PEMBAGIAN
PERAN ANTARA AYAH DAN IBU DALAM PENDIDIKAN KELUARGA UNTUK MENCETAK GENERASI
BERKARAKTER
*****
Oleh: Dewi Nur Halimah, S.Si
Email : halimahundip@gmail.com, PH.
085725784395
*****
Di
dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ayah dan ibu berperan sebagai
orangtua yang mendidik anak. Keberhasilan seorang anak tidak lepas dari peran
serta kedua orangtuanya yakni ayah dan ibu. Orangtua memiliki tanggungjawab
dalam mengasuh dan mendidik anak. Baik ayah dan ibu memiliki perannya
masing-masing dalam mengasuh dan mendidik anak. Ayah dan Ibu sebagai pasangan
suami istri seyogyanya saling bekerjasama dan saling melengkapi dalam upaya
mendidik anak menjadi generasi yang berkarakter.
Sebagaimana
dalam sebuah organisasi, dalam sebuah keluarga pun terjadi pembagian tugas
sesuai perannya masing masing. Ibu berperan sebagai madrosah pertama bagi
anak-anak sekaligus pengelola rumah tangga. Ayah memiliki peran dalam mencari
nafkah dan memberikan perhatian serta didikan pada anak. Perhatian, kasih
sayang, dan didikan orangtua penting bagi anak untuk membentuk anak yang
berkarakter. Berikut adalah pembagian peran yang spesifik antara ayah dan ibu
dalam mendidik anak dalam pendidikan keluarga.
A. PERAN AYAH DALAM PENDIDIKAN
KELUARGA
1.
Ayah
sebagai Pemimpin Keluarga (Leader)
Ayah adalah sosok pemimpin dalam keluarga. Bukan
hanya memimpin istri, tetapi juga dalam memimpin dalam mendidik anak. Ayah
punya peran yang cukup besar dalam mengarahkan anak serta membimbing anak agar
tetap berada di jalur yang benar. Ayah memberikan teladan sikap yang mulia pada
anak sekaligus sosok yang memberikan petuah ataupun nasehat ketika anak berbuat
kesalahan.
2. Ayah sebagai Pelindung Keluarga dan
Anak
Seorang ayah berperan besar dalam memberikan
perlindungan dan rasa nyaman pada anak. Perasaan nyaman pada anak sangat
penting untuk menumbuh kembangkan karakter diri anak. Sebagai contohnya tatkala
anak sedang berlatih sepeda dan dilepas sang ayah untuk bersepeda sendiri tanpa
dipegangi, lantas sang anak merasa takut terjatuh. Di sinilah sang ayah
menguatkan sang anak dengan berkata “Jangan
takut anakku, ayah di sini ada untukmu. Ayah akan menjagamu”, maka secara
tidak langsung kalimat tersebut akan membuat sang anak merasa terlindungi dan
nyaman berada di samping ayah.
3. Ayah sebagai Pemberi Teladan
Maskulinitas Anak
Seorang
ayah yang baik dalam memperlakukan keluarga akan menghasilkan anak yang
pemberani dan percaya diri. Ayah sebagai figur “kekuasaan” di rumah, dapat
menjadi standar identifikasi kekuasaan bagi anak, apakah kekuasaan itu dengan
fisik, ucapan, bahasa tubuh, ataukah dengan sikap yang elegan. Bagi anak
laki-laki itu sebagai standar tingkah laku maskulinitas terhadap keluarganya
kelak. Bagi anak perempuan, itu merupakan penentu standar minimal dalam mencari
pasangan. Sebagaimana telah kita ketahui bahwasannya laki-laki memiliki
adrenalin yang tinggi, sehingga laki-laki memiliki keberanian yang lebih besar
dibandingkan perempuan. Dengan didikan yang tepat, seorang anak dapat menjadi sosok
yang pemberani. Berani di sini lebih diartikan dalam berani menunjukkan kelihaian
dan bakat di depan umum serta berani karena benar. Ayah punya peran krusial
untuk meningkatkan kepercayaan diri anak. Lewat bimbingan dan kasih sayang yang
diberikannya, seorang anak akan tumbuh dan memiliki rasa percaya diri yang
baik.
4. Ayah sebagai Pemberi Contoh dalam
Penyelesaian Masalah
Ketegasan
sang ayah dalam mengambil keputusan ketika dihadapkan pada berbagai masalah
memberikan keteladanan pada anak agar bijaksana dalam menyelesaikan masalah. Ayah
melatih anak untuk dewasa dalam mensikapi masalah serta tidak lari dari
tanggungjawab. Ketegasan ayah dalam berkata tak jarang membuat sang anak patuh
dan memiliki kekaguman tersendiri terhadap sosok sang ayah.
5.
Ayah
sebagai Sahabat Anak
Ayah memiliki peran sentral dalam
memberikan kasih sayang, perhatian, dan nasehatnya pada sang anak. Ayah yang
baik akan memiliki kedekatan yang baik dengan anak. Dengan demikian anak tidak
merasa sungkan terhadap sang ayah untuk mencurahkan isi hatinya dan meminta
solusi serta pendapat pada sang ayah sehingga anak merasa nyaman terhadap ayah.
Di sela-sela kesibukan sang ayah, sang ayah menyempatkan waktunya untuk bersama
anak walau sekedar makan bersama, bermain bersama sehingga kedekatan anak
dengan ayah terasa lebih dekat. Perhatian ayah penting untuk sang anak. Jangan
sampai karena kurang perhatian keluarga, anak mencari perhatian di luar rumah
dan terjerumus pada pergaulan bebas. Ayah wajib perhatian pada pergaulan anak,
ayah perlu tahu siapa saja teman pergaulan anak, dimana saja tempat bergaul
anak. Dengan demikian ayah dapat memantau perkembangan anak serta menghindari
agar anak tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan.
6. Ayah sebagai Guru dan Motivator
Anak
Ayah
berperan sebagai guru sekaligus motivator anak. Ayah memiliki tanggung jawab
dalam mendidik pengetahuan agama sang anak dan juga mendidik akhlak anak. Ayah
memberikan dukungan pada sang anak dalam menjadi pribadi yang berkarakter serta
mendukung anak dalam meraih cita-citanya. Misalnya: setiap malam sang ayah
mengajar mengaji anak setelah bakda magrib, ayah melatih kedisiplinan pada
anak, ayah mendidik kejujuran pada anak sejak kecil, ayah mendongengkan kisah
kisah inspiratif pada anak sehingga memotivasi sang anak untuk menjadi orang
hebat sebagaimana tokoh inspirasi yang diceritakan sang ayah.
7. Ayah sebagai Peningkat Kecerdasan
Emosional Anak
Seorang ayah umumnya memiliki kecerdasan emosional
yang tinggi dibandingkan seorang Ibu. Keteladanan sang ayah dalam mengontrol
emosi akan menjadi contoh bagi sang anak untuk meniru sikap sang ayah. Itulah
mengapa seorang ayah memimpin dalam berkeluarga, pengambil dalam setiap
keputusan, penentu utama kebijakan keluarga dan pengatur tata kelola sentral
dalam rumah tangga. Komunikasi yang intensif antara ayah dan anak akan
menumbuhkan sikap saling percaya anatara ayah dan anak. Ayah perlu memberikan kepercayaan pada anak sambil terus
dipantau perkembangan emosionalnya sehingga tingkat kematangan emosionalnya
dapat tumbuh dengan baik.
B.
PERAN
IBU DALAM PENDIDIKAN KELUARGA
1. Ibu sebagai Madrosah Pertama bagi
Anak-Anaknya
Ibu adalah sosok yang melahirkan anak. Suatu
kewajaran bila mayoritas anak lebih dekat pada Ibunya dibandingkan sang ayah.
Hal itu tiada lain karena kebersamaan waktu sang anak dengan sang ibu lebih
lama intensitasnya di bandingkan dengan sang ayah. Sejak sang anak dilahirkan,
batita, balita, remaja bahkan hingga dewasa, sang anak sering menghabiskan
waktunya bersama Ibunya. Apa yang dilakukan sang Ibu tak jarang menjadi hal
yang ditiru oleh anak. Bahkan tak jarang kepribadian anak diwariskan dari
kepribadian sang Ibu. Bukan hanya kepribadian, kecerdasan sang anak pun
diwariskan dari sosok seorang Ibu.
“Kecerdasan
anak 70% diturunkan dari kecerdasan ibu, 30% diperoleh dari faktor lingkungan
(lingkungan yang mempengaruhinya memiliki kebiasaan belajar)”
Kalimat di atas benar adanya bahwasannya anak yang
cerdas terlahir dari rahim ibu yang cerdas. Karena secara genetis, kecerdasan
anak diturunkan dari seorang Ibu bukan seorang ayah. Cerdas tidaknya seorang
anak dipengaruhi oleh kecerdasan Ibu. Itulah pengapa wanita dituntut untuk
cerdas.
“When you teach a man, you teach an individu. But when you teach a
woman, you also teach the next generation”
Pepatah tersebut menunjukkan bahwa bila mendidik
seorang lelaki berarti mendidik individu, sedangkan bila mendidik perempuan
sama halnya mendidik generasi selanjutnya. Mengapa demikian? Karena perempuan
melahirkan generasi-generasi selanjutnya. Di sini ibu memiliki peran penting dalam
mendidik anak sebab segala apa yang dilakukan Ibu memiliki pengaruh yang besar
terhadap kecerdasan anak. Ibu yang mendidik anak dari kecil untuk rajin belajar
dan disiplin akan melahirkan generasi yang disiplin dan rajin. Sebaliknya,
sosok ibu yang pemalas dan membiarkan anak bermain tanpa dinasehati di waktu
jam belajar di rumah maka akan menjadi kebiasaan anak untuk tidak bisa memanage
waktu dengan baik dan cenderung diigunakan untuk hal-hal yang kurang
bermanfaat.
2. Ibu sebagai Motivator dan
Inspirator bagi Anak
Seorang ibu harus bisa memotivasi anak untuk menjadi
insan yang bermartabat. Ibu dengan kelembutan dan keteguhan hatinya mampu
mendorong anak untuk lebih giat belajar dalam upaya mewujudkan cita-citanya. Di
sini, seorang ibu berperan sebagai motivator yang memberikan dukungan pada anak
dalam meraih mimpi-mimpinya menjadi nyata baik berupa dukungan spiritual (doa),
dukungan mental (motivasi dan inspirasi), maupun dukungan material (sarana dan
prasarana yang dibutuhkan anak untuk meraih cita-citanya). Ibu adalah sosok
figur tersendiri yang menjadi inspirator yang mendorong sang anak memiliki
semangat yang berkobar untuk mewujudkan cita-citanya. Sebagai contohnya: sejak
dini, ketika anak akan tidur sang Ibu mendongengkan sang anak kisah motivasi
berupa kisah kisah orang hebat dunia dalam meraih cita-citanya seperti kisah
Bill Gates, kisah BJ Habibie, kisah Steve Marx dan lain-lain. Tak lupa orangtua
muslim menceritakan sosok fugur Rosulullah, khulafaur rosyidin, para sahabat
dan cendekiawan muslim dunia (Seperti kisah Ibnu Sina yang menjadi dokter di
usia 16 tahun, kisah Al Kwarizmi dalam menemukan rumus Aljabar, dan lain
sebagainya) yang memiliki peran besar dan memajukan peradaban dan pengetahuan.
Adapun dukungan spiritual, Ibu selalu mendoakan
keberhasilan anak setiap waktu serta mengajarkan anak untuk rajin berdoa,
sholat, dzikir agar cita-citanya dikabulkan oleh Allah swt sebab antara doa dan
ikhtiar harus seimbang. Sedangkan dukungan material yaitu dengan memberikan
fasilitas bagi anak untuk mewujudkan mimpinya dengan mengarahkan dan memberikan
bimbingan agar anak tidak salah jalan. Contohnya; anak yang bercita-cita
menjadi pembawa acara, maka orangtua memfasilitasi dengan mengkursuskannya di public speaking course atau bila
terhalang biaya, melatih public speaking anak secara pribadi dan melihat di Youtube,
dan lain sebagainya. Contoh lagi, seorang anak yang bercita-cita menjadi
mubaligh dan penulis buku diarahkan dengan dipondokkan serta dikenalkan pada
penulis penulis buku sehingga memotivasinya untuk mewujudkan cita-citanya.
3. Ibu sebagai Guru Bagi Sang Anak
Ibu adalah guru sang anak. Alangkah baiknya seorang
Ibu memiliki wawasan yang luas dan kesabaran dalam mendidik anak. Kesalahan
para Ibu di era modern adalah membiarkan sang anak lebih dekat pada baby sister dibandingkan dekat dengan
dirinya. Bahkan saat anak belajar, yang menemani sang anak belajar bukan
seorang Ibu melainkan baby sister.
Hal ini sangat disayangkan. Mengapa demikian?. Seharusnya seorang Ibu menemani
anak dalam fase belajar yakni mendampingi anak belajar menulis, membaca dan
berhitung pada masa kanak-kanak. Selain belajar ilmu pengetahuan umum, seorang
Ibu dianjurkan juga memiliki wawasan agama, sehingga seorang Ibu mampu mendidik
anak mengaji sendiri sebelum sang anak dititipkan pada sang guru ngaji. Ya…sekalilagi wanita memang dituntut
untuk multitalenta yang serba bisa sehingga bisa memberikan teladan apapun yang
dibutuhkan anak.
Proses belajar anak ketika malam baik belajar agama
(mengaji) maupun belajar ilmu pengetahuan umum yang didampingi orangtua
terutama Ibu akan memberikan kesan tersendiri bagi sang anak. Anak akan merasa
diperhatikan, diberikan kasih sayang, didukung dan diberikan teladan langsung
dari sang Ibu. Hal ini akan berbeda rasanya bila sang anak belajar ditemani
tentor sementara sang Ibu asyik nonton TV membiarkan sang anak belajar
sendirian sementara ia acuh dengan sinetron kesukaannya. Semangat anak belajar
ditemani Ibu dengan tidak itu berbeda, maka dari itu diperlukan sosok Ibu
sekaligus guru bagi anak.
4. Ibu sebagai Penasehat bagi Anak
Ibu yang baik adalah Ibu yang memiliki kedekatan
baik dengan sang anak. Ibu yang penyayang dan lemah lembut serta tegas terhadap
anaknya. Bila sang anak melakukan kesalahan, sebagai bentuk wujud kasih sayang
maka sang Ibu mengingatkan dengan menasehatinya dengan tutur kata yang lembut.
Nasehat yang disampaikan sang Ibu dengan tutur kata yang lembut ini akan
membuat anak merasa diperhatikan. Bila sang anak merasa takut sang Ibu
memeluknya, menasehatinya, dan menguatkannya. Sebagai contohnya:
a. Ketika
sang anak setelah solat subuh lantas tidur lagi, maka sang Ibu mengingatkan
pada anak agar setelah solat subuh tidak tidur lagi dan alangkah lebih baiknya
waktu setelah subuh dimanfaatkan untuk mengaji dan belajar mengulas kembali materi
yang dipelajari tadi malam serta membantu sang Ibu memasak di dapur menyiapkan
sarapan pagi.
b. Ketika
sang anak bangun kesiangan, sang Ibu membangunkan dan menasehatinya agar jangan
diulangi lagi dan lebih disiplin untuk bangun pagi agar kegiatannya tidak ada
yang terlewatkan.
c. Ketika
anak akan menghadapi Ujian Nasional, Seleksi Lomba, Seleksi Wawancara dan
berbagai seleksi lainnya tak jarang anak merasa kawatir, deg-degan, takut. Hal
yang dilakukan seorang Ibu tatkala sang anak merasa kawatir adalah memeluknya,
membelai rambut putrinya, menguatkan dan memotivasinya agar tetap optimis serta
tidak lupa untuk menyeimbangkan antara doa dan ikhtiar.
5.
Ibu
sebagai Sahabat Anak
Ibu yang baik selalu mencurahkan
kasih sayang dan perhatian pada sang anak. Dengan sang anak merasa mendapatkan
perhatian yang cukup dari orangtua, maka sang anak tidak mencari perhatian di
luar rumah. Betapa banyak anak yang kurang perhatian dari orangtua, akhirnya
mencari perhatian di luar rumah dan terjerumus dalam pergaulan bebas. Hal ini
sungguh sangat disayangkan, orangtua termasuk Ibu yang seharusnya memberikan
perhatian pada anak sehingga anak menjadi merasa nyaman justru sebaliknya yang
berakibat pada rusaknya moral anak karena anak mencari perhatian diluar rumah
dan terjerumus pada hal negatif. Ibu yang baik berperan sebagai sahabat anak,
sehingga sang anak tidak merasa sungkan tatkala menghadapi masalah lalu
mencurahkan masalahnya pada sang Ibu. Dengan cara ini, sang anak akan memiliki
kedekatan yang baik dengan Ibu dan Ibu dapat menjadi problem solver bagi sang
anak. Sungguh merupakan suatu kebahagiaan tatkala anak mau mencurahkan apapun
yang dirasakan sehingga orangtua dapat memberikan solusi pada sang anak.
Gambar 3. Peran Ibu dalam Pendidikan Keluarga. |
*****
Pembagian
peran yang seimbang antara ayah dan ibu akan menghasilkan generasi yang
berkarakter. Anak yang cerdas secara akademik dan memiliki akhlak yang mulia
diimbangi dengan keterampilan-keterampilan yang memadai merupakan investasi
terbesar dalam dunia pendidikan dalam mewujudkan Indonesia berkarakter.
Generasi muda yang berkarakter sangat penting bagi bangsa Indonesia, mengingat
maju mundurnya suatu negara terletak di tangan pemuda. Pendidikan keluarga
melalui kerjasama yang baik antara ayah dan ibu dalam menjalankan perannya
masing-masing merupakan aset berharga suatu bangsa untuk kemajuan suatu bangsa
dalam mencetak generasi berkarakter. Dengan demikian, pendidikan keluarga yang
mencakup pemberian kasih sayang dan perhatian orangtua serta didikan ilmu
pengetahuan (ilmu pengetahuan umum dan pengetahuan agama) dari orangtua dapat
melahirkan generasi yang berkarakter dan berbudi luhur sehingga dapat membawa
bangsa Indonesia di masa depan lebih baik.
*****
SEMOGA BERMANFAAT *****
#sahabatkeluarga
Tidak ada komentar :
Posting Komentar