KAU
BAWAKU PADA CAHAYA HIJRAH
*****
Oleh: Dewi Nur
Halimah, S.Si
Setiap orang memiliki
catatan tinta perjalanan hidup. Dari rangkaian demi rangkaian cerita itulah
membentuk sejarah perjalanan hidup manusia. Dan inilah sepenggal kisah
perjalananku menuju hijrah. Namaku Dewi Nur Halimah. Aku lahir di Blora, 7
April 1994. Usiaku saat ini 24 tahun. Aku tinggal di desa Bandungrojo RT 02/ RW
01, Kec. Ngawen, Kab. Blora. Aku adalah putri sulung dari pasangan
Masdari-Mahzunah. Sebagai anak pertama dari dua bersaudara mendorongku berfikir
mandiri sedari kecil.
WHO AM I? HOW IS MY FAMILY?
Terlahir
dari keluarga lower class dimana
Bapak bekerja sebagai petani dan Ibu sebagai pedagang pasar tak menyurutkan
tekadku untuk mewujudkan cita-citaku. Terlebih aku adalah anak pertama, jadi
aku harus bisa mandiri dan menjadi teladan yang baik untuk adekku. Keadaan
perekonomian yang di bawah garis kemiskinan semasa kecil menjadi pelecut
semangatku untuk lebih giat belajar.
Halimah
kecil tumbuh dengan prihatin. Bagaimana tidak, ia disuguhi pemandangan yang tak
jarang mengoyak batinnya. Sang Ibu harus berjualan garam keliling dari desa ke
desa setelah pulang berjualan dari pasar apabila garam yang dijual dipasar
tidak laku semua atau masih tersisa. Semua itu dilakoni ibuku tiada lain demi
membantu perekonomian keluarga. Hati anak mana yang tak teriris melihat sang ibu
harus jungkir balik banting tulang berjualan keliling demi sang anak bisa
bersekolah dan mengenyam pendidikan. Hal ini pulalah yang menjadi pelecut
semangatku terus berkobar. Aku berjanji bahwa aku akan menggapai cita-cita BIIDZNILLAH dan dapat memperbaiki
perekonomian keluargaku.
Sekilas tentang keluargaku,
keluargaku adalah keluarga yang sangat kental akan agama. Latar belakang
pendidikan bapak dan ibuku adalah alumni santri di pondok pesantren. Bapak
adalah alumni santri Al-Anwar Sarang-Rembang yang diasuh oleh KH. Maemoen
Zubair, sedangkan Ibu adalah warga asli pribumi Sarang yang juga mondok di
Sarang. Awal mula cinta mereka adalah saat bapak melihat ibu, lalu bapak
diam-diam memperhatikan ibu, mengamati pola pikir dan gerak geriknya hingga bapak
tertarik akan kecerdasan dan kemandirian ibu. Lalu dari situlah timbulah
benih-benih cinta hingga akhirnya bapak dengan gagah berani langsung
mengkhitbah ibu dan menikahinya.
Bapak selalu menyirami
rohani anak-anaknya (aku dan adikku) dengan petuah agama sembari berdongeng
yang diambil langsung dari kitab yang dibaca bapak. Hampir tiap malam, setelah
mengaji bapak mendongeng pada kedua putrinya. Cerita yang biasanya disampaikan
bapak diantaranya kisah Sayyidah Aisyah RA, kisah Sayyidah Khodijah RA, kisah
Rosulullah SAW, kisah waliyullah Rabi’ah Al Adawiyah, kisah Imam Simbabweh,
kisah Ibnu Hajar Al Asqolani, kisah Uwais Al Qornain, kisah Zukarnain, kisah
Jalaludin As Suyuti, beserta kisah-kisah lainnya yang inspiratif dari kisah
para nabi, para ummahatul mukminin, para waliyullah, para ulama, dan para
cendekiawan muslim dunia. Hobi bapak adalah membaca kitab-kitab dan membaca
buku. Tidak pernah aku menjumpai ayah dalam sehari tidak membaca kitab dan
buku, selalu beliau membaca kitab dan buku. Mungkin sifat belajar istiqomah
beliaulah yang menurun pada kedua putrinya, rajin membaca.
Karena hampir tiap hari
didongengin kisah-kisah hebat para ummahatul mukminin, para waliyullah wanita,
para cendekiawan hebat. Tentu secara tidak langsung, lambat namun pasti juga
mempengaruhi pola pikirku dan membentuk kepribadianku. Halimah kecil sangat
mengidolakan Sayyidah Aisyah RA dan Sayyidah Khodijah RA. Yups, sosok sayyidah
Aisyah RA yang cantik jelita, ditambah sangat cerdas (hafal ribuan hadits dan
Al Qur’an), berjiwa leadership tinggi dengan terpilihnya sebagai panglima
perang yang menemani rosulullah di medan perang, serta berjiwa sosial tinggi. Demikian
juga sayyidah Khodijah RA, sosok perempuan hebat yang kaya raya yang berprofesi
sebagai entrepreneur, berjiwa sosial
tinggi (dermawan dan rajin sedekah), menemani perjuangan rosulullah dan rela
berkorban apapun demi Allah dan rosulNya. Aku pun menjadi pengen seperti
sayyidah Aisyah RA, tumbuh sebagai sosok yang cerdas, berjiwa kepemimpinan
bagus serta berjiwa sosial tinggi. Aku juga pengen seperti sayyidah Khodijah RA
yang berjiwa entrepreneurship tinggi
serta berjiwa sosial tinggi. Maka sejak itulah cita-citaku ingin menjadi
pengusaha.
Kenapa pengen jadi
pengusaha?. Karena menurutku pada waktu itu, pengusaha adalah pekerjaan yang
sangat mulia. Beberapa hal yang melatarbelakangiku kenapa pengen banget jadi
pengusaha sejak SMP adalah:
1. Pengusaha
itu meneladani sayyidah Khodijah RA. Rosulullah saw pun berpesan bahwa
berdagang (berwirausaha) termasuk pekerjaan yang mulia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya,
“Pekerjaan apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Pekerjaan seseorang
dengan tangannya sendiri dan semua perniagaan yang baik.” (HR.
Thabrani dalam Al Mu’jam Kabir; shahih)
2. Menjadi
pengusaha itu membantu permasalahan orang lain. Misal orang butuh makanan,
dengan adanya penjual makanan maka secara tidak langsung orang-orang menjadi
tidak lapar. Penjual pakaian muslim-muslimah membantu manusia menutup aurot, penjual
sepatu dan sandal membantu masyarakat agar kakinya tidak kotor dan terhindar
dari gigitan serangga kecil serta tertancap benda tajam, dll. Jadi pengusaha
membantu mencukupi kebutuhan manusia agar dapat bertahan hidup.
3. Pengusaha
mendorong pertumbuhan perekonomian
bangsa. Pengusaha mengurangi tingginya angka pengangguran di Indonesia sebab
pengusaha membuka lapangan pekerjaan.
4. Pengusaha
membantu para pencari pekerjaan memperoleh pekerjaan. Bukan hanya itu,
pengusaha membuka lapangan pekerjaan yang tak jarang membantu para suami bisa
menafkahi istri dan keluarganya.
Nah,
sangat mulia kan pekerjaan sebagai pengusaha. Lebih tepatnya menjadi sociopreneurship yakni seorang pengusaha
yang berorientasi sosial, bukan semata-mata hanya money oriented tetapi juga social
oriented. Kekaguman pada idola (sayyidah Aisyah RA dan sayyidah Khodijah
RA) ditambah kondisi perekonomian keluarga yang serba pas-pasan mendorongku
semakin giat belajar. Aku harus bisa menjadi harapan keluarga yang akan memutus
rantai kemiskinan keluarga. Sejak SD hingga SMA, aku selalu prihatin akan
keadaan keluargaku, maka untuk merubah nasib keluargaku adalah dengan belajar
sungguh-sungguh. Sedari duduk di bangku sekolah dasar hingga di bangku
perkuliahan, alhamdulillah aku tercatat sebagai sosok yang aktif dan juga
prestatif. Prestasi yang pernah kuraih semasa SD hingga SMA adalah selalu
mendapatkan peringkat pertama di kelas. Saat SD, aku terpilih sebagai siswa
teladan yang mewakili sekolahku, menjuarai lomba pidato, dan cerdas cermat.
Saat SMP, aku mendapatkan peringkat 3 paralel. Saat SMA, aku pernah menjuarai
lomba pidato dan lomba cerdas cermat.
Aku juga dinobatkan sebagai juara
paralel II jurusan IPA di SMA N 1 Tunjungan.
KEMANDIRIAN
MELATIHKU DEWASA
Sejak
kecil aku sudah berpikir untuk mandiri dan tidak merepotkan orang tua. Sejak SD
hingga SMA alhamdulillah uang hadiah lomba dan prestasi sudah bisa mencukupi
untuk membayar SPP dan kebutuhan sekolah sehingga tak perlu meminta orang tua
kecuali orang tua hanya memberikan uang saku sehari-hari. Bahkan uang hadiah prestasi terkadang lebih dan bisa kuberikan adik dan ibu. Aku sangat senang
saat aku menang lomba. Bagaimana tidak?, dengan menang lomba aku bisa mencukupi
kebutuhanku sendiri, meringankan orangtua dan bisa berbagi dengan adikku
tercinta serta membelikan kado-kado sederhana untuk bapak dan ibu.
Sifat
mandiriku ini ternyata diturunkan dari sifat ibu dan bapakku. Sejak kecil ibuku
sudah mandiri bahkan bisa berbagi untuk keluarganya dan anak-anak. Sejak SD
ibuku sudah terbiasa dengan kehidupan yang keras, ibuku harus berjualan sambil
sekolah. Mulai jualan jajan sambil sekolah, jualan bahan pangan (beras, jagung)
ke masyarakat, dll. Sementara bapak pun sama, bapak mondok sambil mandiri dengan
berjualan dan bekerja part time
membantu warga (seperti ngarit, ngedos, ambil air, dll). Lalu mendapatkan upah
dan upah itu digunakan untuk biaya mondok. Ya, sebagaimana kata pepatah bahwa “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.
Jadi sifat mandiriku tidak lain diwariskan dari karakter kedua orangtuaku yakni
bapak dan ibuku.
Selain
mandiri masalah biaya sekolah, aku juga terlatih mandiri dan disiplin sejak
kecil. Sejak kecil, aku terbiasa untuk rajin dan bisa memanage waktu dengan
baik. Usai pulang sekolah pagi (sekitar pukul 13.30), biasanya aku istirahat
sebentar sekitar setengah jam sebelum akhirnya sekolah madrasah diniah sore.
Paska pulang sekolah madrasah diniyah sore (sekitar pukul 16.00), aku mencuci
baju keluarga (bajuku, baju bapak, baju ibu, dan baju adek) yang kotor. Untuk
mencuci ini aku dibantu adikku, jadi lebih ringan dan lebih cepat. Selanjutnya
sebelum mandi sore, aku menjalankan rutinitas membantu bapak membersihkan
kandang sapi atau dalam istilah jawa disebut dengan nimpal (membersihkan kotoran sapi di kandang sapi). Baru setelah
bebersih kandang sapi, aku mandi dan persiapan solat magrib. Kegiatan bakda
magrib sampai isyak adalah mengaji. Aku mengaji di rumah di ajar oleh ibuku
sendiri. Selain mengajar mengaji diriku, ibuku juga mengajar ngaji anak-anak di
sekitar rumahku. Bakda solat isyak, aku belajar dan mengerjakan PR serta
tugas-tugas yang diberikan guruku di sekolah. Menjelang selesai belajar saat
akan tidur, bapak biasanya mendongengi kami kisah-kisah hebat para rosulullah, para
waliyullah, para ummahatul mukminin, dan para cendekiawan muslim dunia.
Kemandirianku
itu melatihku berpikir dewasa sejak kecil. Sejak kecil aku selalu terbiasa
mandiri dan berpola pikir “Bagaimana
caranya agar aku bisa meringankan beban orangtua dan hidup mandiri?”.
Sebagai anak sulung tentu aku ingin memberikan teladan yang baik pada adikku.
Kebiasaanku menyisihkan uang saku untuk ditabung pun diikuti oleh adikku. Jadi
ketika lebaran atau ketika hari tertentu ketika kami ingin membeli baju baru
atau barang-barang kesukaan kami (aku dan adikku). Kami (aku dan adikku) tak
perlu meminta uang ortu, tinggal ambil uang dari tabungan.
STUDYING IN UNIVERSITY BRINGS ME TO
FIND MY PASSION
Melihat prestasiku dari
SD hingga SMA selalu menjadi bintang kelas dan menjuarai lomba-lomba, banyak
dari guruku yang menyarankanku untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan
Perguruan Tinggi. Aku pun terpacu, maka ketika kelas XII IPA-2, aku memutuskan
untuk ikut seleksi beasiswa bidikmisi melalui jalur undangan. Alhasil aku tidak
lolos seleksi jalur undangan (seleksi menggunakan raport dari semester 1 hingga
semester 5). Maka aku mempersiapkan seleksi SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri) tulis dengan belajar bersungguh-sungguh. Alhamdulillah,
aku lolos seleksi tulis SNMPTN pada tahun 2012 dan keterima di jurusan Biologi,
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro.
Sejak semester satu di
perkuliahan, aku sudah hidup mandiri. Di awal semester satu, pencairan uang
bulanan beasiswa bidikmisi telat, sementara orangtuaku sudah tak mampu
mengirimiku uang. Hal inilah yang mendorongku nekad untuk mencari pekerjaan
agar bisa memenuhi kebutuhan kuliahku dan kebutuhan sehari-hari. Mencari
pekerjaan di daerah kampus selepas SMA tanpa bekal pengalaman kerja bukanlah
hal mudah. Tiga kali melamar sebagai tentor di bimbel, aku diterima. Namun karena
terkendala tidak ada motor atau kendaraan sendiri, tak jarang membuatku ditolak
oleh pihak bimbel dengan alasan tempatnya mengajar jauh sementara jika naik
angkot, gajiku sangat kecil bila terpotong biaya angkot. Terlebih bila rumah
siswa tidak terjangkau angkot. Akhirnya aku memutuskan mencoba melamar kerja
sebagai operator Laundry di SALWA Loundry.
Namun sayang, karena hasil setrikaanku kurang rapi, aku tidak diterima sebagai operator laundry. Hal itu membuatku
sedih dan menangis, air mataku berjatuhan.
Lalu aku pun bertekad
berlatih bagaimana cara menyetrika yang rapi. Dibantu oleh Endah Alfina Dewi
(teman sekamar kosku), aku pun berlatih menyetrika. Endah juga membantuku
mencari lowongan kerja melalui searching
di twitter @lowkerit, akun lowongan
kerja di Tembalang. Alhamdulillah ditemukan lowongan kerja menjadi operator loundry di BOYLOUNDRY. Dengan
segera akupun melamarnya, puji syukur aku diterima kerja sebagai operator laundry. Kerja sebagai operator laundry di BOYLOUNDRY adalah
pekerjaan pertamaku. Karena aku juga harus kuliah, maka aku mengambil part time job dari pukul 12.00-18.00 dengan gaji
Rp300.000,00/ bulan atau Rp10.000,00/ hari. Gaji yang tergolong rendah
dibandingkan tenaga yang dikeluarkan untuk mencuci dan menyetrika. Namun
tetaplah aku syukuri, karena itu pekerjaan pertama yang aku terima. Tiap hari
aku berangkat ke kampus yang berjarak sekitar 2 km dengan jalan kaki, sementara
uang gajiku sebesar Rp10.000,00/ hari, aku gunakan untuk membeli lauk (nasinya
masak sendiri) Rp 2.000,00 (dapat kering tempe) dan sayur Rp.3000,00. Yang
Rp5.000,00 lagi aku simpan untuk keperluan kampus.
Ternyata kerja sebagai operator laundry cukup menyita waktuku
belajar, setelah satu bulan (Oktober 2012-November 2012) kerja di BOY LOUNDRY,
aku memutuskan resign, bukan karena
gajiku yang kecil namun karena jadwal kuliah yang semakin padat. Terlebih
praktikum sudah dimulai, dan dalam satu minggu terdapat 4 praktikum yang wajib
diikuti oleh seluruh mahasiswa baru. Tak hanya itu, laporan praktikum yang
jumlahku berlembar-lembar sekitar 15-30 halaman itu harus di tulis tangan.
Mengingat tujuan utamaku di kampus adalah menuntut ilmu, maka urusan kuliah
tetaplah aku prioritaskan. Sejak bulan November 2012 pasca resign dari BOY LOUNDRY, aku memutuskan jualan kue basah dan tahu
bakso di kampus. Aku membeli kue basah sebanyak 15 dan tahu bakso sebanyak 15,
tiap tahu bakso dan kue basah kujual dengan harga Rp1.500,00 (untung Rp500,00 tiap tahu bakso atau tiap
kue basah). Jadi bila daganganku laku semua, aku untung bersih Rp15.000,00.
Uang yang cukup untuk kugunakan membeli lauk dan sayur serta mencukupi
kebutuhan kuliahku.
Pada bulan Desember
2012, aku mencoba kembali melamar pekerjaan sebagai tentor di bimbel SMART
MOSLEM, alhamdulillah aku diterima dan diberi murid kelas XII SMA N 3 Semarang.
Sejak saat itulah aku mulai bekerja sebagai tentor. Dengan pelayanan yang baik,
ramah, serta memberikan trik-trik agar materi mudah dicerna dan dipahami,
akhirnya aku memiliki banyak tawaran murid. Dari mulut ke mulut, aku juga mendapat
tawaran mengajar anak SD, SMP, SMA, hingga mengajar pelajaran SBMPTN. Sejak
November 2012 hingga Oktober 2016, aku mengambil part time job sebagai
tentor, tiap sore hingga malam (16.00-17.30 atau 18.15-19.45) aku selalu
mengajar, terlebih aku dipercaya memegang murid lebih dari satu, yakni 3-4
murid dalam seminggu, sehingga dalam sehari tak jarang aku mengajar 2
anak.
Bila pada musim liburan
kuliah, umumnya para mahasiswa pulang kampung. Lain halnya dengan diriku, aku
memilih tetap tinggal di Semarang. Pada liburan semester 2, aku memilih tetap
tinggal di Semarang sembari bekerja. Tiap pagi hingga sore (09.00-17.00), aku mengambil part time job sebagai waiter di café sedangkan malamnya aku gunakan untuk mengajar sebagai tutor.
Uang hasil dari kerja, sebagian aku tabung, sebagian lagi aku gunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, untuk persiapan kebutuhan kuliah di semester
depan, untuk kukirimkan pada adekku di pesantren, serta membelikan kado pada
Emak dan Bapakku sekedar untuk menyenangkan hati kedua orangtuaku.
Pada liburan semester
4, aku ingin merasakan pengalaman bekerja sebagai shoes shop keeper alias penjaga toko sepatu “STAR” yang berlokasi
di Banyumanik. Aku pengen tahu rasanya bekerja sebagai penjaga toko. Alhasil
wawancara, langsung keterima. Bosnya baik dan ramah denganku. Namun sayangnya,
ada kebijakan shop yang berlainan dengan prinsipku. Bosku memintaku harus
berpakaian celana, sementara aku tidak suka mengenakan celana dan lebih suka
memakai rok/ gamis dengan celana/ legging di dalamnya. Karena keseharianku
mengenakan rok atau gamis. Aku mengutarakan alasanku “Bos, meskipun aku mengenakan rok. In syaAllah kerjaku cekatan. Ambil
sepatu dirak atas pun bisa, toh aku kan pakai legging juga. Halimah ndak nyaman
harus pakai celana, sepatu, kaos ketat membentuk tubuh. Halimah biasa kog kerja
pakai rok dan alhamdulillah beres semua”.
Aku bekerja sebagai shoes shop keeper hanya selama 3 hari
lalu setelah itu aku mengundurkan diri. Itupun saat bekerja, aku menggunakan
rok karena punyaku hanya rok, tidak ada celana. Namun karena lobbying gagal, dan Bos memaksa memakai
celana setelah hari ke-3 kerja. Akhirnya aku memutuskan resign (mengundurkan diri). Bagiku, aku akan tetap berpegang teguh
pada prinsipku. Tidak akan aku menjual agamaku demi duniaku, mana mungkin aku
memakai celana lepis (pensil) atau sejenisnya yang ketat dan membentuk lekuk
tubuhku. Tidak, in syaAllah mencari pekerjaan lain lebih baik. Maka aku memutuskan
ikut mengajar di bimbel ketika sore dan ikut proyek dosen ketika pagi.
Pengalamanku menjadi
karyawan bawahan seperti operator loundry saat semester 1, waitress di food café dan menjadi shop keeper walaupun sebentar.
Setidaknya aku mengetahui karakter karywan. Selama bekerja, aku bekerja dengan
disiplin, penuh tanggung jawab, dan jujur sembari mengamati sikap
karyawan-karyawan lain. Mengapa aku observasi karyawan?. Karena cita-citaku
kelak ingin menjadi pengusaha. Maka aku perlu tahu kinerja karyawan. Karyawan
itu perlu diperlakukan baik agar loyalitas tinggi juga perlu diawasi. Karena
sepengamatan saya, meski digaji ada juga karyawan yang nakal. Nota disobek
sehingga uang hasil jualan larinya ke kantong pribadi. Sebenarnya ketika
mengetahui hal itu, aku mau menegur dan menasehati, tapi aku takut karena aku
orang baru juga aku memikirkan keselamatanku ketika pulang, apalagi pulangku
malam. Aku seorang perempuan, takut kalau diancam. Tiada jalan lain selain
mendoakan akan ia insyaf bahwa yang dilakukan itu dosa (maksiyat tangan),
merugikan bos dan perusahaan bos, serta mendoakan agar hidayah Allah berikan
untuknya. Menasehati itu perlu power, jika tidak maka keselamatan kita yang
terancam. Dengan mengetahui karakter karyawan, maka aku dapat mengambil hikmah
jika suatu saat BIIDZNILLAH Allah izinkan menjadi pengusaha dan memiliki karyawan.
Aamiin.
Kendati sibuk kuliah,
praktikum, kerja dan bikin laporan, aku tidak mengabaikan tugas utamaku sebagai
mahasiswa. Bagiku akademik tetaplah nomor satu. Di tengah kesibukanku kerja,
kuliah, dan praktikum, alhamdulillah aku dapat lulus dengan memperoleh IPK
cumlaude yaitu 3,76. Alhamdulillah, prestasi semasa SD hingga SMA pun bisa
berlanjut hingga di bangku perkuliahan. Prestasi-prestasi yang kuraih saat
menjadi mahasiswa diantaranya; juara 1 lomba Tilawah Loketa Tingkat UNDIP
(Universitas Diponegoro) 2013, Juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional SIPPI
“Semarak Inovasi Perkembangan Pertanian Indonesia” 2013 di IPB (Institut
Pertanian Bogor), Juara 2 Lomba Tutorial Hijab 2013 dalam “International Hijab
Day” di UNDIP (Universitas Diponegoro), Juara 2 Lomba Tilawah 2014 Tingkat
UNDIP (Universitas Diponegoro), Juara 1 Lomba Sociopreneur Tingkat Nasional
Health in Campus di UI (Universitas Indonesia) pada tahun 2014, Lolos PKM-K
(Program Kreativitas Mahasiswa-Kewirausahaan) 2013 didanai tahun 2014, Juara 3 Lomba Teknik Terapan RRI Semarang
2015, Delegasi UNDIP dalam FORBIMINAS (Forum Bidikmisi Nasional ) sebagai
delegasi UNDIP (Universitas Diponegoro) pada tahun 2014, Mendapatkan Gold Medal
dalam IYIA (International Young Inventors Award) 2015, Lolos PKM-P (Program
Kreativitas Mahasiswa- Penelitian) 2014 didanai tahun 2015, Lolos PKM-M
(Program Kreativitas Mahasiswa- Pengabdian) 2014 didanai tahun 2015, Lolos
Lomba Hibah Penelitian Mahasiswa 2015, Lolos pendanaan lomba PMW (Program
Mahasiswa Wirausaha) 2015, dan sederet prestasi-prestasi lainnya.
Gambar 2. Gold Medal IYIA (International Young Inventors Award) 2015. |
Gambar 3. Juara 3 Lomba Teknik Terapan RRI 2014 |
Gambar 4. Juara 1 Lomba Sociopreneur Nasional 2014 di UI. |
Gambar 5. Juara 2 Lomba LKTI Nasional SIPPI di IPB 2013. |
Gambar 6. Juara 2 Mawapres (Mahasiswa Berprestasi) Tingkat Fakultas Sains dan Matematika UNDIP 2015. |
Gambar 7. Tim PKM-P Lolos Didanai Dikti 2015. |
Gambar 8. Tim PKM-M Lolos Didanai Dikti 2015. |
Gambar 9. Delegasi ICN Jateng 2016. |
Gambar 10. Muslimah Inspiration UNDIP 2015. |
Gambar 11. Delegasi Olimpiade Sains UNDIP 2015. |
Gambar 12. Bersama Tim PMW Lolos Didanai Dikti 2015. |
Gambar 13. Delegasi UNDIP dalam UBC 2016. |
Gambar 14. Delegasi UNDIP dalam UBC 2016. |
Gambar 15. Delegasi UNDIP dalam FORBIMINAS 2014. |
Gambar 16. Pembicara dalam Pelatihan LKTI dan Presentasi 2016. |
Gambar 17. Aku pada saat diwisuda. |
Gambar 18. Aku bersama Bapak dan Ibuku. |
Bukan hanya
berprestasi, aku pun juga aktif berorganisasi. Organisasi yang pernah kuikuti
selama masa di perkuliahan diantaranya; Staff Jurnalistik NICHE (Organisasi
Jurnalistik Jurusan Biologi, UNDIP) periode 2012-2014, Vocalist RESIMA (Rebana
Sains dan Matematika) di Universitas Diponegoro periode 2013-2014, Founder and
Leader of EDF (English Discussion Forum) periode 2015-2017, Academic Staff of
EEC (Easy English Club) Semarang periode 2016-2017, Vice Director of INE (Info
National Event) periode 2016-2017, Mentee INDEED of IYOIN (Indonesian Youth
Opportunities in International Networking) LC Malang periode 2016, dan Business
and Fundraising Staff of IYD (Indonesian Youth Dream) Region Central Java periode
2016-2017. Saat ini organisasi yang kujalankan adalah BKU (Bimbingan Khozinatul
Ulum) untuk menggerakkan dan memotivasi anak-anak MA Khozinatul Ulum untuk
berprestasi.
Bagiku, mimpi akan
berbuah nyata manakala diimbangi dengan ikhtiar dan doa. Aku berkeyakinan bahwa
segala sesuatu adalah mungkin, tatkala Tuhan terjun di dalamnya. Kesuksesan
adalah hak bagi siapapun yang pantang menyerah, pantang berputus asa, dan terus
berusaha mewujudkan mimpi-mimpinya menjadi nyata. Menurutku cara yang tepat
untuk menyalurkan gagasan adalah dengan berkarya. Aku selalu menyempatkan waktu
luangku untuk menulis di sela-sela kesibukanku ketika kuliah, berorganisasi,
pengabdian masyarakat, dan ketika senggang kerja. Bagiku, menulis adalah cara
yang tepat untuk menorehkan apa yang ia
rasakan, baik dalam bentuk cerpen, puisi, syair maupun novel.
Selain aktif
berorganisasi, mengikuti lomba, dan menulis, aku juga aktif menjalankan
pengabdian sosial. Beberapa pengabdian sosial yang pernah kulakukan
diantaranya: “Street Children Empowerment
(SCE)”, “Disability Children Support
(DCS)”, “Coastal Cleaning Movement
(CCM)”, dan pengabdian-pengabdian lainnya. Pengabdian sosial “Street Children Empowerment (SCE)” ini
kujalankan selama setahun pada tahun 2016. Kegiatan yang dilakukan di SCE
adalah mengajar anak jalanan sepekan sekali dengan mengajari mereka pelajaran
matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan memberikan
keterampilan-keterampilan pada anak jalanan. Sementara “Disability Children Support (DCS” adalah pengabdian sosial yang
kujalankan pada tahun 2016 sepekan sekali dengan fokus mengembangkan bakat
anak-anak berkebutuhan khusus di Semarang dengan tujuan untuk meningkatkan
kepercayaan diri dan keoptimisan anak-anak berkebutuhan khusus melalui
peningkatan prestasi anak-anak berkebutuhan khusus. “Coastal Cleaning Movement (CCM)” ini merupakan pengabdian sosial di
bidang lingkungan yang bergerak di bidang lingkungan pesisir. Kegiatan yang
dilakukan diantaranya seperti membersihkan sampah-sampah yang berserakan di
sekitar pantai, mensosialisasikan warga pesisir untuk peduli terhadap
kebersihan lingkungan sampah, mengajak masyarakat peduli akan kebersihan pantai
sehingga meningkatkan jumlah pengunjung wisata pantai serta meningkatkan
pendapatan warga sekitar pesisir dengan semakin banyaknya jumlah wisatawan yang
berkunjung ke pantai sehingga pendapatan daerah bertambah.
Gambar 19. Kegiatan dalam Disability Children Support. |
Gambar 20. Kegiatan dalam Disability Children Support. |
Gambar 21. Kegiatan dalam Disability Children Support. |
Gambar 22. Kegiatan dalam Coastal Cleaning Movement di Pantai Maron Semarang. |
Gambar 23. Kegiatan dalam Coastal Cleaning Movement di Pantai Marina Semarang. |
Gambar 24. Kegiatan dalam Coastal Cleaning Movement di Pantai Marina Semarang. |
Gambar 25. Kegiatan Mengajar Anak Jalanan dalam Street Children Empowerment. |
Gambar 26. Kegiatan Mengajar Anak Jalanan dalam Street Children Empowerment. |
Gambar 27. Kegiatan Mengajar Anak Jalanan dalam Street Children Empowerment. |
Ya bangku perkuliahan telah membawaku menemukan passionku tentang kewirausahaan, kegiatan sosial (bakti sosial), penggalian minat bakat (bakat menulis dan public speaking), dan menentukan jalanku paska kuliah. Ukiran prestasi, pengalaman organisasi, pengabdian sosial telah menggodok diriku menjadi sosok pribadi yang tangguh. Pendidikan di bangku perkuliahan sedikit banyak telah memberikan pengaruh besar dalam pola pikirku, kedewasaanku mengarungi samudra kehidupan yang terjal dan keras.
WHEN HEART CONFLICTS STARTED
Kehidupan paska wisuda
bagaikan kehidupan di hutan rimba, penuh dengan kompetisi untuk bisa lolos ke
jenjang karir maupun studi lanjut ke jenjang master dan doktor. Dunia paska
kelulusan lebih kejam dari dunia perkuliahan. Bila saat masih kuliah, status
adalah mahasiswa. Bila paska kuliah, ketika sudah bekerja statusnya karyawan
atau bos, ketika lanjut kuliah lagi statusnya adalah mahasiswa magister, dan
apabila masih di rumah alias belum melanjutkan sekolah atau belum bekerja maka
statusnya “PENGANGURAN”. Status “Pengangguran”
lebih pahit dari kopi, lebih terasa kecut dari asam jawa, dan lebih terasa
pedas di telinga dari pedasnya cabe rawit. Maka dari itu, sebelum kelulusan dan
wisuda aku sudah mengantisipasinya dengan apply
ke beberapa instansi atau perusahaan yang memerlukan tenaga kerja atau
mempersiapkan beasiswa untuk lanjut S2. Namun di sisi lain ada dilema juga,
diam-diam saya searching dan mengikuti bimbingan untuk lanjut S2 ke
luar negeri. Link dan persiapan beasiswa pun diam-diam tanpa sepengetahuan
orang tua kupersiapkan. Aku pun berkomitmen mau ambil beasiswa S2 melalui
beasiswa professor di Jepang melalui kenalanku di sana. Mulai belajar bikin
LOA, motivation letter, recommendation letter, dll sudah saya persiapkan. Semua
sudah berjalan mulus alhamdulillah. Well….setelah
merasa semuanya sudah siap, barulah saya meminta izin orangtua.
Awalnya orang tua aku pancing dengan pertanyaan perumpamaan, tidak langsung to the point ke LN. “Ibu, misalkan halimah lanjut S2 ke LN
bagaimana?. Ibu ndak usah khawatir masalah biaya. In syaAllah Halimah bisa
mandiri kuliah seperti S1 menggunakan beasiswa dan part time”. Jawaban
ibuku mencengangkan, “Ibu tidak meridhoi
putri Ibu menuntut ilmu ke LN, apalagi kamu perempuan. Perempuan itu kalau
keluar jauh harus ditemani makhram. Di sana kamu yang jaga siapa, walaupun
hakikatnya yang menjaga Allah, tetap Ibu khawatir apalagi di luar pergaulan
bebas. Nah bagaimana makanan di sana, apa negara yang kamu tuju pasti halal
makanannnya, mudah tidak menemukan makanan halal?. Lalu thoharoh (sesuci)-nya
bagaimana, menggunakan tisu saat buang air kecil, itu dalam fiqih bagaimana?.
Pikirkan akheratmu sayang. Pikirkan akheratmu, kenapa tidak nyari beasiswa S2
di Indonesia saja?”.
Jawaban Ibu dengan
sederet pertanyaan di luar dugaanku itu membuat dadaku semakin sesak. Akupun
mencoba menjelaskannya pelan-pelan. “Bu,
ibu tidak usah kawatir masalah kehalalan makanan di sana, sekarang modern Bu.
Halal food (makanan halal) mudah dijumpai. Untuk masalah thoharoh (sesuci), ibu
tidak usah khawatir, kan bisa thoharoh pakai air, di LN masih banyak air kog.” Lalu
ibu pun menjawab, : “Ibu tetap tidak
meridhoimu sayang. Di LN itu rata-rata individualis, kalau kamu sakit yang
ngerawat siapa. Ya kalau temanmu peduli, kalau tidak. Kamu akan mati di kos-an
saat sakit tak ada yang merawat. Sekali lagi, kenapa tidak di Indonesia saja.
Ibu tidak akan mengizinkanmu keluar jauh kecuali ditemani makhram atau kalau
kamu sudah nikah ditemani suamimu. Di Indonesia saja, coba lihat, banyak
tetangga sekeliling rumah yang hamil di luar nikah bukan. Itulah mengapa dari
kecil, bapak ibu selalu memantau pergaulanmu, tidak membiarkanmu pergi dengan
laki-laki kecuali makhram atau kalau pergi ditemani bapak atau ibu. Kehormatan
seorang wanita terletak pada kesuciannya sayang. Serahkan kesucianmu hanya pada
suamimu saja. Ibu tidak meridhoimu ke LN. Titik”.
Suasana pun memanas,
aku terdiam dan mataku berkaca-kaca hampir menumpahkan lahar dingin di pipi. “Tapi bu,” selaku. “Tidak ada tapi-tapian, ibu tidak meridhoimu kuliah di LN, kalau mau ya
di Indonesia kalau ndak ya mondok atau kerja. Kalau ke LN atau ke luar Jawa
syaratnya harus ditemani makhram atau suamimu”. Rasanya semakin menjelaskan
ke Ibu semakin sia-sia, karena selalu saja ada alasan Ibu untuk menolak dan
tidak meridhoiku ke LN. Antara kecewa, sebal, sedih bercampur jadi satu. “Ah ya Rabb, yang bikin trouble anak
tetangga, hamil di luar nikah. Kenapa aku yang kena imbasnya? Keluar tolabul
ilmi pun dilarang dengan alasan karena bapak tidak bisa menemani ke LN. Halimah
bisa jaga diri baik-baik kog, Halimah bisa membatasi diri untuk pergaulan
dengan laki-laki. Tetap saja tidak boleh. Masak untuk bisa kuliah ke LN harus
nikah dulu, ya kalau suami juga mau lanjut ke LN, kalau tidak bagaimana.
Percuma dong nikah kalau ke LN nya juga sendiri. Apa harus nikah dengan lelaki
yang sevisi mau lanjut studi ke LN,
tujuan negara sama, tujuan universitas sama. Memang semudah itu dapat pasangan
yang semuanya serba sama. Konyol, pikiran macam apa ini”. Setelah
bermalam-malam kupikirkan namun tidak bertemu titik terang solusinya, maka
kuputuskan mengubah haluan dari kuliah ke LN menjadi lebih baik mencari
pengalaman kerja saja. Entah mengapa aku belum ada “greg” di hatiku untuk
kuliah S2 di Indonesia. Daripada debat, yang muda ngalah, anak taat orang tua,
walau itu sangat menyesakkan.
Sebenarnya sejak Mei
2016, aku sudah keterima kerja sebagai Research and Development di salah satu
perusahaan kosmetik. Tapi belum aku ambil karena ambisiku pengen kuliah ke LN.
Makanya sejak kelulusan 15 September 2016 dan wisuda Oktober 2016, aku sibuk
menyiapkan diri bimbingan dan menyiapkan persyaratan untuk ke LN. Meskipun
hasilnya NIHIL. Pada 13 Desember 2016, aku memutuskan mendaftar kerja di
perusahaan desain interior sebagai business
development. Aku pun menjalani serangkaian seleksi dari tahap administrasi,
seleksi berkas hingga tahap wawancara. Alhamdulillah lolos. Rasanya bahagia banget
begitu keterima sebagai business development.
Begitu aku sampai rumah, aku ditanya Ibu. “Bagaimana
seleksimu?”. Sontak dengan senyuman bahagia aku pun menjawab, “Alhamdulillah lolos Bu”. Lalu ibu pun
bertanya, “Bagaimana dengan bosmu,
lingkungan kerjamu?”. Aku pun menjelaskan, “Bosku beraliran wahabi Bu. Tapi beliau baik tidak memaksaku untuk
seperti beliau. Beliau memberikan fasilitas apapun yang aku butuhkan untuk
pengembangan bisnis perusahaan”. Ibuku pun menjawab, “Ibu tidak meridhoimu bekerja disana. Bila engkau taat Ibu, resign-lah.
Itu trik atau cara ia perlahan menarik kamu ke sana sayang. Wahabi itu radikal
dan anti nasional. Ibu tak mau putri
kesayangan Ibu menjadi radikal dan tidak cinta tanah air. Jangan tergiur
iming-iming gaji gedhe sayang”.
Aku berada pada dilema
berat, maka aku pun menghubungi Mas Adi, sahabatku yang biasanya nyaranin aku. Mas
Adi bilang: “Dek taat ibu saja. Birrul
walidain lebih baik. Kalau menurut mas, mas juga sama seperti ibumu. Mas akan
khawatir bila putri kesayangan Ibu menjadi radikal”. Entah mengapa nasehat
Mas Adi begitu menyejukkanku, aku pun taat Ibu dan memutuskan resign (mengundurkan diri). Mas Adi itu
sahabatku yang paling kalem kalau nyaranin, lembut, pokoknya enak didengar
katanya. Ya wajar karena di samping beliau alumni UNDIP, beliau juga alumni
pesantren hehe.
Pada bulan Januari
2017, aku mendaftarkan diri sebagai SBMPTN Tutor di Lembaga Bimbingan Belajar
BIAS (Belajar Itu Asyik Sekali) di Pare, Kediri, Jawa Timur. Alhamdulillah aku
lolos seleksi mengajar SBMPTN. Gaji Halimah 3 juta/ bulan, mendapat tunjangan
makan dan tempat tinggal. Tapi Halimah cuman minta kontrak lebih pendek, cuman
10 Hari. Karena pada tanggal 20 Januari Halimah Harus seleksi wawancara IM
(Indonesia Mengajar) di Yogyakarta, dari 10.256 pendaftar IM, yang lolos
seleksi wawancara ada 210. Dan dari 210 nanti diambil 40 delegate Indonesia
Mengajar. Alhamdulillah, segalanya indah kalau disyukuri. Pengumuman lolos IM
(Indonesia Mengajar) adalah tanggal 10 Februari hingga 10 Maret. Seleksi
Indonesia Mengajar meliputi: seleksi tulis (TPA), seleksi FGD (Focus Group
Discussion), seleksi wawancara, seleksi psikologi (menggambar), seleksi
micro teaching mengajar. Pada bulan Februari 2017, sambil masa menunggu. Halimah
membuka “Bimbingan Belajar Halimah” di rumah yang mengajar anak SD, SMP, SMA.
Alhamdulillah ramai, dan muridnya banyak bahkan hingga 60 murid hampir tiap
hari. Kegiatannya seru, rumah ramai anak-anak hingga penuh. Bahagianya itu,
anak-anaknya lucu-culu sehingga bikin aku seneng dan awet muda. Senengnya lagi
pas mengetahui nilai anak-anak mengalami peningkatan setelah mengikuti
bimbingan belajar denganku. Alhamdulillah.
Bulan Maret, tanggal 10
Maret 2017, Halimah mendapatkan pengumuman IM. Ternyata kehendak Allah lain,
Halimah gagal di tes kesehatan. Mencoba berhusnudzan, mungkin itu yang terbaik
untuk Halimah. Lalu pada tanggal 20 Maret Halimah ikut seleksi wawancara
sebagai Medical Delegate di
Perusahaan Nestle, dan menyedihkannya disyaratkan wajib memiliki SIM A dan bisa
nyetir mobil. Halimah ndak bisa nyetir mobil, alhamdulillah ditolak. Belum
rizki, Halimah curhat Pak Satriyo (Dosen UI yang dekat sekaligus konsultan
Halimah). Bapaknya bilang “Hal kenapa
ndak bilang ke Bapak kalau syaratnya bisa nyetir mobil, kalau kamu bilang bisa Bapak
latih sebelum seleksi”. Yah namanya belum rizki, Halimah memang
menceritakan sesuatu itu kalau sudah terjadi kalau belum, takut dianggap omdo
(omong doang), mending biar hasil yang bicara (sudah kejadian).
Selanjutnya ada
lowongan kerja di Bank, Halimah ikut seleksi di Bank. Seleksinya terdiri dari
seleksi berkas dan wawancara. Alhamdulillah pas Halimah wawancara, manager
Bank-nya lewat, dan tertarik ke Halimah. Melihat semua berkas Halimah (CV,
Cover letter, achievement, dll) menggunakan bahasa Inggris, beliau tertarik.
Terus Halimah disodori tulisan berbahasa Inggris satu halaman, diminta
menterjemahkan. Alhamdulillah bisa dan sebelum pengumuman Halimah sudah dikasih
sinyal sama manager langsung, accepted.
Rasanya seneng, pas pulang wawancara, senyum merekah. Tetapi kehendak Allah
berkata lain, orang tua Halimah dan adik Halimah tidak meridhoi anaknya kerja di
bank.
“Bapak, Ibu, adik tidak ridho bila engkau kerja di Bank, nak. Di bank
itu ada unsur ribanya, riba itu dalam islam hukumnya haram. Meskipun ada 2
pendapat ulama, ada yang mengharamkan dan membolehkan. Tapi Bapak, Ibu dan
adik tetap nggak ridho. Lebih baik mencari pekerjaan lain nak daripada kita
memakan harta yang bercampur riba. Perlu kau ingat sayang bahwa perut yang
kemasukan makanan dari hasil uang haram atau syubhat akan sulit sekali menerima
datangnya hidayah, menolak nasehat, dan cenderung mudah maksiyat. Jangan kerja
yang berkaitan dengan unsur riba ya!. Keputusan ada di tangan kamu, tapi bila
kamu nekad kerja di bank. Uangnya tidak usah kamu berikan keluarga, untuk
dirimu sendiri saja. Ibu tidak mau menerima uang yang bercampur riba.”
Spontan air mataku
menetes. Ternyata memperoleh pekerjaan yang diridhoi orangtua bukanlah hal
mudah. Saat aku keterima dan lolos seleksi berkali-kali, aku harus menghadapi
kenyataan pahit bahwa kedua orang tuaku menolak. Buat apa aku kerja, kalau orang
yang sangat aku cintai (bapak, Ibu, dan adik) tidak meridhoi, terlebih tidak
mau menerima uang dariku. Aku kerja kan pengennya buat membahagiakan orang-orang
yang aku cintai. Ketika Aku ditelfon untuk menandatangani kontrak dengan bank,
langsung aku mohon resign (mengundurkan
diri) sebelum ttd kontrak. Kalau kerja di bank, sudah TTD kontrak lalu resign itu bahaya, dendanya bisa
mencapai puluhan hingga ratusan juta. Jadi sebelum memutuskan resign di tengah jalan, lebih baik resign sebelum TTD kontrak kerja.
Kecuali kalau mantab kerja di sana, silahkan dilanjut TTD kontrak kerjanya.
Aku mencoba mendaftar
di Perusahaan Asuransi dan alhamdulillah keterima. Lagi-lagi aku dihadapkan
kenyataan pahit bahwa kedua orang tuaku tidak menyetujuiku bekerja di sana. Kedua
orangtuaku berdalih bahwa bekerja di asuransi ada unsur riba dan ghoror
(akal-akalan)-nya bila ditinjau secara fiqih. Dengan berat hati, aku pun
memilih taat orangtua. Aku menceritakan apa yang kualami terkait kerja resign terus pada Kak Fazi. Kak Fazi
adalah temanku seorganisasi sewaktu kuliah, kebetulan dia dari Psikologi. Jadi
pikirku sangat tepat bila aku mendapatkan saran darinya. Kak Fazi berkata:
“Hidup-hidup kamu, ngapain kamu mau diatur orang lain sekalipun
orang tuamu. Kamu sudah dewasa, kamu lebih tahu yang terbaik untuk dirimu
daripada orang tuamu. Jangan mau terkekang, hidupmu ya carilah kesukaanmu yang
bisa membuatmu nyaman. Yang merasakan nyaman tidak ya kamu, yang merasakan
dampak dari keputusanmu ya kamu bukan orang tuamu. Lakukan apa yang menjadi
kesukaanmu yang sekiranya menurutmu yang terbaik. Toh bekerja juga untuk
memperbaiki perekonomian keluarga. Kapan majunya kalau terkekang terus,” ucap Kak Fazi padaku.
“Lalu aku harus bagaimana kak?,” tanyaku.
“Kejar mimpimu, entah kuliah ek LN atau bekerja di tempat yang kamu
sukai. Buktikan kamu bisa, nanti orangtuamu pun akan merestui. Kabur, setelah
berhasil kabari ortumu pasti mereka beralih dari tak merestuimu menjadi
membanggakanmu,” papar Kak Fazi.
“Tidak segampang itu kak, ortuku sangat memandang dari segi agama dan
fiqih. Mereka menyayangi akheratku. Beliau bilang, jangan terlalu mengejar
dunia, kehidupan akherat abadi. Persiapkan ibadah untuk kehidupan abadi.”
“Ya sudah, kalau kamu mau terkekang. Hidup-hidupmu sendiri, toh yang
menderita juga kamu bukan aku”
Begitu mendengar ucapan
Kak Fazi demikian, hal itu membuatku lemas tak berdaya. Tiba-tiba saat itu juga
aku mengalami depresi berat, rasanya benar-benar down bila mengingat untuk
kesekian kalinya resign terus, mau kuliah
ke LN juga dilarang, semuanya serba dilarang. Rasanya pikiran buntu, dan saat
itu pula aku menangis. Saat itu pun perasaanku hancur, dadaku terasa sesak untuk bernafas dan suara angin malam pun senyap tak seperti biasanya seolah mengiyakan jeritan tangisku. Lalu aku mengemasi bajuku ke dalam koper. Pikiranku
nanar, aku pun diambang tanpa sadar. Di otakku masih terngiang-ngiang kata Kak
Fazi. Aku pun sudah menenteng koper keluar rumah pada malam hari, Ibuku
menangis. Bapak mengejarku dan menasehatiku. Aku masih terdiam terpaku. Hatiku
bergejolak dan perih begitu melihat ibuku menangis. Melihat ibu menangis
seperti menyakiti hatiku sendiri.
“Ya Allah, kebodohan macam apa yang aku lakukan. Sebenarnya aku
memperjuangkan cita-citaku ataukah melukai perasaan orangtuaku. Bimbing aku ya
Rabb, maafkan atas khilaf dan dosaku”.
Aku pun mencoba menghubungi Mas Adi, sahabatku
yang ketika berkata menyejukkan pikirku. Kembali Mas Adi menasehatiku, “Dek, taatilah ibumu. Surga wanita sebelum
menikah bersama ridho kedua orangtuanya. Ridho Allah bersama ridho kedua
orangtua”. Sejenak aku terdiam dan merenung, kupikirkan baik-baik nasehat
Mas Adi. Begitu indah dan menyejukkan pikirku, lain halnya pernyataan Kak Fazi
yang selalu mengomporiku untuk menentang orang tua, memberontak hingga membuat
ibuku menangis. Spontan aku menyadari kesalahanku, aku duduk bersimpuh di
hadapan ibuku. Aku mencium tangannya lalu memeluknya.
“Bu maafkan aku ya Bu. Aku telah menyakiti hati ibu. Maafkan aku bu”.
“Iya nak, ibu memaafkanmu,” jawab Ibu sembari memelukku.
Semenjak kejadian itu,
aku berjanji pada diriku bahwa aku akan taat ibu. Aku tak akan kabur lagi
sekalipun dikomporin oleh siapapun. Hal yang menyakitkan, kak Fazi yang
mendorongku kabur. Tetapi saat aku kabur beneran, kak Fazi lepas tanggungjawab.
Teringan saat aku bertanya, “Kabur kemana
kak?”. Jawabnya, “Ya ke rumah temanmu
atau kemana aja yang kamu mau. Ya bukan urusanku itu kamu mau kemana”. Aku
pun mengelak, “Lah kakak kan yang nyuruh
aku kabur”. Dari situlah aku tersadar, kak Fazi hanya mau menghancurkan
aku, melawan orangtuaku. Seandainya dia peduli padaku, pasti dia bilangnya
begini, “Kabur ke temanmu dulu yang
wanita dek sementara, atau aku carikan kenalanku yang putri dek”. Dan
bodohnya diriku, mungkin bisa jadi itu dendam kak Fazi. Dia memperalat
kekosonganku saat depresi dan dilema berat untuk menghancurkanku, terlebih
dahulu cintanya pernah kutolak. Padahal menolakku kalem, lembut. Aku tak siap
berpacaran, karena aku mau fokus ke masa depan, selain itu juga aku
menganggapnya sebagai teman biasa, tak lebih. Aku tak menaruh perasaan yang sama
dengannya. Waktu itu dia bilang bisa terima akan keputusanku yang fokus masa
depan, dia juga mengatakan kalau kita bersahabat, namun faktanya berbeda
ternyata ada selimut dendam. Aku husnudzan dengan Kak Fazi karena sebelum aku
tolak pun kami sudah bersahabat dan biasanya dia baik denganku.
Bagaimana mungkin aku
menyakiti ibu yang telah mengorbankan nyawanya untuk melahirkanku ke dunia?.
Bagaimana tega aku melukai hati wanita yang telah merawat dan membesarkanku
dari kecil hingga dewasa?. Sementara aku lebih percaya Kak Fazi, sosok yang
berkedok sebagai sahabat yang sejatinya ingin menyakitiku karena cintanya
tertolak. Siapa ibuku? Aku sudah mengenalnya sejak dalam kandungan. Bagaimana
Kak Fazi yang mempengaruhiku kabur?. Dia hanya orang baru yang menjelma seolah
perhatian padahal sejatinya menaruh dendam. Suatu kebodohan bagiku pernah
membuat ibu menangis hanya karena sebuah ambisi ke LN dan karir dengan
iming-iming gaji yang gedhe. Aku terlalu naif dan ambisi memperoleh gaji yang
besar sebagai modal bagiku untuk mendirikan yayasan sosial tanpa memikirkan
perasaan ibuku yang mengkhawatirkanku.
Sebagai
bentuk permintaan maafku, aku ingin membelikan pulsa TCASH pada ibuku saat aku merantau agar memudahkanku untuk
berkomunikasi dengan keluarga. Kelebihan lain dari TCASH
adalah kita dapat mendownload Aplikasi
& mengaktifkan TCASH di smartphone dengan mudah. Cara pakai TCASH
cukup mudah, transaksi non tunai tinggal klik di HP. Kita juga bisa melakukan
pengisian saldo TCASH melalui rekening bank (ATM, mobile banking, atau internet
banking), Indomaret, Alfamart, GraPARI, dan agen TCASH. Kita bisa membayar Merchant TCASH dengan fitur TAP (NFC) atau SNAP (QR Code). Selain itu, kita juga
bisa mendapatkan beragam promo
special dari merchant, pelanggan
dapat mengunjungi graPARI terdekat untuk mengaktifkan layanan TCash Tap.
Jadi tidak salah seandainya aku memilih membelikan pulsa TCASH sebagai bentuk
permintaan maafku.
Akhir Maret 2017, aku
mendapatkan panggilan kerja di Perusahaan Kelapa Sawit di Kalimantan. Dan ibu
tidak merestuiku karena jauh dan beliau mengkhawatirkanku. Aku pun mentaati
ibu. Ibu lebih tahu yang terbaik dariku daripada aku. Pada 5 April 2017,
Halimah berangkat ke Depok diterima kerja di perusahaan kosmetik.
Alhamdulillah. Begitu sampai Stasiun Pasar Senen, aku langsung dijemput driver dari bosku. Aku diterima sebagai
staff Research and Development (R&D). Selama di Depok, aku mendapatkan
perlakuan yang baik sama Bos. Selain di Research, aku juga sering diajak
meeting, menyambut kunjungan kerja menteri keuangan (MENKEU) dan MENRISTEKDIKTI
(Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi), menyambut kunjungan kerja Bule
dari Universitas di Australia, serta presentasi produk di hadapan client.
Ketika aku masih di
R&D, aku sering mendapatkan perlakuan buruk dari supervisorku tanpa
sepengetahuan dari bosku. Aku dikerja’in dan dibully. Diminta belanja handuk ke
pasar. Sementara aku nggak tahu tempatnya karena aku baru stay di sana, aku memang berani ke pasar yang notabennya cukup jauh
dari lokasi kantor dengan tanya-tanya. Tapi, jujur rasanya sangat menyakitkan
hati, beli-beli itu kan tugas Office Boy/
Office Girl atau bisa juga Field
Purchaser Staff. Research and
Development (R&D) kog diminta beli-beli, jujur kecewa banget sama
supervisorku di R&D. Bukan hanya itu, aku juga sering diacuhkan saat minta
tugas kerja dan aku pernah dipaksa suruh ngeramasin karyawan laki-laki sebagai
uji produk shampoo sampai aku nangis dan nolak, takut.
Rasanya aku ingin
menceritakan perlakuan buruk supervisorku pada BOS, namun kesannya pengadu, akhirnya
aku memilih diam dan aku pendam. Ternyata sahabatku, lapor ke HRD kalau aku
diperlakukan buruk supervisorku. Supervisorku ditegur Bos. Dan ketika aku mau resign, ditahan Bos, dipindah dari
R&D menjadi Solid Product Developer and Own Brand Company Developer di
perusahaan milik Bos yang satunya lagi (perusahaan lainnya). Di perusahaan ini aku
diperlakukan baik, semua karyawan menyambutku ramah. Tapi belum bisa mengobati
kekecewaan selama 2 bulan sama atasan (supervisor di R&D) dulu. Aku masih teringat
saat aku dicuekin (tidak diberi tugas sendiri), dimarahin, dibully gara-gara
dekat Bos dan diajak presentasi. Karena sudah terlanjur kecewa, aku memutuskan
resign. Aku memang karyawan baru, tapi perlakuan Bos padaku sangat baik dan dan
memberikan kepercayaan penuh begitu melihat prestasi dan kompetensiku, mungkin
hal itulah yang membuat supervisorku iri dan sering ngebully aku.
Sebelum resign, aku
sudah searching lowongan pekerjaan. Aku pun mendaftarkan diri sebagai “Biology Teacher” di SMP Anak Terang
(International School Berbasis Billingual School). Oh ya, SMP Anak Terang
(International School Berbasis Billingual School) ini yayasan milik swasta.
Meski demikian, sekolah tersebut keren, kesehariannya murid-muridnya dilatih berkomunikasi
menggunakan bahasa Inggris. Mayoritas siswanya dan guru-gurunya dari ethnis
Thionghoa yang mayoritas beragama Khristiani dan Khatolik, tetapi toleransinya
cukup baik. Tak hanya itu, mayoritas muridnya adalah anak-anak orang kaya
(golongan upper class). Seleksinya
menjadi guru di SMP tersebut cukup lumayan ketat. Seleksi pertama adalah seleksi
berkas, alhamdulillah lolos. Seleksi kedua adalah wawancara dan micro teaching (Praktek mengajar dengan
murid kelas IX). Begitu seleksi wawancara menggunakan 2 bahasa, pertama Bahasa
Indonesia dan kedua Bahasa Inggris. Alhamdulillah seleksi berjalan dengan
lancar, semua pertanyaan dapat terjawab dengan baik.
Lanjut seleksi micro teaching, aku mengajar genetika.
Metode yang kugunakan pada anak-anak adalah metode tanya jawab interaktif, jadi
bukan hanya guru yang aktif menjelaskan tapi murid juga aktif bertanya dan
menjawab. Jadi sistemnya saya menjelaskan, di tengah menjelaskan dan setelah
menjelaskan saya beri quis. Sementara Bu Syelfi (Kepsek) duduk di belakang
siswa, mengamati cara mengajar saya. Microteaching
berjalan lancar, anak-anak riang, aktif dan paham apa yang saya jelaskan.
Bu Syelfi langsung
memelukku, berjabat tangan dan menyatakan bahwa aku lolos seleksi. Kalau aku siap,
segera TTD kontrak, dan SK Guru akan langsung dikeluarkan Yayasan. Aku bahagia,
karena sebelumnya juga ada yang seleksi-seleksi tetapi belum dinyatakan lolos. Setelah
micro teaching, aku langsung di ACC
lolos, alhamdulillah. Aku meminta salary
mengajar 5 juta/ bulan, dan sudah mau dinegokan sama pemilik Yayasan kalau aku
sudah deal TTD kontrak (just info,
rata-rata salary guru di sana adalah
4 juta/ bulan). Aku meminta salary di
atas rata-rata, karena menurutku salary sesuai
kualitas, dan bagi mereka salary bukan masalah untukku. Jadi sama-sama sepakat,
musyawarah. Sebelum mengambil keputusan TTD kontrak, aku meminta waktu 2 hari
untuk telfon Ibu untuk meminta restu Ibu.
Karena keyakinanku, ridho Allah bersama ridho kedua orang tua, maka aku
harus meminta restu orangtua.
Menurutku, bekerja di
lingkungan yang mayoritas non muslim (penganut agama Kristen dan Katholik) itu
hal yang menarik, memacu adrenalin dan merupakan tantangan baru karena aku berada
sebagai minoritas (pemeluk agama Islam/ muslim). Tantangan pertama, aku berhasil
dimana aku berhasil melobby dan boleh mengenakan hijab. Strategi yang kedua, aku
mau dakwah Islam melalui ilmu, sains, prestasi, dan akhlak. Tanpa perlu
koar-koar, kalau akhlak bagus dan prestasi kerja bagus kan orang dengan
sendirinya tertarik, sebagaimana taktiknya sunan kalijaga dulu ketika mengajak
orang memeluk agama Islam. Aku juga akan belajar pluralisme, menurutku ini
adalah hal sangat menyenangkan. Aku teringat, dimana dulu sebelum ada agama Islam
yang dibawa Rosulullah, semua penduduk di Makah dan Madinah mayoritas pemuja
berhala. Apa yang dilakukan rosulullah?. Ya berdakwah pada pemuja berhala agar
beralih menyembah Allah swt. Selain itu rosulullah juga berdakwah melalui
akhlak yang bagus (terbukti julukan Rosulullah adalah Al Amin) dan prestasi
Rosulullah (Rosulullah kecil sudah terkenal, sebab dikitab-kitab injil dan para
ahli kitab sudah diceritakan ciri-ciri Nabi Akhiruz Zaman). Alhamdulillah
sebagai hasil kerja keras perjuangan rosulullah sekarang Islam dikenal di
seluruh dunia.
Namun kenyataan
berbeda, begitu aku menelfon orang tua. Mereka tidak mengizinkan aku bekerja di
tempat yang mayoritas orangnya beragama non Islam, orang tuaku khawatir bila aku
menjadi murtad (keluar dari islam) dan pindah agama seperti yang terjadi pada 2
tetanggaku, pindah agama karena bekerja dilingkungan non Muslim. Aku sudah
melobby dan mengutarakan alasanku detail seperti di atas. Kami pun sempat
berdebat. Aku teguh pendirian, bahwa aku tidak akan terbawa arus, namun akulah
yang akan membawa arus. Kalau masalah prinsip, prinsip tetap nomor satu,
sekalipun disogok satu milyar supaya prinsipku berubah, aku tak akan mau. Aku
meyakinkan keluargaku kalau aku baik-baik saja, dan aku tak akan keluar islam.
Tetap saja orang tuaku teguh pendirian dan tidak mengizinkanku bekerjan di
lingkungan yang mayoritas non Muslim. Akhirnya aku mengalah setelah mendengar
pernyataan ini dari ibuku:
“Kalau
engkau tetap kerja di sana. Ibu nggak ridho. Bapak Ibu ndak mengakui engkau
sebagai anak. Ibu Bapak ndak mau menerima uang dari kamu. Kerja itu yang
penting halal nak, politikmu seberapa. Ibu bapak khawatir kamu malah murtad,
lihat tetanggamu (Mas P, Mkak W dan mbak P) yang pindah agama. Ibu nggak mau.
Ibu ndak gila harta dunia, yang penting halal, cukup, disyukuri. Kamu kerja
buat dirimu sendiri nggak papa, nggak usah mikirin Ibu. Yang penting halal,
toyyib di lingkungan muslim”.
Jujur, terasa sangat
berat jika aku tak diakui anak, tentu saja aku lebih memilih orangtua daripada
pekerjaan. Daripada kehilangan orangtua, lebih baik kehilangan pekerjaan.
Pekerjaan, uang bisa dicari lagi. Kalau orangtua kandung, di toko tidak bisa
beli e hehe. Dengan berat hati, akhirnya aku menelfon Bu Syelfi (Kepsek) bahwa aku
mengundurkan diri sebagai guru karena orangtua tidak merestui. Setelah resign, aku pun menghubungi Mas Adi
menceritakan perihal yang aku alami dan meminta sarannya. Entahlah, bagiku
sejak awal menitih karir, orang yang selalu menasehatiku dengan lembut dan bisa
membawaku pada kebaikan dan gerbang ketaatan pada orang tua adalah Mas Adi.
“Mas, ibu memintaku resign kembali. Tapi kali ini aku tak kabur, aku
taat. Aku in syaAllah mau birrul walidain. Pengorbanan cita-citaku untuk
menuruti ibu tak ada apa-apanya dibanding pengorbanan ibu ketika melahirkanku
ke dunia. Benarkah keputusanku itu mas, aku butuh pencerahan darimu?”
“Justru aku salut denganmu dek, banyak pengorbananmu demi taat Ibu. Taat
ibu saja ya dek. Mas lebih suka kamu taat Ibu. In syaAllah keputusanmu sudah
benar. Kamu itu mandiri ya dari kuliah, juga suka berkorban untuk orang yang
kamu cintai?”
“Hehe,
iya mas. Makasih support-nya ya. Jazakumullah khoir”.
“Afwan.
Iya dek”.
Paska resign sebelum TTD kontrak dari SMP Anak
Terang, aku masih bekerja di perusahaan kosmetik tempat bekerjaku dulu hingga
akhirnya aku mencari alasan yang tepat untuk resign karena tidak betah sebab selain pernah dibully dan juga
lingkungan kantor yang tidak kondusif. Banyak sekali kujumpai kasus
perselingkuhan baik perselingkuhan antara Bos dengan karyawan maupun karyawan
dengan karyawan. Rasanya miris dan ingin mendakwahi mereka, namun siapalah
aku?. Aku hanya karyawan baru, belum dakwah saja sudah dibully karena prestasi,
kompetensi sebab iri. Apalagi bila berdakwah, bisa dimusuhi dan keselamatanku
terancam, apalagi jauh dari orang tua. Maka aku memilih untuk dakwah lewat
akhlak dengan bertutur kata santun, lembut, serta bersikap baik (jujur, amanah,
rendah hati, dll). Salah satu bentuk dakwahku adalah mengajar mengaji (dongeng
islami dan fiqih) pada anak-anak buruh pabrik dan anak-anak warga sekitar
setiap malam Senin, Rabu, dan Jum’at. Anak-anak yang mengaji banyak dan yang
antusias mengikuti kegiatan juga banyak menambah semangatku tersendiri dibalik
sedihnya aku saat siang hari melihat lingkungan kantor yang penuh
perselingkuhan dan tak pernah sepi dari gosib.
KETIKA CAHAYA HIJRAH MEMANGGIL
Berhari-hari aku
memikirkan nasibku, bila aku tetap berdiam diri pada lingkungan yang tak
kondusif. Aku khawatir aku pun terjerumus pada hal negatif, perselingkuhan. Maka aku pun memutuskan resign dan kembali ke Blora. Aku mengambil keputusan resign tepat
saat aku mendapatkan promosi naik jabatan. Bagiku, persiapan untuk kehidupan akheratku
jauh lebih utama, aku butuh lingkungan yang mendukung bakat dan kemampuanku
berfikir. Keputusanku untuk resign dan mau mondok di Pesantren sekaligus menjadi
pengajar di Pesantren ini didukung penuh oleh Mas Adi. Mas Adi selalu menyemangatiku
dan mendukungku untuk selalu birrul
walidain dan mengaji.
“Mas ikut bahagia dek dengan keputusanmu yang memilih mondok. Toh tugas
perempuan kan sebagai madrosah anak ketika berumah tangga,” kata Mas Adi.
“Terimakasih Mas selalu menasehati dan mendukung Halimah sejak awal
menitih karir paska kelulusan. Terimakasih atas saran-saran yang membangun,”
jawabku.
“Sama-sama dek”.
Oh ya, Mas Adi ini
adalah sahabatku. Ia adalah salah satu inspirator sekaligus motivator yang
selalu mendukungku untuk birrul walidain
disamping mendukung bakatku. Dari lima sahabatku, kata Mas Adilah yang paling
sejuk kudengar. Bagaimana tidak?. Beliau penyampaiannya kalem, lembut,
perhatian, dan selalu mendukungku dalam ketaatan. Beliau juga membimbing dan
mengarahkanku untuk menjadi wanita solekhah yang cerdas dan taat orangtua. Usiaku
dan Mas Adi sepantaran, hanya terpaut 2 bulan. Bila aku lahir di bulan April,
Mas Adi di bulan Februari. Entah mengapa, aku merasakan berbeda, kata-kata Mas
Adi begitu sejuk di telingaku. Petuahnya begitu menentramkan batinku, sangat
berbeda dengan yang lain yang mendorongku menjadi insan ambisi, Mas Adi justru
membawaku pada cahaya hijrah tentang arti syukur, sabar, dan taat orangtua.
Hal yang paling aku
suka dari Mas Adi adalah beliau mendukungku untuk menjalankan proyek sosial. Ya
dari kecil aku sangat mencintai kegiatan sosial. Bahkan aku pernah ambisi kerja
di tempat bonafit yang gajinya gedhe, tiada lain gajinya ingin kutabung dan
untuk mendirikan yayasan sosial. Meskipun qodarullah berbeda, aku belum bisa
mendirikan yayasan sosial, namun setidaknya aku bisa berbakti sosial semampuku
dengan komunitas sosial yang aku dirikan. Mas Adi mendukungku dengan kegiatan
sosial mengajar anak buruh pabrik sewaktu aku masih bekerja di Jakarta,
mendukungku mengajar anak-anak autis setiap sepekan sekali di Blora
(bekerjasama dengan Yayasan Autis di dekat Pondok Pesantren), serta kegiatan
sosial “Belajar Gratis Hari Jum’at sebagai hormat Sayyidul Ayyam”.
Cita-citaku yang sangat
aku impikan dan aku berusaha menggapainya:
1. Memiliki
Yayasan Rehabilitasi Pelacur
Aku
sering mendengar bahwa pelacur atau PSK (Pekerja Seks Komersial) itu dicaci,
dihina bahkan dipandang rendah hingga dikucilkan di masyarakat. Nah sebagai
bentuk dakwah dan kepedulian sosial, aku pengen punya yayasan untuk
rehabilitasi pelacur. Dimana fokusnya adalah mengajak pelacur untuk taubat dan
berhenti bekerja sebagai pelacur lalu diberikan pelatihan atau bimbingan serta
penyaluran kerja di pekerjaan yang halal. Nah kegiatannya adalah siraman rohani
tentang taubat, bimbingan dan pelatihan karya untuk bekal kerja yang halal.
2. Memiliki
Yayasan Yatim Piyatu
Entah
mengapa aku sangat sayang terhadap yatim piyatu. Dulu pernah aku memiliki
komunitas gerakan peduli yatim sewaktu kuliah. Dimana fokusnya mengajar yatim
piyatu dan mengumpulkan dana untuk santunan yatim piyatu. Bagiku yatim piyatu
itu mengajarkan kita arti syukur. Bersyukur karena masih diberikan kedua
orangtua. Bukan hanya itu, terlebih kecintaanku pada rosulullah saw. Dimana
rosulullah saw sudah yatim saat masih dalam kandungan dan menjadi yatim piyatu
saat usia 6 tahun. Aku mencintai rosulullah saw, maka tak heran jika aku jua
mencintai yatim.
3. Memiliki
Yayasan Rehabilitasi Orang Gila
Terkadang
hal yang membuatku iba, teharu dan menangis adalah tatkala aku melihat orang
gila di pinggir jalan. Aku membayangkan bila itu keluargaku, tentu betapa
sedihnya aku. Dari situlah timbul cita-cita pengen punya rumah khusus untuk
merawat orang gila terlantar di jalan, direhabilitasi hingga sembuh dan waras BIIDZNILLAH.
Nah keterkaitannya
mengapa aku bercita-cita ingin menjadi pengusaha, agar aku bisa mandiri
membiayai yayasan sosial yang aku gerakkan tanpa tergantung donatur. Bila aku
belum bisa meraih ke sana saat ini, karena memang mendirikan yayasan butuh dana
besar. Maka berbagi tak menunggu kaya, kulakukan semampuku dengan membentuk
komunitas sosial, salah satunya komunitas peduli autis yang mengajar anak autis
tiap sepekan sekali dan komunitas pengembangan bakat anak dimana aku sendiri yang
berperan sebagai tutornya.
Alhamdulillah cahaya
pesantren telah memberikan bekal aku untuk berlatih meraih mimpiku. Selain
memperoleh ilmu agama di Pesantren, aku bisa berbagi inspirasi dan motivasi
pada murid-muridku beserta para santri serta pengabdian sosial. Semua ini tidak
lepas dari peran serta dukungan orangtua, adek dan Mas Adi. Mas Adi yang selalu
mendukungku untuk birrul walidain,
mengembangkan bakat anak-anak, dan bakti sosial. Kata yang selalu terkenang
adalah saat beliau mengucapkan:
“Aku
senang melihatmu yang manis, cerdas, berjiwa entrepreneurship, dan berjiwa
sosial tinggi. Jaga terus birrul walidain ya”.
Kado dari Mas Adi saat
ulang tahunku pun masih kusimpan, kupelajari dan kukenang. Dress berwarma biru
terang agak keabu-abuan beserta kitab uqudillujen. Iya, aku sangat suka membaca
kitab dan mengenakan dress yang simple
tapi anggun. Terlepas dari kado, Mas Adi adalah sosok sahabat yang selalu
mendukungku mengembangkan potensi dan bakat-bakatku. Beliau juga menasehatiku
dan mengarahkanku ketika aku salah dengan kelembutan tutur kata dan solusinya. Aku
pun tak tahu seandainya tak ada Mas Adi, alhamdulillah Allah kirimkan Mas Adi
sebagai kado terindah, sahabat yang selalu mengingatkan akan kebaikan dan
mendukung akan bakti sosial.
Selama di Pesantren,
aku pun semakin sadar bahwa kehidupan akherat lebih penting daripada kehidupan
dunia sebagaimana yang bapak ibukku ajarkan. Bahagia itu sederhana asalkan
hidup penuh syukrur. Aku pun banyak belajar, selain belajar agama sebagai bekal
kehidupan abadi di negeri akherat, juga sebagai bekalku ketika berumah tangga
nanti. Tugas seorang istri adalah taat suami, mulai sekarang belajar dari taat
orangtua. Surga wanita sebelum menikah adalah taat orangtua sebab ridho Allah
bersama ridho kedua orangtuanya. Sementara surga wanita paska menikah adalah
pada ridho suaminya sebab ridho Allah bersama ridho suaminya. Nah sebagai bekal
menjadi seorang Ibu, aku perlu belajar sungguh-sungguh baik belajar ilmu agama,
ilmu sains, ilmu sosial dan ilmu parenting. Tiada lain karena ibu adalah
madrosah anak, jadi kelak aku harus membimbing putra-putriku dengan baik,
mengarahkan mimpinya agar nyata, membimbingnya, mengembangkan bakat dan
keahliannya, mendukungnya, menasehatinya ketika salah, dan lain sebagainya.
Maka dari itu kupersiapkan dari sekarang.
Pesan yang ingin
kusampaikan adalah:
1. Tiada
manusia yang sempurna karena manusia tempatnya khilaf dan dosa. Namun jangan
biarkan lumpur dosa itu menjadi siksa. Belajarlah dari masa lalu, perbaiki
kesalahan yang pernah dilakukan dengan taubatan nasuha dan memperbaiki diri
serta tidak mengulangi kesalahan yang sama.
2. Ketika
berbuat salah atau menyakiti hati orang lain, maka segeralah meminta maaf.
Tiada kata yang lebih baik dari kata “maaf” bagi orang yang salah.
3. Selalu
bersyukur atas apa yang Allah berikan dan selalu bersabar atas ujian yang Allah
berikan. Nikmat jangan sampai melalaikan hingga menjadikan kufur, cobaan jangan
sampai menghantarkan pada su’udzan dengan Allah bahkan berputus asa. Selalulah
husnudzan dengan Allah karena Allah lebih tahu yang terbaik untuk hambaNya.
4. Jadilah
manusia yang bermanfaat hidupnya karena sebaik-baiknya manusia adalah manusia
yang paling banyak manfaatnya untuk manusia lainnya, untuk lingkungannya.
Latihlah kepedulianmu terhadap sesama dengan berbagi, latihlah kepedulianmu
pada binatang dengan mengasihi dan memberi makan, latihlah kepedulianmu pada
tanaman dengan menjaga kelestarian tanaman, dan latihlah kepedulianmu terhadap
lingkungan dengan menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga kelestarian alam.
*****
Bahagia
itu sederhana. Cukup syukuri apa yang kamu miliki maka bahagia pun akan kau
peroleh. Bahagia bukan terletak seberapa mewah gaya hidupmu, seberapa banyak
harta kekayaanmu. TETAPI tentang bagaimana kamu pandai bersyukur atas apa yang
Allah berikan (Dewi Nur Halimah).
*****
Sahabat
yang selalu setia menemani adalah amal kebaikan. Amal kebaikan akan menemanimu
hingga di alam kubur bahkan ketika kekasihmu tak lagi menemanimu di sana.
Teruslah menebar kebaikan dan beramal solekhah karena itu sahabat sejati hingga
akhir hayat
(Dewi
Nur Halimah).
*****
Orang
yang mencintaimu bukanlah orang yang mendorongmu untuk maksiyat (melakukan
tindakan dosa) melainkan orang yang mendukungmu untuk berbuat kebaikan,
mengingatkanmu ketika salah dengan lemah lembut dan kasih sayang, serta orang
yang menemanimu baik suka maupun duka. Dia yang dengan sabar membimbingmu
menuju jalan surga
(Dewi
Nur Halimah).
*****
Berbaktilah
pada ibumu. Ibumu sangat mencintaimu, bahkan ketika engkau meminta maaf setelah
melakukan segunung dosa yang menyakitinya, luasnya samudra maaf pun diberikan
untukmu. Tak ada manusia yang mau mengorbankan jiwa, raga dan nyawa kecuali
ibumu yang rela bertaruh nyawa demi melahirkanmu ke dunia. Esensi cinta adalah
berkorban. Termasuk mengorbankan jiwa dan raga demi yang kita cintai bahagia
(Dewi
Nur Halimah).
#BuatKamu
#PakeTCASH