REDENOMINASI RUPIAH SEBAGAI WUJUD
CINTA RUPIAH DALAM UPAYA MENDONGKRAK CITRA INDONESIA DIMATA DUNIA
*****
Oleh:
Dewi Nur Halimah, S.Si
PH.
085725784395. Email: halimahundip@gmail.com
Gambar 1. Ilustrasi Redenominasi Rupiah (Available at: http://www.ktabank.com/2017/07/redenominasi-rupiah.html). |
Mata
uang negara Indonesia adalah rupiah. Berdasarkan UU No 7 Tahun 2011, mata uang
adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Rupiah. Uang adalah alat pembayaran yang sah. Berkaitan
dengan pernyataan tersebut, uang berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah
dalam transaksi jual beli bagi warga negara Indonesia. Uang rupiah
dikategorikan menjadi dua yakni uang kertas dan uang logam. Kehadiran uang
rupiah dalam kehidupan masyarakat sangat membantu dalam hal perhitungan dalam
transaksi jual beli. Bukan hanya jual beli dalam pasar nasional, nilai rupiah
juga digunakan dalam transaksi di pasar internasional dengan kurs atau
menggunakan valuta asing.
Mata
uang suatu negara dapat lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan suatu
negara lainnya. Tinggi atau rendahnya mata uang suatu negara dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran negara tersebut. Jika penawaran lebih tinggi
dibandingkan permintaan maka nilai tukar mata uang suatu negara akan menurun.
Sebaliknya, jika permintaan lebih tinggi dibandingkan penawaran, maka nilai
tukar mata uang suatu negara akan lebih tinggi. Demikian pula kestabilan
inflasi, saat inflasi suatu negara lebih tinggi dari negara lain maka nilai
rupiah akan melorot dan berpengaruh terhadap nilai kurs.
Naik
turunnya nilai rupiah dalam kurs dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang terhadap valuta asing
diantaranya:
1. Laju
inflasi
Setiap
negara pasti melakukan kerjasama perdagangan antar negara, baik kerjasama
bilateral maupun multilateral. Dalam melakukan kerjasama menggunakan nilai
valuta asing atau yang biasa disebut kurs. Setiap perubahan harga yang
terjadi di dalam suatu negara maka akan mempengaruhi negara mitra kerjasama
yang lain. Apabila suatu negara mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi,
maka harga suatu barang di negara tersebut semakin tinggi. Sebagai akibatnya
permintaan terhadap pasar menurun karena daya beli masyarakat suatu negara
menurun. Rasio uang dalam daya beli (paritas daya beli) ini menjadi acuan nilai
tukar yang menentukan hukum nilai dari mata uang suatu negara. Hal inilah yang
menjadi landasan mengapa tingkat inflasi menentukan nilai tukar mata uang. Peningkatan
inflasi di suatu negara mengarah pada penurunan mata uang nasional, dan
sebaliknya. Penyusutan inflasi uang di dalam negeri akan mengurangi daya beli
dan kecenderungan untuk menjatuhkan nilai tukar mata uang mereka terhadap mata
uang negara-negara di mana tingkat inflasi yang lebih rendah.
Pengaruh inflasi dapat terjadi melalui 2 jalur. Pertama, ketika terjadi inflasi di Indonesia, maka rupiah yang beredar naik, sementara dollar yang beredar tetap sehingga menyebabkan nilai tukar dollar terhadap rupiah turun. Kedua, ketika terjadi inflasi maka harga barang di Indonesia naik, sebaliknya ekspor mengalami penurunan, dollar yang masuk ke Indonesia berkurang maka nilai tukar rupiah terhadap dollar AS turun.
Pengaruh inflasi dapat terjadi melalui 2 jalur. Pertama, ketika terjadi inflasi di Indonesia, maka rupiah yang beredar naik, sementara dollar yang beredar tetap sehingga menyebabkan nilai tukar dollar terhadap rupiah turun. Kedua, ketika terjadi inflasi maka harga barang di Indonesia naik, sebaliknya ekspor mengalami penurunan, dollar yang masuk ke Indonesia berkurang maka nilai tukar rupiah terhadap dollar AS turun.
2. Suku
bunga
Perubahan
tingkat suku bunga di suatu negara akan mempengaruhi arus modal
internasional. Kenaikan suku bunga akan merangsang masuknya modal asing. Kenaikan
suku bunga juga akan merangsang permintaan untuk menaikkan nilai mata uang sehingga
menjadi mahal. Kenaikan nominal suku bunga di suatu negara menurunkan
permintaan untuk mata uang domestik sebagai tanda terima kredit yang mahal
untuk bisnis. Dalam hal mengambil pinjaman, pengusaha meningkatkan biaya produk
mereka dengan menaikkan harga barang.Sebagai contohnya suku bunga antara suku bunga rupiah dan suku bunga dollar AS. Jika suku bunga rupiah naik, sementara suku bunga dollar tetap maka akan ada dollar AS masuk ke Indonesia. Sebagai dampaknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS naik.
3. Kontrol
Pemerintah dan Bank Indonesia
Kebijakan
pemerintah bisa mempengaruhi keseimbangan nilai tukar mata uang suatu negara
terhadap valuta asing. Beberapa usaha yang dapat dilakukan pemerintah untuk
menjaga kestabilan nilai tukar diantaranya; a). Usaha untuk menghindari hambatan
nilai tukar valuta asing, b). Usaha untuk menghindari hambatan perdagangan luar
negeri, dan c). Melakukan intervensi di pasar uang yaitu dengan menjual dan
membeli mata uang.
Selain pemerintah, Bank Indonesia selaku bank sentral juga berperan dalam menentukan kebijakan. Bank Indonesia turut serta menjalankan perannya untuk menjaga kestabilan perekonomian Indonesia dengan melakukan tugasnya seperti menjaga stabilitas moneter, sebagai pengatus dan pengawas perbankan di Indonesia, pengatur dan penyelenggara sistem pembayaran yang nantinya akan berkaitan dengan penentuan kebijakan price dual tagging pada masa transisi pelaksanaan program redenominasi.
Selain pemerintah, Bank Indonesia selaku bank sentral juga berperan dalam menentukan kebijakan. Bank Indonesia turut serta menjalankan perannya untuk menjaga kestabilan perekonomian Indonesia dengan melakukan tugasnya seperti menjaga stabilitas moneter, sebagai pengatus dan pengawas perbankan di Indonesia, pengatur dan penyelenggara sistem pembayaran yang nantinya akan berkaitan dengan penentuan kebijakan price dual tagging pada masa transisi pelaksanaan program redenominasi.
4. Ekspektasi
Ekspektasi
nilai tukar di masa depan akan mendorong pasar valas untuk bereaksi cepat terhadap
setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Sebagai contohnya, berita mengenai
bakal melonjaknya inflasi di AS dapat memicu pedagang valas menjual Dollar,
karena memperkirakan nilai Dollar akan menurun di masa depan. Reaksi langsung
akan menekan nilai tukar Dollar dalam pasar.
Berbicara
besar kecilnya nilai kurs mata uang negara-negara Asia Tenggara, nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing terbilang sangat memprihatinkan. Bagaimana
tidak, Indonesia menempati poringkat kedua nilai tukar mata uang terendah dari
10 negara ASEAN setelah posisi peringkat
terendah pertama diduduki oleh Vietnam. Saat ini, jumlah mata uang nasional
yang diakui PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) sebagai alat pembayaran yang sah
ada 180 mata uang. Menurut The Richest, dari 180 mata uang, Indonesia
masuk ke dalam urutan keempat mata uang dengan nilai tukar yang paling rendah
terhadap dolar AS. Majalah The Economist menyebutkan, masalah
yang dihadapi Indonesia adalah pemerintahan yang birokratis, korupsi, dan
infrastruktur yang tidak memadai menjadi alasan nilai tukar rupiah sangat
rendah.
Mengingat
kedudukan nilai rupiah di mata dunia sangat rendah bahkan termasuk 5 mata uang yang
tak dihargai, maka salah satu upaya gerakan
cinta rupiah untuk mendongkrak citra Indonesia di mata dunia adalah dengan
melakukan redenominasi rupiah (penyederhanaan nominal mata uang rupiah). Redenominasi
rupiah adalah penyederhanaan jumlah digit pada denominasi atau pecahan rupiah
tanpa mengurangi daya beli, harga, atau nilai tukar rupiah terhadap barang dan/
atau jasa. Redenominasi rupiah ini merupakan solusi yang tepat untuk
meningkatkan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing dengan menciptakan persepsi
yang lebih baik mengenai perekonomian Indonesia, peningkatan efisiensi, serta
penghematan signifikan dalam biaya pencetakan uang. Di lain sisi, redenominasi
rupiah juga akan meningkatkan kebanggan terhadap nilai rupiah.
Negara-negara
yang telah lebih dulu berhasil melakukan redenominasi dalang rangka
meningkatkan reputasi ekonomi negara, efisiensi dan akuntabilitas negara
diantaranya:
1. Polandia
melakukan redenominasi pada tahun 1991 dengan pemotongan 4 digit angka.
2. Ukraina
melakukan redenominasi pada tahun 1996 dengan pemotongan 5 digit angka.
3. Turki
melakukan redenominasi pada tahun 2005 dengan pemotongan 6 digit angka.
4. Rumania
melakukan redenominasi pada tahun 2005 dengan pemotongan 4 digit angka.
Belajar
dari negara-negara yang telah lebih dulu melakukan redenominasi, baik yang
berhasil maupun yang gagal melaksanakan redenominasi, Indonesia dapat mempersiapkan beberapa hal
sebelum melaksanakan kebijakan redenominasi agar berhasil. Contoh negara yang
sukses menerapkan redenominasi adalah Turki, Rumania, Polandia, dan Ukraina. Turki
merupakan salah satu contoh negara yang berhasil melakukan redenominasi. Turki
meredenominasi mata uang Lira secara bertahap selama 7 tahun yang dimulai sejak
2005. Setelah redenominasi, semua uang lama Turki (yang diberi kode TL)
dikonversi menjadi Lira baru (dengan kode YTL, di mana Y bermakna “Yeni” atau
baru). Kurs konversi adalah 1 YTL untuk 1.000.000 TL, atau menghilangkan enam
angka nol (6 digit).
Turki
meredenominasi mata uang secara bertahap dengan memperhatikan stabilitas
perekonomian dalam negerinya. Pada tahap awal, mata uang TL dan YTL beredar
secara simultan selama setahun. Kemudian mata uang lama ditarik secara bertahap
digantikan dengan YTL. Pada tahap selanjutnya, sebutan “Yeni” pada uang baru
dihilangkan sehingga mata uang YTL kembali menjadi TL dengan nilai redenominasi.
Selama tahap redenominasi, keadaan perekonomian tetap terjaga. Inflasi Turki
pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 juga tetap stabil di kisaran 8-9%.
Contoh
salah satu negara yang gagal melakukan redenominasi adalah kegagalan
redenominasi Brazil pada tahun 1986 – 1989, meskipun Brazil berhasil melakukan
redenominasi pada tahun 1994. Selain Brazil yang pernah tercatat gagal
melakukan redenominasi, negara-negara lain yang pernah mengalami kegagalan
redenominasi yaitu Rusia, Argentina, Zimbabwe, dan Korea Utara. Brazil sempat
mengalami kegagalan melakukan redenominasi yakni pada tahun 1986-1989. Brazil
melakukan penyederhanaan mata uangnya dari cruzeiro menjadi cruzado. Namun,
kurs mata uangnya justru terdepresiasi secara tajam terhadap dolar AS hingga
mencapai ribuan cruzado untuk setiap dolar AS. Kegagalan ini dikarenakan
pemerintah Brazil tidak mampu mengelola inflasi yang pada waktu itu masih
mencapai 500% per tahun.
Rendahnya
tingkat kepercayaan terhadap pemerintah juga menjadi pangkal masalah kegagalan
redenominasi pada tahun 1986, mengingat negeri itu masih dilanda konflik
politik dan instabilitas pemerintahan yang mengikis kepastian berusaha. Brazil
akhirnya berhasil dalam menerapkan redenominasi pada tahun 1994. Kombinasi
sukses memangkas inflasi dan masuknya modal asing yang meningkatkan cadangan
devisa merupakan faktor terpenting keberhasilan redenominasi di Brazil.
Berdasarkan
kisah keberhasilan dan kegagalan negara-negara yang telah melakukan
redenominasi terlebih dahulu dari Indonesia, Indonesia dapat menggunakan
standar tolak ukur (benchmark)
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan redenominasi dan mewaspadai
faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan redenominasi. Sebagaimana Brazil,
Indonesia pun pernah melakukan redenominasi pada tahun 1965, akan tetapi gagal
karena pada saat itu implementasi redenominasi tidak mampu mendukung
kondisi perekenomian yang kurang kondusif, mengingat inflasi sangat tinggi dan
pertumbuhan ekonomi tidak stabil. Meskipun demikian, Indonesia tidak boleh
putus asa untuk melakukan redenominasi kembali. Berkaca dari Brazil yang
kembali melakukan redenominasi dan akhirnya berhasil, Indonesia seharusnya juga
mengambil langkah redenominasi dengan tetap memperhatikan benchmark keberhasilan redenominasi agar kegagalan redenominasi
tidak terulang untuk kedua kalinya.
Redenominasi
ini penting untuk meningkatkan reputasi Indonesia di mata dunia. Redenominasi
akan menyederhanakan perhitungan dalam setiap transaksi sehingga mempemudah
perhitungan dalam transaksi jual beli barang dan/ atau jasa. Bukan hanya itu,
dengan adanya redenominasi maka kepercayaan pasar terhadap rupiah akan semakin
kuat. Sebagai dampaknya, kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia pun kian meningkat sehingga menambah pendapatan negara.
Sebagai
contohnya nilai rupiah terhadap USD, 1 USD = Rp 13.300. Apabila dilakukan
pemotongan 3 digit maka 1 USD = Rp 13,3. Atau bila dilakukan pemotongan 4 digit
seperti Malaysia, maka 1 USD = Rp 13. Akan tetapi, bila dicermati dengan
seksama, pemotongan 3 digit angka 0 (nol) lebih sederhana dan lebih mudah
diterapkan di Indonesia sehingga menjadi pilihan yang tepat dalam penerapan
redenominasi di Indonesia. Contoh:
·
Rp 100.000 menjadi Rp 100
·
Rp 50.000 menjadi Rp 50
·
Rp 20.000 menjadi Rp 20
·
Rp 10.000 menjadi Rp 10
·
Rp 5.000 menjadi Rp 5
·
Rp 2.000 menjadi Rp 2
·
Rp 1.000 menjadi Rp 1
·
Rp 500 menjadi Rp 50 sen
·
Rp 200 menjadi Rp 20 sen
·
Rp 100 menjadi Rp 10 sen
·
Rp 50 menjadi Rp 5 sen
·
Rp 10 menjadi Rp 1 sen
Rp
1 dan sen menggunakan uang logam, sedangkan uang Rp 2 ke atas menggunakan uang
kertas. Penyederhanaan ini akan membuat persepsi perekonomian Indonesia menjadi
lebih baik, menciptakan efisiensi dalam perdagangan karena memuat nol lebih
sedikit dan rupiah akan sejajar dengan mata uang asing.
Tahapan-tahapan
dalam proses redenominasi:
1. Fase
Persiapan
Fase
ini merupakan tahap awal untuk meraih suksesnya pelaksaan redenominasi. Pada
tahap ini yang dilakukan diantaranya; mendorong RUU Redenominasi Rupiah pada
Prioritas Proglegnas (Program Legalitas Nasional) 2017, persiapan
infrastruktur, dan penarikan uang lama secara rutin perlahan-lahan untuk
diganti dengan uang cetakan baru yang sudah diredenominasi.
2. Fase
Transisi
Fase
ini merupakan tahap paralelisasi pertama yang merupakan masa peralihan dari
uang lama dan uang baru hasil redenominasi. Pada masa transisi ini, uang rupiah
yang lama tetap beredar dan uang rupiah baru yang diterbitkan memiliki
denominasi yang disederhanakan. Disaat yang bersamaan, harga barang dan jasa
pun denominasinya disederhanakan. Selain itu, pada masa transisi ini juga harus
ditetapkan UU dual price tag untuk menghindari permainan harga dari pedagang
curang. Berkaitan dengan dual price tagging, semua toko diwajibkan punya price
tag yang menunjukkan 2 harga yakni harga lama dan harga baru. Misal harga beras
1 kg adalah Rp 10.000 untuk uang lama dan Rp 10 untuk uang baru yang sudah
diredenominasi. Selain kebijakan dual price tagging, masyarakat juga
diperbolehkan menggunakan uang rupiah lama maupun uang rupiah baru. Secara
perlahan, uang rupiah lama ditarik sehingga nantinya hanya tinggal ada uang rupiah
baru. Total masa transisi yang dibutuhkan untuk keberhasilan program
redeniminasi adalah 6 – 7 tahun. Pada tahap ini diadakan sosialisasi pada
masyarakat terkait kebijakan redenominasi rupiah agar masyarakat mendukung
kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan reputasi Indonesia di mata dunia.
3. Fase
Phasing
Pada
tahap ini merupakan tahap paralelisasi kedua atau tahap terakhir keberhasilan
redenominasi rupiah. Transaksi sudah dilakukan dengan menggunakan uang baru
yang diterbitkan dengan denominasi yang disederhanakan dan uang lama sudah
ditarik dari peredaran.
Adapun
keberhasilan redenominasi rupiah dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:
1. Menjaga
Inflasi
Ketika
inflasi negara Indonesia lebih tinggi dari negara lain, maka nilai tukar rupiah
terhadap kurs mengalami kemerosotan (penurunan). Sebaliknya, ketika inflasi di
Indonesia lebih rendah dari negara lain, daya beli masyarakat meningkat dan
pertumbuhan ekonomi Indonesia pun turut meningkat. Sebagai akibatnya
kepercayaan asing terhadap Indonesia pun meningkat.
2. Masa
Transisi
Masa
transisi dari uang lama ke uang baru yang diterbitkan dengan denominasi yang
disederhanakan adalah 6 – 7 tahun. Selama masa
transisi ini, pemerintah harus bertindak tegas dalam mengambil keputusan
untuk meraih suksesnya program redenominasi. Pemerintah bergerak cepat
melakukan sosialisasi, komunikasi dan publikasi terkait kebijakan redenominasi
pada masyarakat.
Dengan
persiapan yang matang, harapannya ke depan Indonesia dapat berhasil
melaksanakan redenominasi rupiah sehingga reputasi mata uang Indonesia di mata
dunia pun meningkat lebih baik. Reputasi yang baik diharapkan dapat
meningkatkan kepercayaan pasar terhadap Indonesia sehinga mendatangkan investor
untuk menanamkan modal di Indonesia. Kepercayaan pasar ini dapat mendorong
peningkatan devisa negara dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia serta
meningkatkan kesejahteraan taraf hidup masyarakat Indonesia dengan semakin
meningkatnya daya beli masyarakat.
SUMBER
DATA:
Anonim. (2013). “Ini
Dia Cerita Negara yang Sukses dan Gagal Melakukan Redenominasi”. Available at https://finance.detik.com/moneter/2150674/ini-dia-cerita-negara-yang-sukses-dan-gagal-melakukan-redenominasi.
Diakses Tanggal 21 Desember 2017.
Anonim. (2017).
“Daftar
mata uang Asia Tenggara dari tertinggi sampai terendah harga kursnya”. Available at: https://uangindonesia.com/mata-uang-asia-tenggara-dari-tertinggi-sampai-terendah/.
Diakses Tanggal 20 Desember 2017.
Apinino, Rio. (2014). “Daftar Mata
Uang Sampah di Dunia, Rupiah Peringkat Berapa?”. Available at: http://bisnis.liputan6.com/read/2146659/daftar-mata-uang-sampah-di-dunia-rupiah-peringkat-berapa.
Diakses Tanggal 20 Desember 2017.
Ernis, Devy. (2014). “Rupiah Masuk
Lima Besar Mata Uang Tak Dihargai”. Available at: https://bisnis.tempo.co/read/628460/rupiah-masuk-lima-besar-mata-uang-tak-dihargai.
Diakses Tanggal 20 Desember 2017.
#GerakanCintaRupiah
#RedenominasiRupiah
#DongkrakCitraIndonesia