PERAN
PENDIDIKAN KELUARGA DALAM MENCETAK GENERASI
BERKARAKTER PADA ANAK SEJAK USIA DINI UNTUK
MEWUJUDKAN
INDONESIA BERKARAKTER
DALAM MENCAPAI
INDONESIA
EMAS 2045
Gambar 1. Pendidikan Karakter di Lingkunagn Keluarga (Seorang Ibu dan Seorang Ayah Mengajar Mengaji Anak-Anaknya). |
Pendidikan merupakan aset terpenting yang menentukan
kemajuan suatu Negara, oleh karena itu setiap warga Negara wajib mengenyam
pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Pendidikan dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun pendidikan non formal.
Adapun jenjang pendidikan formal umunya dimulai dari Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah
Atas (SMA), dan pendidikan Perguruan Tinggi yang meliputi Program Sarjana,
Program Magister dan Program Doktor. Sedangkan pendidikan non formal
diantaranya pendidikan keluarga, pendidikan organisasi, pendidikan di
masyarakat, pendidikan melalui kursus, dan pendidikan melalui mengikuti
pelatihan-pelatihan (training).
Pendidikan merupakan proses dalam mencetak generasi
yang berakhlak mulia dan berkarakter atau berbudi pekerti luhur. Pendidikan karakter akan lebih baik jika ditanamkan keluarga pada diri anak sejak anak
usia dini. Karena pada masa anak-anak itulah perkembangan fisik, mental maupun
spiritual anak mulai terbentuk. Masa kanak-kanak merupakan kesempatan emas
untuk dimanfaatkan dalam memberikan pendidikan karakter yang baik bagi anak. Usia dini merupakan golden
age dimana usia anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Usia
dini adalah waktu yang tepat untuk mengajarkan pendidikan karakter pada anak
sejak dini. Dengan cara demikian, diharapkan anak memperoleh kesuksesan dan
keberhasilan dimasa yang akan mendatang. Oleh karena itu, tumbuhkan pemahaman
positif pada diri anak sejak dini. Hal itu dapat dilakukan dengan cara
diantaranya, memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri, membantu anak
mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi
dengan sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus, dan
seterusnya. Biasakan anak
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
“Anak merupakan peniru
terbaik (the great imitator)”.
Pernyataan di atas bukanlah sembarang pernyataan.
Pernyataan ini lebih ditekankan pada sikap anak yang cenderung meniru segala
sesuatu yang ada di sekitarya. Namun sayangnya anak pada usia dini tidak dapat
memilih mana yang baik dan mana yang buruk, mereka hanya meniru terhadap apa
yang dilihatnya. Untuk itu, perlu diberikan arahan, agar anak tidak terbawa
pada perilaku yang negatif. Kondisi anak yang masih polos dan kemampuannya
sebagai peniru ulung yang hebat sangat berpotensi jika anak dilatih untuk
menirukan hal-hal positif serta menjauhi hal-hal yang negatif. Sejak usia dini,
ajarkan pada anak pada rasa cinta pada lingkungan belajar. Salah satu contohnya
adalah: belajar cinta tanah air seperti melatihnya dengan kata “aku bangga
menjadi anak Indonesia”, “anak Indonesia menghargai perbedaan”, dan kata-kata
positif lainnya. Sepintas kata tersebut terdengar ringan, namun kata tersebut
mengandung makna yang mendalam terkait rasa cita tanah air seorang anak pada
bangsanya. Dengan seorang anak sering mengucapkan kata tersebut, maka akan
tertanam denagn sendirinya rasa cinta tanah air.
Keluarga merupakan lingkungan pertama kalinya dimana
anak mulai berinteraksi dan bersosialisasi. Keluarga memiliki peran penting
dalam mendidik karakter anak, terutama mendidik anak dimulai sejak usia dini. 80%
kepribadian anak terbentuk dari didikan keluarga, sedangkan 20% kepribadian
anak terbentuk dari pendidikan sekolah dan ilmu yang diperolehnya.
“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.
Pepatah tersebut menunjukkan bahwa kepribadian anak
diturunkan dari kepribadian orangtua. Sikap atau perilaku orangtua sangat
berpengaruh pada anak. Mengapa demikian? Karena anak akan meniru apa yang biasa
dilakukan oleh orangtua tanpa disadarinya (di abwah kendali kesadarannya). Orangtua
memiliki andil yang besar dalam membangun karakter anak. Pendidikan keluarga
sangat penting untuk diberikan orantua pada anaknya. Hal ini bertujuan untuk
membangun generasi cerdas berkarakter dan berjiwa sosial tinggi. Pendidikan karakter
yang perlu ditanamkan orangtua pada anak sejak dini diantaranya:
1. Kejujuran
Sejak kecil anak harus dilatih
jujur. Jujur dimanapun berada dan kapan saja. Bukan hanya jujur ketika ada
orangtua atau orang yang diseganinya sehingga ia takut, melainkan jujur sebagai
kebutuhan. Tanamkan pada pola pikir anak, bahwa anak harus malu tatkala berbuat
tidak jujur sebab Tuhan tidak tidur dan senantiasa mengawasi hambaNya. Betapa
malunya kita, bila kita dilihat Tuhan sementara kita dalam kondisi berdusta.
Dengan demikian, ada maupun tiada orang yang melihatnya, anak selalu
berperilaku jujur.
2. Berani
Ajarkan anak agar berani melakukan
sesuatu tanpa harus takut berbuat salah. Tanamkan pada mindset anak:
“Berani karena benar, takut karena salah.”
Slogan tersebut mengajarkan
bahwasannya kita tidak perlu takut selama kita berada di posisi benar. Sehingga
anak tidak perlu minder, grogi ataupun takut untuk tampil ke depan menampilkan
kebolehannya atau kepiawaian bakatnya. Selain
itu, tanamkan pula pada diri anak:
“Berani berbuat, berani tanggungjawab.”
Ketika anak berani melakukan suatu
tindakan, maka ia harus berani bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya,
termasuk juga ketika anak berbuat salah. Anak harus berani mengakui kesalahan
dan menerima sanksi tatkala berbuat salah. Hal ini adalah salah satu contoh
pendidikan berkarakter yang sedang digalakkan pemerintah yakni berani berbuat,
berani bertanggungjawab.
3. Disiplin
“Great person is someone who does care and respect to time”.
Pepatah tersebut bukanlah sembarang
pepatah melainkan tersirat makna bahwa orang besar adalah orang yang bisa menghargai waktunya dengan baik dengan memanage waktunya sebaik mungkin. Cara memanage waktu yang baik yaitu dengan membuat skala prioritas dan jadwal kegiatan sehingga tidak ada kegiatan yang terlewatkan dan tertunda. Dengan menghargai waktu, maka
sang anak akan menjadi pribadi yang disiplin, on time, rajin dan tidak suka
menunda-nunda pekerjaan ataupun tugas.
4. Peduli
Tanamkan pada diri anak agar
memiliki kepedulian pada orang lain. Misalkan:
- Mengajari anak berbagi dengan
saudara. Contoh sang kakak memiliki roti, sebagian rotinya diberikan pada
sang adik.
- Mengajari anak peduli dengan
berbagi pada yatim piyatu, dhuafa’, fakir miskin, dan peminta-minta.
- Mengajari anak suka menolong orang
lain. Contoh: Saat di jalan ada nenek-nenek atau orangtua yang kesulitan
menyeberang jalan dibantu diseberangkan, saat ada orang yang keberatan
membawa barang banyak dibantu dengan dibawakan.
- Dan lain-lain.
5. Mandiri
Sejak kecil, tanamkan pada anak
agar mandiri dan tidak manja atau tergantung pada orang lain. Misalnya:
- Setelah selesai makan, ajarkan pada
anak agar mencuci piringnya sendiri. Dengan demikian anak menjadi mandiri
dan bertanggungjawab atas dirinya sendiri.
- Ajarkan anak memakai baju sendiri,
menyiapkan tugasnya sendiri sehingga anak terlatih untuk mandiri terhadap
apa yang dibutuhkannya. Jangan latih anak manja dengan menyiapkan segala
keperluanya dibantu baby sister, sementara anak sebenarnya mampu
melakukannya sendiri. Hal ini tidak baik, anak yang biasa disiapkan
kebutuhannya akan menjadi anak yang manja dan sedikit-sedikit memerintah
orang lain.
- Ajarkan anak mencuci pakaiannya
sendiri saat anak sudah berusia 10 tahun sehingga anak terlatih mandiri
sejak kecil.
- Dan lain-lain.
6. Tanggungjawab
“Berani berbuat, berani tanggungjawab”.
Betapa banyak orang yang lari dari
tanggungjawab tatkala berbuat kesalahan. Ia malu mengakui kesalahan dan
akhirnya kabur dari permasalahannya. Hal ini merupakan kesalahan fatal. Untuk
mengantisipasinya, dari keluarga perlu memberikan pendidikan rasa tanggungjawab
pada diri anak. Ketika anak berbuat salah, anak harus berani menerima
sanksinya, mau mengakuinya, dan mau meminta maaf atas kesalahan yang
diperbuatnya. Misalkan: anak memecahkan piring. Ajarkan pada anak agar meminta
maaf karena telah memecahkan piring, lalu ajarkan ia bertanggungjawab atas
kesalahannya dengan mengumpulkan pecahan piring yang dipecahkannya dengan
mengambilnya hati-hati (agar tidak tertusuk beling), lalu membersihkan pecahan
dengan menyapunya.
7. Pekerja
keras
“Man
Jadda wa Jada”
Barangsiapa
yang bersungguh-sungguh, pasti akan berhasil
Pepatah arab tersebut benar adanya
bahwasannya hasil tiada mengingkari usaha. Mengapa demikian, sebab Allah swt
membagi rizki pada hambaNya berdasarkan kadar usaha hambaNya sesuai bunyi surat
QS. Ar-Ra’d ayat 11.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum
itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka” QS Ar Ra’d: 11.
Tanamkan pada anak bahwa untuk
meraih sesuatu perlu pengorbanan dan perjuangan. Tiada suatu keberhasilan yang
diperoleh tanpa sebuah perjuangan dan kerja keras. Kesuksesan adalah 10%
keberuntungan, sedangkan 80% kerja keras (ikhtiar) dan doa.
Bila
ingin pintar maka hendaklah rajin belajar
Bila
ingin berharga laksana mutiara maka hendaknya berkarya
Bila
ingin kaya maka hendaknya rajin bekerja
8. Sederhana
Perilaku sederhana sangatlah penting
untuk diajarkan pada anak. Sikap sederhana ini akan membimbing seorang anak
menjadi sosok yang bersahaja dan tidak terseret arus hedonisme yang cenderung
berfoya-foya. Sikap sederhana mencerminkan diri yang senantiasa bersyukur atas
nikmat yang Tuhan berikan.
9. Adil
Tanamkan pada anak untuk
berperilaku adil sejak dini. Perilaku adil bukanlah perilaku yang harus membagi
sesuatu sama rata melainkan menempatkan sesuatu sesuai situasi dan kondisinya.
Contoh: sikap orangtua yang memberikan uang saku anak SMA 10.000, anak SMP
5.000, dan anaknya yang SD 3000 adalah contoh sikap yang adil. Mengapa kalau
adil tidak disamakan saja, baik SD, SMP maupun SMA siberi uang saku sama Rp
3000?. Baiklah mari kita tengok bersama, anak SD diberi uang saku lebih kecil
karena kebutuhannya paling kecil, sementara anak SMP diberikan uang saku lebih
besar karena kebutuhannya lebih banyak sehingga uang yang dibutuhkan lebih
besar, sementara anak SMA diberikan uang saku lebih besar karena anak SMA
kebutuhannya paling besar dibandingkan anak SD dan SMP. Coba bayangkan bila
disamaratakan uang sakunya Rp 3000,00, maka anak SMP bahkan anak SMA tidak
dapat mencukupi kebutuhannya. Selain itu, tanamkan pula pada anak bahwa kasih
sayang orangtua terhadap anak-anaknya adalah adil bukan pilih kasih. Pada
siapapun anak yang salah, tegur dan nasehatilah dengan kelembutan dan kasih
sayang. Bukan yang kecil ketika salah lantas orangtua menegur atau yang besar
ketika salah orangtua membiarkannya. Demikian pula anak yang terakhir (bungsu)
dimanja, anak sulung diperlakukan keras. Orangtua yang bijaksana akan mampu
menematkan posisinya dengan baik. Siapun anak yang salah tegur dan nasehatilah,
berikanlah kasih sayang yang merata pada anak-anakmu.
Dengan menerapkan prinsip 9 karakter dilingkungan keluarga, maka terbentuklah generasi pemuda yang berkarakter. Karakter
pemuda adalah jati diri bangsa. Karakter yang kuat pada setiap
individu, khususnya karakter pemuda sangat penting untuk mewujudkan
kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Karakter bangsa yang diharapkan oleh negara
Indonesia mengacu pada nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, peraturan pemerintah
dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Karakter baik apa saja yang diharapkan negara
kita? Mengacu pada Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 mengenai
tujuan pendidikan nasional, watak atau karakater yang diharapkan ialah beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Perlu diketahui bahwa karakter yang baik yang tertanam kuat
pada setiap individu sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mengapa demikian? Seorang cendekiawan Republik Roma, Marcus Tulius Cicero
menyatakan bahwa kesejahteraan sebuah bangsa bermula dari karakter kuat
warganya (Lickona: 2004). Sehubungan dengan pentingnya karakter, Bung Karno
pernah mengatakan bahwa bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan
pembangunan karakter karena karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi
bangsa yang besar, maju, dan jaya serta bermartabat (Soedarsono: 2009).
Bayangkan jika setiap warga negara kita menjunjung tinggi nilai dan norma
serta memiliki karakter yang kuat, semua orang dapat hidup berdampingan dengan
rukun dan damai sebab karakter yang baik pada setiap individu akan membuatnya
melakukan hal-hal yang baik dan dapat membuahkan hal-hal yang baik pula, tidak
akan ada yang namanya perselisihan, penyimpangan, serta tindakan kriminal.
Apa akibatnya apabila warga negara tidak memiliki karakter
yang baik dalam dirinya? Hal ini dapat membawa negaranya kepada kehancuran.
Seperti yang diungkapkan oleh sejarawan ternama, Arnold Toynbee bahwa dari dua
puluh satu peradaban dunia yang tercatat, sembilan belas hancur bukan karena
penaklukan dari luar, melainkan karena pembusukan moral dari dalam (Lickona:
2004). Saat ini, kita sering mendengar berita tentang kekerasan, pembunuhan,
pelecehan seksual, penyalahgunaan narkoba, dan tindakan kriminal lainnya. Korupsi
pun telah merajalela di Indonesia. Pada tanggal 30 Januari 2016, Transparency
International merilis indeks korupsi negara-negara dunia tahun 2015 dan
Indonesia menempati peringkat 86 dari 168 negara yang dinilai. Akhir-akhir ini
kita juga diresahkan dengan kasus LGBT (Lesbian
Gay Biseksual Transgender) yang mulai masuk ke Indonesia dan menyuarakan
persamaan HAM kepada pemerintah di negara kita. Padahal hal tersebut tidak
sesuai dengan norma adat, agama dan sosial bangsa kita serta merupakan suatu
perilaku penyimpangan seksual. Masalah-masalah tersebut terjadi salah satunya
disebabkan oleh terkikisnya karakter bangsa dimana warga negara kita kurang
menjunjung tinggi dan mulai melupakan nilai dan norma yang ada. Jika kita
membiarkan karakter bangsa semakin melemah dan semakin terbawa arus globalisasi
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa maka bukannya tidak mungkin
negara kita akan semakin terpuruk dan hancur.
Pendidikan karakter di lingkungan keluarga ini sangatlah penting
untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yaitu mencapai masa keemasan pada
tahun 2045. Dengan terbentuknya generasi yang berkarakter, maka lahirlah
generasi emas Indonesia yang siap untuk menyongsong Indonesia emas 2045. Generasi Emas 2045 merupakan kekuatan utama untuk
membangun NKRI secar efektif menjadi bangsa yang besar, maju, jaya dan
bermartabat. Pendidikan karakter di lingkungan keluarga merupakan sebuah investasi besar yang memiliki peranan stategis dalam mengembangkan sumber
daya manusia yang berkualitas. Pendidikan sangat penting untuk merekonstruksi dan mereformulasi
desain pendidikan yang dapat mendukung terciptanya generasi emas bangsa
Indonesia. Pada masa milestone 100 tahun Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) atau yang dikenal dengan masa keemasan Indonesia, Indonesia harus melakukan investasi besar-besaran dalam
bidang pengembangan sumber daya manusia sebagai upaya menyambut periode
tersebut (bonus demografi) sekaligus menyambut 100 tahun Indonesia merdeka, pada 2045 mendatang.
REFERENSI:
Lichona, T.
2004. Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility. New York: Bantam Books.
Soedarsono, S.
2008. Membangun Kembali Jati Diri Bangsa, Peran Penting Karakter dan Hasrat
untuk Berubah. Jakarta: Kompas Gramedia.
1 komentar :
Jazaakillah khoiron, bu
Posting Komentar