Assalamualaikum. Wb. Wb.
Yth. Departemen Pendidikan Nasional Indonesia
serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia,
Di Tempat
Perkenalkan saya Dewi
Nur Halimah, Mahasiswa Universitas Diponegoro Angkatan 2012. Menurut saya,
pendidikan Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus secara mendetail dari
pemerintah. Hal ini mengingat pendidikan adalah pondasi utama yang akan membawa
bangsa ini di masa depan. Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang
perlu dikoreksi untuk kebaikan pendidikan bangsa ini.
Sebelumnya mohon maaf
atas surat terbuka ini, namun menurut saya hal ini patut direnungkan, patut
untuk mendapatkan perhatian. Saya mahasiswi yang jua bekerja part time sebagai tentor baik tentor SD,
SMP, SMA, maupun SNMPTN. Tak jarang, sayapun sering membaca jua mengamati
tentang potret pendidikan Indonesia. Tepat malam ini, saya sangat prihatin
tentang buku ajar untuk siswa SMP kelas VIII.
Kronologinya seperti
ini, tepat tanggal 5 Mei 2016, saya mengajar murid saya kelas VIII SMP pada pelajaran Bahasa Indonesia. Di sinilah
saya merasa turut prihatin dan perlu saya sampaikan. Murid saya meminta untuk
dijelaskan pada Bab 8 yang kebetulan tentang novel dan teks berita. Hal yang
miris saya lihat adalah, pada buku ajar anak SMP Kelas VIII disuguhkan cuplikan
novel dengan tema percintaan dengan menggunakan bahasa pokem (bahasa anak gaul).
Tak hanya berhenti disini, isi dari cuplikan yang tertera dalam buku ajar
tersebut mengutip tentang kisah cinta, perebutan pacar (Adit) oleh Tita dari
Uni. Bahkan dalam buku tersebut, seolah mengisahkan tetang pacaran.
Yang menjadi point
saya, bukankah tujuan pendidikan untuk membentuk kharakter anak yang cerdas dan
berakhlak?. Jika tujuannya untuk membentuk kharakter anak, mengapa disuguhkan
cuplikan novel yang bertemakan pacaran, menggunakan bahasa pokem, tentang
penghianatan, tentang kebohongan yang menurut saya kurang pantas untuk
disuguhkan pada anak SMP Kelas VIII.
Pada buku ajar dengan ketebalan 208
halaman, dengan:
Judul
Buku : “Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMP/ MTs Kelas VIII”
Penulis : Asep Yudha Wirajaya dan
Sudarmawarti
Diterbitkan : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional Tahun 2008
Diperbanyak : Eurika Bookhouse
Tempat
Terbit : Jakarta
Tahun
Terbit : 2008.
Menurut saya, cuplikan
novel yang terletak pada halaman 142-143 dengan novel yang berjudul “Eiffel,
I’m in Love, Rachmania Arunita” kurang layak untuk disajikan pada siswa SMP.
Merusak kharakter generasi muda memang mudah, tetapi membangun kharakter itulah
yang susah, terkadang tanpa disadari hal kecil dapat menimbulkan kerusakan pada
anak-anak, terutama moralnya. Terlebih Indonesia saat ini telah terancam dan
mengalami degradasi moral dari generasi mudanya dan hal ini patut untuk
direnungkan serta dicari solusinya untuk mengembalikan jati diri Indonesia yang
sarat akan budi luhur dan sopan santun. Dalam cuplikan novel tersebut, terdapat
4 tokoh yakni Tita, Adit, Uni, dan Ananda. Kisahnya tentang percintaan, dimana
dalam cuplikan tersebut Tita sangat sebal saat bertemu dengan Uni karena Adit
membatalkan perjanjiannya dengan Uni demi pergi bersama Tita. Ternyata Tita dan
Adit terpergok oleh Uni, Uni melambaikan tangannya dan menyapa Adit dan Tito,
lalu secara langsung tanpa bosa basi menanyakan apakah yang digosipkan itu
benar akan hubungan mereka. Namun bahasa yang digunakan bahasa pokem (gue, loe, dll). Bukankah dalam bahasa
Indonesia seharusnya anak dididik untuk berbahasa baku, santun, sekalipun tidak
baku tetapi masih memperhatikan etika dalam berbahasa.
Pada hakikatnya tema
percintaan boleh, karena segala sesuatu perlu didasari dengan cinta bahkan
menuntut ilmupun perlu didasari dengan cinta pada ilmu yang sedang dipelajari.
Namun yang perlu diperhatikan, tinggal bagaimana pengemasannya seperti bahasa
yang digunakan (misal sebaiknya menggunakan bahasa baku, sekiranya tidak bahasa
baku tetapi tetap memperhatikan unsur kesantunan dalam berbahasa), misalkan mengangkat
kisah cinta seorang anak pada Ibunya, cinta seseorang pada Tuhannya, kisah
perjuangan seseorang meraih beasiswa dan menjadi orang sukses, dan lain-lain. Sehingga
setelah membaca cuplikan kisah tersebut anak menjadi termotivasi dan terinspirasi
untuk menjadi lebih baik, bukan justru sebaliknya. Alangkah baiknya bila buku
ajar dalam dunia pendidikan, sudah seharusnya yang ditekankan adalah tentang
pendidikan, budi pekerti, motivasi dan inspirasi menuju kebaikan bukan justru
perusakan moral dengan kisah-kisah pacaran anak muda yang menggunakan bahasa
pokem dan berisikan romantisme yang tak selayaknya disuguhkan untuk anak.
Menurut saya, anak SMP
Kelas VIII, sangat kurang tepat bila disuguhi novel ataupun cuplikan novel
tentang percinta’an. Solusi dari saya, alangkah baiknya hal ini perlu ditangani
dan dirubah. Bukankah penulis hebat Indonesia yang menggulirkan karya tentang
motivasi dan pendidikan jua banyak, diantaranya Andrea Hirata dengan karya-karyanya yang sangat memotivasi (Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan
Maryamah Karpuv, Padang Bulan dan Cinta di dalam Gelas, Sebelas Patriot), Ahmad
Fuadi dengan “Negeri Lima Menara”, Tere Liye dengan karyanya yang berjudul “Hafalan
Sholat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, dan Bidadari – Bidadari Surga” serta
karya lainnya, Asma Nadia dengan karyanya “Jilbab Traveler, Emak Ingin Naik
Haji: Cinta Hingga Ke Tanah Suci ”, dan novel lainnya yang motifatif dan
inspiratif.
Sungguh, sangat tidak
layak jika anak SMP diusuguhkan cerpen, cuplikan novel ataupun novel yang
bertemakan percintaan yang berisi tentang pacaran, ungkapan
romantis-romantisan, perebutan pacar, penghianatan sahabat karena masalah cowk,
dan sebagainya yang sekiranya kurang mendidik. Jika masih banyak novel
berisikan tentang kisah inspiratif dan motivatif yang menyupport pendidikan,
mengapa justru yang ditampilkan novel yang kurang mengajarkan tentang
pendidikan kharakter. Semoga ini menjadi koreksi bersama agar ke depannya
pendidikan Indonesia lebih baik lagi.
Demikian yang saya
sampaikan, mohon maaf apabila ada kata yang kurang berkenan. Tulisan ini
didedikasikan karena keprihatinan penulis yang menurut penulis perlu
disampaikan agar mendapatkan perhatian yang lebih serius dari pemerintah dan
mendapatkan penanganan. Semoga pendidikan Indonesia semakin baik ke depannya,
generasinya semakin baik dan dapat membawa Indonesia lebih baik di masa depan. Terimakasih.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Salam,
Semarang, 5 Mei 2016
Dewi Nur Haalimah
(Penulis)