HALIMAH BINTI MASDARI

Senin, 22 Oktober 2018

KAU BAWAKU PADA CAHAYA HIJRAH


                            KAU BAWAKU PADA CAHAYA HIJRAH                                   
*****
Oleh: Dewi Nur Halimah, S.Si               
Email: halimahundip@gmail.com, HP. 085725784395/ 085227766926                                                                       
  
Gambar 1. Aku dalam Sketsa.
Setiap orang memiliki catatan tinta perjalanan hidup. Dari rangkaian demi rangkaian cerita itulah membentuk sejarah perjalanan hidup manusia. Dan inilah sepenggal kisah perjalananku menuju hijrah. Namaku Dewi Nur Halimah. Aku lahir di Blora, 7 April 1994. Usiaku saat ini 24 tahun. Aku tinggal di desa Bandungrojo RT 02/ RW 01, Kec. Ngawen, Kab. Blora. Aku adalah putri sulung dari pasangan Masdari-Mahzunah. Sebagai anak pertama dari dua bersaudara mendorongku berfikir mandiri sedari kecil.
WHO AM I? HOW IS MY FAMILY?
            Terlahir dari keluarga lower class dimana Bapak bekerja sebagai petani dan Ibu sebagai pedagang pasar tak menyurutkan tekadku untuk mewujudkan cita-citaku. Terlebih aku adalah anak pertama, jadi aku harus bisa mandiri dan menjadi teladan yang baik untuk adekku. Keadaan perekonomian yang di bawah garis kemiskinan semasa kecil menjadi pelecut semangatku untuk lebih giat belajar.  
            Halimah kecil tumbuh dengan prihatin. Bagaimana tidak, ia disuguhi pemandangan yang tak jarang mengoyak batinnya. Sang Ibu harus berjualan garam keliling dari desa ke desa setelah pulang berjualan dari pasar apabila garam yang dijual dipasar tidak laku semua atau masih tersisa. Semua itu dilakoni ibuku tiada lain demi membantu perekonomian keluarga. Hati anak mana yang tak teriris melihat sang ibu harus jungkir balik banting tulang berjualan keliling demi sang anak bisa bersekolah dan mengenyam pendidikan. Hal ini pulalah yang menjadi pelecut semangatku terus berkobar. Aku berjanji bahwa aku akan menggapai cita-cita BIIDZNILLAH dan dapat memperbaiki perekonomian keluargaku.
Sekilas tentang keluargaku, keluargaku adalah keluarga yang sangat kental akan agama. Latar belakang pendidikan bapak dan ibuku adalah alumni santri di pondok pesantren. Bapak adalah alumni santri Al-Anwar Sarang-Rembang yang diasuh oleh KH. Maemoen Zubair, sedangkan Ibu adalah warga asli pribumi Sarang yang juga mondok di Sarang. Awal mula cinta mereka adalah saat bapak melihat ibu, lalu bapak diam-diam memperhatikan ibu, mengamati pola pikir dan gerak geriknya hingga bapak tertarik akan kecerdasan dan kemandirian ibu. Lalu dari situlah timbulah benih-benih cinta hingga akhirnya bapak dengan gagah berani langsung mengkhitbah ibu dan menikahinya.
Bapak selalu menyirami rohani anak-anaknya (aku dan adikku) dengan petuah agama sembari berdongeng yang diambil langsung dari kitab yang dibaca bapak. Hampir tiap malam, setelah mengaji bapak mendongeng pada kedua putrinya. Cerita yang biasanya disampaikan bapak diantaranya kisah Sayyidah Aisyah RA, kisah Sayyidah Khodijah RA, kisah Rosulullah SAW, kisah waliyullah Rabi’ah Al Adawiyah, kisah Imam Simbabweh, kisah Ibnu Hajar Al Asqolani, kisah Uwais Al Qornain, kisah Zukarnain, kisah Jalaludin As Suyuti, beserta kisah-kisah lainnya yang inspiratif dari kisah para nabi, para ummahatul mukminin, para waliyullah, para ulama, dan para cendekiawan muslim dunia. Hobi bapak adalah membaca kitab-kitab dan membaca buku. Tidak pernah aku menjumpai ayah dalam sehari tidak membaca kitab dan buku, selalu beliau membaca kitab dan buku. Mungkin sifat belajar istiqomah beliaulah yang menurun pada kedua putrinya, rajin membaca.
Karena hampir tiap hari didongengin kisah-kisah hebat para ummahatul mukminin, para waliyullah wanita, para cendekiawan hebat. Tentu secara tidak langsung, lambat namun pasti juga mempengaruhi pola pikirku dan membentuk kepribadianku. Halimah kecil sangat mengidolakan Sayyidah Aisyah RA dan Sayyidah Khodijah RA. Yups, sosok sayyidah Aisyah RA yang cantik jelita, ditambah sangat cerdas (hafal ribuan hadits dan Al Qur’an), berjiwa leadership tinggi dengan terpilihnya sebagai panglima perang yang menemani rosulullah di medan perang, serta berjiwa sosial tinggi. Demikian juga sayyidah Khodijah RA, sosok perempuan hebat yang kaya raya yang berprofesi sebagai entrepreneur, berjiwa sosial tinggi (dermawan dan rajin sedekah), menemani perjuangan rosulullah dan rela berkorban apapun demi Allah dan rosulNya. Aku pun menjadi pengen seperti sayyidah Aisyah RA, tumbuh sebagai sosok yang cerdas, berjiwa kepemimpinan bagus serta berjiwa sosial tinggi. Aku juga pengen seperti sayyidah Khodijah RA yang berjiwa entrepreneurship tinggi serta berjiwa sosial tinggi. Maka sejak itulah cita-citaku ingin menjadi pengusaha.
Kenapa pengen jadi pengusaha?. Karena menurutku pada waktu itu, pengusaha adalah pekerjaan yang sangat mulia. Beberapa hal yang melatarbelakangiku kenapa pengen banget jadi pengusaha sejak SMP adalah:
1.     Pengusaha itu meneladani sayyidah Khodijah RA. Rosulullah saw pun berpesan bahwa berdagang (berwirausaha) termasuk pekerjaan yang mulia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perniagaan yang baik.” (HR. Thabrani dalam Al Mu’jam Kabir; shahih)
2.      Menjadi pengusaha itu membantu permasalahan orang lain. Misal orang butuh makanan, dengan adanya penjual makanan maka secara tidak langsung orang-orang menjadi tidak lapar. Penjual pakaian muslim-muslimah membantu manusia menutup aurot, penjual sepatu dan sandal membantu masyarakat agar kakinya tidak kotor dan terhindar dari gigitan serangga kecil serta tertancap benda tajam, dll. Jadi pengusaha membantu mencukupi kebutuhan manusia agar dapat bertahan hidup.
3.      Pengusaha mendorong  pertumbuhan perekonomian bangsa. Pengusaha mengurangi tingginya angka pengangguran di Indonesia sebab pengusaha membuka lapangan pekerjaan.
4.      Pengusaha membantu para pencari pekerjaan memperoleh pekerjaan. Bukan hanya itu, pengusaha membuka lapangan pekerjaan yang tak jarang membantu para suami bisa menafkahi istri dan keluarganya.
Nah, sangat mulia kan pekerjaan sebagai pengusaha. Lebih tepatnya menjadi sociopreneurship yakni seorang pengusaha yang berorientasi sosial, bukan semata-mata hanya money oriented tetapi juga social oriented. Kekaguman pada idola (sayyidah Aisyah RA dan sayyidah Khodijah RA) ditambah kondisi perekonomian keluarga yang serba pas-pasan mendorongku semakin giat belajar. Aku harus bisa menjadi harapan keluarga yang akan memutus rantai kemiskinan keluarga. Sejak SD hingga SMA, aku selalu prihatin akan keadaan keluargaku, maka untuk merubah nasib keluargaku adalah dengan belajar sungguh-sungguh. Sedari duduk di bangku sekolah dasar hingga di bangku perkuliahan, alhamdulillah aku tercatat sebagai sosok yang aktif dan juga prestatif. Prestasi yang pernah kuraih semasa SD hingga SMA adalah selalu mendapatkan peringkat pertama di kelas. Saat SD, aku terpilih sebagai siswa teladan yang mewakili sekolahku, menjuarai lomba pidato, dan cerdas cermat. Saat SMP, aku mendapatkan peringkat 3 paralel. Saat SMA, aku pernah menjuarai lomba pidato dan lomba  cerdas cermat. Aku  juga dinobatkan sebagai juara paralel II jurusan IPA di SMA N 1 Tunjungan.    

KEMANDIRIAN MELATIHKU DEWASA
            Sejak kecil aku sudah berpikir untuk mandiri dan tidak merepotkan orang tua. Sejak SD hingga SMA alhamdulillah uang hadiah lomba dan prestasi sudah bisa mencukupi untuk membayar SPP dan kebutuhan sekolah sehingga tak perlu meminta orang tua kecuali orang tua hanya memberikan uang saku sehari-hari. Bahkan uang hadiah prestasi terkadang lebih dan bisa kuberikan adik dan ibu. Aku sangat senang saat aku menang lomba. Bagaimana tidak?, dengan menang lomba aku bisa mencukupi kebutuhanku sendiri, meringankan orangtua dan bisa berbagi dengan adikku tercinta serta membelikan kado-kado sederhana untuk bapak dan ibu.
            Sifat mandiriku ini ternyata diturunkan dari sifat ibu dan bapakku. Sejak kecil ibuku sudah mandiri bahkan bisa berbagi untuk keluarganya dan anak-anak. Sejak SD ibuku sudah terbiasa dengan kehidupan yang keras, ibuku harus berjualan sambil sekolah. Mulai jualan jajan sambil sekolah, jualan bahan pangan (beras, jagung) ke masyarakat, dll. Sementara bapak pun sama, bapak mondok sambil mandiri dengan berjualan dan bekerja part time membantu warga (seperti ngarit, ngedos, ambil air, dll). Lalu mendapatkan upah dan upah itu digunakan untuk biaya mondok. Ya, sebagaimana kata pepatah bahwa “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Jadi sifat mandiriku tidak lain diwariskan dari karakter kedua orangtuaku yakni bapak dan ibuku.
            Selain mandiri masalah biaya sekolah, aku juga terlatih mandiri dan disiplin sejak kecil. Sejak kecil, aku terbiasa untuk rajin dan bisa memanage waktu dengan baik. Usai pulang sekolah pagi (sekitar pukul 13.30), biasanya aku istirahat sebentar sekitar setengah jam sebelum akhirnya sekolah madrasah diniah sore. Paska pulang sekolah madrasah diniyah sore (sekitar pukul 16.00), aku mencuci baju keluarga (bajuku, baju bapak, baju ibu, dan baju adek) yang kotor. Untuk mencuci ini aku dibantu adikku, jadi lebih ringan dan lebih cepat. Selanjutnya sebelum mandi sore, aku menjalankan rutinitas membantu bapak membersihkan kandang sapi atau dalam istilah jawa disebut dengan nimpal (membersihkan kotoran sapi di kandang sapi). Baru setelah bebersih kandang sapi, aku mandi dan persiapan solat magrib. Kegiatan bakda magrib sampai isyak adalah mengaji. Aku mengaji di rumah di ajar oleh ibuku sendiri. Selain mengajar mengaji diriku, ibuku juga mengajar ngaji anak-anak di sekitar rumahku. Bakda solat isyak, aku belajar dan mengerjakan PR serta tugas-tugas yang diberikan guruku di sekolah. Menjelang selesai belajar saat akan tidur, bapak biasanya mendongengi kami kisah-kisah hebat para rosulullah, para waliyullah, para ummahatul mukminin, dan para cendekiawan muslim dunia.
            Kemandirianku itu melatihku berpikir dewasa sejak kecil. Sejak kecil aku selalu terbiasa mandiri dan berpola pikir “Bagaimana caranya agar aku bisa meringankan beban orangtua dan hidup mandiri?”. Sebagai anak sulung tentu aku ingin memberikan teladan yang baik pada adikku. Kebiasaanku menyisihkan uang saku untuk ditabung pun diikuti oleh adikku. Jadi ketika lebaran atau ketika hari tertentu ketika kami ingin membeli baju baru atau barang-barang kesukaan kami (aku dan adikku). Kami (aku dan adikku) tak perlu meminta uang ortu, tinggal ambil uang dari tabungan.
STUDYING IN UNIVERSITY BRINGS ME TO FIND MY PASSION
Melihat prestasiku dari SD hingga SMA selalu menjadi bintang kelas dan menjuarai lomba-lomba, banyak dari guruku yang menyarankanku untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan Perguruan Tinggi. Aku pun terpacu, maka ketika kelas XII IPA-2, aku memutuskan untuk ikut seleksi beasiswa bidikmisi melalui jalur undangan. Alhasil aku tidak lolos seleksi jalur undangan (seleksi menggunakan raport dari semester 1 hingga semester 5). Maka aku mempersiapkan seleksi SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tulis dengan belajar bersungguh-sungguh. Alhamdulillah, aku lolos seleksi tulis SNMPTN pada tahun 2012 dan keterima di jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro.   
Sejak semester satu di perkuliahan, aku sudah hidup mandiri. Di awal semester satu, pencairan uang bulanan beasiswa bidikmisi telat, sementara orangtuaku sudah tak mampu mengirimiku uang. Hal inilah yang mendorongku nekad untuk mencari pekerjaan agar bisa memenuhi kebutuhan kuliahku dan kebutuhan sehari-hari. Mencari pekerjaan di daerah kampus selepas SMA tanpa bekal pengalaman kerja bukanlah hal mudah. Tiga kali melamar sebagai tentor di bimbel, aku diterima. Namun karena terkendala tidak ada motor atau kendaraan sendiri, tak jarang membuatku ditolak oleh pihak bimbel dengan alasan tempatnya mengajar jauh sementara jika naik angkot, gajiku sangat kecil bila terpotong biaya angkot. Terlebih bila rumah siswa tidak terjangkau angkot. Akhirnya aku memutuskan mencoba melamar kerja sebagai operator Laundry di SALWA Loundry. Namun sayang, karena hasil setrikaanku kurang rapi, aku tidak diterima sebagai operator laundry. Hal itu membuatku sedih dan menangis, air mataku berjatuhan.
Lalu aku pun bertekad berlatih bagaimana cara menyetrika yang rapi. Dibantu oleh Endah Alfina Dewi (teman sekamar kosku), aku pun berlatih menyetrika. Endah juga membantuku mencari lowongan kerja melalui searching di twitter @lowkerit, akun lowongan kerja di Tembalang. Alhamdulillah ditemukan lowongan kerja menjadi operator loundry di BOYLOUNDRY. Dengan segera akupun melamarnya, puji syukur aku diterima kerja sebagai operator laundry. Kerja sebagai operator laundry di BOYLOUNDRY adalah pekerjaan pertamaku. Karena aku juga harus kuliah, maka aku mengambil part time job  dari pukul 12.00-18.00 dengan gaji Rp300.000,00/ bulan atau Rp10.000,00/ hari. Gaji yang tergolong rendah dibandingkan tenaga yang dikeluarkan untuk mencuci dan menyetrika. Namun tetaplah aku syukuri, karena itu pekerjaan pertama yang aku terima. Tiap hari aku berangkat ke kampus yang berjarak sekitar 2 km dengan jalan kaki, sementara uang gajiku sebesar Rp10.000,00/ hari, aku gunakan untuk membeli lauk (nasinya masak sendiri) Rp 2.000,00 (dapat kering tempe) dan sayur Rp.3000,00. Yang Rp5.000,00 lagi aku simpan untuk keperluan kampus.  
Ternyata kerja sebagai operator laundry cukup menyita waktuku belajar, setelah satu bulan (Oktober 2012-November 2012) kerja di BOY LOUNDRY, aku memutuskan resign, bukan karena gajiku yang kecil namun karena jadwal kuliah yang semakin padat. Terlebih praktikum sudah dimulai, dan dalam satu minggu terdapat 4 praktikum yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa baru. Tak hanya itu, laporan praktikum yang jumlahku berlembar-lembar sekitar 15-30 halaman itu harus di tulis tangan. Mengingat tujuan utamaku di kampus adalah menuntut ilmu, maka urusan kuliah tetaplah aku prioritaskan. Sejak bulan November 2012 pasca resign dari BOY LOUNDRY, aku memutuskan jualan kue basah dan tahu bakso di kampus. Aku membeli kue basah sebanyak 15 dan tahu bakso sebanyak 15, tiap tahu bakso dan kue basah kujual dengan harga Rp1.500,00  (untung Rp500,00 tiap tahu bakso atau tiap kue basah). Jadi bila daganganku laku semua, aku untung bersih Rp15.000,00. Uang yang cukup untuk kugunakan membeli lauk dan sayur serta mencukupi kebutuhan kuliahku.
Pada bulan Desember 2012, aku mencoba kembali melamar pekerjaan sebagai tentor di bimbel SMART MOSLEM, alhamdulillah aku diterima dan diberi murid kelas XII SMA N 3 Semarang. Sejak saat itulah aku mulai bekerja sebagai tentor. Dengan pelayanan yang baik, ramah, serta memberikan trik-trik agar materi mudah dicerna dan dipahami, akhirnya aku memiliki banyak tawaran murid. Dari mulut ke mulut, aku juga mendapat tawaran mengajar anak SD, SMP, SMA, hingga mengajar pelajaran SBMPTN. Sejak November 2012 hingga Oktober 2016, aku mengambil part time job  sebagai tentor, tiap sore hingga malam (16.00-17.30 atau 18.15-19.45) aku selalu mengajar, terlebih aku dipercaya memegang murid lebih dari satu, yakni 3-4 murid dalam seminggu, sehingga dalam sehari tak jarang aku mengajar 2 anak. 
Bila pada musim liburan kuliah, umumnya para mahasiswa pulang kampung. Lain halnya dengan diriku, aku memilih tetap tinggal di Semarang. Pada liburan semester 2, aku memilih tetap tinggal di Semarang sembari bekerja. Tiap pagi hingga sore  (09.00-17.00), aku mengambil part time job sebagai waiter di café sedangkan malamnya aku gunakan untuk mengajar sebagai tutor. Uang hasil dari kerja, sebagian aku tabung, sebagian lagi aku gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, untuk persiapan kebutuhan kuliah di semester depan, untuk kukirimkan pada adekku di pesantren, serta membelikan kado pada Emak dan Bapakku sekedar untuk menyenangkan hati kedua orangtuaku.  
Pada liburan semester 4, aku ingin merasakan pengalaman bekerja sebagai shoes shop keeper alias penjaga toko sepatu “STAR” yang berlokasi di Banyumanik. Aku pengen tahu rasanya bekerja sebagai penjaga toko. Alhasil wawancara, langsung keterima. Bosnya baik dan ramah denganku. Namun sayangnya, ada kebijakan shop yang berlainan dengan prinsipku. Bosku memintaku harus berpakaian celana, sementara aku tidak suka mengenakan celana dan lebih suka memakai rok/ gamis dengan celana/ legging di dalamnya. Karena keseharianku mengenakan rok atau gamis. Aku mengutarakan alasanku “Bos, meskipun aku mengenakan rok. In syaAllah kerjaku cekatan. Ambil sepatu dirak atas pun bisa, toh aku kan pakai legging juga. Halimah ndak nyaman harus pakai celana, sepatu, kaos ketat membentuk tubuh. Halimah biasa kog kerja pakai rok dan alhamdulillah beres semua”.
Aku bekerja sebagai shoes shop keeper hanya selama 3 hari lalu setelah itu aku mengundurkan diri. Itupun saat bekerja, aku menggunakan rok karena punyaku hanya rok, tidak ada celana. Namun karena lobbying gagal, dan Bos memaksa memakai celana setelah hari ke-3 kerja. Akhirnya aku memutuskan resign (mengundurkan diri). Bagiku, aku akan tetap berpegang teguh pada prinsipku. Tidak akan aku menjual agamaku demi duniaku, mana mungkin aku memakai celana lepis (pensil) atau sejenisnya yang ketat dan membentuk lekuk tubuhku. Tidak, in syaAllah mencari pekerjaan lain lebih baik. Maka aku memutuskan ikut mengajar di bimbel ketika sore dan ikut proyek dosen ketika pagi.
Pengalamanku menjadi karyawan bawahan seperti operator loundry saat semester 1, waitress di food café  dan menjadi shop keeper walaupun sebentar. Setidaknya aku mengetahui karakter karywan. Selama bekerja, aku bekerja dengan disiplin, penuh tanggung jawab, dan jujur sembari mengamati sikap karyawan-karyawan lain. Mengapa aku observasi karyawan?. Karena cita-citaku kelak ingin menjadi pengusaha. Maka aku perlu tahu kinerja karyawan. Karyawan itu perlu diperlakukan baik agar loyalitas tinggi juga perlu diawasi. Karena sepengamatan saya, meski digaji ada juga karyawan yang nakal. Nota disobek sehingga uang hasil jualan larinya ke kantong pribadi. Sebenarnya ketika mengetahui hal itu, aku mau menegur dan menasehati, tapi aku takut karena aku orang baru juga aku memikirkan keselamatanku ketika pulang, apalagi pulangku malam. Aku seorang perempuan, takut kalau diancam. Tiada jalan lain selain mendoakan akan ia insyaf bahwa yang dilakukan itu dosa (maksiyat tangan), merugikan bos dan perusahaan bos, serta mendoakan agar hidayah Allah berikan untuknya. Menasehati itu perlu power, jika tidak maka keselamatan kita yang terancam. Dengan mengetahui karakter karyawan, maka aku dapat mengambil hikmah jika suatu saat BIIDZNILLAH Allah izinkan menjadi pengusaha dan memiliki karyawan. Aamiin.
Kendati sibuk kuliah, praktikum, kerja dan bikin laporan, aku tidak mengabaikan tugas utamaku sebagai mahasiswa. Bagiku akademik tetaplah nomor satu. Di tengah kesibukanku kerja, kuliah, dan praktikum, alhamdulillah aku dapat lulus dengan memperoleh IPK cumlaude yaitu 3,76. Alhamdulillah, prestasi semasa SD hingga SMA pun bisa berlanjut hingga di bangku perkuliahan. Prestasi-prestasi yang kuraih saat menjadi mahasiswa diantaranya; juara 1 lomba Tilawah Loketa Tingkat UNDIP (Universitas Diponegoro) 2013, Juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional SIPPI “Semarak Inovasi Perkembangan Pertanian Indonesia” 2013 di IPB (Institut Pertanian Bogor), Juara 2 Lomba Tutorial Hijab 2013 dalam “International Hijab Day” di UNDIP (Universitas Diponegoro), Juara 2 Lomba Tilawah 2014 Tingkat UNDIP (Universitas Diponegoro), Juara 1 Lomba Sociopreneur Tingkat Nasional Health in Campus di UI (Universitas Indonesia) pada tahun 2014, Lolos PKM-K (Program Kreativitas Mahasiswa-Kewirausahaan) 2013 didanai tahun 2014,  Juara 3 Lomba Teknik Terapan RRI Semarang 2015, Delegasi UNDIP dalam FORBIMINAS (Forum Bidikmisi Nasional ) sebagai delegasi UNDIP (Universitas Diponegoro) pada tahun 2014, Mendapatkan Gold Medal dalam IYIA (International Young Inventors Award) 2015, Lolos PKM-P (Program Kreativitas Mahasiswa- Penelitian) 2014 didanai tahun 2015, Lolos PKM-M (Program Kreativitas Mahasiswa- Pengabdian) 2014 didanai tahun 2015, Lolos Lomba Hibah Penelitian Mahasiswa 2015, Lolos pendanaan lomba PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) 2015, dan sederet prestasi-prestasi lainnya.
Gambar 2. Gold Medal IYIA (International Young Inventors Award) 2015.

Gambar 3. Juara 3 Lomba Teknik Terapan RRI 2014

Gambar 4. Juara 1 Lomba Sociopreneur Nasional 2014 di UI.

Gambar 5. Juara 2 Lomba LKTI Nasional SIPPI di IPB 2013.


Gambar 6. Juara 2 Mawapres (Mahasiswa Berprestasi) Tingkat Fakultas Sains dan Matematika UNDIP 2015.

Gambar 7. Tim PKM-P Lolos Didanai Dikti 2015.

Gambar 8. Tim PKM-M Lolos Didanai Dikti 2015.

Gambar 9. Delegasi ICN Jateng 2016.

Gambar 10. Muslimah Inspiration UNDIP 2015.

Gambar 11. Delegasi Olimpiade Sains UNDIP 2015.

Gambar 12. Bersama Tim PMW Lolos Didanai Dikti 2015.

Gambar 13. Delegasi UNDIP dalam UBC 2016.

Gambar 14. Delegasi UNDIP dalam UBC 2016.

Gambar 15. Delegasi UNDIP dalam FORBIMINAS 2014.

Gambar 16. Pembicara dalam Pelatihan LKTI dan Presentasi 2016.

Gambar 17. Aku pada saat diwisuda.

Gambar 18. Aku bersama Bapak dan Ibuku.

Bukan hanya berprestasi, aku pun juga aktif berorganisasi. Organisasi yang pernah kuikuti selama masa di perkuliahan diantaranya; Staff Jurnalistik NICHE (Organisasi Jurnalistik Jurusan Biologi, UNDIP) periode 2012-2014, Vocalist RESIMA (Rebana Sains dan Matematika) di Universitas Diponegoro periode 2013-2014, Founder and Leader of EDF (English Discussion Forum) periode 2015-2017, Academic Staff of EEC (Easy English Club) Semarang periode 2016-2017, Vice Director of INE (Info National Event) periode 2016-2017, Mentee INDEED of IYOIN (Indonesian Youth Opportunities in International Networking) LC Malang periode 2016, dan Business and Fundraising Staff of IYD (Indonesian Youth Dream) Region Central Java periode 2016-2017. Saat ini organisasi yang kujalankan adalah BKU (Bimbingan Khozinatul Ulum) untuk menggerakkan dan memotivasi anak-anak MA Khozinatul Ulum untuk berprestasi.
Bagiku, mimpi akan berbuah nyata manakala diimbangi dengan ikhtiar dan doa. Aku berkeyakinan bahwa segala sesuatu adalah mungkin, tatkala Tuhan terjun di dalamnya. Kesuksesan adalah hak bagi siapapun yang pantang menyerah, pantang berputus asa, dan terus berusaha mewujudkan mimpi-mimpinya menjadi nyata. Menurutku cara yang tepat untuk menyalurkan gagasan adalah dengan berkarya. Aku selalu menyempatkan waktu luangku untuk menulis di sela-sela kesibukanku ketika kuliah, berorganisasi, pengabdian masyarakat, dan ketika senggang kerja. Bagiku, menulis adalah cara yang tepat untuk  menorehkan apa yang ia rasakan, baik dalam bentuk cerpen, puisi, syair maupun novel.
Selain aktif berorganisasi, mengikuti lomba, dan menulis, aku juga aktif menjalankan pengabdian sosial. Beberapa pengabdian sosial yang pernah kulakukan diantaranya: “Street Children Empowerment (SCE)”, “Disability Children Support (DCS)”, “Coastal Cleaning Movement (CCM)”, dan pengabdian-pengabdian lainnya. Pengabdian sosial “Street Children Empowerment (SCE)” ini kujalankan selama setahun pada tahun 2016. Kegiatan yang dilakukan di SCE adalah mengajar anak jalanan sepekan sekali dengan mengajari mereka pelajaran matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan memberikan keterampilan-keterampilan pada anak jalanan. Sementara “Disability Children Support (DCS” adalah pengabdian sosial yang kujalankan pada tahun 2016 sepekan sekali dengan fokus mengembangkan bakat anak-anak berkebutuhan khusus di Semarang dengan tujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan keoptimisan anak-anak berkebutuhan khusus melalui peningkatan prestasi anak-anak berkebutuhan khusus. “Coastal Cleaning Movement (CCM)” ini merupakan pengabdian sosial di bidang lingkungan yang bergerak di bidang lingkungan pesisir. Kegiatan yang dilakukan diantaranya seperti membersihkan sampah-sampah yang berserakan di sekitar pantai, mensosialisasikan warga pesisir untuk peduli terhadap kebersihan lingkungan sampah, mengajak masyarakat peduli akan kebersihan pantai sehingga meningkatkan jumlah pengunjung wisata pantai serta meningkatkan pendapatan warga sekitar pesisir dengan semakin banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke pantai sehingga pendapatan daerah bertambah.
Gambar 19. Kegiatan dalam Disability Children Support.


Gambar 20. Kegiatan dalam Disability Children Support.

Gambar 21. Kegiatan dalam Disability Children Support.

Gambar 22. Kegiatan dalam Coastal Cleaning Movement di Pantai Maron Semarang.

Gambar 23. Kegiatan dalam Coastal Cleaning Movement di Pantai Marina Semarang.

Gambar 24. Kegiatan dalam Coastal Cleaning Movement di Pantai Marina Semarang.

Gambar 25. Kegiatan Mengajar Anak Jalanan dalam Street Children Empowerment.

Gambar 26. Kegiatan Mengajar Anak Jalanan dalam Street Children Empowerment.

Gambar 27. Kegiatan Mengajar Anak Jalanan dalam Street Children Empowerment.

       Ya bangku perkuliahan telah membawaku menemukan passionku tentang kewirausahaan, kegiatan sosial (bakti sosial), penggalian minat bakat (bakat menulis dan public speaking), dan menentukan jalanku paska kuliah. Ukiran prestasi, pengalaman organisasi, pengabdian sosial telah menggodok diriku menjadi sosok pribadi yang tangguh. Pendidikan di bangku perkuliahan sedikit banyak telah memberikan pengaruh besar dalam pola pikirku, kedewasaanku mengarungi samudra kehidupan yang terjal dan keras.                    
WHEN HEART CONFLICTS STARTED
Kehidupan paska wisuda bagaikan kehidupan di hutan rimba, penuh dengan kompetisi untuk bisa lolos ke jenjang karir maupun studi lanjut ke jenjang master dan doktor. Dunia paska kelulusan lebih kejam dari dunia perkuliahan. Bila saat masih kuliah, status adalah mahasiswa. Bila paska kuliah, ketika sudah bekerja statusnya karyawan atau bos, ketika lanjut kuliah lagi statusnya adalah mahasiswa magister, dan apabila masih di rumah alias belum melanjutkan sekolah atau belum bekerja maka statusnya “PENGANGURAN”. Status “Pengangguran” lebih pahit dari kopi, lebih terasa kecut dari asam jawa, dan lebih terasa pedas di telinga dari pedasnya cabe rawit. Maka dari itu, sebelum kelulusan dan wisuda aku sudah mengantisipasinya dengan apply ke beberapa instansi atau perusahaan yang memerlukan tenaga kerja atau mempersiapkan beasiswa untuk lanjut S2. Namun di sisi lain ada dilema juga, diam-diam saya searching  dan mengikuti bimbingan untuk lanjut S2 ke luar negeri. Link dan persiapan beasiswa pun diam-diam tanpa sepengetahuan orang tua kupersiapkan. Aku pun berkomitmen mau ambil beasiswa S2 melalui beasiswa professor di Jepang melalui kenalanku di sana. Mulai belajar bikin LOA, motivation letter, recommendation letter, dll sudah saya persiapkan. Semua sudah berjalan mulus alhamdulillah. Well….setelah merasa semuanya sudah siap, barulah saya meminta izin orangtua.
Awalnya orang tua aku pancing dengan pertanyaan perumpamaan, tidak langsung to the point ke LN. “Ibu, misalkan halimah lanjut S2 ke LN bagaimana?. Ibu ndak usah khawatir masalah biaya. In syaAllah Halimah bisa mandiri kuliah seperti S1 menggunakan beasiswa dan part time”. Jawaban ibuku mencengangkan, “Ibu tidak meridhoi putri Ibu menuntut ilmu ke LN, apalagi kamu perempuan. Perempuan itu kalau keluar jauh harus ditemani makhram. Di sana kamu yang jaga siapa, walaupun hakikatnya yang menjaga Allah, tetap Ibu khawatir apalagi di luar pergaulan bebas. Nah bagaimana makanan di sana, apa negara yang kamu tuju pasti halal makanannnya, mudah tidak menemukan makanan halal?. Lalu thoharoh (sesuci)-nya bagaimana, menggunakan tisu saat buang air kecil, itu dalam fiqih bagaimana?. Pikirkan akheratmu sayang. Pikirkan akheratmu, kenapa tidak nyari beasiswa S2 di Indonesia saja?”.
Jawaban Ibu dengan sederet pertanyaan di luar dugaanku itu membuat dadaku semakin sesak. Akupun mencoba menjelaskannya pelan-pelan. “Bu, ibu tidak usah kawatir masalah kehalalan makanan di sana, sekarang modern Bu. Halal food (makanan halal) mudah dijumpai. Untuk masalah thoharoh (sesuci), ibu tidak usah khawatir, kan bisa thoharoh pakai air, di LN masih banyak air kog.” Lalu ibu pun menjawab, : “Ibu tetap tidak meridhoimu sayang. Di LN itu rata-rata individualis, kalau kamu sakit yang ngerawat siapa. Ya kalau temanmu peduli, kalau tidak. Kamu akan mati di kos-an saat sakit tak ada yang merawat. Sekali lagi, kenapa tidak di Indonesia saja. Ibu tidak akan mengizinkanmu keluar jauh kecuali ditemani makhram atau kalau kamu sudah nikah ditemani suamimu. Di Indonesia saja, coba lihat, banyak tetangga sekeliling rumah yang hamil di luar nikah bukan. Itulah mengapa dari kecil, bapak ibu selalu memantau pergaulanmu, tidak membiarkanmu pergi dengan laki-laki kecuali makhram atau kalau pergi ditemani bapak atau ibu. Kehormatan seorang wanita terletak pada kesuciannya sayang. Serahkan kesucianmu hanya pada suamimu saja. Ibu tidak meridhoimu ke LN. Titik”.
Suasana pun memanas, aku terdiam dan mataku berkaca-kaca hampir menumpahkan lahar dingin di pipi. “Tapi bu,” selaku. “Tidak ada tapi-tapian, ibu tidak meridhoimu kuliah di LN, kalau mau ya di Indonesia kalau ndak ya mondok atau kerja. Kalau ke LN atau ke luar Jawa syaratnya harus ditemani makhram atau suamimu”. Rasanya semakin menjelaskan ke Ibu semakin sia-sia, karena selalu saja ada alasan Ibu untuk menolak dan tidak meridhoiku ke LN. Antara kecewa, sebal, sedih bercampur jadi satu. “Ah ya Rabb, yang bikin trouble anak tetangga, hamil di luar nikah. Kenapa aku yang kena imbasnya? Keluar tolabul ilmi pun dilarang dengan alasan karena bapak tidak bisa menemani ke LN. Halimah bisa jaga diri baik-baik kog, Halimah bisa membatasi diri untuk pergaulan dengan laki-laki. Tetap saja tidak boleh. Masak untuk bisa kuliah ke LN harus nikah dulu, ya kalau suami juga mau lanjut ke LN, kalau tidak bagaimana. Percuma dong nikah kalau ke LN nya juga sendiri. Apa harus nikah dengan lelaki yang sevisi mau lanjut  studi ke LN, tujuan negara sama, tujuan universitas sama. Memang semudah itu dapat pasangan yang semuanya serba sama. Konyol, pikiran macam apa ini”. Setelah bermalam-malam kupikirkan namun tidak bertemu titik terang solusinya, maka kuputuskan mengubah haluan dari kuliah ke LN menjadi lebih baik mencari pengalaman kerja saja. Entah mengapa aku belum ada “greg” di hatiku untuk kuliah S2 di Indonesia. Daripada debat, yang muda ngalah, anak taat orang tua, walau itu sangat menyesakkan.
Sebenarnya sejak Mei 2016, aku sudah keterima kerja sebagai Research and Development di salah satu perusahaan kosmetik. Tapi belum aku ambil karena ambisiku pengen kuliah ke LN. Makanya sejak kelulusan 15 September 2016 dan wisuda Oktober 2016, aku sibuk menyiapkan diri bimbingan dan menyiapkan persyaratan untuk ke LN. Meskipun hasilnya NIHIL. Pada 13 Desember 2016, aku memutuskan mendaftar kerja di perusahaan desain interior sebagai business development. Aku pun menjalani serangkaian seleksi dari tahap administrasi, seleksi berkas hingga tahap wawancara. Alhamdulillah lolos. Rasanya bahagia banget begitu keterima sebagai business development. Begitu aku sampai rumah, aku ditanya Ibu. “Bagaimana seleksimu?”. Sontak dengan senyuman bahagia aku pun menjawab, “Alhamdulillah lolos Bu”. Lalu ibu pun bertanya, “Bagaimana dengan bosmu, lingkungan kerjamu?”. Aku pun menjelaskan, “Bosku beraliran wahabi Bu. Tapi beliau baik tidak memaksaku untuk seperti beliau. Beliau memberikan fasilitas apapun yang aku butuhkan untuk pengembangan bisnis perusahaan”. Ibuku pun menjawab, “Ibu tidak meridhoimu bekerja disana. Bila engkau taat Ibu, resign-lah. Itu trik atau cara ia perlahan menarik kamu ke sana sayang. Wahabi itu radikal dan anti nasional. Ibu tak  mau putri kesayangan Ibu menjadi radikal dan tidak cinta tanah air. Jangan tergiur iming-iming gaji gedhe sayang”.
Aku berada pada dilema berat, maka aku pun menghubungi Mas Adi, sahabatku yang biasanya nyaranin aku. Mas Adi bilang: “Dek taat ibu saja. Birrul walidain lebih baik. Kalau menurut mas, mas juga sama seperti ibumu. Mas akan khawatir bila putri kesayangan Ibu menjadi radikal”. Entah mengapa nasehat Mas Adi begitu menyejukkanku, aku pun taat Ibu dan memutuskan resign (mengundurkan diri). Mas Adi itu sahabatku yang paling kalem kalau nyaranin, lembut, pokoknya enak didengar katanya. Ya wajar karena di samping beliau alumni UNDIP, beliau juga alumni pesantren hehe.
Pada bulan Januari 2017, aku mendaftarkan diri sebagai SBMPTN Tutor di Lembaga Bimbingan Belajar BIAS (Belajar Itu Asyik Sekali) di Pare, Kediri, Jawa Timur. Alhamdulillah aku lolos seleksi mengajar SBMPTN. Gaji Halimah 3 juta/ bulan, mendapat tunjangan makan dan tempat tinggal. Tapi Halimah cuman minta kontrak lebih pendek, cuman 10 Hari. Karena pada tanggal 20 Januari Halimah Harus seleksi wawancara IM (Indonesia Mengajar) di Yogyakarta, dari 10.256 pendaftar IM, yang lolos seleksi wawancara ada 210. Dan dari 210 nanti diambil 40 delegate Indonesia Mengajar. Alhamdulillah, segalanya indah kalau disyukuri. Pengumuman lolos IM (Indonesia Mengajar) adalah tanggal 10 Februari hingga 10 Maret. Seleksi Indonesia Mengajar meliputi: seleksi tulis (TPA), seleksi FGD (Focus Group Discussion), seleksi wawancara, seleksi psikologi (menggambar), seleksi micro teaching mengajar. Pada bulan Februari 2017, sambil masa menunggu. Halimah membuka “Bimbingan Belajar Halimah” di rumah yang mengajar anak SD, SMP, SMA. Alhamdulillah ramai, dan muridnya banyak bahkan hingga 60 murid hampir tiap hari. Kegiatannya seru, rumah ramai anak-anak hingga penuh. Bahagianya itu, anak-anaknya lucu-culu sehingga bikin aku seneng dan awet muda. Senengnya lagi pas mengetahui nilai anak-anak mengalami peningkatan setelah mengikuti bimbingan belajar denganku. Alhamdulillah.
Bulan Maret, tanggal 10 Maret 2017, Halimah mendapatkan pengumuman IM. Ternyata kehendak Allah lain, Halimah gagal di tes kesehatan. Mencoba berhusnudzan, mungkin itu yang terbaik untuk Halimah. Lalu pada tanggal 20 Maret Halimah ikut seleksi wawancara sebagai Medical Delegate di Perusahaan Nestle, dan menyedihkannya disyaratkan wajib memiliki SIM A dan bisa nyetir mobil. Halimah ndak bisa nyetir mobil, alhamdulillah ditolak. Belum rizki, Halimah curhat Pak Satriyo (Dosen UI yang dekat sekaligus konsultan Halimah). Bapaknya bilang “Hal kenapa ndak bilang ke Bapak kalau syaratnya bisa nyetir mobil, kalau kamu bilang bisa Bapak latih sebelum seleksi”. Yah namanya belum rizki, Halimah memang menceritakan sesuatu itu kalau sudah terjadi kalau belum, takut dianggap omdo (omong doang), mending biar hasil yang bicara (sudah kejadian).
Selanjutnya ada lowongan kerja di Bank, Halimah ikut seleksi di Bank. Seleksinya terdiri dari seleksi berkas dan wawancara. Alhamdulillah pas Halimah wawancara, manager Bank-nya lewat, dan tertarik ke Halimah. Melihat semua berkas Halimah (CV, Cover letter, achievement, dll) menggunakan bahasa Inggris, beliau tertarik. Terus Halimah disodori tulisan berbahasa Inggris satu halaman, diminta menterjemahkan. Alhamdulillah bisa dan sebelum pengumuman Halimah sudah dikasih sinyal sama manager langsung, accepted. Rasanya seneng, pas pulang wawancara, senyum merekah. Tetapi kehendak Allah berkata lain, orang tua Halimah dan adik Halimah tidak meridhoi anaknya kerja di bank.
Bapak, Ibu, adik tidak ridho bila engkau kerja di Bank, nak. Di bank itu ada unsur ribanya, riba itu dalam islam hukumnya haram. Meskipun ada 2 pendapat ulama, ada yang mengharamkan dan membolehkan. Tapi Bapak, Ibu dan adik tetap nggak ridho. Lebih baik mencari pekerjaan lain nak daripada kita memakan harta yang bercampur riba. Perlu kau ingat sayang bahwa perut yang kemasukan makanan dari hasil uang haram atau syubhat akan sulit sekali menerima datangnya hidayah, menolak nasehat, dan cenderung mudah maksiyat. Jangan kerja yang berkaitan dengan unsur riba ya!. Keputusan ada di tangan kamu, tapi bila kamu nekad kerja di bank. Uangnya tidak usah kamu berikan keluarga, untuk dirimu sendiri saja. Ibu tidak mau menerima uang yang bercampur riba.”
Spontan air mataku menetes. Ternyata memperoleh pekerjaan yang diridhoi orangtua bukanlah hal mudah. Saat aku keterima dan lolos seleksi berkali-kali, aku harus menghadapi kenyataan pahit bahwa kedua orang tuaku menolak. Buat apa aku kerja, kalau orang yang sangat aku cintai (bapak, Ibu, dan adik) tidak meridhoi, terlebih tidak mau menerima uang dariku. Aku kerja kan pengennya buat membahagiakan orang-orang yang aku cintai. Ketika Aku ditelfon untuk menandatangani kontrak dengan bank, langsung aku mohon resign (mengundurkan diri) sebelum ttd kontrak. Kalau kerja di bank, sudah TTD kontrak lalu resign itu bahaya, dendanya bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta. Jadi sebelum memutuskan resign di tengah jalan, lebih baik resign sebelum TTD kontrak kerja. Kecuali kalau mantab kerja di sana, silahkan dilanjut TTD kontrak kerjanya.
Aku mencoba mendaftar di Perusahaan Asuransi dan alhamdulillah keterima. Lagi-lagi aku dihadapkan kenyataan pahit bahwa kedua orang tuaku tidak menyetujuiku bekerja di sana. Kedua orangtuaku berdalih bahwa bekerja di asuransi ada unsur riba dan ghoror (akal-akalan)-nya bila ditinjau secara fiqih. Dengan berat hati, aku pun memilih taat orangtua. Aku menceritakan apa yang kualami terkait kerja resign terus pada Kak Fazi. Kak Fazi adalah temanku seorganisasi sewaktu kuliah, kebetulan dia dari Psikologi. Jadi pikirku sangat tepat bila aku mendapatkan saran darinya. Kak Fazi berkata:
Hidup-hidup kamu, ngapain kamu mau diatur orang lain sekalipun orang tuamu. Kamu sudah dewasa, kamu lebih tahu yang terbaik untuk dirimu daripada orang tuamu. Jangan mau terkekang, hidupmu ya carilah kesukaanmu yang bisa membuatmu nyaman. Yang merasakan nyaman tidak ya kamu, yang merasakan dampak dari keputusanmu ya kamu bukan orang tuamu. Lakukan apa yang menjadi kesukaanmu yang sekiranya menurutmu yang terbaik. Toh bekerja juga untuk memperbaiki perekonomian keluarga. Kapan majunya kalau terkekang terus,” ucap Kak Fazi padaku.
Lalu aku harus bagaimana kak?,” tanyaku.
Kejar mimpimu, entah kuliah ek LN atau bekerja di tempat yang kamu sukai. Buktikan kamu bisa, nanti orangtuamu pun akan merestui. Kabur, setelah berhasil kabari ortumu pasti mereka beralih dari tak merestuimu menjadi membanggakanmu,” papar Kak Fazi.
Tidak segampang itu kak, ortuku sangat memandang dari segi agama dan fiqih. Mereka menyayangi akheratku. Beliau bilang, jangan terlalu mengejar dunia, kehidupan akherat abadi. Persiapkan ibadah untuk kehidupan abadi.
Ya sudah, kalau kamu mau terkekang. Hidup-hidupmu sendiri, toh yang menderita juga kamu bukan aku
Begitu mendengar ucapan Kak Fazi demikian, hal itu membuatku lemas tak berdaya. Tiba-tiba saat itu juga aku mengalami depresi berat, rasanya benar-benar down bila mengingat untuk kesekian kalinya resign terus, mau kuliah ke LN juga dilarang, semuanya serba dilarang. Rasanya pikiran buntu, dan saat itu pula aku menangis. Saat itu pun perasaanku hancur, dadaku terasa sesak untuk bernafas dan suara angin malam pun senyap tak seperti biasanya seolah mengiyakan jeritan tangisku. Lalu aku mengemasi bajuku ke dalam koper. Pikiranku nanar, aku pun diambang tanpa sadar. Di otakku masih terngiang-ngiang kata Kak Fazi. Aku pun sudah menenteng koper keluar rumah pada malam hari, Ibuku menangis. Bapak mengejarku dan menasehatiku. Aku masih terdiam terpaku. Hatiku bergejolak dan perih begitu melihat ibuku menangis. Melihat ibu menangis seperti menyakiti hatiku sendiri.  
Ya Allah, kebodohan macam apa yang aku lakukan. Sebenarnya aku memperjuangkan cita-citaku ataukah melukai perasaan orangtuaku. Bimbing aku ya Rabb, maafkan atas khilaf dan dosaku”.
   Aku pun mencoba menghubungi Mas Adi, sahabatku yang ketika berkata menyejukkan pikirku. Kembali Mas Adi menasehatiku, “Dek, taatilah ibumu. Surga wanita sebelum menikah bersama ridho kedua orangtuanya. Ridho Allah bersama ridho kedua orangtua”. Sejenak aku terdiam dan merenung, kupikirkan baik-baik nasehat Mas Adi. Begitu indah dan menyejukkan pikirku, lain halnya pernyataan Kak Fazi yang selalu mengomporiku untuk menentang orang tua, memberontak hingga membuat ibuku menangis. Spontan aku menyadari kesalahanku, aku duduk bersimpuh di hadapan ibuku. Aku mencium tangannya lalu memeluknya.
Bu maafkan aku ya Bu. Aku telah menyakiti hati ibu. Maafkan aku bu”.
Iya nak, ibu memaafkanmu,” jawab Ibu sembari memelukku.
Semenjak kejadian itu, aku berjanji pada diriku bahwa aku akan taat ibu. Aku tak akan kabur lagi sekalipun dikomporin oleh siapapun. Hal yang menyakitkan, kak Fazi yang mendorongku kabur. Tetapi saat aku kabur beneran, kak Fazi lepas tanggungjawab. Teringan saat aku bertanya, “Kabur kemana kak?”. Jawabnya, “Ya ke rumah temanmu atau kemana aja yang kamu mau. Ya bukan urusanku itu kamu mau kemana”. Aku pun mengelak, “Lah kakak kan yang nyuruh aku kabur”. Dari situlah aku tersadar, kak Fazi hanya mau menghancurkan aku, melawan orangtuaku. Seandainya dia peduli padaku, pasti dia bilangnya begini, “Kabur ke temanmu dulu yang wanita dek sementara, atau aku carikan kenalanku yang putri dek”. Dan bodohnya diriku, mungkin bisa jadi itu dendam kak Fazi. Dia memperalat kekosonganku saat depresi dan dilema berat untuk menghancurkanku, terlebih dahulu cintanya pernah kutolak. Padahal menolakku kalem, lembut. Aku tak siap berpacaran, karena aku mau fokus ke masa depan, selain itu juga aku menganggapnya sebagai teman biasa, tak lebih. Aku tak menaruh perasaan yang sama dengannya. Waktu itu dia bilang bisa terima akan keputusanku yang fokus masa depan, dia juga mengatakan kalau kita bersahabat, namun faktanya berbeda ternyata ada selimut dendam. Aku husnudzan dengan Kak Fazi karena sebelum aku tolak pun kami sudah bersahabat dan biasanya dia baik denganku.
Bagaimana mungkin aku menyakiti ibu yang telah mengorbankan nyawanya untuk melahirkanku ke dunia?. Bagaimana tega aku melukai hati wanita yang telah merawat dan membesarkanku dari kecil hingga dewasa?. Sementara aku lebih percaya Kak Fazi, sosok yang berkedok sebagai sahabat yang sejatinya ingin menyakitiku karena cintanya tertolak. Siapa ibuku? Aku sudah mengenalnya sejak dalam kandungan. Bagaimana Kak Fazi yang mempengaruhiku kabur?. Dia hanya orang baru yang menjelma seolah perhatian padahal sejatinya menaruh dendam. Suatu kebodohan bagiku pernah membuat ibu menangis hanya karena sebuah ambisi ke LN dan karir dengan iming-iming gaji yang gedhe. Aku terlalu naif dan ambisi memperoleh gaji yang besar sebagai modal bagiku untuk mendirikan yayasan sosial tanpa memikirkan perasaan ibuku yang mengkhawatirkanku. 
Sebagai bentuk permintaan maafku, aku ingin membelikan pulsa TCASH pada ibuku saat aku merantau agar memudahkanku untuk berkomunikasi dengan keluarga. Kelebihan lain dari TCASH adalah kita dapat mendownload Aplikasi & mengaktifkan TCASH di smartphone dengan mudah. Cara pakai TCASH cukup mudah, transaksi non tunai tinggal klik di HP. Kita juga bisa melakukan pengisian saldo TCASH melalui rekening bank (ATM, mobile banking, atau internet banking), Indomaret, Alfamart, GraPARI, dan agen TCASH. Kita bisa membayar Merchant TCASH dengan fitur TAP (NFC) atau SNAP (QR Code). Selain itu, kita juga bisa mendapatkan beragam promo special dari merchant, pelanggan dapat mengunjungi graPARI terdekat untuk mengaktifkan layanan TCash Tap. Jadi tidak salah seandainya aku memilih membelikan pulsa TCASH sebagai bentuk permintaan maafku.
Akhir Maret 2017, aku mendapatkan panggilan kerja di Perusahaan Kelapa Sawit di Kalimantan. Dan ibu tidak merestuiku karena jauh dan beliau mengkhawatirkanku. Aku pun mentaati ibu. Ibu lebih tahu yang terbaik dariku daripada aku. Pada 5 April 2017, Halimah berangkat ke Depok diterima kerja di perusahaan kosmetik. Alhamdulillah. Begitu sampai Stasiun Pasar Senen, aku langsung dijemput driver dari bosku. Aku diterima sebagai staff Research and Development (R&D). Selama di Depok, aku mendapatkan perlakuan yang baik sama Bos. Selain di Research, aku juga sering diajak meeting, menyambut kunjungan kerja menteri keuangan (MENKEU) dan MENRISTEKDIKTI (Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi), menyambut kunjungan kerja Bule dari Universitas di Australia, serta presentasi produk di hadapan client.
Ketika aku masih di R&D, aku sering mendapatkan perlakuan buruk dari supervisorku tanpa sepengetahuan dari bosku. Aku dikerja’in dan dibully. Diminta belanja handuk ke pasar. Sementara aku nggak tahu tempatnya karena aku baru stay di sana, aku memang berani ke pasar yang notabennya cukup jauh dari lokasi kantor dengan tanya-tanya. Tapi, jujur rasanya sangat menyakitkan hati, beli-beli itu kan tugas Office Boy/ Office Girl atau bisa juga Field Purchaser Staff. Research and Development (R&D) kog diminta beli-beli, jujur kecewa banget sama supervisorku di R&D. Bukan hanya itu, aku juga sering diacuhkan saat minta tugas kerja dan aku pernah dipaksa suruh ngeramasin karyawan laki-laki sebagai uji produk shampoo sampai aku nangis dan nolak, takut.
Rasanya aku ingin menceritakan perlakuan buruk supervisorku pada BOS, namun kesannya pengadu, akhirnya aku memilih diam dan aku pendam. Ternyata sahabatku, lapor ke HRD kalau aku diperlakukan buruk supervisorku. Supervisorku ditegur Bos. Dan ketika aku mau resign, ditahan Bos, dipindah dari R&D  menjadi Solid Product Developer and Own Brand Company Developer di perusahaan milik Bos yang satunya lagi (perusahaan lainnya). Di perusahaan ini aku diperlakukan baik, semua karyawan menyambutku ramah. Tapi belum bisa mengobati kekecewaan selama 2 bulan sama atasan (supervisor di R&D) dulu. Aku masih teringat saat aku dicuekin (tidak diberi tugas sendiri), dimarahin, dibully gara-gara dekat Bos dan diajak presentasi. Karena sudah terlanjur kecewa, aku memutuskan resign. Aku memang karyawan baru, tapi perlakuan Bos padaku sangat baik dan dan memberikan kepercayaan penuh begitu melihat prestasi dan kompetensiku, mungkin hal itulah yang membuat supervisorku iri dan sering ngebully aku.  
Sebelum resign, aku sudah searching lowongan pekerjaan. Aku pun mendaftarkan diri sebagai “Biology Teacher” di SMP Anak Terang (International School Berbasis Billingual School). Oh ya, SMP Anak Terang (International School Berbasis Billingual School) ini yayasan milik swasta. Meski demikian, sekolah tersebut keren, kesehariannya murid-muridnya dilatih berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Mayoritas siswanya dan guru-gurunya dari ethnis Thionghoa yang mayoritas beragama Khristiani dan Khatolik, tetapi toleransinya cukup baik. Tak hanya itu, mayoritas muridnya adalah anak-anak orang kaya (golongan upper class). Seleksinya menjadi guru di SMP tersebut cukup lumayan ketat. Seleksi pertama adalah seleksi berkas, alhamdulillah lolos. Seleksi kedua adalah wawancara dan micro teaching (Praktek mengajar dengan murid kelas IX). Begitu seleksi wawancara menggunakan 2 bahasa, pertama Bahasa Indonesia dan kedua Bahasa Inggris. Alhamdulillah seleksi berjalan dengan lancar, semua pertanyaan dapat terjawab dengan baik.
Lanjut seleksi micro teaching, aku mengajar genetika. Metode yang kugunakan pada anak-anak adalah metode tanya jawab interaktif, jadi bukan hanya guru yang aktif menjelaskan tapi murid juga aktif bertanya dan menjawab. Jadi sistemnya saya menjelaskan, di tengah menjelaskan dan setelah menjelaskan saya beri quis. Sementara Bu Syelfi (Kepsek) duduk di belakang siswa, mengamati cara mengajar saya. Microteaching berjalan lancar, anak-anak riang, aktif dan paham apa yang saya jelaskan.  
Bu Syelfi langsung memelukku, berjabat tangan dan menyatakan bahwa aku lolos seleksi. Kalau aku siap, segera TTD kontrak, dan SK Guru akan langsung dikeluarkan Yayasan. Aku bahagia, karena sebelumnya juga ada yang seleksi-seleksi tetapi belum dinyatakan lolos. Setelah micro teaching, aku langsung di ACC lolos, alhamdulillah. Aku meminta salary mengajar 5 juta/ bulan, dan sudah mau dinegokan sama pemilik Yayasan kalau aku sudah deal TTD kontrak (just info, rata-rata salary guru di sana adalah 4 juta/ bulan). Aku meminta salary di atas rata-rata, karena menurutku salary sesuai kualitas, dan bagi mereka salary bukan masalah untukku. Jadi sama-sama sepakat, musyawarah. Sebelum mengambil keputusan TTD kontrak, aku meminta waktu 2 hari untuk telfon Ibu untuk meminta restu Ibu.  Karena keyakinanku, ridho Allah bersama ridho kedua orang tua, maka aku harus meminta restu orangtua.
Menurutku, bekerja di lingkungan yang mayoritas non muslim (penganut agama Kristen dan Katholik) itu hal yang menarik, memacu adrenalin dan merupakan tantangan baru karena aku berada sebagai minoritas (pemeluk agama Islam/ muslim). Tantangan pertama, aku berhasil dimana aku berhasil melobby dan boleh mengenakan hijab. Strategi yang kedua, aku mau dakwah Islam melalui ilmu, sains, prestasi, dan akhlak. Tanpa perlu koar-koar, kalau akhlak bagus dan prestasi kerja bagus kan orang dengan sendirinya tertarik, sebagaimana taktiknya sunan kalijaga dulu ketika mengajak orang memeluk agama Islam. Aku juga akan belajar pluralisme, menurutku ini adalah hal sangat menyenangkan. Aku teringat, dimana dulu sebelum ada agama Islam yang dibawa Rosulullah, semua penduduk di Makah dan Madinah mayoritas pemuja berhala. Apa yang dilakukan rosulullah?. Ya berdakwah pada pemuja berhala agar beralih menyembah Allah swt. Selain itu rosulullah juga berdakwah melalui akhlak yang bagus (terbukti julukan Rosulullah adalah Al Amin) dan prestasi Rosulullah (Rosulullah kecil sudah terkenal, sebab dikitab-kitab injil dan para ahli kitab sudah diceritakan ciri-ciri Nabi Akhiruz Zaman). Alhamdulillah sebagai hasil kerja keras perjuangan rosulullah sekarang Islam dikenal di seluruh dunia.
Namun kenyataan berbeda, begitu aku menelfon orang tua. Mereka tidak mengizinkan aku bekerja di tempat yang mayoritas orangnya beragama non Islam, orang tuaku khawatir bila aku menjadi murtad (keluar dari islam) dan pindah agama seperti yang terjadi pada 2 tetanggaku, pindah agama karena bekerja dilingkungan non Muslim. Aku sudah melobby dan mengutarakan alasanku detail seperti di atas. Kami pun sempat berdebat. Aku teguh pendirian, bahwa aku tidak akan terbawa arus, namun akulah yang akan membawa arus. Kalau masalah prinsip, prinsip tetap nomor satu, sekalipun disogok satu milyar supaya prinsipku berubah, aku tak akan mau. Aku meyakinkan keluargaku kalau aku baik-baik saja, dan aku tak akan keluar islam. Tetap saja orang tuaku teguh pendirian dan tidak mengizinkanku bekerjan di lingkungan yang mayoritas non Muslim. Akhirnya aku mengalah setelah mendengar pernyataan ini dari ibuku:
“Kalau engkau tetap kerja di sana. Ibu nggak ridho. Bapak Ibu ndak mengakui engkau sebagai anak. Ibu Bapak ndak mau menerima uang dari kamu. Kerja itu yang penting halal nak, politikmu seberapa. Ibu bapak khawatir kamu malah murtad, lihat tetanggamu (Mas P, Mkak W dan mbak P) yang pindah agama. Ibu nggak mau. Ibu ndak gila harta dunia, yang penting halal, cukup, disyukuri. Kamu kerja buat dirimu sendiri nggak papa, nggak usah mikirin Ibu. Yang penting halal, toyyib di lingkungan muslim”.
Jujur, terasa sangat berat jika aku tak diakui anak, tentu saja aku lebih memilih orangtua daripada pekerjaan. Daripada kehilangan orangtua, lebih baik kehilangan pekerjaan. Pekerjaan, uang bisa dicari lagi. Kalau orangtua kandung, di toko tidak bisa beli e hehe. Dengan berat hati, akhirnya aku menelfon Bu Syelfi (Kepsek) bahwa aku mengundurkan diri sebagai guru karena orangtua tidak merestui. Setelah resign, aku pun menghubungi Mas Adi menceritakan perihal yang aku alami dan meminta sarannya. Entahlah, bagiku sejak awal menitih karir, orang yang selalu menasehatiku dengan lembut dan bisa membawaku pada kebaikan dan gerbang ketaatan pada orang tua adalah Mas Adi.
Mas, ibu memintaku resign kembali. Tapi kali ini aku tak kabur, aku taat. Aku in syaAllah mau birrul walidain. Pengorbanan cita-citaku untuk menuruti ibu tak ada apa-apanya dibanding pengorbanan ibu ketika melahirkanku ke dunia. Benarkah keputusanku itu mas, aku butuh pencerahan darimu?”
Justru aku salut denganmu dek, banyak pengorbananmu demi taat Ibu. Taat ibu saja ya dek. Mas lebih suka kamu taat Ibu. In syaAllah keputusanmu sudah benar. Kamu itu mandiri ya dari kuliah, juga suka berkorban untuk orang yang kamu cintai?”
“Hehe, iya mas. Makasih support-nya ya. Jazakumullah khoir”.
“Afwan. Iya dek”.
Paska resign sebelum TTD kontrak dari SMP Anak Terang, aku masih bekerja di perusahaan kosmetik tempat bekerjaku dulu hingga akhirnya aku mencari alasan yang tepat untuk resign karena tidak betah sebab selain pernah dibully dan juga lingkungan kantor yang tidak kondusif. Banyak sekali kujumpai kasus perselingkuhan baik perselingkuhan antara Bos dengan karyawan maupun karyawan dengan karyawan. Rasanya miris dan ingin mendakwahi mereka, namun siapalah aku?. Aku hanya karyawan baru, belum dakwah saja sudah dibully karena prestasi, kompetensi sebab iri. Apalagi bila berdakwah, bisa dimusuhi dan keselamatanku terancam, apalagi jauh dari orang tua. Maka aku memilih untuk dakwah lewat akhlak dengan bertutur kata santun, lembut, serta bersikap baik (jujur, amanah, rendah hati, dll). Salah satu bentuk dakwahku adalah mengajar mengaji (dongeng islami dan fiqih) pada anak-anak buruh pabrik dan anak-anak warga sekitar setiap malam Senin, Rabu, dan Jum’at. Anak-anak yang mengaji banyak dan yang antusias mengikuti kegiatan juga banyak menambah semangatku tersendiri dibalik sedihnya aku saat siang hari melihat lingkungan kantor yang penuh perselingkuhan dan tak pernah sepi dari gosib.
KETIKA CAHAYA HIJRAH MEMANGGIL
Berhari-hari aku memikirkan nasibku, bila aku tetap berdiam diri pada lingkungan yang tak kondusif. Aku khawatir aku pun terjerumus pada hal negatif, perselingkuhan. Maka  aku pun memutuskan resign dan kembali ke Blora. Aku mengambil keputusan resign tepat saat aku mendapatkan promosi naik jabatan. Bagiku, persiapan untuk kehidupan akheratku jauh lebih utama, aku butuh lingkungan yang mendukung bakat dan kemampuanku berfikir. Keputusanku untuk resign  dan mau mondok di Pesantren sekaligus menjadi pengajar di Pesantren ini didukung penuh oleh Mas Adi. Mas Adi selalu menyemangatiku dan mendukungku untuk selalu birrul walidain dan mengaji.
Mas ikut bahagia dek dengan keputusanmu yang memilih mondok. Toh tugas perempuan kan sebagai madrosah anak ketika berumah tangga,” kata Mas Adi.
Terimakasih Mas selalu menasehati dan mendukung Halimah sejak awal menitih karir paska kelulusan. Terimakasih atas saran-saran yang membangun,” jawabku.
Sama-sama dek”.
Oh ya, Mas Adi ini adalah sahabatku. Ia adalah salah satu inspirator sekaligus motivator yang selalu mendukungku untuk birrul walidain disamping mendukung bakatku. Dari lima sahabatku, kata Mas Adilah yang paling sejuk kudengar. Bagaimana tidak?. Beliau penyampaiannya kalem, lembut, perhatian, dan selalu mendukungku dalam ketaatan. Beliau juga membimbing dan mengarahkanku untuk menjadi wanita solekhah yang cerdas dan taat orangtua. Usiaku dan Mas Adi sepantaran, hanya terpaut 2 bulan. Bila aku lahir di bulan April, Mas Adi di bulan Februari. Entah mengapa, aku merasakan berbeda, kata-kata Mas Adi begitu sejuk di telingaku. Petuahnya begitu menentramkan batinku, sangat berbeda dengan yang lain yang mendorongku menjadi insan ambisi, Mas Adi justru membawaku pada cahaya hijrah tentang arti syukur, sabar, dan taat orangtua.   
Hal yang paling aku suka dari Mas Adi adalah beliau mendukungku untuk menjalankan proyek sosial. Ya dari kecil aku sangat mencintai kegiatan sosial. Bahkan aku pernah ambisi kerja di tempat bonafit yang gajinya gedhe, tiada lain gajinya ingin kutabung dan untuk mendirikan yayasan sosial. Meskipun qodarullah berbeda, aku belum bisa mendirikan yayasan sosial, namun setidaknya aku bisa berbakti sosial semampuku dengan komunitas sosial yang aku dirikan. Mas Adi mendukungku dengan kegiatan sosial mengajar anak buruh pabrik sewaktu aku masih bekerja di Jakarta, mendukungku mengajar anak-anak autis setiap sepekan sekali di Blora (bekerjasama dengan Yayasan Autis di dekat Pondok Pesantren), serta kegiatan sosial “Belajar Gratis Hari Jum’at sebagai hormat Sayyidul Ayyam”.
Cita-citaku yang sangat aku impikan dan aku berusaha menggapainya:
1.      Memiliki Yayasan Rehabilitasi Pelacur
Aku sering mendengar bahwa pelacur atau PSK (Pekerja Seks Komersial) itu dicaci, dihina bahkan dipandang rendah hingga dikucilkan di masyarakat. Nah sebagai bentuk dakwah dan kepedulian sosial, aku pengen punya yayasan untuk rehabilitasi pelacur. Dimana fokusnya adalah mengajak pelacur untuk taubat dan berhenti bekerja sebagai pelacur lalu diberikan pelatihan atau bimbingan serta penyaluran kerja di pekerjaan yang halal. Nah kegiatannya adalah siraman rohani tentang taubat, bimbingan dan pelatihan karya untuk bekal kerja yang halal.
2.      Memiliki Yayasan Yatim Piyatu
Entah mengapa aku sangat sayang terhadap yatim piyatu. Dulu pernah aku memiliki komunitas gerakan peduli yatim sewaktu kuliah. Dimana fokusnya mengajar yatim piyatu dan mengumpulkan dana untuk santunan yatim piyatu. Bagiku yatim piyatu itu mengajarkan kita arti syukur. Bersyukur karena masih diberikan kedua orangtua. Bukan hanya itu, terlebih kecintaanku pada rosulullah saw. Dimana rosulullah saw sudah yatim saat masih dalam kandungan dan menjadi yatim piyatu saat usia 6 tahun. Aku mencintai rosulullah saw, maka tak heran jika aku jua mencintai yatim.
3.      Memiliki Yayasan Rehabilitasi Orang Gila
Terkadang hal yang membuatku iba, teharu dan menangis adalah tatkala aku melihat orang gila di pinggir jalan. Aku membayangkan bila itu keluargaku, tentu betapa sedihnya aku. Dari situlah timbul cita-cita pengen punya rumah khusus untuk merawat orang gila terlantar di jalan, direhabilitasi hingga sembuh dan waras BIIDZNILLAH.
Nah keterkaitannya mengapa aku bercita-cita ingin menjadi pengusaha, agar aku bisa mandiri membiayai yayasan sosial yang aku gerakkan tanpa tergantung donatur. Bila aku belum bisa meraih ke sana saat ini, karena memang mendirikan yayasan butuh dana besar. Maka berbagi tak menunggu kaya, kulakukan semampuku dengan membentuk komunitas sosial, salah satunya komunitas peduli autis yang mengajar anak autis tiap sepekan sekali dan komunitas pengembangan bakat anak dimana aku sendiri yang berperan sebagai tutornya.
Alhamdulillah cahaya pesantren telah memberikan bekal aku untuk berlatih meraih mimpiku. Selain memperoleh ilmu agama di Pesantren, aku bisa berbagi inspirasi dan motivasi pada murid-muridku beserta para santri serta pengabdian sosial. Semua ini tidak lepas dari peran serta dukungan orangtua, adek dan Mas Adi. Mas Adi yang selalu mendukungku untuk birrul walidain, mengembangkan bakat anak-anak, dan bakti sosial. Kata yang selalu terkenang adalah saat beliau mengucapkan:
“Aku senang melihatmu yang manis, cerdas, berjiwa entrepreneurship, dan berjiwa sosial tinggi. Jaga terus birrul walidain ya”.
Kado dari Mas Adi saat ulang tahunku pun masih kusimpan, kupelajari dan kukenang. Dress berwarma biru terang agak keabu-abuan beserta kitab uqudillujen. Iya, aku sangat suka membaca kitab dan mengenakan dress yang simple tapi anggun. Terlepas dari kado, Mas Adi adalah sosok sahabat yang selalu mendukungku mengembangkan potensi dan bakat-bakatku. Beliau juga menasehatiku dan mengarahkanku ketika aku salah dengan kelembutan tutur kata dan solusinya. Aku pun tak tahu seandainya tak ada Mas Adi, alhamdulillah Allah kirimkan Mas Adi sebagai kado terindah, sahabat yang selalu mengingatkan akan kebaikan dan mendukung akan bakti sosial.
Selama di Pesantren, aku pun semakin sadar bahwa kehidupan akherat lebih penting daripada kehidupan dunia sebagaimana yang bapak ibukku ajarkan. Bahagia itu sederhana asalkan hidup penuh syukrur. Aku pun banyak belajar, selain belajar agama sebagai bekal kehidupan abadi di negeri akherat, juga sebagai bekalku ketika berumah tangga nanti. Tugas seorang istri adalah taat suami, mulai sekarang belajar dari taat orangtua. Surga wanita sebelum menikah adalah taat orangtua sebab ridho Allah bersama ridho kedua orangtuanya. Sementara surga wanita paska menikah adalah pada ridho suaminya sebab ridho Allah bersama ridho suaminya. Nah sebagai bekal menjadi seorang Ibu, aku perlu belajar sungguh-sungguh baik belajar ilmu agama, ilmu sains, ilmu sosial dan ilmu parenting. Tiada lain karena ibu adalah madrosah anak, jadi kelak aku harus membimbing putra-putriku dengan baik, mengarahkan mimpinya agar nyata, membimbingnya, mengembangkan bakat dan keahliannya, mendukungnya, menasehatinya ketika salah, dan lain sebagainya. Maka dari itu kupersiapkan dari sekarang. 
Pesan yang ingin kusampaikan adalah:
1.      Tiada manusia yang sempurna karena manusia tempatnya khilaf dan dosa. Namun jangan biarkan lumpur dosa itu menjadi siksa. Belajarlah dari masa lalu, perbaiki kesalahan yang pernah dilakukan dengan taubatan nasuha dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi kesalahan yang sama.
2.      Ketika berbuat salah atau menyakiti hati orang lain, maka segeralah meminta maaf. Tiada kata yang lebih baik dari kata “maaf” bagi orang yang salah.
3.      Selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan dan selalu bersabar atas ujian yang Allah berikan. Nikmat jangan sampai melalaikan hingga menjadikan kufur, cobaan jangan sampai menghantarkan pada su’udzan dengan Allah bahkan berputus asa. Selalulah husnudzan dengan Allah karena Allah lebih tahu yang terbaik untuk hambaNya.
4.      Jadilah manusia yang bermanfaat hidupnya karena sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang paling banyak manfaatnya untuk manusia lainnya, untuk lingkungannya. Latihlah kepedulianmu terhadap sesama dengan berbagi, latihlah kepedulianmu pada binatang dengan mengasihi dan memberi makan, latihlah kepedulianmu pada tanaman dengan menjaga kelestarian tanaman, dan latihlah kepedulianmu terhadap lingkungan dengan menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga kelestarian alam.
*****
Bahagia itu sederhana. Cukup syukuri apa yang kamu miliki maka bahagia pun akan kau peroleh. Bahagia bukan terletak seberapa mewah gaya hidupmu, seberapa banyak harta kekayaanmu. TETAPI tentang bagaimana kamu pandai bersyukur atas apa yang Allah berikan (Dewi Nur Halimah).
*****
Sahabat yang selalu setia menemani adalah amal kebaikan. Amal kebaikan akan menemanimu hingga di alam kubur bahkan ketika kekasihmu tak lagi menemanimu di sana. Teruslah menebar kebaikan dan beramal solekhah karena itu sahabat sejati hingga akhir hayat
(Dewi Nur Halimah).
*****
Orang yang mencintaimu bukanlah orang yang mendorongmu untuk maksiyat (melakukan tindakan dosa) melainkan orang yang mendukungmu untuk berbuat kebaikan, mengingatkanmu ketika salah dengan lemah lembut dan kasih sayang, serta orang yang menemanimu baik suka maupun duka. Dia yang dengan sabar membimbingmu menuju jalan surga
(Dewi Nur Halimah).
*****
Berbaktilah pada ibumu. Ibumu sangat mencintaimu, bahkan ketika engkau meminta maaf setelah melakukan segunung dosa yang menyakitinya, luasnya samudra maaf pun diberikan untukmu. Tak ada manusia yang mau mengorbankan jiwa, raga dan nyawa kecuali ibumu yang rela bertaruh nyawa demi melahirkanmu ke dunia. Esensi cinta adalah berkorban. Termasuk mengorbankan jiwa dan raga demi yang kita cintai bahagia
(Dewi Nur Halimah).

#BuatKamu   
#PakeTCASH