PERNIKAHAN
IDAMAN BERBASIS AJARAN ROSUL
*****
Membangun
Keluarga Qur’ani
(Sakinah,
Mawaddah, Warrohmah)
*****
Pernikahan,
siapa sih yang tidak menginginkan pernikahan?. Terutama bagi remaja yang
berusia 20-30 an, pernikahan adalah hal yang diimpi-impikan. Setiap orang
memiliki konsep tentang bagaimana pesta/ perayaan pernikahannya. Sebagaimana,
normalnya manusia, Halimahpun sama. Bahkan aku sudah memikirkan itu sejak kelas
V (lima) SD. Bila Sandra Dewi menginginkan pernikahannya di Disneyland, bila
Chelsie Olivia mengonsep pernikahannya bak cinderella, bila Oki Setiana Dewi
mengonsep pernikahannya bak Barbie muslimah, dan lain sebagainya.
Hal
ini berbeda dengan Halimah, mungkin pemikiran ini akan terdengar asing bahkan
aneh. Halimah memang tak ingin tergesa-gesa menikah, in syaallah menikah di
usia 24 tahun atau 25 tahun adalah impianku. Usia tepat matang organ reproduksi
dan kesiapan mental. Terlebih tepat di usia 25 tahun adalah usia matang dimana
Rosulullah SAW menikah. Bahkan ini adalah bagian nadzarku sejak kelas V (lima)
SD. Sebelum aku memutuskan pemikiran itu, aku telah melakukan berbagai
pengamatan atau survey terkait konsep pernikahan. Berdasarkan survey hasil
pengamatan:
1.
Pesta
pernikahan tak lebih dari ajang bisnis
Banyak pesta pernikahan dengan tujuan untuk
memperoleh laba, tak ubah dari sebuah bisnis. Tak heran, tamu yang di undang
dari kalangan middle class ke atas,
dengan harapan uang sumbangan yang diberikan berjumlah besar, dengan demikian
si pemilik hajat memperoleh untung yang lebih besar. Banyak yang mengadakan
pesta besar-besaran melebihi kemampuannya, walaupun bon hutang (karena biaya
pesta pernikahan yang mahal) menumpuk. Tak jarang, hasil sumbangan tak sesuai
yang diharapkan (uang hasil pesta lebih kecil dari modal yang dikeluarkan untuk
mengadakan perayaan pesta pernikahan) setelah menikah malah dibebani bon
hutang. Sebagian dari mereka tak jarang merantau hingga ke luar pulau (Misal
dari Jawa merantau ke Sumatra dengan
tujuan kerja merantau untuk melunasi hutang), kan sangat miris.
Solusi yang saya tawarkan adalah:
Jadikan pesta pernikahan sederhana saja sesuaikan
kemampuan kita, tak usah ngoyo hanya karena mengharap pujian manusia. Kan
sangat miris, usai nikah yang harusnya memulai membangun qur’ani justru
dibebani bon hutang pesta pernikahan…hehe. Mengadakan pesta sesuai kemampuan
saja, kalau memang kaya dan mampu mewah, ya monggo silahkan mewah. In syaallah
sesuatu akan menjadi nikmat apabila sederhana, apa adanya, dan tidak ngoyo. Pesta pernikahan sederhana saja, lebih baik uang yang untuk foya-foya digunakan untuk modal bisnis atau disedekahkan yatim piyatu atau fakir miskin, kan lebih bermanfaat..:)
2.
Pesta
pernikahan tak lebih dari ajang pamer
Mohon maaf sebelumnya, sungguh ironis bila
pernikahan sebagai ajang pamer kecantikan. Pamer keindahan dan kemegahan pesta,
sang pengantin dipajang didepan bak manekin yang dipertontonkan banyak orang.
Antara tamu laki-laki dan perempuan tiada hijab pemisah, laki-laki dan perempuan
dengan bebas berkumpul. Kemewahan yang disuguhkan seolah ajang pameran. Ingatlah
bahwa pamer adalah bagian dari syirik kecil, riya atau pamer tidak disukai
Allah.
Rasulullah`
bersabdah: yang paling aku takuti atas kalian adalah syirik kecil. Mereka
bertanya, ‘wahai rasulullah, apakah syirik kecil itu ? ‘beliau menjawab,’yaitu
riya’.”(HR. Ahmad, Ath-Thabrani, dan Baghawi dalam syarhus-sunnah).
Seolah pesta pernikahan adalah ajang pameran yang dipertontonkan dengan tujuan lomba mengharap pujian orang. Bila pesta mengharapkan pujian maka yang didapatkan jua pujian, bukan keberkahan pernikahan. Oleh-oleh yang didapatkanpun “Wow pengantinnya cantik”, “Wow perancangan pestanya indah”, dan sederet pujian lainnya. Dear salikhah…keindahan keluarga bukanlah apa yang orang puji akan dirimu, namun keindahan keluarga adalah apabila keluarga itu dapat hidup rukun, harmonis, dan saling bahu membahu layaknya sayyidah Khodijah RA dengan Rosulullah SAW.
Solusi yang saya tawarkan:
Pesta pernikahan sederhana saja, kecantikan mempelai
wanita tidak dipertontonkan ke khalayak publik. Tamu/ undangan dipisah antara
tamu laki-laki dan perempuan, diberikan tempat khusus untuk laki-laki dan
perempuan, misalkan dikasih hijab tirai kain yang besar sehingga antara tamu
laki-laki dan perempuan tidak campur aduk. Sekaligus sebagai upaya untuk
menjaga pandangan karena perkumpulan antara laki-laki dan perempuan kemungkinan
mengundang fitnahnya lebih besar.
3.
Keberkahan
pesta yang terlalaikan
Dear muslim dan muslimah, terkadang karena kemegahan
atau kemewahan dunia, manusia lupa akan perintah atau anjuran Tuhannya. Demi
menggapai pujian orang, banyak orang berlomba-lomba menyuguhkan pesta
perkawinan. Bahkan mengesampingkan ridho Tuhan. Bahkan pula ada yang rela
resepsi mewah berhari-hari, bermalam-malam hingga jutaan, ratusan juta, milyaran
hingga triliun-an digelontorkan hanya untuk pesta pernikahan. Tamu yang
diundangpun dari kalangan menengah ke atas. Padahal, keberkahan suatu pesta
manakala yang diundang dan dijamu adalah dari kaum fakir-miskin, yatim-piyatu,
dan dhuafa.
Pernahkah anda berfikir, bahwa kaum borjuis, kaum
menengah ke atas sudah terbiasa dihormati dan dijamu makanan enak. Tidak
inginkah engkau menghormati dan menjamu para dhuafa, fakir, miskin, yatim
piyatu, dan yang terlunta-lunta untuk mendapatkan ridho Tuhanmu. Bersedekah dan
berbagi dimomen bahagiamu akan membawa keberkahan untuk kebahagiaan hidupmu. Bukankah
engkau akan lebih bahagia, manakala di hari bahagiamu (di hari pernikahanmu),
kau jua melihat banyak kaum dhuafa, fakir miskin, yatim-piyatu tersenyum
bahagia menikmati pestamu, menikmati hidangan pernikahanmu dan mendoakan
pernikahanmu agar penuh berkah, langgeng, harmonis hingga akhir hayat. Perlu
engkau ketahui wahai muslim dan muslimah yang taat, doa yatim piyatu, doa
dhuafa, doa fakir miskin in syallah tiada penghalang.
Solusi yang saya tawarkan:
Buatlah resepsi pesta pernikahanmu sederhana saja,
carilah ridho Tuhanmu dengan mengundang yatim piyatu, fakir miskin, dan dhuafa
di acara pernikahanmu. Kendati gelandanganpun, in syallah mereka bisa ditata.
Tak perlu kuatir bahwa mereka akan mengacaukan pestamu, karena merekapun punya
hati dan mereka punya otak yang bisa diatur. Sebagaimana engkau tak pernah
kawatir bahwa esok akan makan apa, maka janganlah engkau kawatir bahwa dengan
mengundang mereka (yatim piyatu, fakir miskin, dhuafa) diacara pernikahanmu,
maka akan kacau. Yakinlah, luruskan niatmu…bahwa menjadikan momen bahagiamu
dengan berbagi kebahagiaan pada yatim piyatu, fakir miskin dan dhuafa akan
mendatangkan keberkahan di hidupmu.
Rasululoh
bersabda: “Sejelek-jeleknya makanan adalah hidangan walimah yang orang kaya di
undang menghadirinya, tetapi orang orang miskin tidak diundang. Barang siapa
tidak memenuhi undangan walimahan sungguh dia telah menduharkai Allah dan
Rasul-Nya,” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Huroiroh).
4.
Pesta
Pernikahan tak Lebih dari Ajang Foya-Foya atau Pemborosan
Sebagaimana umumnya, dengan kebutaan duniawi yang
mengatasnamakan “Pernikahan hanya sekali”, lalu orang-orang terkecoh untuk
merayakan pesta pernikahan dengan berlomba dengan menunjukkan kemewahan dan
kemegahannya, bahkan pesta pernikahan dirayakan besar-besaran, berhari-hari,
bermalam-malam. Tak peduli menggelontorkan ratusan juta, milyaran bahkan hingga
triliunan.
Kita lupa bahwa pemborosan (foya-foya) merupakan hal
yang tidak disukai Allah. Boros adalah saudara syetan, maukah engkau
bersaudarakan syetan? Maukah engkau dimasukkan neraka bersama syetan?
Berhati-hatilah…syetan itu teramat pandai untuk menggelincirkan manusia ke
dalam jurang kemaksiyatan.
وَءَاتِ ذَا
ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ
تَبْذِيرًا
Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Solusi yang saya tawarkan:
Rayakan
pesta pernikahan sederhana saja, undang yatim piyatu dan fakir miskin untuk
mendapatkan keberkahan pernikahan. Niatkan pernikahanmu lillah, maka penuhilah
sunnah Rosul yang dianjurkan dan hindari pemborosan dan riya’…J
*****
Lalu
bagaimanakah pesta pernikahan impian Halimah?
Sebagaimana yang sudah
kusebutkan diatas, bahwa konsep pernikahanku sudah kupikirkan sejak kelas V SD.
Bahwa aku sangat menghendaki pesta pernikahanku sederhana saja, terpenting
syarat wajibnya pernikahan terpenuhi yakni::
a. Ada
pengantin pria
b. Ada
pengantin wanita
c. Ada
2 orang saksi laki-laki
d. Ada
wali nikah
e. Ijab
dan kabul (akad nikah).
Menurutku pernikahan
itu tak perlu mewah, sederhana saja yang penting syarat wajibnya terpenuhi. Tak
usah dipersulit, harus ini dan itu, justru itu yang akan mempersulit diri.
Bagiku sesuatu yang sederhana itu lebih indah, bahkan lebih indah dari
kemewahan dunia dan seisinya. Yang kuundangpun cukup keluarga dan kerabat,
pesta sederhana kecil-kecilan jauh lebih menyenangkan bagiku.
Ketika resepsi, mungkin
konsepku berbeda dari normalnya orang. Semoga nanti pasanganku dapat
menerimanya dengan baik. Aaamiin. Aku menginginkan saat resepsi yang diundang
adalah yatim piyatu dan fakir miskin, misal mengundang 30 yatim-piyatu dan
mengundang 30 fakir miskin, lalu mereka kujamu, diberikan sodaqoh, dan diminta
mendengarkan prosesi resepsi dari awal hingga doa. Doa dipimpin oleh kiahi dan
anak yatim agar nanti keluarga yang kubangun in syallah berkah, sakinah, mawaddah, dan
warrohmah serta langgeng hingga maut memisahkan kita. Aku pribadi, aku tak mencintai
keramaian, hingar-bingar dan hiruk-pikuk dunia, itulah sebabnya dari dulu aku
sangat betah di rumah. Berkarya dan membantu Ibu sebisaku di rumah. Keluar
rumah kecuali ats izin Ibu Bapak, biasanya saat sekolah atau mengerjakan tugas
sekolah. Terlebih aku seorang wanita, harus jelas keluar rumah tujuanku apa?,
untuk kemaslahatan atau untuk ngrumpi?, untuk sesuatu yang bermanfaat atau
sekedar untuk hedonisme?, Untuk foya-foya ataukah untuk mencari ridho Tuhan?.
Bedakan antara
sosialisasi dan ngerumpi, banyak orang salah kaprah mengatakan bahwa bergaul
sambil ngrumpi adalah bentuk bersosialisasi. Bersosialisasi menurutku adalah
berkumpul sesama manusia untuk bersilaturahmi (No ngrumpi), dan melakukan
sesuatu yang bermanfaat baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
Jadi jika kalian berkumpul dan membawa manfaat, itulah sosialisasi yang baik.
Namun bila berkumpul justru membuat masalah atau mendatangkan mudharat,
menambah maksiyat maka itu bukanlah bersosialisasi kebaikan melainkan tolong-menolong
akan kemunkaran. Hal yang paling tidak aku suka ketika kumpul tanpa maksud dan
tujuan pasti adalah ghibah. Kita tak pernah tahu, bahwa Ghibah termasuk dosa
besar. Bila kau tak doyan makan bangkai, lalu mengapa engkau tega memakan
bangkai saudaramu dengan ghibahmu?. Perlu kita ketahui bahwa kelak nanti di
akherat, di langit (ada tujuh lapis langit), tiap langit dijaga oleh malaikat
Khafadhoh. Dan langit yang pertama adalah langit yang dijaga oleh malaikat
khafadhoh agar orang yang ghibah tidak bisa melewatinya. Jika ghibah, maka akan
ditolak amalannya dan dilemparkan kembali ke muka bumi, maukah engkau?. Tentu
tidak, oleh karena itu marilah berkumpul tetapi berkumpul untuk yang bermanfaat, bukan ghibah.
Bagiku surga wanita
ketika belum berumah tangga adalah taat Ibu dan Bapak, dan rumah adalah
sebaik-baik surga bagi wanita. Ridho Tuhan bersamaan dengan ridho kedua
orangtua. Sementara bila seorang wanita sudah menikah, maka surganya adalah
taat suami, karena ridho Tuhan beserta ridho sang suami. Aku selalu berdoa,
agar Tuhan senantiasa mengampuni dosaku baik dimasa lalu, saat ini, maupun di
masa yang akan datang. Agar Tuhan senantiasa berkenan memberikan hidayahNya
untukku, membimbingku ke kehidupan yang lurus meneladani para ummahatul
mukminin…J
Ridho
Allah bersamaan dengan ridho orangtua:
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang
tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (Hasan.
at-Tirmidzi : 1899, HR. al-Hakim : 7249, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam
al-Kabiir : 14368, al-Bazzar : 2394).
Ridho Allah bersamaan
dengan ridho suami:
“Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab, “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?”, tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi. Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad 4: 341 dan selainnya. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1933)
Bagaimanakah
sosok wanita dalam rumah tangga yang diharapkan Halimah?
Wanita adalah pondasi
utama yang menentukan baik tidaknya suatu rumah tangga. Karena wanita adalah
madrosah utama bagi putra-putrinya. Bagaimana bila wanita itu meninggalkan
urusan rumah tangga dan semuanya diserahkan pada pembantu dan baby sister-nya,
sementara ia sibuk menjadi wanita karir. Maka rusaklah generasi masa depan. Hingga
ada yang mengatakan bahwa “Hancur
tidaknya suatu negara terletak pada wanitanya”. Mengapa demikian?, karena wanita
memiliki peran sentral yang mencetak generasi pemuda di masa depan. Sedangkan
hancur tidaknya suatu negara terletak ditangan pemuda. Oleh karena itu, bila
menginginkan kemajuan Indonesia, maka didiklah wanitanya (calon Ibu dan para
Ibu) untuk mennjadi wanita yang cerdas dan berkhlak mulia. Dibalik lelaki yang
hebat ada sosok wanita hebat di belakangnya. Bila lelaki itu belum menikah,
maka dibalik kehebatan dia ada sosok ibu luar biasa yang senantiasa
mendoakannya, mendidiknya dan merawatnya. Bila ia sudah menikah, maka dibalik
hebatnya seorang lelaki ada sosok istri dan Ibu yang senantiasa mendukungnya,
mendoakannya, dan menemaninya dalam perjuangannya.
“Bolehkan
menjadi wanita karir?”, jawabannya adalah boleh dengan
cacatan tugas utamamu sebagai seorang Ibu yang menjadi madrosah untuk
putra-putrimu tidak terbengkelai dan tidak terabaikan serta tugasmu sebagai
seorang istri yang melayani suami tidak terabaikan. Alangkah baiknya, menjadi
wanita karir itu dilakukan ketika anak usia 8 tahun ke atas, jadi ketika usia
kecil, anak dipegang-dididik Ibu sendiri dengan baik. Itupun atas izin suamimu,
bila suamimu mengizinkanmu menjadi wanita karir, maka silahkan tetapi tugasmu
sebagi seorang ibu dan seorang istri jangan dilalaikan. Bila suamimu melarangmu
menjadi wanita karir, dengan ia menyatakan bahwa ialah yang akan mencukupi
kebutuhanmu. Maka janganlah engkau menjadi wanita karir, sebab ridho Tuhanmu
bersama ridho suamimu. Syukuri nafkah yang diberikan suami, gunakan
sebaik-baiknya dengan managemen keuangan yang baik. Sesuaikan antara pendapatan
dan pengeluaran, sehingga dengan demikian keluarga akan damai dan bahagia.
Bagaimanakah
agar keluarga madani yang sakinah, mawaddah, warrohmah dan penuh kedamaian
terbentuk:
Sebagaimana umumnya
wanita, kunci kebahagiaan adalah kasih sayang, saling mengasihi, saling
menyayangi dengan kelembutan. Halimah bermimpi suatu saat nanti menikah dengan
seorang yang berilmu dan ilmunya diamalkan, sederhana, lembut, penyayang. Aku
tak memiliki persyaratan ini-itu, tak mesyaratkan ia harus prestatif, tak
mesyaratkan harus kaya, tak mesyaratkan harus tampan. Bagiku yang penting ia
bisa mengarahkanku, ia bisa memimpinku dengan ilmunya, dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang itu lebih dari cukup. Rumah tangga yang damai sebagaimana
yang telah dicontohkan oleh Sayyidah Muthi’ah RA yang siceritakan Rosulullah
SAW sebagai ahli surga, maka ketika menikah Halimah menginginkan hal ini:
Peran
seorang istri:
1. Memasakkan
suami, melayaninya dengan baik sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Sayyidah
Fatimah RA, menumbuk gandum dan memasaknya untuk dihidangkan ke suaminya.
2. Mendidik
anak-anaknya dengan baik dan kelembutan. Suatu saat nanti ketika berkeluarga,
aku ingin menjadi guru bagi putra-putriku di rumah. Aku yang mendidiknya
sehingga tak perlu guru les. Karena bagiku, mendidik anak alangkah baiknya
dilakukan oleh seorang Ibu sendiri ketika di rumah, kecuali ketika di sekolah/
madrasah/ majlis taklim muta’alim. Itulah alasan mengapa seorang wanita harus
cerdas. Wanita cerdas bukan untuk menyaingi suaminya, bukan untuk
mengunggulinya melainkan sebagai bekal wanita untuk ia gunakan dalam menddidik
putra-putrinya. Suatu saat nanti aku ingin menjadi Ibu yang tak memaksakan
kehendakku pada anak, melainkah ibu yang mengarahkan bakat anak, lalu kurahkan
dan kubimbing bagaimana mengembangkan bakat dan potensinya. Setiap anak
memiliki bakat dan potensi masing-masing, sehingga ia tidak boleh dipaksa
menuruti nafsu kedua orangtuanya melainkan orangtua memberikan ruang bagi anak
untuk menggali potensi dan bakatnya, lalu dipupuk dan dikembangkan, diarahkan.
3. Menyambut
suami dengan senyuman ketika ia pulang kerja, dan senantiasa membuatnya bahagia
atau tersenyum ketika di sampingnya sebagaimana yang dilakukkan para ummahatul
mukminin.
4. Menyiapkan
handuk dan air hangat untuk suami mandi ketika ia usai pulang kerja, dan
menyiapkan keperluannya. Bukan karena hal lain melainkan karena mencari ridho
suami sebab ridho Allah bersama ridho suami.
5. Tidak
mengizinkan tamu laki-laki masuk ke dalam rumah tanpa izin dan sepemgetahuan
suami.
6. Selalu
izin ketika hendak pergi.
7. Senantiasa
mendukungnya dalam kebajikan (kebaikan), menguatkannya ketika lemah,
menghiburnya ketika sedih, memotivasinya ketika rapuh, dan selalu menemaninya
dalam suka dan duka.
8. Apabila
suami marah, digenggam tangannya, ditenangkan, dimbilkan air atau minuman untuk
melunakkan keras hatinya. Sebab kekerasan hanya bisa diluluhkan dengan
kelembutan.
9. Ketika
dalam keluarga memiliki masalah, masalah itu diselesaikan bukan diumbar atau
diceritakan orang lain. Tidak pengadu, sedikit-sedikit ngadu ke orangtua
apabila ada masalah dengan suami. Hal ini bisa dilihat dari kisah Sayyidah
Fatimah RA dengan Sayyidina Ali RA.
Peran
Suami:
1. Memberikah
nafkah istri baik nafkah materi maupun nafkah hati.
2. Mengecup
kening istri ketika akan berangkat kerja untuk membangun keluarga harmonis.
3. Membimbing
dan mendidik istri. Karena dosa istri, suami juga ikut menanggung sebab suami
adalah imam bagi seorang istri yang wajib untuk membimbing, mengarahkan, dan
mendidiknya.
4. Tidak
berlaku keras, kasar terhadap wanita. Bila istri salah diberikan pengarahan
dengan lembut dan halus. Kecuali bila diperingatkan dengan halus tak bisa,
masih membangkang barulah cara keras diperbolehkan. Tetapi alangkah baiknya
menggunakan kelembutan.
5. Ayah
adalah sosok yang mendidik istri sekaligus mendidik anak.
6. Mendidik
istri, misalnya tiap malam ketika di rumah, istri diajar ngaji.
7. Menyayangi
istri dengan penuh kelembutan, kasih sayang layaknya keluarga yang dicontohkan
Sayyidina Khodijah RA dengan Rosulullah SAW.
8. Apabila
istri marah, istri ditenangkan dengan digenggam tangannya, dipeluk.
Sesungguhnya wanita bisa diluluhkan dengan kelembutan, kasih sayang, dan
pelukan. (cacatan: memegang tangan, memeluk hanya boleh dilakukan oleh suami
istri, atau makhram).
9. Ketika
ada masalah, masalah diselesaikan dengan lembut, tidak menggunakan kata-kata
kasar ataupun menggunakan sikap keras. Masalah tidak diumbar, tetapi
diselesaikan.
Kunci
kebahagiaan adalah kasih sayang. Keluarga yang madani akan terbentuk manakala antara
suami istri itu saling bahu membahu, saling mendukung dalam kebaikan, saling
memotivasi dan menginspirasi untuk kebajikan, menemani dalam suka dan duka,
serta saling menyayangi dan saling mencintai dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang.