HALIMAH BINTI MASDARI

Tampilkan postingan dengan label sambutan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sambutan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 September 2020

SAMBUTAN MEMPELAI WANITA (PENGANTIN WANITA)

SAMBUTAN MEMPELAI WANITA (PENGANTIN WANITA)
*****
Oleh: Dewi Nur Halimah




Assalamualaikum. Wr. Wb

أَلْحَمْدُ لِلهِ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لآ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِى خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِى تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَالْأَرْحَامِ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Yang saya takdzimkan Romo Kiahi beserta Umi Nyai dan keluarga.

Yang saya hormati Abah... dan Umi... selaku ayah dan ibu mertua yang dimuliakan Allah swt. Beserta Mas.... bin.... yang in syaAllah menjadi imamul hayati untukku.

Yang saya hormati pula kedua orangtua saya yang berjasa merawat, mendidik, dan membesarkan saya. Semoga rohmat Allah swt untuk mereka.

Para tamu undangan yang berbahagia.

*****
Yang pertama marilah kita panjatkan syukur atas rohmat Allah swt sehingga kita dapat berkumpul dalam acara yang in syaAllah mulia ini  dalam keadaan sehat wal afiyat. Aamiin Allahuma Aamiin.

Tak lupa sholawat serta salam, saya haturkan pada junjungan kita, Nabi Agung Muhammad saw yang kita tunggu-tunggu syafaatnya kelak di yaumil qiyamah. Aamiin

Para tamu undangan yang berbahagia. Saat ini panjenengan sedoyo telah menjadi saksi persatuan dua cinta dengan jalan halal (pernikahan) yang diridhoi oleh Allah swt.


Ya sayyidal husna...
Duhai suamiku, salam takdzimku untukmu. Engkau adalah tuanku yang berakhlak mulia yang Allah tulis di laukh mahfudz sebagai imam hidupku. Salam dan hormat dari bidadari yang tercipta dari tulang rusukmu.

Ya sayyidal husna...
Terimakasih telah menghalalkan cintamu untukku di hadapan Allah swt, Rabb Semesta Alam. Semoga kebahagiaan senantiasa Allah limpahkan untuk keluarga kecil kita nanti dari dunia hingga janah-Nya.

Ya Sayyidal amin...
Duhai suamiku yang dimuliakan Allah swt. Sungguh sebelum engkau menikahiku, surgaku ada pada ridho kedua orangtuaku sebab ridho Allah swt bersama mereka. Namun saat engkau mengucapkan akad nikah dan aku menjadi istrimu, surgaku bukan lagi ada pada ridho orangtuaku terhadapku melainkan surgaku ada pada ridhomu sebab ridho Allah swt untuk seorang istri ada pada ridho suaminya. Kuharap engkau kelak sabar dalam membimbingku, menasehatiku, mendidikku untuk menggapai ridho Allah swt bersama.

Ya imamul hayati...
Duhai pemimpin hidupku,  pemimpin rumah tanggaku. Aku menyadari betapa berat tugas menjadi seorang suami. Itulah mengapa in syaAllah aku samikna watokna denganmu untuk menggapai ridho Rabbku.

Suamiku... 
Aku sangat memahami betapa besarnya tanggungjawab seorang  suami selepas Ijab qabul terucap kalimat:

"Saya terima nikahnya si...binti si...dengan maskawin...di bayar tunai...”. 

Ucapan tersebut terdengar singkat, padat, dan jelas. Namun makna tersiratnya begitu dalam atas perjanjian atau ikrar tersebut. 

Pasca engkau mengucapkan ikrar mulia tersebut. Artinya : ”Maka aku (suami) tanggung dosa-dosanya si dia (perempuan yang ia jadikan istri) dari ayah dan ibunya. Dosa apa saja yang telah dia lakukan. Dari tidak menutup aurat hingga ia meninggalkan sholat. Semua yang berhubungan dengan si dia (perempuan yang ia jadikan istri), aku tanggung dan bukan lagi orang tuanya yang menanggung. Serta akan aku tanggung semua dosa calon anak-anakku. Aku juga sadar, sekiranya aku gagal dan aku lepas tangan dalam menunaikan tanggung jawab, maka aku fasik, suami yang dayus dan aku tahu bahwa nerakalah tempatku karena akhirnya isteri dan anak-anakku yang akan menarik aku masuk ke dalam neraka jahanam. Dan malaikat Malik akan melibas aku hingga pecah hancur badanku."

Sungguh itulah mengapa ridho Allah swt bersama ridho suami. Akad nikah ini bukan saja perjanjian antara engkau  denganku (istrimu) saja melainkan juga perjanjian antara engkau dengan ayah ibuku, lebih dari itu, saat engkau mengucapkan ikrar maka engkau pun juga berakad dengan Allah swt, Rabb Semesta Alam. 

"Jika aku GAGAL (si suami), maka aku adalah suami yang fasik, ingkar dan aku rela masuk neraka. Aku rela malaikat menyiksaku hingga hancur tubuhku”.(HR. Muslim)

Karena saat Ijab terucap, Arsy-Nya berguncang sebab beratnya perjanjian yang dibuat oleh seorang suami di depan Allah swt, dengan disaksikan para malaikat dan manusia. Maka andai saja aku menghisap darah dan nanah dari hidung suamiku, maka itupun belum cukup untuk menebus semua pengorbanan suami terhadapku nanti. Semoga rohmat Allah swt senantiasa tercurah untukmu duhai kekasih halalku. 

Suamiku... 
Semoga bersamamu, bahtera rumah tangga kita adalah bahtera yang di penuhi keberkahan dan kebahagiaan, kelak kita dianugerahi dzuriyah yang soleh solekhah cerdas dan cantik tampan yang turut serta memajukan Islam atas izin Rabb Semesta Alam lewat karya, inovasi, dan kiprahnya untuk keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Aamiin

Ya imamul hayati...
Duhai suamiku, tatkala engkau menikahiku, maka bertambah pula kewajibanmu untukku. Dari yang semula menjadi tanggung jawab kedua orangtuaku, terutama ayahku. Selepas Ijab telah engkau ambil alih menjadi kewajibanmu.

Suamiku...
Doa terbaik untukmu. Semoga engkau dapat menjalankan kewajibanmu sebagai seorang suami dengan baik sehingga mendapatkan ridho Allah swt. Istrimu bukanlah beban untukmu melainkan amanah Allah yang menjadi ladang surga bagimu tatkala engkau memuliakannya dan menunaikan kewajibanmu.

Duhai amirun nisa...
Suamiku tercinta, pemimpin istrimu. Kewajiban seorang suami pada istri diantaranya:

1. MEMBERIKAN MASKAWIN PADA ISTRI 

Dalam hal ini, wajib bagimu memberikan mahar untukku sebagai jalan untuk menghalalkanku. In syaAllah setelah kuterima nanti, mahar itu akan kugunakan untuk hal-hal dalam rumah tangga kita. Aku tak menuntut banyaknya, namun kutuntut kehalalannya dan sesuai kesanggupanmu saja. Aku tidak memberatkanmu besarnya. Bersama orang yang kucinta dengan jalan halal saja (menikah), lebih dari cukup rasa syukurku terhadap Rabbku. In syaAllah aku tak memberatkanmu, tak ada cinta yang memberatkan kekasihnya kecuali nafsu. Maka kuringankan segala persyaratan menuju halal, sebab esensi halal di hadapan Allah itu lebih menjadi priorotasku. Bukan pujian manusia, bukan hujatan manusia. Itu bukanlah hal terpenting dalam hidupku. Cinta yang halal dan diridhoi Allah swt adalah impianku. Terimakasih telah menghalalkanku. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَاٰ تُوا النِّسَآءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِ نْ طِبْنَ لَـكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـئًـا مَّرِیْۤـئًـا

"Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 4)

2. MEMBERIKAN NAFKAH PADA ISTRI. 

Suamiku, nafkah seorang suami menurutku ada 4 yakni:

A. Nafkah dzohir (lahir) berupa tempat tinggal, pakaian, makanan, dan belanja kebutuhan rumah tangga. Dalam hal nafkah dzohir, in syaAllah aku senantiasa bersyukur berapa pun yang engkau berikan padaku selama engkau telah berusaha maksimal untukku. Aku tidak menuntut banyaknya, namun aku sangat menuntut kehalalan cara memperoleh nafkah untukku. Bukan mengapa, sebab rizki halal sangat berpengaruh pada dzuriyah kita. Aku selalu berdoa agar dzuriahku cerdas soleh solekhah. Sedang riyadhoh untuk memperoleh dzuriyah yang rosyid adalah dengan dinafkahi halal. Ilmu adalah Nur. Nur memancar pada yang baik. 

B. Nafkah batin yakni perlakuan baik darimu untukku yaitu kasih sayangmu padaku, perlakuan lembutmu terhadapku, dan perhatianmu terhadap akheratku. 

C. Nafkah seksual yakni hubungan suami istri. Salah satu tujuanku menikah adalah menggapai ridho Allah swt dengan mengabdi dan berbakti pada suami dan memiliki dzuriyah soleh solekhah cerdas yang berjuang memajukan Islam. 

D. Nafkah ilmu yakni suami mendidik istri dan anak. Suami adalah madrosah istri. Istri adalah madrosah anak. Saling belajar dan saling melengkapi kekurangan masing-masing. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِا لْمَعْرُوْفِ ۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌاِلَّا وُسْعَهَا

".....Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya...."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 233)

3. MENGGAULI ISTRI DENGAN JALAN YANG MAKRUF (BAIK).

Suami perlu tahu cara menggauli istri dengan baik. Tidak memaksa bersetubuh (jima') saat istri dalam kondisi haidl karena hukumnya haram maupun istri paska melahirkan karena istri butuh pemulihan fisik setelah melahirkan. Berjima' dengan jalan makruf yang diridhoi Allah, bukan dengan jalan yang makruh ataupun harom.  

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَعَا شِرُوْهُنَّ بِا لْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِ نْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰۤى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـئًـا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

".....Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya"
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 19).

4. MENJAGA ISTRI DARI PERBUATAN DOSA 

Seorang suami perlu mendidik dan menjaga istri dan anak-anaknya dari maksiyat ke Allah. Apabila suami tidak bisa mendidik atau menasehati istri, maka maksiyat istri pun menjadi tanggungannya di akherat. Apabila istri sudah dilarang maksiyat, sudah dididik, sudah dinasehati namun tetap maksiyat maka suami tidak berdosa sebagaimana istri Nabi Luth AS dan istri Nabi Nuh AS. Dimana Nabi Luth AS dan Nabi Nuh AS sudah mendidiknya, sudah menasehatinya, namun istrinya membangkang. Yang menjadi dosa adalah tatkala suami membiarkan istri maksiyat tanpa upaya melarang atau mencegahnya. Suami pun wajib memberikan keteladanan yang baik pada istri dan anak sebelum memerintah kebaikan pada istri dan anak. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
(QS. At-Tahrim 66: Ayat 6).

5. MEMBERIKAN RASA TENANG, CINTA DAN KASIH SAYANG 

Suami wajib memberikan kasih sayang, cinta, dan rasa tenang pada istrinya. Mendidik istri dengan kasih sayang dan kelembutan serta memberikan keteladanan ketaatan pada Allah swt. Melarang maksiyat dengan lembut dan memberikan keteladanan dengan menjauhi larangan Allah swt. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖۤ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَا جًا لِّتَسْكُنُوْۤا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰ يٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 21).

6. MERAHASIAKAN TENTANG HUBUNGAN SUAMI ISTRI.

Perempuan (istri) adalah pakaian untuk lelaki (suami). Demikian sebaliknya. Maka hendaklah seorang suami maupun istri tidak menceritakan urusan ranjang kepada orang lain sekalipun ipar, mertua atau siapapun. Kelemahan istri adalah rahasia suami. Kelemahan suami adalah rahasia istri. Istri yang baik selalu menyembunyikan rahasia suami dari siapapun. Dan suami yang baik selalu menyembunyikan rahasia istri pada siapapun. 

إنَّ مِنْ أشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ القِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى الْمَرْأةِ وتُفْضِي إِلَيْهِ ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا

“Sesungguhnya seburuk-buruknya manusia di sisi Allah dalam hal kedudukannya pada hari kiamat ialah seorang lelaki yang menyetubuhi istrinya dan istrinya itu pun menyetubuhinya, kemudian menyiar-nyiarkan rahasianya itu.” (HR. Muslim).

7. MENJAGA RAHASIA PRIBADI 

Selain menjaga rahasia istri, suami juga berkewajiban menjaga rahasia pribadinya. Tidak menyebabkan aib keluarganya pada orang lain dan menjadi konsumsi pribadi. 

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ ( كُلُّ أُمَّتِيْ مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهِرِةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِالْلَيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهَ اللهُ فَيَقُوْلُ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ البَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وُيُصْبِحُ يَكْشِفُ سَتَرَ اللهُ عَنْهُ)

“Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, ‘Setiap ummatku akan mendapatkan ampunan dari Allah Azza wa Jalla kecuali al Mujaahiriin yaitu semisal ada seorang laki-laki yang mengerjakan sebuah perbuatan (buruk) pada malam hari kemudian ia menjumpai waktu subuh dan Allah telah menutupi aibnya (berupa perbuatan buruk). Lalu laki-laki tersebut mengatakan, ‘Wahai Fulan, aku telah mengerjakan sebuah perbuatan buruk/jelek ini dan itu’. Maka itulah orang yang malamnya Allah telah menutup aibnya lalu ia membuka aibnya sendiri di waktu subuh (keesokan harinya)” (HR. Bukhari  dan Muslim).

Sungguh betapa besar kewajiban seorang suami terhadap istri. In syaAllah aku akan taat denganmu duhai amirun nisaku. Engkau adalah ladang pahala untuk akheratku. Namun pintaku, janganlah engkau mendidikku dengan kekerasan maupun kekasaran. Janganlah engkau gunakan bahasa sarkasme atau ironi, atau bentakan sehingga melukaiku. Tetapi didiklah aku dengan jalan yang makruf. In syaAllah dengan jalan makruf, maka aku akan samikna watokna denganmu. Sebab ridhomu adalah surgaku.



Aku pun akan melaksanakan tugasku sebagai seorang istri sebagai bukti baktiku kepadamu. Adapun kewajiban yang in syaAllah kulakukan untukmu sebagai bentuk pengabdianku padamu, diantaranya:

1. MENJAGA DIRI KETIKA SUAMI TAK ADA.

In syaAllah aku akan menjaga diriku baik tatkala engkau ada di rumah maupun tidak ada di rumah. Aku akan senantiasa berusaha menyenangkanmu dengan caraku, selalu tampil cantik di hadapanmu ketika di rumah, selalu menghiasi rumah kita dengan belajar, mengaji, dan berkarya. In syaAllah selalu berusaha menyenangkanmu dengan caraku. 

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS. An Nisa’: 34)

2. TAAT PADA PERINTAH SUAMI.

In syaAllah aku akan menjadi zaujati solekhah untukmu selama engkau telah memenuhi hakku. In syaAllah telah kupersiapkan diriku untuk menjadi zaujati solekhah yang meneladani zaujati muti'ah ra yang taat suami, meneladani zaujati Khodijah ra yang rela berkorban apa saja untuk suami selama tidak melanggar syari'at dan membawa kemaslahatan. In syaAllah akan meneladani zaujati Fatimah ra dalam mendidik anak sebagaimana Beliau tatkala mendidik Sayyidina Hasan ra dan Sayyidina Husain ra. 

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471).

3. SELALU MENYENANGKAN HATI SUAMI. 

In syaAllah aku akan senantiasa menyenangkan suami dengan selalu tampil senyum sumringah di hadapan kekasih halalku, melayaninya dzohir batin dengan ikhlas, dan memasakkan kesukaannya dengan keringatku sebisa semaksimal semampuku. In syaAllah pengabdian ke suami adalah ladang pahalaku dan ladang surgaku dalam menggapai ridho Allah swt. 

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251).

4. BERDIAM DI RUMAH DAN TIDAK KELUAR KECUALI DENGAN IZIN SUAMI. 

Surga istri adalah ridho suami. In syaAllah ketika hendak bepergian kemanapun atau kegiatan apapun, maka terlebih dahulu aku meminta izin suami. Sebab ridho suami adalah ridho Rabbku. Dan aku mencintai Rabbku. Kugapai ridho Rabbku melalui ridho zaujku. 

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (QS. Al Ahzab: 33).

5. TAAT KEPADA SUAMI KETIKA DIAJAK KE RANJANG (HUBUNGAN SUAMI ISTRI).

Surga istri adalah taat suami dalam kebaikan. Terlebih cita-citaku adalah memiliki dzuriyah soleh solekhah cerdas cantik tampan yang berjuang memajukan Islam. In syaAllah permintaan suami apapun akan kuusahakan untuk kulakukan selama tidak durhaka atau maksiyat ke Allah swt. 

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

“Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 1436).

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهَا فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan suaminya melainkan yang di langit (penduduk langit) murka pada istri tersebut sampai suaminya ridha kepadanya.” (HR. Muslim no. 1436)

6. TIDAK MENGIZINKAN LELAKI LAIN ATAU ORANG LAIN (YANG TIDAK DISUKAI SUAMI APABILA MENGETAHUI NYA) MASUK KE RUMAH TANPA IZIN SUAMI.

Aku tidak akan memasukkan lelaki ajnabi ke rumah saat bertamu ketika suami tidak ada di rumah. Dan tidak memasukkan orang lain ke rumah tanpa izin suami. Sebagaimana dawuh dalam kitab uqudillujen, bahwa dalam melakukan apapun istri harus taat suami, izin suami. Sekalipun mengikuti kajian, kalau suami tidak mengizinkan keluar rumah, istri wajib taat. Maka belajar di rumah lebih baik baginya. Surga istri adalah berada di rumahnya. Baiti jannati wa ghurfati jannati (rumahku surgaku dan kamarku surgaku). Tidaklah aku keluar rumah kecuali atas izin suami, untuk kemaslahatan dan kebermanfaatan.

فَاتَّقُوا اللَّهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ

“Bertakwalah kalian dalam urusan para wanita (istri-istri kalian), karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanah dari Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka adalah mereka tidak boleh mengizinkan seorang pun yang tidak kalian sukai untuk menginjak permadani kalian” (HR. Muslim no. 1218)

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، وَلاَ تَأْذَنَ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ ، وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ نَفَقَةٍ عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّهُ يُؤَدَّى إِلَيْهِ شَطْرُه

“Tidak halal bagi seorang isteri untuk berpuasa (sunnah), sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya. Dan ia tidak boleh mengizinkan orang lain masuk rumah suami tanpa ijin darinya. Dan jika ia menafkahkan sesuatu tanpa ada perintah dari suami, maka suami mendapat setengah pahalanya”. (HR.  Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

Dalam lafazh Ibnu Hibban disebutkan hadits dari Abu Hurairah,

لاَ تَأْذَنُ المَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَهُوَ شَاهِدُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tidak boleh seorang wanita mengizinkan seorang pun untuk masuk di rumah suaminya sedangkan suaminya ada melainkan dengan izin suaminya.” (HR. Ibnu Hibban 9: 476).

7. TIDAK BERPUASA SUNAH TANPA IZIN SUAMI TERLEBIH BILA SUAMI ADA DAN MENGAJAK UNTUK MELAYANINYA DALAM HUBUNGAN SUAMI ISTRI.

Sekalipun ibadah sunah, sebelum menjalankan ibadah sunah, maka aku meminta izin pada suamiku sebab jangan sampai aku melakukan sunah namun meninggalkan wajib. Taat suami hukumnya wajib, puasa sunah hukumnya sunah. Dan bila suamiku meridhoi, maka aku akan melaksanakannya. Ridho Allah bersama ridho suamiku. Itulah mengapa agar pengabdianku ke suami ikhlas dan totalitas, aku memilih menikah atas dasar cinta. Agar pernikahanku bernilai ibadah lantaran ketaatan dan pengabdianku. 

يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tidaklah halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sedangkan suaminya ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin suaminya.” (HR. Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

Dalam lafazh lainnya disebutkan,

لاَ تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ غَيْرَ رَمَضَانَ

“Tidak boleh seorang wanita berpuasa selain puasa Ramadhan sedangkan suaminya sedang ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin suaminya” (HR. Abu Daud no. 2458).

Duhai amirun nisaku...
Kelak dengan kesabaran dan kelembutan bimbinglah dan dukunglah aku untuk menjadi zaujati solekhah dan umi solekhah untuk dzuriyahmu. Aku ingin menjadi wanita surga bidadari dunia yang senantiasa menyejukkan pandanganmu saat engkau menatapku, mendamaikan hatimu saat engkau mendengar ucapanku, dan menentramkan jiwamu saat engkau mengetahui segala sikap perangaiku.

وَنِسَاؤُكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ: اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا؛ اَلَّتِي إِذَا غَضِبَ جَائَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِيْ يَدِ زَوْجِهَا وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوْقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى 

“Wanita-wanita kalian yang menjadi penghuni Surga adalah yang penuh kasih sayang, banyak anak, dan banyak kembali (setia) kepada suaminya yang apabila suaminya marah, ia mendatanginya dan meletakkan tangannya di atas tangan suaminya dan berkata, ‘Aku tidak dapat tidur nyenyak hingga engkau ridha."

[Hadits hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (XIX/140, no. 307) dan Mu’jamul Ausath (VI/301, no. 5644), juga an-Nasa-i dalam Isyratun Nisaa’ (no. 257)].

Dan sungguh ridhomu adalah kebahagiaanku. Maka dukunglah aku dalam berkarya, berinovasi, berwirausaha, mengaji untuk bersama-sama denganmu memajukan Islam sebagai bentuk cintaku pada Islam sebagai agama yang diridhoi Allah swt.

Sungguh aku ingin menjadi wanita surga bidadari dunia untukmu. Kugapai ridho Tuhanku melalui ridhomu. Semoga kebahagiaan senantiasa tercurah untuk rumah kecil kita. Rumah kita adalah surga kita.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ

“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita yang shalihah. Bila engkau memandangnya, ia menggembirakan (menyenangkan)mu. Bila engkau perintah, ia menaatimu. Dan bila engkau bepergian meninggalkannya, ia menjaga dirinya (untukmu) dan menjaga hartamu.”

[HR. Ahmad (2/168) dan Muslim (no. 3628), namun hanya sampai pada lafadz:

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.”
Selebihnya adalah riwayat Ahmad dalam Musnad-nya (2/251, 432, 438) dan An-Nasa'i]

Berikanlah ridhomu untukku duhai sayyidal aminku, kekasihku juga kekasih Rabbku. Semoga kita senantiasa bersama selamanya hingga akhir hayat dan kelak dipersatukan Allah swt kembali di janah-Nya.

Rosulullah saw bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا رَاضٍ عَنْهَا دَخَلَتِ الْجَنَّةَ

“Wanita (istri) mana saja yang meninggal dalam keadaan suaminya ridha kepadanya niscaya ia akan masuk surga.”

(HR. At-Tirmidzi no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854).

فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

“Perhatikanlah posisimu terhadapnya. Sesungguhnya yang menentukan surga dan nerakamu terdapat pada (sikapmu terhadap) suamimu.” (HR. Ahmad: 18233).

Ya sayyidal aminku... 
Mas, dahulu sebelum engkau menikahiku. Surgaku ada pada ridho ibu bapakku. Aku pun mengabdi pada mereka. Namun sejak engkau menikahiku, surgaku beralih menjadi pada ridhomu bukan pada ridho kedua orangtuaku lagi. 

Mas... 
Aku telah meninggalkan keluargaku, meninggalkan ibu bapak yang telah membesarkanku sejak kecil untuk mengabdi dan berbakti padamu. Kumohon muliakanlah aku, semoga sikapmu yang memuliakanku menjadi jalan Allah swt merahmatimu, kekasihku. 

Mas... 
Aku siap mengabdi dan berbakti denganmu. Kelak jika suatu saat aku sakit, namanya manusia kan ada sakit ada sehat. Maka rawatlah aku dengan penuh kasih sayang dan perhatian. Jangan kau sia-siakan aku, apalagi engkau telantarkan. Sungguh, aku adalah amanah untukmu. Memuliakan istri adalah kewajiban suami untuk menggapai ridho Rabb ilahi.

Ya sayyidal husna... 
Masku tercinta, manusia tidak lepas dari salah dan dosa. Tidak ada manusia di dunia ini yang selalu benar tanpa salah. Tatkala aku salah, maka nasehatilah aku dengan penuh kelembutan dan kasih sayang agar aku kembali pada yang haq dan diridhoi Allah swt. Sebaliknya, jika engkau salah. In syaAllah akan kuingatkan dengan penuh kelembutan, kasih sayang dan cinta. Saling menasehati, saling perhatian, saling peduli adalah kunci kebahagiaan dunia akherat. 

Ya imamul hayati... 
Jika kau jumpai kelemahanku, maka janganlah engkau menghujatnya sehingga melukai hatiku. Namun, jika aku tak bisa melakukan sesuatu yang kau harapkan. Bimbinglah, ajari aku, temani aku hingga aku bisa melakukan apa yang engkau harapkan dariku. Sebisa mungkin aku akan melakukan yang terbaik, melayanimu dengan sebaik-baiknya pelayanan yang aku bisa. 

Duhai suamiku... 
Engkau adalah pemimpinku. Bimbinglah aku menuju surga Allah swt. Mas arahkan dan dukunglah bakatku dalam berkarya. Khumairahmu ini adalah perempuan yang suka menulis, speech, berdagang, bersyair. Tuntunlah aku pelan pelan dengan kasih sayangmu agar karya karyaku menjadi manfaat dunia akherat untukku juga untukmu. 

Ya habibal qolbi...
Semoga cintaku padamu membawaku pada puncak cinta tertinggi yakni cintaku pada Rabb Semesta Alam. Bila cintaku padamu begitu dalam, maka ridhomu adalah ladang surgaku untuk mencapai ridho Allah swt (Tuhan Semesta Alam). Semoga kelak kita menjadi pasangan yang harmonis, selalu bersama hingga di janah-Nya, memiliki dzuriyah soleh solekhah, wafat dalam kondisi husnul khotimah, dan kita mencapai kebahagiaan yang hakiki yakni bahagia dunia akherat. Aamiin

Demikian surat kecil dariku. Semoga kebaikan untuk keluarga kecilku dan para tamu yang jua senantiasa mendoakan kebaikan untuk kita. Semoga rohmat Allah untuk kita semua.

Wassalamualaikum. Wr. Wb


Salam,


Dewi Nur Halimah Bintu Masdari
(Khumairah Al Husna, Halimah Az Zahra, Halimah At Thohiriyah, Halkmah Az Zakiyah, Halimah Al Blorani, Halimah Al Bandungrojoni).

#NOTE:
Catatan perempuan bumi samin Blora, Halimah Az Zahra. Tulisan ini, penulis hadiahkan untuk para kiahi dan para guru penulis yang menginspirasi penulis, serta untuk kedua orangtua penulis. Lahul fatekhah untuk Beliau-Beliau.

Tulisan ini HALAL dishare dan dibaca tanpa izin penulis selama tidak merubah sedikitpun isi dari tulisan penulis. Khusus yang hendak menggunakan sebagian atau seluruh teks tulisan ini dan digunakan untuk khutbah nikah atau memberi sambutan nikah, maka WAJIB izin penulis.

Nama : Dewi Nur Halimah
HP/ WA: 0859159991610
IG :@halimah_kacer
FB: Halimah Az Zahra