HALIMAH BINTI MASDARI

Tampilkan postingan dengan label syari'at islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label syari'at islam. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Maret 2019

FIQIH PEMBAGIAN HARTA WARISAN

FIQIH PEMBAGIAN HARTA WARISAN



Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kita jumpai kasus perselisihan antar saudara karena pembagian harta warisan. Dalam syari'at agama islam sendiri, ahli waris dan pembagian harta waris sudah diperinci dengan jelas. Sayangnya, tidak semua umat Islam melakukan syariat pembagian harta warisan, mereka lebih condong pada hawa nafsunya. Bahkan ada yang anak perempuan meminta bagian lebih banyak dari anak laki-laki, ada pula anak angkat mendapatkan hak waris, orangtua angkat mendapatkan hak waris, hingga menggunakan sistem bagi rata (pembagian harta waris antara anak laki-laki dan perempuan disamaratakan bukan 2:1) tanpa menggunakan aturan fiqih pembagian harta warisan .

Bolehkah yang demikian itu? Seorang muslim membagi harta warisan tidak berpedoman dengan syariat fiqih pembagian harta warisan melainkan menggunakan sistem bagi rata?. Tidak boleh. Semua aturan harta waris telah diatur dalam Al Qur'an sebagai pedoman hidup dan kitab fiqih bab waris, apabila seorang muslim tidak berpedoman dengan syariat islam, maka dia telah melanggar ajaran islam dan dosa hukumnya.

Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitab al-Fiqhul Manhaji menjelaskan bahwa aturan pembagian warisan yang diajarkan oleh Islam adalah aturan syariat yang permanen berdasarkan Al-Qur’an, sunah, dan ijma’ para ulama. Keberadaannya di dalam syariat adalah sebagaimana keberadaan hukum-hukum shalat, zakat, muamalat, dan hudud. Setiap Muslim wajib melaksanakan dan mengamalkannya, tidak diperkenankan mengubah dan menolaknya sepanjang masa.
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 36 tegas Allah menyatakan:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Artinya: “Dan tidaklah patut bagi seorang mukmin laki-laki dan tidak pula bagi seorang mukmin perempuan, bila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, ada pilihan lain bagi urusan mereka. Barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh ia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.”

Maka tidak ada pilihan bagi seorang Muslim dalam membagi harta warisan kecuali ia mesti menggunakan dan mengamalkan aturan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ini bisa dipahami dari dua ayat yang menutup serangkaian ayat yang menjelaskan perihal warisan.

Di dalam surat An-Nisa ayat 13–14, setelah menuturkan secara rinci perihal bagian masing-masing ahli waris, Allah menutupnya dengan memberikan janji dan ancaman sebagai berikut:

تِلْكَ حُدُودُ اللهِ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ * وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ

Artinya: “Itulah ketentuan-ketentuan Allah. Barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kebahagiaan yang agung. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar aturannya maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka, ia kekal di dalamnya. Dan baginya siksa yang menghinakan.”

Satu pernyataan yang ditulis oleh Dr. Musthafa Al-Khin (2013: 268):

ولا شك أيضا أن من أنكر مشروعيته فهو كافر مرتد عن الإسلام

Artinya: “Tidak diragukan pula bahwa orang yang mengingkari pensyariatan warisan maka ia telah kafir dan keluar dari agama Islam.”

ISTILAH ISTILAH DALAM ILMU WARIS 

Beberapa istilah dalam fiqih pembagian harta warisan antara lain adalah:

1. Asal Masalah (أصل المسألة)

Asal Masalah adalah:

أقل عدد يصح منه فرضها أو فروضها

Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian secara benar.” (Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji, Damaskus, Darul Qalam, 2013, jilid II, halaman 339)

Adapun yang dikatakan “didapatkannya bagian secara benar” atau dalam ilmu faraidl disebut Tashhîhul Masalah adalah:

أقل عدد يتأتى منه نصيب كل واحد من الورثة صحيحا من غير كسر

Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian masing-masing ahli waris secara benar tanpa adanya pecahan.” (Musthafa Al-Khin, 2013:339)

Dalam ilmu aritmetika, Asal Masalah bisa disamakan dengan kelipatan persekutuan terkicil atau KPK yang dihasilkan dari semua bilangan penyebut dari masing-masing bagian pasti ahli waris yang ada. Asal Masalah atau KPK ini harus bisa dibagi habis oleh semua bilangan bulat penyebut yang membentuknya.

Lebih lanjut tentang Asal Masalah akan dibahas pada tulisan tersendiri, insyaallah.

2. ‘Adadur Ru’ûs (عدد الرؤوس)

Secara bahasa ‘Adadur Ru’ûs berarti bilangan kepala.

Asal Masalah sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan dan digunakan apabila ahli warisnya terdiri dari ahli waris yang memiliki bagian pasti atau dzawil furûdl. Sedangkan apabila para ahli waris terdiri dari kaum laki-laki yang kesemuanya menjadi ashabah maka Asal Masalah-nya dibentuk melalui jumlah kepala/orang yang menerima warisan.

3. Siham (سهام)

Siham adalah nilai yang dihasilkan dari perkalian antara Asal Masalah dan bagian pasti seorang ahli waris dzawil furûdl.

4. Majmu’ Siham (مجموع السهام)

Majmu’ Siham adalah jumlah keseluruhan siham.

Setelah mengenal istilah-istilah tersebut berikutnya kita pahami langkah-langkah dalam menghitung pembagian warisan:

1. Tentukan ahli waris yang ada dan berhak menerima warisan

2. Tentukan bagian masing-masing ahli waris, contoh istri 1/4, Ibu 1/6, anak laki-laki sisa (ashabah) dan seterusnya.

3. Tentukan Asal Masalah, contoh dari penyebut 4 dan 6 Asal Masalahnya 24

4. Tentukan Siham masing-masing ahli waris, contoh istri 24 x 1/4 = 6 dan seterusnya.

AHLI WARIS ATAU ORANG YANG BERHAK MENERIMA HARTA WARISAN

Dalam kitab Matnur Rahabiyyah, Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi menuturkan ada 10 (sepuluh) orang dari pihak laki-laki yang berhak menerima warisan.

Ahli waris dari laki-laki ada 10:
1. Anak laki-laki (ibnun)
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki (ibnul ibni) terus ke bawah
3. Bapak (abun)
4. Kakek dari bapak (jaddun atau abul ab) terus ke atas
5. Saudara laki-laki (akhun) dari arah mana pun
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung (ibnul akhi syaqîq) dan anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak (ibnul akhi li ab)
7. Paman sekandung (‘ammun syaqîq) dan paman sebapak (‘ammun li ab)
8. Anak laki-laki dari paman sekandung (ibnul ‘amm syaqîq) dan anak laki-laki dari paman sebapak (ibnul ‘amm li ab)
9. Suami (zawjun)
10. Orang laki-laki yang memerdekakan budak (mu’tiqun)

Dalam kitab Matnur Rahabiyyah, Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi menuturkan ada 7 (tujuh) orang dari golongan perempuan yang berhak menerima warisan.

Ahli waris dari perempuan ada 7:

1. Anak perempuan (bintun)
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki (bintul ibni)
3. Ibu (ummun)
4. Istri (zawjatun)
5. Nenek (jaddatun)
6. Saudara perempuan (ukhtun) dari arah mana saja
7. Orang perempuan yang memerdekakan budak (mu’tiqun).

Apabila semua ahli waris laki-laki yang berjumlah sepuluh orang berkumpul maka sebagiannya terhalang oleh sebagian yang lain sehingga tidak mendapatkan warisan. Mereka yang tetap bisa mendapatkan warisan hanyalah tiga orang yakni:

1. Anak laki-laki
2. Suami
3. Bapak.

Sebagaimana disampaikan Imam Nawawi dalam kitab Raudlatut Thâlibîn wa ‘Umdatul Muftîn:

إِذَا اجْتَمَعَ الرِّجَالُ الْوَارِثُونَ وَرِثَ مِنْهُمُ الِابْنُ، وَالْأَبُ، وَالزَّوْجُ فَقَطْ

Artinya: “Bila para ahli waris laki-laki berkumpul semuanya maka yang berhak mewarisi dari mereka adalah anak laki-laki, bapak, dan suami saja.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Raudlatut Thâlibîn wa ‘Umdatul Muftîn, Beirut, Al-Maktab Al-Islami, 1991, juz VI, hal. 5)

Sedangkan apabila semua ahli waris perempuan yang berjumlah tujuh orang  berkumpul maka sebagiannya terhalang oleh yang lain sehingga tidak mendapatkan warisan. Mereka yang tetap bisa mendapatkan warisan hanyalah lima orang saja, yakni:

1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Ibu
4. Istri
5. Saudara perempuan sekandung.

Dalam hal ini di kitab yang sama Imam Nawawi menjelaskan:

وَإِذَا اجْتَمَعَ النِّسَاءُ، فَالْبِنْتُ، وَبِنْتُ الِابْنِ، وَالْأُمُّ، وَالزَّوْجَةُ، وَالْأُخْتُ لِلْأَبَوَيْنِ

Artinya: “Bila para ahli waris perempuan berkumpul semuanya maka yang berhak mewarisi adalah anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, istri, dan saudara perempuan sekandung.”

Lalu bagaimana bila semua ahli waris dari kedua belah pihak berkumpul semua, siapa yang berhak menerima harta waris? Lebih lanjut Imam Nawawi menuturkan:

وَإِذَا اجْتَمَعَ الصِّنْفَانِ غَيْرَ أَحَدِ الزَّوْجَيْنِ، وَرِثَ خَمْسَةٌ: الْأَبَوَانِ، وَالِابْنُ، وَالْبِنْتُ، وَأَحَدُ الزَّوْجَيْنِ

Artinya: “Dan apabila kedua belah pihak berkumpul selain salah satu dari pasangan suami istri maka yang mewarisi adalah lima orang, yaitu kedua orang tua (bapak dan ibu), anak laki-laki, anak perempuan, salah satu pasangan (suami atau istri).”


PERINCIAN BAGIAN SETIAP AHLI WARIS DAN PERSYARATANNYA.

BAGIAN ANAK LAKI-LAKI

1. Mendapat ashabah (semua harta waris), bila dia sendirian, tidak ada ahli waris yang lain.

2. Mendapat ashabah dan dibagi sama, bila jumlah mereka dua dan seterusnya, dan tidak ada ahli waris lain.

3. Mendapat ashabah atau sisa, bila ada ahli waris lainnya.

4. Jika anak-anak si mayit terdiri dari laki-laki dan perempuan maka anak laki mendapat dua bagian, dan anak perempuan satu bagian.

Misalnya, si mati meninggalkan 5 anak perempuan dan 2 anak laki-laki, maka harta waris dibagi 9. Setiap anak perempuan mendapat 1 bagian, dan anak laki-laki mendapat 2 bagian.


BAGIAN AYAH

1. Mendapat 1/6, bila si mayit memiliki anak laki atau cucu laki. Misalnya si mati meninggalkan anak laki dan bapak, maka harta dibagi menjadi 6, Ayah mendapat 1/6 dari 6 yaitu 1, sisanya untuk anak.

2. Mendapat ashabah, bila tidak ada anak laki atau cucu laki. Misalnya si mati meninggalkan ayah dan suami, maka suami mendapat ½ dari peninggalan isterinya, bapak ashabah (sisa).

3. Mendapat 1/6 plus ashabah, bila hanya ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Misalnya si mati meninggalkan ayah dan satu anak perempuan. Maka satu anak perempuan mendapat ½, ayah mendapat 1/6 plus ashabah.

Mengenai seorang anak wanita mendapat ½, lihat keterangan berikutnya. Semua saudara sekandung atau sebapak atau seibu gugur, karena ada ayah dan datuk.


BAGIAN KAKEK

1. Mendapat 1/6, bila ada anak laki-laki atau cucu laki-laki, dan tidak ada bapak. Misalnya si mati meninggalkan anak laki-laki dan kakek. Maka kakek mendapat 1/6, sisanya untuk anak laki-laki.

2. Mendapat ashabah, bila tidak ada ahli waris selain dia.

3. Mendapat ashabah setelah diambil ahli waris lain, bila tidak ada anak laki, cucu laki dan bapak, dan tidak ada ahli waris wanita. Misalnya si mati meninggalkan datuk dan suami. Maka suami mendapatkan ½, lebihnya untuk datuk. Harta dibagi menjadi 2, suami =1, datuk = 1

4. Kakek mendapat 1/6 dan ashabah, bila ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Misalnya si mati meninggalkan kakek dan seorang anak perempuan. Maka anak perempuan mendapat ½, kakek mendapat 1/6 ditambah ashabah (sisa).

Dari keterangan di atas, bagian kakek sama seperti bagian ayah, kecuali bila selain kakek ada isteri atau suami dan ibu, maka ibu mendapat 1/3 dari harta waris, bukan sepertiga dari sisa setelah suami atau isteri mengambil bagianya.


BAGIAN SUAMI

1. Mendapat ½, bila isteri tidak meninggalkan anak atau cucu dari anak laki.

2. Mendapat ¼, bila isteri meninggalkan anak atau cucu. Misalnya, isteri mati meninggalkan 1 laki-laki, 1 perempuan dan suami. Maka suami mendapat ¼ dari harta, sisanya untuk 2 orang anak, yaitu bagian laki-laki 2 kali bagian anak perempuan

*BAGIAN ANAK PEREMPUAN*

1. Mendapat ½, bila dia seorang diri dan tidak ada anak laki-laki

2. Mendapat 2/3, bila jumlahnya dua atau lebih dan tidak ada anak laki-laki

3. Mendapat sisa, bila bersama anak laki-laki. Putri 1 bagian dan, putra 2 bagian.

BAGIAN CUCU PEREMPUAN DARI ANAK LAKI-LAKI

1. Mendapat ½, bila dia sendirian, tidak ada saudaranya, tidak ada anak laki-laki atau anak perempuan.

2. Mendapat 2/3, jika jumlahnya dua atau lebih, bila tidak ada cucu laki-laki, tidak ada anak laki-laki atau anak perempaun.

3. Mendapat 1/6, bila ada satu anak perempuan, tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki

4. Mendapat ashabah bersama cucu laki-laki, jika tidak ada anak laki. Cucu laki-laki mendapat 2, wanita 1 bagian. Misalnya si mati meninggalkan 3 cucu laki-laki dan 4 cucu perempuan. Maka harta dibagi menjadi 10 bagian. Cucu laki-laki masing-masing mendapat 2 bagian, dan setiap cucu perempuan mendapat 1 bagian.


BAGIAN ISTERI

1. Mendapat ¼, bila tidak ada anak atau cucu

2. Mendapat 1/8, bila ada anak atau cucu

3. Bagian ¼ atau 1/8 dibagi rata, bila isteri lebih dari satu


BAGIAN IBU

1. Mendapat 1/6, bila ada anak dan cucu

2. Mendapat 1/6, bila ada saudara atau saudari

3. Mendapat 1/3, bila hanya dia dan bapak

4. Mendapat 1/3 dari sisa setelah suami mengambil bagiannya, jika bersama ibu dan ahli waris lain yaitu bapak dan suami. Maka suami mendapat ½, ibu mendapat 1/3 dari sisa, bapak mendapatkan ashabah (sisa)

5. Mendapat 1/3 setelah diambil bagian isteri, jika bersama ibu ada ahli waris lain yaitu bapak dan isteri. Maka isteri mendapat ¼, ibu mendapat 1/3 dari sisa, bapak mendapatkan ashabah (sisa).

Sengaja no. 4 dan 5 dibedakan, yaitu 1/3 dari sisa setelah dibagikan kepada suami atau isteri, bukan 1/3 dari harta semua, agar wanita tidak mendapatkan lebih tinggi daripada laki-laki. 


BAGIAN NENEK

Nenek yang mendapat warisan ialah ibunya ibu, ibunya bapak, ibunya kakek.

1. Tidak mendapat warisan, bila si mati meninggalkan ibu, sebagaimana kakek tidak mendapatkan warisan bila ada ayah.

2. Mendapat 1/6, seorang diri atau lebih, bila tidak ada ibu. 


BAGIAN SAUDARI SEKANDUNG

1. Mendapat ½, jika sendirian,tidak ada saudara sekandung, bapak, kakek, anak.

2. Mendapat 2/3, jika jumlahnya dua atau lebih, tidak ada saudara sekandung, anak, bapak, kakek.

3. Mendapat bagian ashabah, bila bersama saudaranya, bila tidak ada anak laki-laki, bapak. Yang laki mendapat dua bagian, perempuan satu bagian.


BAGIAN SAUDARI SEBAPAK

1. Mendapat ½, jika sendirian, tidak ada bapak, kakek, anak dan tidak ada saudara sebapak,saudara ataupun saudara sekandung

2. Mendapat 2/3, jika dua ke atas, tidak ada bapak, kakek, anak dan tidak ada saudara sebapak, saudara ataupun saudara sekandung.

3. Mendapat 1/6 baik sendirian atau banyak, bila ada satu saudari sekandung, tidak ada anak, cucu, bapak, kakek, tidak ada saudara sekandung dan sebapak.

4. Mendapat ashabah, bila ada saudara sebapak. Saudara sebapak mendapat dua bagian, dan dia satu bagian.


BAGIAN SAUDARA SEIBU

Saudara seibu atau saudari seibu sama bagiannya

1. Mendapat 1/6, jika sendirian, bila tidak ada anak cucu, bapak, kakek.

2. Mendapat 1/3, jika dua ke atas, baik laki-laki atau perempuan sama saja, bila tidak ada anak, cucu, bapak, kakek.


HAJB ATAU PENGHALANG DALAM WARIS :

  1. Nenek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ibu
  2. Kakek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ayah
  3. Saudara laki-laki seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak (laki-laki atau perempuan), cucu (laki-laki atau perempuan), ayah dan kakek ke atas
  4. Saudara laki-laki seayah dan seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, dan ayah
  5. Saudara laki-laki seayah tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah dan saudara laki-laki seayah dan seibu.


CONTOH KASUS 1:

Seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan 1 orang istri , 1 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan dari anak laki-laki. Bagaimanakah pembagian warisnya? 

Jawab:

Cucu perempuan: hajb (terhalang) karena adanya anak laki-laki sehingga tidak memperoleh hak waris. 

Istri: 1/8 karena terdapat anak dan cucu.

Sisa 7/8 untuk anak laki-laki.

Ashlul Masalah = 8

Istri = 1/8 x 8 = 1 bagian 
Anak laki-laki = 7 bagian (Dari sisa 8 - 1)
Cucu perempuan = 0


CONTOH KASUS 2:

Seorang laki-laki meninggal dunia dan meninggalkan 1 anak perempuan dan seorang ayah. Bagaimanakah pembagian warisnya? 

Jawab:

Ayah: 1/6 + 2/6 ‘ashobah

Anak perempuan: 1/2 karena hanya satu, tidak ada anak laki-laki

Ashlul Masalah = 6

Anak perempuan = 1/2 × 6 = 3 bagian
Ayah = 1/6 + sisa = (1/6 x 6) + 2 (sisa) = 3


CONTOH KASUS 3:

Seorang wanita meninggal dunia dengan meninggalkan seorang suami, 1 anak perempuan, 1 anak perempuan dari anak laki-laki, 1 anak laki-laki dari anak laki-laki dari anak laki-laki (cicit). Bagaimanakah pembagian warisnya? 

Jawab:

Suami: 1/4

Anak perempuan: 1/2

Anak perempuan dari anak laki-laki: 1/6

Cicit: sisanya = 1/12

Ashlul Masalah = 12

Suami = 1/4 × 12 = 3 bagian

Anak perempuan = 1/2 x 12 = 6 bagian

Anak perempuan dari anak laki-laki = 1/6 x 12 = 2 bagian

Cicit = sisa = 12 - (3 + 6 + 2) = 1 bagian 


CONTOH KASUS 4:

Seorang pria meninggal dunia meninggalkan seorang ibu, seorang saudara kandung wanita dan seorang Paman. Bagaimanakah pembagian warisnya? 

Jawab:

Ibu: 1/3

Saudara kandung wanita: 1/2

Paman: sisa = 1/6


Ashlul Masalah = 6

Ibu = 1/3 × 6 = 2 bagian

Saudara kandung wanita = 1/2 × 6 = 3 bagian 

Paman = sisa = 6 - (2 + 3) = 1 bagian


CONTOH KASUS 5:

Seorang pria meninggal dunia dengan meninggalkan seorang ibu, seorang ayah, anak laki-laki, saudara kandung laki-laki. Bagaimanakah pembagian warisnya? 

Jawab:

Ibu: 1/6

Ayah: 1/6

Saudara kandung laki-laki: hajb (terhalang oleh anak laki-laki) sehingga tidak memperoleh hak waris 

Anak laki-laki: sisa


Ashlul Masalah = 6

Ibu = 1/6 × 6 = 1 bagian

Ayah = 1/6 × 6 = 1 bagian 

Anak laki-laki = sisa = 6 - (1 + 1) = 4 bagian

Saudara kandung laki-laki = 0


CONTOH KASUS 6:

Seorang pria meninggal dunia dan meninggalkan 2 anak laki-laki, 1 anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu), ayah, kakek dan nenek. Bagaimanakah pembagian warisnya? 

Jawab:

Ayah: 1/6

Dua anak laki-laki: sisa

Cucu: hajb (terhalangi oleh anak laki-laki) sehingga tidak memperoleh hak waris. 

Kakek: hajb (terhalangi oleh ayah) sehingga tidak memperoleh hak waris

Nenek: 1/6


Ashlul Masalah = 6

Ayah = 1/6 × 6 = 1 bagian

Nenek = 1/6 × 6 = 1 bagian

2 anak laki-laki = sisa = 6 - (1 + 1) = 4 bagian (masing masing anak laki laki mendapat 2 bagian karena anak lelaki ada 2)

Cucu = 0

Kakek = 0


CONTOH KASUS 7:

Seorang pria meninggal dunia dan meninggalkan ayah, 1 anak perempuan, 1 anak laki-laki, 1 paman, 1 kakek, 1 anak perempuan dari anak laki-laki. Bagaimana pembagian warisnya? 

Jawab:

Ayah: 1/6

Kakek: hajb (terhalangi oleh ayah) sehingga tidak memperoleh hak waris. 

Anak perempuan dari anak laki-laki: hajb (terhalangi oleh anak laki-laki) sehingga tidak memperoleh hak waris. 

Paman: hajb (terhalang oleh anak laki-laki dan ayah) sehingga tidak memperoleh hak waris.

Anak laki-laki dan anak perempuan: sisa

Anak perempuan: separuh dari laki-laki

Ashlul Masalah = 6

Ayah = 1/6 × 6 = 1 bagian

Kakek = 0

Anak perempuan dari anak laki-laki = 0

Paman = 0

Anak laki-laki dan anak perempuan = sisa = 6 - 1 = 5 bagian

JADI
Seorang laki - laki mendapat 2 bagian dari sisa yakni
2/3 × 5 = 10/ 3 bagian
SEDANGKAN 
Seorang anak perempuan mendapatkan 1 bagian dari sisa yakni
1/3 × 5 = 5/3 bagian


CONTOH KASUS 8:

Seorang pria meninggal dunia dan meninggalkan 1 anak perempuan, 1 saudara perempuan seayah, 1 anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, 1 saudara laki-laki seibu. Bagaimanakah pembagian warisnya? 

Jawab:

Anak perempuan: 1/2

Saudara laki-laki seibu: hajb (terhalangi oleh anak perempuan) sehingga tidak memperoleh hak waris. 

Saudara perempuan seayah: sisa

Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah: hajb (terhalangi oleh saudara perempuan seayah) sehingga tidak memperoleh hak waris.

Ashlul Masalah = 2

Anak perempuan = 1/2 × 2 = 1 bagian 

Saudara laki-laki seibu = 0

Saudara perempuan seayah = sisa = 2 - 1 = 1 bagian 

Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah = 0


Sumber tulisan:
Buku Pembagian Harta Waris 
Kitab Matan Al Ghoyah Wattaqrib
Tulisan ustadz Yazid Muttaqin dalam website nu.or.id

CATATAN:
Koreksi apabila ditemukan kesalahan dalam penulisan sangat penulis harapkan. Wabil khusus salam takdim penulis artikel ini untuk para penulis di  sumber rujukan penulis, para penulis buku dan kitab rujukan, semoga ilmu yang tersebar menjadi amal jariyah panjenengan, penulis, para guru penulis dan yang menyebarkan. Segala yang benar datangnya dari Allah swt, adapun kesalahan datanganya dari Al faqir penulis. Oleh karena itu apabila ada koreksi, penulis ucapkan terima kasih. Jazakumullah khoir ahsanal jaza'. Penulis menulis ini karena penulis prihatin melihat banyaknya umat muslim tetapi dalam pembagian warisan tidak menggunakan syariat islam, padahal hal ini berbahaya dan bisa dikategorikan keluar islam, wallahu a'lam. Semoga taufik dan hidayah senantiasa Allah swt berikan pada kita sehingga kita selamat dunia akherat. Aamiin