RUNTUHNYA PERSAHABATAN
“J |
adi rambut kamu, kamu potong Del? Wah kamu sekarang makin tambah cantik, so sweet, dan pokoknya mantep deh” kata Tika sembari mengacungkan kedua ibu jarinya.
“Ah.........masak, perasaan biasa-biasa aja tuh, nggak usah hiperbola deh?” jawab Adel nggak percaya.
“Kamu nggak percaya, coba deh kamu ngaca pakai kaca ini” kata Tika, menyodorkan kaca.
Adel kemudian mengambil kaca pemberian Tika, dilihatnya wajahnya perlahan-lahan. Ia hanya senyam-senyum sendiri saat melihat wajahnya dikaca.
‘Benarkan apa kata aku, kamu sich nggak percaya” ujar Tika pada Adel.
“Ya........”jawab Adel tersenyum tipis.
Tiba-tiba ada teman-teman yang mau bergabung dan ngobrol bareng Tika dan Adel.
“Hey Adel, kok kamu sekarang tambah cool kayaknya” sapa Nova ceplas-ceplos. “Mana rambutnya diurai, tangannya juga pakai gelang biru” lanjutnya.
“Iya tuh Adel, biasanya rambutnya kan dikuncir sekarang kok diurai dan sekarang ada poninya lagi, New..........nich ya!”kata Wina.
Adel hanya diam aja dan wajahnya nampak nyengir.
“Hey Tik, kapan kamu gaulnya kaya Adel perasaan kamu biasa-biasa aja, modern dikit dong” kata Nova pada Tika.
“Ya........gimana ya, dari dulu kamu kan tau kalau aku biasa-biasa aja, kalaupun rambut aku kupotong toh kamu kan juga nggak bakalan tahu karena aku berjilbab. Lagian nich ya ngapain harus modern dan gaya, jadi diri sendiri kan lebih nyaman” papar Tika dengan jelas.
“Ya tuh benar 100 % mantep” kata Bianto mendukung jawaban Tika.
“Eh......Adel, aku kasih tahu ya, nggak usah kemayu dan menjeng kayak Nova, pakai direbounding segala lagi, udah gitu tangannya ada gelangnya ,pakai banyak jepit rambut lagi,kayak mau kondangan aja........ biasa aja dong” kata Bianto sambil mengorak arik rambutnya Nova.
“Bian, ngapain sich pakai ngorak-arik rambutku segala” kata Nova ketus.
“Ya nich Adel sekarang berubah 180 °,” tambah Yanti.
Adel terdiam dan membisu, matanya sudah berkaca-kaca, namun ia memaksakan untuk tersenyum. Digandenganya tangan Tika diajak keperpustakan. Ketika hendak melangkah keperpustakaan, Adel mendengar teriakan Yuda.
“Adel-Adel, mentang-mentang mau naik kelas rambutnya new hu..........”teriak Yuda dengan suara lantang.
Adel tetap berjalan dan tak menghiraukan kata Yuda. Begitu sampai diperpustakaan Adel dan Tika langsung membaca buku. Adel membaca novel, sedang Tika membaca buku religius. Disela-sela membaca buku, Tika menyempatkan membuka percakapan dengan Adel.
“Adel.........kata teman-teman tadi nggak usah dimasukkan ke hati, ya” kata Tika pada Adel.
Adel tetap membaca novel dan ia tidak menghiraukan kata Tika dianggapnya kata Tika hanyalah angin lewat. Melihat perlakuan Adel yang aneh padanya, Tika memakluminya dan ia melanjutkan membacanya.
Teeet...............suara bel berdering tanda bel pulang sekolah. Hari ini sekarang pulangnya lebih pagi dari biasanya karena sudah usai melaksanakan tes ulangan akhir semester dan guru-guru sibuk menilai hasil tes.
Keesokan harinya anak-anak datang kesekolah seperti biasanya. Hari ini seperti kemarin yaitu jam kosong. Sekolah mengadakan lomba footsal dan tiap kelas harus mengikutinya. Dikelas anak-anak putri pada ngobrol dan sebagian ada yang menonton lomba footsal.
“Del, Adel.........,kamu potong rambut dimana?”tanya Septia.
“Ya disalonlah masak dirumah makan?”jawab Adel agak ketus.
“Ya, maksud aku disalon mana?”tanya Septia lagi.
“Ada aja, mau tau aja lho” jawab Adel semakin ketus.
Adel meninggalkan tempat duduknya dan langsung berjalan menuju Tia.
“Tia, kamu mau nggak ikut aku diperpustakaan” tanya Adel.
“Ya, aku mau”jawab Tia.
Mereka kemudian bergegas menuju perpustakaan. Begitu mereka meninggalkan kelas,semua anak-anak membicarakannya.
“Eh guys, sekarang itu si Adel sama si Tia cocok banget, sama-sama menjeng”kata Wina.
“Iya tuh, dulu sich waktu rambutnya belum dipotong dia nggak kemayu. Dan diamanapun ia pergi pasti bareng Tika dan dia alim banget nggak kaya gini” tambah Diah pada teman-teman.
Saat mendengar perkataan itu Tika sedih, air matanya serasa akan terjatuh membasahi pipi, namun ia tahan hingga yang terlihat hanyalah mata yang berkaca-kaca. Melihat sahabatnya bersedih Septia dan Manda menenangkan Tika.
“Nggak usah dimasukin kehati Tik, nggak usah nangis ntar teman-teman malah curiga lagi kalau kamu nangis”kata Manda dengan lembut.
“Ya, ngapain aku nangis toh yang dibicarain teman-teman kan bukan aku”jawab Tika
“Kayaknya persahabatan kamu sama Adel mau runtuh ya?”tanya Septia.
“Iya tuh. Aku sendiri bingung, entah mengapa sikap Adel sekarang berubah padaku. Dulu kemanapun ia pergi selalu denganku, kini dia justru mengajak Tia tanpa denganku”kata Tika dengan suara melemas.
Saat menghadap ke depan, Tika melamun, matanya tak berkedip dan sorot pandangannya lurus menghadap ke depan, serta badannya tak bergerak. Dibayangkannya masa lalu bersama Adel. Ia yang selalu bersama Adel saat fotocopy, saat dikantin, saat diperpus, saat dikelas sampai-sampai di wc pun selalu bersama. Serasa kebersamaan itu hanyalah tinggal kenangan.
“Sorry Tik, aku nggak bermaksud menyakitimu. Aku Cuma nggak mau teman-teman selalu membandingkanku dengan kamu jika kita bersama. Aku tau mungkin kamu berimage baik dimata teman-teman. Sedang aku? Kamu adalah sosok pendiam, biasa dan nggak gaya, kamu juga nggak rame kalau tanpa aku. Aku rasa kita lebih baik berpisah daripada ntar terpengaruh dengan sikap aku sekarang ini”kata Adel dalam hati saat ia berada diperpus.
Dikelas Tika merasa bosan, ia bergegas berjalan keluar dari kelas mencari suasana baru diluar kelas.
“Tika..........”terdengar suara Widya memanggilnya.
Tika menoleh kebelakang dan menghentikan langkahnya. Widya menghampiri Tika dengan nafas terengah-engah karena sehabis berlari menejar Tika.
“Widya, sebaiknya kita istirahat dulu, ntar kalau nafas kamu sudah lega kita terusin jalan lagi, OK !!” pinta Tika pada Widya.
“Nggak papa kok, aku sudah pengen banget nich nonton lomba footsal. Kira-kira kelas kita masuk semi final nggak ya??” kata Widya.
Tanpa basa-basi mereka langsung menuju lapangan lomba footsal. Mereka menyaksikan lomba footsal.
“Tika, Tika lihat deh kelas kita masuk semifinal, asyiik............!!” kata Widya sembari menepuk bahu Tika.
“Ya,ya. Alhamdulillah kelas kita masuk semifinal semoga nanti menang biar nanti masuk ke final” kata Tika.
“Amin...........amin.........amin........” gurau widya sembari mengangkat kedua tangannya.
“Eh Wid, kok pakai tangannya diangkat segala kayak do`a waktu kondangan aja” kata Tika.
“Goal!!” suara tendangan bola
“Yeach, kelas kita menang, hooooore..........!!”kata Widya.
Tika hanya tersenyum lalu ia menarik tangan Widya untuk diajak ke perpus.
“Tapi Tik, aku mau lihat finalnya” elak Widya.
“Finalnya dilanjutkan besok, jadi sekarang itu permainannya udah selesai” kata Tika.
Tika dan Widya kemudian berjalan menuju perpus. Disela-sela saat berjalan Tika mencurahkan seluruh isi hatinya pada Widya.
“ Tahu nggak Wid, sekarang ini aku bingung, persahabatanku dengan Adel yang sudah kujalani setahun kini serasa runtuh tertendang gelombang. Adel yang dulu selalu bersamaku kini justru selalu bersama Tia. Adel juga nggak menghiraukan aku bila aku didekatnya dia lebih milih cerita sama Tia. Aku tahu Tia dan Adel sama-sama sahabatku. Tapi aku nganggap Adel lebih dari sahabat bahkan aku nganggap dia kayak saudara. Jujur, aku cemburu banget sama Tia. Gimana nich, kasih solusi dong?” cerita Tika panjang lebar.
“Ya sabar saja, setiap masalah itu pasti ada jalan keluarnya. Tapi, masa segitunya kamu sampai cemburu kayak pacaran aja” jawab Widya.
“Cemburu itu bukan untuk pacaran saja tau, untuk sahabat juga bisa atau untuk orang yang kita sayangi. Bukannya cemburu itu tanda kita sayang?? Asal kamu tahu aku itu takut persahabatanku dengan Adel terputus. Aku takut kehilangan perhatian Adel yang sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri”jawab Tika dengan jelas.
“Ya sudahlah, nggak usah terlalu dipikirin ntar kamu sedih lagi. Allah pasti menunjukkan jalan keluarnya asal kamu mau berusaha dan berdoa, tapi satu pesan aku kamu jangan benci Adel ya, Adel is your best friend OK.........!!” ceramah Widya pada Tika.
“Ya Miss English, itu pasti kulakukan, Adel kan my best friend”gurau Tika.
Tanpa terasa karena terlarut dalam percakapan Tika dan Widya sudah sampai diperpustakaan. Dihampirinya Adel yang duduk disamping Tia.
“Hey.....del, aku cari-cari ternyata kamu disini” sapa Tika dengan ramah.
Adel cuek saja dan mukanya langsung menoleh pada Tia dan tak menanggapi sapaan Tika, ia justru mengalihkan pembicaraan pada Tia.
“Tia, yuk kita ke kelas, aku sudah nggak mud nich baca diperpus” kata Adel sembari menggandeng tangan Tia.
Tika terdiam, kesedihannya kini semakin parah.
“Widya, kamu tahu sendiri kan kalau Adel sekarang dia cuek ama aku, apa salahku hingga dia kayak gini. Aku bingung Widya, perasaan selama ini aku setia sama persahabatan ini” kata Tika dengan mata yang berkaca-kaca.
“Udah, nggak usah sedih kan ada aku yang selalu bersamamu OK!!. Kalau gitu sekarang senyum dong, mana Tika yang dulu yang selalu ceria dan bersemangat tunjukin dong” hibur Widya.
Saat Adel tiba dikelas, Septia dan Manda menghampiri Adel. Mereka tak mau sahabatnya bersedih karena takut kehilangan Adel.
‘Adel, boleh nggak aku duduk disampingmu?” tanya Septia.
“Boleh, emangnya ada apa??” jawab Adel.
“Adel, aku juga boleh kan duduk didekat kamu, bolehkan aku ikut bercakap-cakap denganmu dan Septia” pinta Manda.
“Boleh, ada apa nich kok tumben ngajak aku bicara??” tanya Adel kebingungan.
“Del, sebenarnya aku sedih ngelihat kamu dan Tika semakin jauh. Aku tahu kamu dan Tika itu sahabat yang sudah menjalin hubungan selama setahun. Mana mungkin sekarang kamu mendadak berubah sikap menjadi gini, ini sulit dipercaya tahu, apa kamu mau kalau persahabatan yang sudah kamu jalani selama setahun lenyap begitu saja........Del plis tolong kamu pikirin itu baik-baik!!” kata Septia memelas.
“Kamu nggak tahu kan apa yang aku rasakan sekarang, setiap aku jalan sama Tika teman-teman selalu ngebandingin aku sama Tika, kalau aku berimage baik sich “no problem” tapi ini..........” kata Adel dengan air mata yang berjatuhan dipipinya.
“Ya aku tahu perasaan kamu, itu pasti sediiiih banget. Tapi bukan berarti kan kamu ngelampiasin rasa kekesalanmu itu pada Tika. Apa kamu siap kehilangan Tika, orang selalu bersama dengan kamu?” kata Manda.
Adel mengusap air matanya yang berjatuhan, kemudian nampak dari mimik mukanya mulai tersenyum.
“Makasih ya guys, kalian peduli dengan persahabatanku sama Tika. Makasih buat semua sarannya” ujar Adel.
Begitu Tika dan Widya kembali ke kelas dan duduk dikursinya tanpa basa-basi Adel langsung menghampirinya.
“Tika, sorry ya Tik, selama ini sikapku berubah sama kamu. Aku yang tidak selalu bersamamu, aku yang cuek denganmu, aku yang membuatmu sedih. Tik kamu masih maukan jadi sahabatku lagi??” ucap Adel “ Aku takut kehilangan kamu Tik” lanjutnya.
“Ya Del, aku mau jadi sahabatmu. Aku juga takut kehilangan perhatian kamu” jawab Tika.
Kemudian mereka berpelukan dan mereka berjanji akan selalu bersama jika disekolah layaknya saudara. Mereka saling menumpahkan semua kesalahan mereka. Melihat hal ini Septia dan Manda tersenyum karena Manda dan Septia bila menyatukan persahabatan Adel dan Tika kembali yang telah tertelan gelombang emosi.