seleksi wawancara lancar semua dan microteaching dengan standing applause dari Kepala Sekolah. Hal itu lantaran anak anak paham, bisa menjawab kuis kuisku, kelas asyik dan menyenangkan.
Selesai microteaching, aku istirahat. Selama istirahat dijamu dengan beberapa hidangan oleh Kepsek. Beliau juga langsung memeluk dan menjabat tanganku. Lalu aku ditanya:
"Miss halimah, pulangnya udah pesan tiket belum?"
"Sudah Bu. Tiket berangkat dan pulang sudah semua. Yang belum pesen, ya grab dari lokasi sini ke stasiun bu," jawabku sembari senyum.
Tanpa pikir panjang beliau langsung buka aplikasi grab dan langsung memesankan grab untukku pulang nanti dan dibayari. Padahal jarak sekolah ke stasiun lumayan jauh. Setelah memesankan grab, beliau mengajakku keliling sekolah dan menyatakan aku diterima jadi guru di International school yang beliau pimpin. Aku ditunjukkan messku nanti selama ngajar. Aku juga diberikan fasilitas khusus untuk riset dan membimbing lomba. Di sini tidak ada satupun yang berhijab, awalnya aku dilarang berhijab. Tapi aku kekeh dan tegas kalau tidak boleh berhijab mundur. Sementara mereka sudah takjub dengan hasil seleksiku, sehingga diperbolehkan memakai hijab sendiri jika nanti aku sudah fiks mengajar di sini. Kami pun tawar menawar gaji, dan aku pun minta gaji diatas standar umumnya. Alhamdulillah di ACC. Kata kepala sekolah karena ini sesuai dengan kualitasku dan akan disampaikan ke pemilik yayasan sekolah swasta bertaraf International yang menggunakan sistem bilingual itu. Bahkan jika sudah siap, aku bisa segera TTD Kontrak dan SK Guru yang dikeluarkan oleh yayasan. Senang rasanya hatiku, karena sebelumnya pelamar lain belum dinyatakan lolos, sementara diriku langsung di ACC lolos paska microteaching. Alhamdulillah ala nikmatilah.
Sebelum mengambil keputusan TTD kontrak, aku meminta waktu 2 hari guna meminta izin bapak ibu. Ternyata ibuku tidak mengizinkanku bekerja di lingkungan minoritas muslim meskipun aku digaji di atas rata-rata.
"Buk, Halimah ketrima kerja di International School. Alhamdulillah bakal digaji di atas rata rata guru di sana, diberi fasilitas mimpin lab buat riset dan membimbing siswa siswa untuk lomba. Mess sudah disiapkan dan fasilitas diberikan," kataku pada ibu bapak.
"Alhamdulillah ibu ikutan seneng. Itu di International school ya nduk. Mayoritas di sana gimana lingkungannya?"
"Mayoritas non muslim semua. Tapi toleransi kog bu. Aku dibolehkan tetap pakai hijabku dan boleh menjalankan ibadahku serta tidak mengikuti acara ibadah mereka yang diadakan sekolah. In syaAllah ini tantangan bagiku pak bu, aku pengen jadi duta Islam disana, ini ladang dakwahku buat ngajak orang masuk islam lewat akhlak dan pola pikirku," jawabku.
"Ibu tidak mau gegabah. Ibu mau hati hati. Tetangga kita ada yang kerja di lingkungan non muslim, sekarang malah murtad dan menjadi non muslim. Ibu khawatir demikian, bukan kamu yang ngajak orang-orang masuk Islam, justru kamu yang kegeret masuk non Islam meninggalkan Islam. Ibu tidak mau itu, ibu tidak tergila-gila iming iming gaji besar. Betapa ruginya bapak ibu kalau punya anak murtad. Wallahi ibu tidak merestuimu kerja di sana," kata ibuku tegas.
"Keputusan ada di kamu. Kalau nekad ya silahkan. Uang dari kerja di sana tidak usah diberikan kami. Kami kehilangan kamu tidak apa apa daripada tidak bisa dinasehati. Kamu kerja di non muslim, tidak kami akui sebagai anak. Kami lebih takut kalau anak kami meninggalkan Islam daripada memiliki anak tapi tidak ta'at Allah. Hidup mati tidak apa apa kalau dalam kondisi islam, kalau dalam kondisi tidak Islam. Ini yang rugi. Harta pasti cukup kalau kita penuh syukur. Tujuanmu bagus, tapi kami khawatir akan itu. Kamu sendiri, mereka ratusan. Pertama memang kamu dirayu dengan iming iming gaji gedhe, lalu memfasilitasi kesukaanmu, setelah itu mereka pun mau feed back balasan dari semua itu. Ibu tidak mau kamu seperti tetangga kita yang murtad, " kata bapak tegas.
Air mata meluncur deras membasahi pipiku dan hijabku. Aku diam terpaku, tidak menjawab sepatah katapun. Lalu aku solat, sujud lama kutumpahkan perasaanku. Selain itu, aku curahkan masalahku pada ulama yang aku percaya yang in syaAllah ngalim lagi bijaksana. Alhamdulillah aku diarahkan untuk ta'at orangtua. Aku pun merenung, jika kupikir-pikir permintaan Bapak Ibukku baik, mereka memintaku menjaga keislamanku, memprioritaskan akheratku. Maka wajib bagiku menta'atinya sebab perintahnya baik, sesuai syari'at dan menjalankan perintah Allah. Kecuali jikalau orangtua meminta menyekutukan Allah, bermaksiyat, berbuat dzolim maka wajib ditolak, tetapi menolak pun harus dengan jalan halus.
Selanjutnya ibuku memintaku untuk aku mengajar di Yayasan Pesantren, mengajar di madrasah setingkat dengan SMP dan SMA. Memang bisyaroh mengajar di pesantren tidak sebesar di International school, tidak sebesar di Perusahaan atau instansi di kota besar, bahkan 30% dari salary sebelumnya saja tidak ada, masih jauh. Tetapi demi ta'at ibu in syaAllah berkah dunia akherat. Ibuku bilang bahwa bila aku mengajar di yayasan milik pesantren itu artinya aku turut serta memajukan pendidikan pesantren dan berkontribusi untuk kemajuan Islam di bidang pendidikan. Ibuku pun meyakinkanku bahwa dunia hanya sementara sedangkan akherat abadi. Masalah harta pasti cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup tapi tak akan pernah cukup untuk memenuhi gaya hidup. Selama hidup penuh syukur, sederhana, dan tidak neko-neko in syaAllah dicukupkan Allah dan malah masih bisa berbagi. Aku pun ta'at ibu. Bagiku ibuku adalah ladang surgaku hingga aku menikah. Setelah menikah ladang surgaku adalah ridho suamiku. Apapun yang kulakukan wajib izin bapak ibu.
Mengapa aku ta'at ibu? Karena ridho Allah bersama ridho ibuku, apalagi ibuku memintaku selalu mengutamakan akherat dan Islam. Aku selalu teringat kisah juret, Al Qomah, Tsalabah, dan Uwais Al Qorni. Ta'at ibu dalam kebaikan dan syari'at in syaAllah berkah dunia akherat. Semoga tulisan ini bermanfaat bisa menjadi inspirasi terutama bagi pemuda atau anak yang mengalami hal yang sama, keinginannya berbeda dengan orangtua dan bagaimana cara mensikapinya yang bijaksana.