HALIMAH BINTI MASDARI

Tampilkan postingan dengan label Ummul Mukminin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ummul Mukminin. Tampilkan semua postingan

Senin, 08 Juni 2020

SAYYIDAH MAIMUNAH BINTI HARITS (WANITA PENYAMBUNG TALI SILATURAHMI)

SAYYIDAH MAIMUNAH BINTI HARITS (WANITA PENYAMBUNG TALI SILATURAHMI)
*****
Oleh Dewi Nur Halimah



Sayyidah Maimunah binti Harits adalah istri Rosulullah saw. Sebelum dinikah oleh Rosulullah saw, beliau dinikah oleh Mas'ud bin Amr Ats Tsaqafi, namun setelah itu beliau dicerai. Selanjutnya beliau dinikah oleh Abu Ruhm bin Abdul Uzza. Abu Ruhm meninggal dunia sehingga Sayyidah Maimunah binti Harits menjanda dua kali. Di landa kesedihan yang luar biasa, namun siapa sangka Allah swt memberikan pelipur lara, pengganti suami yang meninggal dunia dengan lelaki yang paling mulia akhlaknya di dunia yang membawanya menjadi ummul mukminin, beliau dinikah Rosulullah saw. Anugerah luar biasa yang tidak pernah terbesit di benak Sayyidah Maimunah bahwa beliau akan menjadi salah satu ibunda bagi orang-orang mukmin.

KEISTIMEWAAN SAYYIDAH MAIMUNAH BINTI HARITS:

1. Bernasab Mulia. 

Sayyidah Maimunah ra bernasabkan wanita tua mulia dari Harasy dimana putri-putrinya dipinang lelaki-lelaki agung yang mulia. Sayyidah Maimunah binti Harits dinikah Rosulullah saw. Saudari Sayyidah Maimunah ra (Lubabah binti Harits ATAU Ummul Fadl binti Harits) dinikah oleh Sayyidina Abbas ra (Paman Nabi Muhammad saw). Sayyidina Abbas ra adalah sosok yang mulia yang selalu melindungi tetangga, berbagi harta, membantu orang-orang dalam kesusahan, memberi pakaian orang yang tidak mempunyai pakaian, dan memberi makan orang lapar. Kemudian, saudarinya seibu bernama Salma dinikah oleh Sayyidina Hamzah bin Abu Thalib (paman Rosulullah saw), sosok panglima perang yang gagah berani nan taqwa. Saudarinya seibu, Atsma binti Umais juga dinikah Sayyidina Hamzah bin Abu Thalib, kemudian setelah itu dinikah Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq, dan setelah itu dinikah oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib, setelah wafatnya Sayyidatuna Fatimah ra. [1]

Sayyidah Maimunah binti Harits adalah bibi dari Abdullah bin Abbas ra. Abdullah bin Abbas ra adalah ulama ummat, penerjemah Al Qur'an yang memenuhi dunia dengan ilmu dan fiqih. Sayyidah Maimunah binti Harits juga bibi dari Khalid bin Walid ra. Khalid bin Walid ra adalah pedang Allah swt yang terhunus, yang menorehkan lembaran-lembaran cahaya di kening sejarah yang tak akan pernah dilakukan dunia secara keseluruhan di sepanjang zaman. Rosulullah saw bersabda tentang Khalid bin Walid: "Khalid bin Walid adalah pedang Allah yang Allah hunus terhadap orang-orang musyrik". [2]

2. Wanita yang cerdas.

Sayyidah Maimunah binti Harits adalah wanita yang mulia dan sangat cerdas. Beliau mendapatkan kedudukan nan begitu bernilai. Tinggal di rumah Nabi Muhammad saw dan langsung belajar agama dari sumbernya (Rosulullah saw) tanpa perantara. Imam Adz-Dzahabi menyatakan  tentang Sayyyidah Maimunah binti Harits, "Ia termasuk pemimpin kaum wanita dan meriwayatkan sejumlah hadits".

Haditsnya diriwayatkan Ibnu Abbas dan keponakannya yang lain (Abdullah bin Syaddad bin Had, Ubaid bin Sabbaq, Abdurrahman bin Sa'ib Al Hilali) juga keponakannya yang lain (Yazid bin Asham, Kuraib Maula Ibnu Abbas, Sulaiman bin Yasar Maula dan Atha' bin Yasar), dan lainnya. [3]

3. Ahli Ibadah. 

Sayyidah Maimunah ra adalah sosok yang tekun beribadah, sholat malam, berpuasa, membaca Al Qur'an, dan melakukan amal baik sehingga Nabi Muhammad saw memberikan kesaksian iman untuknya dan saudari-saudarinya.

Rosulullah saw bersabda, "Empat wanita bersaudara, Maimunah, Ummul Fadhl, Salma, dan Atsma' binti Umais, saudara seibu mereka adalah wanita-wanita mukminah". [4]

4. Gigih Menegakkan Hukum-Hukum Allah swt.

Sayyidah Maimunah binti Harits sangat gigih menegakkan hukum Allah swt. Beliau menegakkan akidah dan syari'at Allah swt dengan sebenar-benarnya. Ia sosok yang taat menjalani perintah Allah swt dan menjauhi larangan Allah swt.

Diriwayatkan dari Yazid, bahwa seorang kerabat Sayyidah Maimunah binti Harits datang berkunjung, lalu beliau mencium bau khamar darinya. Sayyidah Maimunah ra berkata, "Kalau kau tidak keluar menemui kaum muslimin agar mereka menderamu, jangan pernah lagi masuk menemuiku." [5]

5. Gemar menjaga silaturahmi.

Semasa hidupnya, Sayyidah Maimunah binti Harits gemar berkunjung ke rumah saudaranya sesama muslim untuk menjalin silaturahmi. Hal ini mengingat menjaga  silaturahmi dapat memanjangkan umur, memperkuat tali persaudaraan, dan menambah rizki.

Sayyidah Aisyah ra menuturkan kata-kata monumental ketika sayyidah Maimunah ra wafat, "Demi Allah, Maimunah telah pergi. Ketahuilah!. Ia termasuk salah satu yang paling bertakwa kepada Allah swt dan paling menyambung tali kekeluargaan di antara kami." [6]

SUMBER PUSTAKA:

[1]. HR Ibnu Asakir dari Umar

[2]. Al Ishabah, Al Hafizh Ibnu Hajar (VIII/450).

[3]. Siyar A'lamin Nubala, Imam Adz-Dzahabi (II/ 329).

[4]. HR. An Nasa'i dan Hakim dari Ibnu Abbas.

[5]. HR. Ibnu Sa'ad (VIII/99).

[6]. HR. Ibnu Sa'ad (VIII/138) dan Hakim (IV/ 32). Al Arnauth berkata, "Sanad hadits ini shahih".

Sabtu, 30 Mei 2020

SAYYIDAH ZAINAB BINTI KHUZAIMAH, UMMUL MASAKIN

SAYYIDAH ZAINAB BINTI KHUZAIMAH, UMMUL MASAKIN
*****
Oleh: Dewi Nur Halimah



Siapakah sosok Sayyidah Zainab bin Khuzaimah?. Beliau adalah salah satu istri Rosululloh saw. Sebelum menikah dengan Rosulullah saw, beliau telah menikah. Ada perbedaan pendapat antara ahlul ilmi terkait pernikahan beliau sebelum dengan Rosulullah saw. Ada yang mengatakan bahwa Sayyidah Zainab binti Khuzaimah pernah menikah dengan Abdullah bin Jahsy ra. Ada pula ahlul ilmi yang mengatakan bahwa beliau pernah menikah dengah Thufail bin Harits.

Pendapat yang mengatakan bahwa Sayyidah Zainab binti Khuzaimah pernah menikah dengan Abdullah bin Jahsy ra.

Imam Adz Dzahabi berkata, "Suaminya, Abdullah bin Jahsy, terbunuh dalam perang uhud, lalu ia dinikahi Rosulullah saw. Ia hanya tinggal bersama Rosulullah saw selama 2 bulan atau lebih, setelah itu meninggal dunia." [1].

Pendapat yang mengatakan bahwa Sayyidah Zainab RA pernah menikah dengah Thufail bin Harits.

Diriwayatkan dari Muhammad bin Ishaq, ia berkata, "Rosulullah saw menikahi Zainab binti Khuzaimah Al Hilaliyah, ibu orang-orang miskin. Sebelumnya, ia menikah dengan Hushain atau Thufail bin Harits yang meninggal dunia di Madinah. Ia adalah istri Nabi saw yang pertama kali meninggal dunia." [2].

Ahli nasab, Ali bin Abdul Aziz Al Jurjani, "Sebelumnya ia (Zainab) menikah dengan Thufail. Setelah itu dinikahi oleh saudaranya Thufail, Asy Syahid Ubaid bin Harits Al Muththallibi." [3]

Adapun kemuliaan hati dan akhlak dari sayyidah Zainab binti Khuzaimah yang perlu kita teladani diantaranya:

1. Penyayang terhadap fakir miskin.

Sayyidah Zainab binti Khuzaimah sangat sayang terhadap orang-orang miskin, bahkan sebelum kenabian. Kecintaannya pada fakir miskin kian meningkat tatkala masuk islam. Atas kepedulian sosialnya pada fakir miskin, maka beliau dijuluki sebagai ummul masakin (ibu orang orang miskin). Kecintaannnya dan kepeduliannya lada fakir miskin mukmin kian bertambah besar terlebih ketika mendengar Rosulullah saw menyampaikan keutamaan menyayangi fakir miskin.

Sayyidah Zainab binti Khuzaimah merasa sangat bahagia tatkala mengasihi, menyayangi, dan berbuat baik kepada orang orang miskin. Sehingga seluruh waktunya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah swt. Selanjutnya beliau menjaga, memberi makan, dan bersedekah kepada sejumlah orang-orang miskin. Itulah mengapa beliau disebut sebagai ibunda bagi orang orang miskin. Tiada lain karena kasih sayangnya pada fakir miskin sangat tinggi. 

Adapun keutamaan sedakah yang disampaikan Nabi Muhammad saw adalah:

Rosulullah saw berdabda, "Amal terbaik adalah engkau menyenangkan saudaramu sesama mukmin, membayarkan hutangnya, atau memberinya roti." [4]

Rosulullah saw bersabda, "Setiap muslim memberi pakaian kepada muslim lain karena tidak memiliki pakaian, Allah swt memberinya pakain berwarna hijau. Setiap muslim memberi makan kepada muslim lain karena kelaparan, Allah memberinya makan pada hari Kiamat dari buah-buahan surga. Setiap muslim memberi minum muslim lain karena kehausan, Allah memberinya minum pada hari Kiamat dari arak murni yang ditutup." [5]

Arak atau minuman keras memang haram ketika di dunia, namun ketika di akherat dihalalkan di surga. Arak di dunia adalah ujian, akankah para mukmin mampu mencegah dan menghindari untuk mengonsumsinya demi ketaatannya pada Allah swt. Sedangkan arak di surga adalah hadiah atas rohman Allah pada hamba hamba yang tergolong kekasih Allah swt. Arak di surga in syaAllah tidak memabukkan.

Rosulullah saw bersabda, "Manusia yang paling disukai Allah swt adalah yang paling bermanfaat di antara mereka. Amalan yang paling disukai Allah adalah menyenangkan orang muslim, membantu kesusahannya, membayarkan hutangnya, dan menghilangkan rasa laparnya. Sungguh, bahwa aku berjalan bersama saudaraku sesama muslim untuk suatu keperluan, lebih aku sukai daripada beri'tikaf di masjid selama sebulan. Siapa menahan amarah, Allah menutup auratnya. Siapa menahan amarah yang andai ia mau melampiaskannya tentu ia lampiaskan, Allah memenuhi hatinya dengan kerelaan pada hari Kiamat. Siapa berjalan bersama saudaranya sesama muslim untuk suatu keperluan hingga menuntaskannya, Allah meneguhkan kakinya pada hari kaki-kaki tergelincir. Akhlak tidak baik merusak amalan, seperti cuka merusak madu." [6]

Diriwayatkan dari Abu Malik Al Asy'ari ra, ia berkata: "Rosulullah saw bersabda, 'Sungguh surga ada kamar-kamar, luarnya terlihat dari dalamnya dan dalamnya terlihat dari luarnya, yang Allah sediakan untuk orang yang memberi makan, menyebarkan salam, dan shalat pada malam hari saat orang-orang terlelap.' [7]

2. Ahli Ibadah

Sayyidah Zainab binti Khuzaimah ra adalah sosok yang taat. Beliau adalah istri yang taat pada Rosulullah saw. Beliau mendampingi nabi Muhammad saw, meneladani perilaku, ilmu, akhlak dan kasih sayang nabi. Semakin hari, iman dan takwanya semakin meningkat. Beliau ahli sodaqoh, ahli puasa, ahli solat dan juga zuhud serta wara'. 

SUMBER PUSTAKA:

[1]. Syaikh Mahmud Al Mishri, Biografi 35 Shahabiyah Nabi (Jakarta: Ummul Qura, 2014), hlm. 224.

[2]. Al Haitsami menuturkan dalam Majma' Az Zawa'id (15358), "Diriwayatkan Ath Thabrani. Para perawinya tsiqah."

[3]. Siyar A'lamin Nubala (II/218).

[4]. HR. Ibnu Abiddunya dalam Qadha'ul Hawa'ij, Al-Baihaqi dalam  Syua'bul Iman, dari Abu Hurairah, Ibnu Adi dalam Al-Kamil, dari Ibnu Umar.

[5]. HR. Ahmad, Abu Dawud (1682), At Tirmidzi (2449), dari Abu Sa'id Al Khudri.

[6]. HR. Ibnu Abiddunya dalam Qadha'ul Hawa'ij, At Thabrani dalam Al Mu'jam Al Kabir, dari Ibnu Umar.

[7]. HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya.