HINDARI
FITNAH DENGAN MEMFILTER SETIAP INFORMASI
Khutbah Pertama
Assalamualaikum.
Wr. Wb.
Jamaah Jum’at yang
dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala …
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang telah melimpahkan karunia, rahmat, hidayah, dan inayahNya
sehingga kita dapat berkumpul di sini dalam menjalankan sholat jum’at dan
mengikuti khutbah jum’at. Marilah kita
senantiasa menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
sebagai wujud bukti cinta kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena
sesungguhnya taqwa adalah awal mula untuk mendekatkan diri pada Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Sholawat dan
salam tak lupa kita haturkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad Shollollahu Alaihi Wassalam, yang kita
tunggu-tunggu syafa’atnya besok di yaumul qiyamah. Beliaulah yang membawa dari
zaman jahiliah menuju zaman yang cemerlang, dari kegelapan menuju kebahagiaan
hakiki. Baginda Rosulullah SAW adalah sosok yang memperjuangkan islam hingga
dikenal ke seluruh penjuru dunia. Beliau yang rela berkorban harta, jiwa, dan
pikiran demi mendakwahkan agama islam baik dalam lapang maupun sempit, baik
dakwah secara sembunyi-bunyi maupun secara terang-terangan. Beliau adalah
uswatun khasanah yang mengajarkan tentang akhlakul karimah. Beliau telah
menunaikan amanah, memberikan nasihat kepada umat, dan berjihad di jalan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sungguh-sungguh dan
sebenar-benarnya.
Jamaah Jum’at yang
dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala …
Telah
kita ketahui bahwasannya di era digital ini, informasi begitu mudah untuk kita
ketahui. Baik melalui berita di televisi, radio, internet, whatsapp, line,
facebook, twitter, maupun melalui media yang lain. Namun demikian, tidak semua
informasi yang kita terima lantas kita cerna begitu saja, akan tetapi kita
perlu untuk memfilter informasi tersebut dengan mencari kebenaran informasi
tersebut. Sehingga kita terhindar dari fitnah sejak dimulai dari fitnah dalam
pikiran.
Kaum muslimin, sidang Jum’at
yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala...
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
dalam Surat Al-Hujurat ayat 12:
"Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah
dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara
kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat
lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujuraat:12)
Dalam ayat tersebut terkandung perintah
untuk menjauhi kebanyakan berprasangka, karena sebagian tindakan berprasangka
ada yang merupakan perbuatan dosa. Dalam ayat ini juga terdapat larangan
berbuat tajassus ialah mencari-cari kesalahan-kesalahan atau
kejelekan-kejelekan orang lain, yang biasanya merupakan efek dari prasangka
yang buruk. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya: Berhati-hatilah kalian
dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah seduta-dusta
ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling
memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci.
Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara" [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari hadits no. 6064 dan Muslim hadits no. 2563].
Amirul Mukminin Umar bin Khathab
berkata, "Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar
dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya
engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang
baik"
Ibnu Katsir menyebutkan perkataan Umar
di atas ketika menafsirkan sebuah ayat dalam surat Al-Hujurat.
Bakar bin Abdullah Al-Muzani yang
biografinya bisa kita dapatkan dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib berkata:
"Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak
diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut
adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu".
Jamaah Jum’at yang
dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala …
Dewasa kini telah banyak kita jumpai
berita yang disampaikan media dengan framing yang mampu menggiring opini
masyarakat. Terlebih, banyak pula netizen yang mudah tergiring oleh framing
media, sehingga tanpa mereka sadari merekapun turut serta menghujat salah satu
pihak yang dianggapnya salah berdasarkan framing media, tanpa menyelidiki
kebenaran berita yang disampaikan media. Perlu diketahui bahwasannya
berprasangka buruk sangat dilarang agama, terlebih tanpa menyelidiki
kebenarannya. Jika menghujat sesuatu yang benar adanya (ghibah) adalah dosa,
apalagi menghujat sesuatu yang tanpa adanya bukti kebenarannya, maka hal itu
merupakan fitnah. Sehingga sebagai ummat muslim kita dianjurkan untuk selektif
dalam memilah informasi dan perlu untuk tabbayun terlebih dahulu terhadap
keberadaan informasi atau berita yang diterima.
Bermula dari prasangka buruk, lalu
berkembang menjadi tuduhan dusta, dilanjutkan dengan upaya mencari-cari
kesalahan orang lain, berakhir dengan ghibah, ditutup dengan hujatan, cercaan
dan makian. Allahu Al-musta’an, berapa banyak terminal-terminal
dosa yang diciptakan oleh prasangka buruk. Hasil yang dipetik dari prasangka
buruk berupa pola komunikasi yang terbangun di atas pondasi kedustaan, serang
menyerang tudingan, redupnya rasa saling percaya antar sesama, kebencian,
permusuhan dan saling memboikot menjadi hal yang lumrah dan biasa.
Sebagai contohnya adalah informasi yang
diframing media sedemikian rupa tentang “Penggerebekan
Warung Bu Saeni di Serang Banten yang Buka Warung Saat Siang Hari di Bulan
Ramadhan”. Penyuguhan berita yang menampilkan framing saat Bu Saeni
menangis ketika digrebek oleh Satpol PP ini menggiring opini masyarakat
terutama netizen untuk menghujat Satpol PP yang tak memiliki toleransi. Tak
hanya itu, netizen juga beranggapan bahwasannya Satpol PP tak
berperikemanusiaan serta opini masyarakat terutama netizen yang memojokkan umat
muslim yang seolah-olah haus akan penghormatan. Tak hanya menghujat Satpol PP, netizen
juga menghujat Pemerintah Kota Serang yang dianggapnya otoriter, tak berperikemanusiaan
dan haus akan penghormatan bahkan menutup pintu rizkinya orang lain. Selain itu,
tak jarang sebagian netizen juga menyalahkan ulama’ Serang yang turut serta
andil dalam pembuatan kebijakan “Penutupan
Warung pada Siang Hari Saat Bulan Ramadhan”.
Tangisan Bu Saeni ini tak hanya menuai
protes dan memojokkan umat muslim yang dinilai haus akan penghormatan, layaknya
“Saya sedang berpuasa, hormatilah saya”. Tak hanya itu, tangisan Bu Saeni ini juga mampu mengundang emphaty netizen untuk bersedekah padanya. Padahal, tanpa netizen ketahui dibalik kebijakan tersebut, kebijakan itu sudah
ditegakkan di Serang bertahun-tahun. Pedagang makanan dilarang jualan pada
siang hari, namun diizinkan jualan mulai pukul 16.00 (pukul 04.00 sore) hingga
sahur. Bu Saeni ternyata tak bisa baca tulis dan beliau bukanlah orang miskin
melainkan pemilik 3 warteg (pengusaha warteg) yang suaminya adalah pemain judi.
Dan makanan yang disita Satpol PP, boleh diambil Bu Saeni kembali saat waktu
yang diizinkan. Pada hakekatnya bantuan dana ke Bu Saeni adalah amal soleh,
tetapi kearifan lokal untuk menghormati bulan Ramadhan janganlah dihilangkan dan harus tetap ditegakkan. Dengan
kejadian ini, diharapkan umat islam tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang
memanfaatkan kejadian tersebut. Sehingga, untuk ummat muslim sangat dianjurkan
(dihimbau) untuk tetap tenang dan waspada terhadap berita yang disampaikan media,
perlu diteliti kebenarannya.
Jamaah Jum’at yang
dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala …
Oleh karena itu, sepatutnyalah setiap
pribadi hendaknya senantiasa melakukan muhasabah ( intospeksi ) dan
mawas diri terhadap setiap kata yang diucapkan atau setiap hukum yang
ditetapkan bagi orang lain. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala :
{وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ
وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا}
“ dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya”.( Al Israa’ : 36 )
Sekali lagi bahwa berprasangka buruk
atau su’udzan tidaklah membawa manfaat melainkan membawa mudharat. Bahkan
sebaliknya yakni su’udzan memicu adanya pikiran buruk, ghibah, perselisihan,
permusuhan hingga memutus tali persaudaraan. Oleh karena itu, pada setiap
muslim dihimbau untuk selektif dalam menerima informasi agar terhindar dari
fitnah.
Khutbah
Kedua
Jamaah Jum’at yang
dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala …
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang telah melimpahkan karunia, rahmat, hidayah, dan inayahNya
sehingga kita dapat berkumpul di sini dalam menjalankan sholat jum’at dan
mengikuti khutbah jum’at. Marilah kita
senantiasa menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
sebagai wujud bukti cinta kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena
sesungguhnya taqwa adalah awal mula untuk mendekatkan diri pada Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Sholawat dan
salam tak lupa kita haturkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad Shollollahu Alaihi Wassalam, yang kita
tunggu-tunggu syafa’atnya besok di yaumul qiyamah. Beliaulah yang membawa dari
zaman jahiliah menuju zaman yang cemerlang, dari kegelapan menuju kebahagiaan
hakiki. Baginda Rosulullah SAW adalah sosok yang memperjuangkan islam hingga
dikenal ke seluruh penjuru dunia. Beliau yang rela berkorban harta, jiwa, dan
pikiran demi mendakwahkan agama islam baik dalam lapang maupun sempit, baik
dakwah secara sembunyi-bunyi maupun secara terang-terangan. Beliau adalah
uswatun khasanah yang mengajarkan tentang akhlakul karimah. Beliau telah
menunaikan amanah, memberikan nasihat kepada umat, dan berjihad di jalan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sungguh-sungguh dan
sebenar-benarnya.
Pada hakekatnya, munculnya prasangka
buruk akan memicu terjadinya dzalim sejak dalam pikiran, lalu timbulah rasa
benci, menuduh hingga mencari-cari kesalahan orang lain, ghibah hingga cercaan
dan hinaan. Prasangka buruk ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
1.
Berita yang diframing media sedemikian
rupa shingga menimbulkan beberapa opini masyarakat termasuk menumbulkan su’udzan.
Terlebih, banyak media yang mengungkap fakta hanya sebagian dan menutup
sebagian lagi fakta yang lainnya. Sehingga tak jarang adanya framing oleh media ini menyebabkan su’udzan,
ghibah dan perpecahan antar ummat mulim.
2.
Diri yang mudah terpengaruh dan mudah
percaya terhadap informasi tanpa diselidiki kebenarannya. Sikap yang mudah
percaya ini seringkali dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang menginginkan
adanya perpecahan atar umat muslim dengan mengadu domba umat muslim.
3.
Pengaruh lingkungan yang buruk yakni
pengaruh keluarga, teman yang menjadi pendorong timbulnya hawa nafsu terhadap
keburukan.
Bilamana prasangka buruk dapat
menimbulkan fitnah, maka solusinya adalah selektif dalam menerima informasi
agar terhindar dari fitnah. Bilamana prasangka buruk dapat disebabkan oleh
beberapa faktor pemicu, maka prasangka burukpun ada obatnya. Tips-tips untuk
menghindari prasangka buruk agar terhindar dari fitnah yaitu:
1.
Selektif terhadap informasi yang
diterima, tidak langsung percaya melaikan diteliti dan diselidiki terlebih
dahulu akan kebenaran informasi yang diterima. Hal ini karena setiap informasi
yang diterima belum tentu benar adanya, sehingga perlu untuk memfilter setiap
informasi yang diterima. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam QS. Al-Hujurat ayat 6:
“Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu (QS. Al-Hujurat: 6) ”.
2.
Mendahulukan prasangka baik. Umar Ibnu Al-Khattab
berkata, “jangan engkau berprasangka
buruk terhadap setiap kata yang diucapkan oleh saudaramu, selama masih
memungkinkan untuk memahaminya dengan positif.”
3.
Senantiasa berhusnudzan kepada siapapun.
Amirul Mukminin Umar bin Khathab berkata, "Janganlah engkau berprasangka
terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan
persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu
kepada prasangka-prasangka yang baik".
4. Fokus
untuk memperbaiki diri dengan mengubah sikap buruk kita menjadi sikap yang
baik. Dengan menyibukkan diri untuk intropeksi diri akan membuat waktu
bermanfaat dan tiada waktu untuk mencari celah kesalahan orang lain. Abu Hatim
bin Hibban Al-Busti bekata dalam kitab Raudhah Al-'Uqala (hal.131), "Orang yang berakal wajib mencari
keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa
sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk
memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka
hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai. Setiap kali dia melihat
kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat
kejelekan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa
sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri,
maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya
meninggalkan kejelekan dirinya".
Demikianlah khotbah yang saya sampaikan,
semoga dapat bermanfaat. Marilah kita tutup khotbah ini dengan doa
bersama-sama;
Demikianlah yang dapat kami sampaikan,
mohon maaf
atas segala kehilafan dan kekurangan.
atas segala kehilafan dan kekurangan.
Assalamualaikum.
Wr. Wb
Tidak ada komentar :
Posting Komentar