BELAJAR DARI SEEKOR KUCING
*****
Catatan hati Dewi Nur Halimah
Selasa, 5 November 2019. Aku bangun sekitar pukul 3. Lalu wudhu. Begitu sajadah kugelar, kucing imutku dengan manisnya tidur tepat di samping sajadahku saat sujud. Tidurnya terlihat pulas, ayem, dan seolah tanpa beban. Ya, setiap apa yang kulihat dengan mata kepalaku sendiri, apa yang kudengar dari telingaku sendiri selalu menjadi bahan perenungan tersendiri.
Usai salam, aku duduk terdiam. Masih kupandangi wajah imut kucingku yang tertidur pulas. Masya Allah, ditengah tengah air mataku yang mengucur deras ada pelajaran berharga. Aku banyak belajar tawakal dari seekor kucing. Bagaimana tidak, kucing yang diadopsi seorang majikan itu ayemnya masyaAllah. Dia hidupnya cuman buat makan tidur makan tidur lalu main di rumah. Ayem banget.
"Ya Rabb, kucing saja tidak pernah khawatir akan besok makan apa. Sebab ia yakin, ia punya majikan. Mana tega majikan yang mengadopsinya, majikan yang menyayanginya membiarkannya dalam kelaparan. Demikian aku, aku milikmu ya Rabb. Haruskah aku khawatir akan rizkiku sementara Engkau menjaminnya? Haruskah aku khawatir akan siapa jodohku sementara Engkau sudah menuliskanNya sejak di lauh mahfudz?. Harusnya aku tidak sedikit pun khawatir. Aku mantab akan janji Allah, tapi mengapa aku menangis," kataku dalam isak tangis dimana aku masih mengenakan mukenah.
"Allah. Aku tak memiliki siapapun kecuali Engkau. Semua titipan. Ragaku milikMu, jiwaku milikMu, dan hatiku pun milikMu. Ya Wahab, Engkau telah menguji imanku dengan ujian yang luar biasa mengoyak hati, tentang pengorbanan dibalas penghianatan, tentang kebaikan dibalas keburukan hingga tiada henti banjir air mata membasahi pipiku. Aku yakin akan kalamMu bahwa dibalik kesulitan akan Engkau beri kemudahan, dibalik musibah akan ada kenikmatan. Aku yakin suatu saat Engkau akan memberikan surprise kepadaku setelah ujian ujian ini," kataku dalam hati masih dalam linangan air mata.
Aku adalah perempuan tegar di hadapan banyak orang, tapi aku perempuan lemah di hadapan Tuhanku. Bila tanpa kasih sayang Rabbku, tidaklah aku bernafas hingga detik ini. Ya, belajar dari kucing aku belajar pasrah.
"Allah, aku milikMu. Engkau tentu mengurus segala hajatku, memberikan apa yang aku butuhkan sebab setiap Tuan pasti peduli dan bertanggung jawab atas hambaNya. Aku yakin bahwa Engkau yang memberiku luka, maka Engkau pula yang menghapus luka. Jika Engkau hendak memberikan musibah pada seseorang sebagai ujian, tak ada satu pun tangan yang mampu menghalanginya. Bila Engkau hendak memberikan nikmat pada seseorang, tak ada satupun jiwa yang mampu mencegahnya. Sebab Engkaulah Dzat Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu," lanjutku dengan keyakinan penuh dan air mata yang menemani malamku.
Ya, tiap kali aku bersedih. Aku solat dan menangis di masjid, menenangkan fikirku. Terkadang menyambangi fakir miskin, yatim, dhuafa atau mengajar sibyan. Barangkali dengan aku menyenangkan orang lain, Allah kirimkan orang untuk menyenangkanku. Terkadang pula aku merenung bersama binatang binatang sambil ngelus ngelus dan ngasih makan. Entah kucing, ayam, sapi, atau kambing. Aku suka empat binatang itu. Kenapa?. Kucing sangat pengertian dan imut, Rosulullah adalah pecinta kucing. Ayam?. Setiap pagi ayam selalu bangun pagi, disiplin dan dia mengajak manusia untuk mengingat Allah. Ayam yang berkokok "Kuk kuruyuk" pada hakekatnya dia membangunkan manusia untuk ingat manusia "udkurullah" kalau diterangkan jelas demikian. Ingatlah Allah. Jadi harus bangun pagi, solat fajar, solat subuh. Tuh kan ayam sangat baik. Mengapa kambing?. Semua nabi sebelum diangkat menjadi Nabi, Allah ciptakan dengan menjadi pengembala. Kambing, terutama kambing Jawa bukan kambing domba itu bandelnya minta ampun. Saya ngalamin sendiri, dikasih makan bukan terimakasih kayak ayam, kucing atau sapi. Eh malah nggundang jal (nyeruduk pakai tanduknya). Kan kurangajar tuh, nah kalau bisa naklukin dan bimbing kambing. Artinya, mimpin binatang saja mampu, in syaAllah mimpin manusia juga mampu. Mengapa sapi?. Sapi itu penyayang loh, aku suka banget ngelus ngelus kepala sapi. Dan alhamdulillah selama ini sapi yang galak pun tunduk sama aku, nggak tahu. Apa karena aku suka binatang atau bagaimana. Yang jelas sapi itu memiliki filosofi unik. Dia suka bilang "MEH" artinya Maha Esa Habibi (habibi disini maksudnya adalah kekasih, Rabb semesta alam/ Allah). Selain itu sapi itu tipikal setia, pertama bertemu galak, kalau udah tahu yang sama dia baik. Kalau pisah nangis. Sapiku pas dijual nangis, air matanya basah kuyup. Kuelus elus.
"Maafin kami Pi. Karena kepepet perlu uang, akhirnya engkau di jual. Semoga majikanmu juga penyayang seperti mbak" kata yang sering kubusikkan ditelingannya. Karena aku melihat air matanya basah kuyup. Aku pun sama nangis kuyup saking cintanya dan harus berpisah. Di sinilah aku belajar, setiap pertemuan akan terjadi perpisahan. Baik perpisahan dunia masih bisa jumpa maupun pisah nyawa/ kematian.
Ya, aku sering merenung saat memandangi hewan maupun tumbuhan. Bahkan tak jarang air mataku menetes.
"Allah, tumbuhan besar tidak pernah disiram di hutan. Selama kemarau panjang masih tetap hidup. Kalau tidak ada Dzat Yang Mengurusnya tentu akan mati. Dialah Allah Dzat Yang Mengurus makhluk makhlukNya".
Lalu kupandangi tumbuhan hijau
"Allahu rabbi, dalam firmanmu bahwa setiap daun yang bergerak selalu bertasbih memujiMu. Lalu, seberapa banyak aku mengingatMu?". Kataku dalam hati dan air mata spontan membasahi pipiku.
Tatkala aku dirundung kesedihan yang tak bisa kuungkapkan. Iya aku masih tersenyum guyon di hadapan teman. Tapi dibalik itu, dihadapan Allah aku rapuh. Dahulu aku memiliki seorang yang selalu mendengarkan curhatku. Tapi kupikir pikir, kasihan dia. Dia sendiri sudah punya masalah untuk apa aku menambah masalahku kuceritakan dia. Kasihan. Akhirnya aku memutuskan untuk mencurahkan sama Allah dan menulisnya di blog. Barangkali catatan demi catatan ini kelak bisa mengingatkan memori untuk dibukukan. Pada hakekatnya, Allah bila menyayangi seorang hamba, maka Allah menaruh belas kasihan padanya. Itu artinya bila seseorang welas terhadapmu, tentu ada cinta di hatinya. Entah cinta seorang keluarga, kerabat, sahabat, ataupun kekasih. Allahu ya Rahman. Istajib du'a ana.