Dewi Nur Halimah, itulah nama yang
diberikan oleh kedua orangtuaku,
seorang
wiraswasta dan petani. Bapak
Masdari dan Ibu Siti Mahzunah adalah nama kedua orangtuaku yang telah
membesarkanku sampai sekarang ini.
Menurutnya, mereka memberiku nama
Dewi Nur Halimah karena makna itu yang begitu besar dan harapan kehidupan yang
cemerlang bagiku. Dewi
berarti cantik karena aku seorang wanita, Nur diambil dari bahasa arab yang
berarti cahaya, dan
Halimah juga dimbil dari bahasa arab yang berarti
sabar. Jadi
Dewi Nur Halimah memiliki makna seorang anak
wanita yang cantik dengan penuh cahaya kesabaran.
Setelah
aku dilahirkan sampai aku berusia tiga
tahun, kehidupan
keluargaku sangatlah menderita.
Kami
tidak punya rumah dan menumpang di kampung (tanah) milik tetangga
untuk mendirikan rumah kecil-kecilan
hanya untuk sekedar berteduh.
Setelah
tiga tahun menumpang di
kampung orang, allhamdulillah
kakek memberikan kampung
(tanah)
pada Bapak. Lalu rumahkupun dipindah dikampungku sendiri (pemberian kakek) sampai sekarang ini. Saat itu orangtuaku tak
pernah membayangkan dan tak pernah
terlintas berfikir untuk menyekolahkanku sampai
jenjang kuliah karena keadaan ekonomi keluargaku lemah, untuk makan saja susah
apalagi untuk sekolah.
Seiring
dengan perjalanan waktu,
kehidupan
kamipun membaik. Usia
empat tahun aku disekolahkan di TK Pertiwi
desa Bandungrojo. Namun hasil yang
kuperoleh sedikit mengecewakan kedua orangtuku. Aku tidak naik kelas
karena usiaku belum cukup umur untuk sekolah di SD. Pada saat itu, aku ngambek dan tidak
mau mengulang
sekolah di
TK lagi. Tetapi
dengan penuh kesabaran
dan kasih sayang ibuku membujukku untuk sekolah lagi, dan allhamdulillah aku naik kelas dan dapat
melanjutkan sekolah SD.
Hal
yang paling mengesankan bagiku adalah saat SD kelas 1 catur wulan III .Ketika
di cawu I dan II nilaiku sangatlah biasa dan pas-pasan. Sampai pada suatu malam, ketika aku belajar
ditemani lampu teplok karena pada saat itu kami belum punya listrik, ibuku melatihku cara
belajar membaca dan menulis.
Aku
dapat belajar membaca dengan lancar,
tetapi
yang sungguh lucu, tulisanku
sangat jelek dan tidak rapi sama sekali. Ukurannya ada yang kecil, ada yang besar, tidak karuan. Karena itu ibuku sangat
marah padaku dantanganku digedokkan di atas meja sampai aku menangis
kesakitan. Namun
setelah itu allhamdulillah aku menjadi semangat dan rajin belajar. Alhasil peningkatan
drastis pun terjadi padaku,
dari
yang mulanya di cawu I dan II tidak mendapatkan juara, bisa berubah menjadi
juara 1 di cawu III.
Sejak
Kejadian itulah semangatku bangkit
dan
rasa cinta terhadap ilmu semakin tumbuh. Alhamdulillah dengan kegigihan dan
ketekunan aku dapat mempertahankan prestasiku menjadi juara kelas. Tidak lepas
dari itu semua, itu
semua atas dukungan dari beberapa pihak. Atas rido Allah yang mengabulkan semua
usaha dan doaku, serta
didikan disiplin dan belajar istiqomah tiap hari dari orang tuaku.
Oh
ya ,sekilas tentang orang tuaku,
orangtuaku adalah seorang pekerja keras, ulet dan pantang
menyerah. Mereka
selalu bekerja dengan gigih demi membiayaiku
sekolah dan biaya kehidupan sehari hari. Bahkan ibuku ikut bekerja angkat berat
untuk berjualan garam dengan gerobak sepeda onthelnya di pasar. Hal itu dilakukan hanya
untuk membantu Bapakku, karena
penghasilan gabungan Bapak dan Ibukku kurang lebih hanya 20.000/hari. Sungguh hal itulah yang
membakar semangatku untuk meraih mimpi menjadi orang yang sukses.
Menginjak
kelas VI SD aku merasa kebingungan.
Mau
melanjutkan ke SMP mana?
dan
bagaimana biayanya?. Namun
aku tk patah semangat, aku
tetap belajar dengan tekun dan sungguh sungguh. Allhamdulillah ujian
sekolah dan ujian nasional sudah aku lampaui
dengan baik dan
hasilnya cukup memuaskan,
saya
mendapat juara 1di kelas dan nilai ijazah serta danem terbaik di kelas VI. Guruku kelasVI
menyarankan orangtuaku supaya beliau menyekolahkanku di SMP 1 Ngawen. Orangtuaku hanya
tersenyum dan mengusahakan untuk menyekolahkanku sesuai dengan yang disarankan
guruku.
Alhamdulillah
dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan. Untuk persiapan seleksi
tes tulis masuk SMP 1 Ngawen,
aku
berlatih dari soal soal pelajaran kelas VI tiap hari. Buku buku keas VI
inilah yang mennjadi sahabatku belajar selama beberapa hari, sampai menjelang tes
seleksi tersebut. Aku
dapat mengikuti tes tulis tersebut dan sampai pada pengumuman, akhirnya aku diterima
menjadi siswinSMP 1 Ngawen.
Ya
walaupum aku mendapatkan juara 16 dari 288 siswa,yang penting diterima dululah.
Masalah prestasi insyaAllah kalau mau belajar sungguh sungguh pasti bisa
meningkat.
Perjuangan
tak sampai disini sajauntuk membayar sumbangan gedung dan biaya kain seragam, orangtuaku harus usaha
exstra untuk mendapatkan sejumlah uang yang dibutuhkan dan tepat waktu. Karena kalau tidak bisa
membayar, bisa
saja dilempar pada siswa
cadangan yang mampu membayar sumbangan tersebut. Penghasilan orangtuaku tak
seberapa, hanya
cukup untuk kebutuhan sehari hari dan kalaupun sisa mungkin hanya 1000/2000 an
tiap hari. Untuk biaya sumbangan tersebut, akhirnya Bapakku
memutuskan untuk menjual kambing satu-satumya yang kami
punya.
Tak
pernah terbayangkan aku bisa melanjutkan SMP. Jika melihat keadaan
ekonomi keluargaku yang lemah,
yang
sudah jelas terlihat kesusahan membiayai sekolahku. Hal itu mendorongku
untuk semakin bertambah semangat menyemai mimpi-mimpiku menjadi sebuah kenyataan. Aku tidak boleh malas
dan sombong, aku
harus lebih
giat lagi belajar, dan
tidak boleh pantang menyerah itulah tekadku. Persaingan disini
semakin ketat, tak
seperti dulu di SD, yang
siswanya tidak lebih dari 40 orang.
Yang
kuhadapi adalah anak anak dari berbagai SD dari desa yang berkumpul menuntut
ilmu. Mereka
bukanlah saingan yang ringan,
karena
mereka adalah anak anak pilihan yang lolos dari seleksi tes tulis diantara
beratus-ratus siswa yang ingin
menjadi siswa di SMP 1 Ngawen.
Strategi
pribadiku adalah belajar dengan memanfaatkan setiap waktu luangku untuk membaca
dan mngulas kembali materi yang diajarkan oleh guru. Caraku belajar yaitu
dengan mengerjakan soal soal di LKS
dan sering membaca untuk
pelajaran menghafal. Bila
dalam mengerjakan soal
tak kutemukan hasilnya, aku
tak menyerah begitu saja,
akan
kuulangi berulangkali sampai kutemukan hasilnya.
Masalah
biaya pasti menghimpitku yang memang tak semurah dulu ketika di SD. Ditambah lagi jumlah
buku buku dan LKS
yang dibeli jumlahnya banyak.
Dan
apalagi kalau teringat pendapatan orangtuaku yang tak seberapa dan hasilnya tak
menentu. Siasat
pribadiku adalah aku selalu menabung uang sakuku tiap hari untuk membeli buku-buku dan LKS, tanpa meminta uang dari
orang tuaku, bahkan
masih bisa aku gunakan untuk keperluan mendadak seperti fotocopy, iuran kelas, dll. Memang kalau di sekolah
aku jarang sekali jajan.
Uang
sakuku memang tak banyak,
hanya
2000/hari, tetapi
jika aku tabung terus tiap hari hasilnya cukup banyak dan bisa untuk keperluan dan peralatan
sekolahku. Toh
aku kan pulang pergi sekolah
naik sepeda, jadi tidak perlu uang
untuk transportasi.
Selain itu aku juga mendapatkan beasiswa BKM (
Beasiswa Kurang Mampu) di sekolah tiap semesternya. Dengan beasiswa tersebut
saya menjadi tidak kawatir untuk biaya SPP, soalnya uang tersebut sudah cukup
untuk SPP selama satu semester. Aku bersyukur, ditengah kehidupan ekonomi yang
lemah, aku masih bisa mengenyam pendidikan SMP sampai lulus.
Alhamdulillah atas usaha dan doa, prestasiku semakin
meningkat dari kelas VII sampai kelas IX. Dulu yang mulanya aku dapat juara 16
dari 288 siswa saat pendaftaran, bisa menjadi juara II di kelas VII pada
semester I. Kemudian saat semester II kelas VII sampai kelas IX prestasiku
konstan yaitu juara I kelas dan mendapatkan juara III parallel.
Tak jarang saat menginjak kelas IX, aku sering
merenungi tentang kedaan ekonomi orangtuaku. Apa mungkin aku masih bisa
melanjutkan sekolah menengah atas?. Bagaimana mungkin orangtuaku mampu
membiayai ini semua?, sederet pertanyaan
lain terus memenuhi otakku. Namun semua itu aku pasrahkan pada Allah, yang
penting aku focus terlebih dahulu pada UN dan ujian sekolah. InsyaAllah kalau
danemnya tinggi, pastidiberikan kemudahan untuk mendaftar di SMA manapun. Mau
nanti disuruh bayar berapapun, itu adalah urusan belakangan, yang penting UN
lulus dengan hasil maksimal.
Setelah lulus SMP aku mendaftarkan diri di SMA1
Tunjungan. Pendaftarannya lebih mudah dari SMP dulu, karena di SMA 1 Tunjugan
ini tidak ada seleksi tes tulis tetapi langsung dari jumlah nilai danem dan
nilai ijazah. Alhamdulillah aku diterima di SMA 1 Tunjungan dengan peringkat 85
dari kurang lebih 260 anak. Perjuangan tak henti di sini, biaya sumbanganpun
besar sekitar Rp 1.600.000,00, apalagi beban orangtuaku semakin berat karena
pada saat aku daftar SMA bersamaan dengan adikku yang mendaftar di SMP, maklum
usiaku hanya terpaut tiga tahun dengan adikku.
Masalah biaya yang jumlahnya besar, dan teringan
Bapakku hanya mempunyai pedhet( anak sapi) yang nlainya tidak lebih dari 2,5
juta pada waktu itu, jauh dari biaya daftarku dan adikku. Terpaksa aku harus
mengalah, uang tersebut untuk biaya sumbangan gedung dan kain adik serta untuk
membelikan sepeda adik karena Bapak sudah berjanji kalau adik SMP akan dibelikan
sepeda baru. Sementara itu sisanya hanya cukup untuk membayar uang kain
seragamku dan setengah dari jumlah sumbangan uang gedungku. Kekurangan uang
sumbangan itu, aku cicil sampai kelas XI.
Setelah menjadi bagian dari SMA N 1 Tunjungan,
perjuangan tak henti sampai disini. Banyak temanku yang aku sebut super pintar.
Tak berbeda dari strategiku sebelumnya, aku harus belajar super ekstra untuk
meningkatkan peringkatku yang cukup bawah itu. Aku harus pandai memanage waktua
antara belajar, membantu orangtua, dan beribadah.
Tak seperti yang kubayangkan , persaingan disini cukup
ketat. Apalagi banyak diantara temanku yang mengikuti les semacam bimbel di lur
jam sekolah untuk meningkatkan peringkat mereka. Ya, sekali lagi aku katakanan
sahabatku adalah buku-buku LKS yang aku punya dan buku dari pinjam dari buku
prpustakaan, karena memang tidak bisa ikut les sebab orangtuaku tak mampu untuk
membiayanya. Namun semangatku tetap berkobar. Aku tak tega melihat orangtuaku
mandi keringat di sawah, apalagi ibuku, seorang wanita harus angkat berat hanya
demi untuk membiayai sekolahku. Yang bisa kulakukan adalah berjuang dan
berusaha untuk memberikan hasil yag
terbaik pada mereka dengan membuat mereka tersenyum.
Alhamdulillah bersama kesulitan-kesulitan yang
kuhadapi selalu ada kemudahan. Tidak ada yang mustahil dalam hidup ini kalau
kita mau berjuang. Alhamdulillah hasilnya aku selalu mendapat juara 1 di kelas
sejak kelas X sampai kelas XII semester II. Meskipun ketika kelas XI semangatku
pernah turun drastis, mentalku yang lemah karena aku merasa minder dengan
teman-temanku yang mayoritas anak orang mampu, jauh lebih mampu dari keadaan
ekonomi keluargaku. Namun pada saat semangatku turun, pada saat itu pula
semangatku naik drastis. Hal itu karena dorongan dan motivasi dari temanku agar
aku semangat lagi seperti dulu. Dan saat itu pula aku sadar, kalau ingin sukses
janganlah psimis tetapi harus optimis. Semua manusia itu sama yang membedakan
adalah tingkat ketakwanya, JADI mengapa saya harus minder.
Menjelang UN hatiku sering deg-degan, hampir setiap
malam dalam tidurku selalu terbayang soal-soal UN yang mematikan. Aku tak mau
hasil UN ku jelek, lulus tak akan berarti jika dengan jumlah danem yang jelek
dan jumlah ijazah yang minim. Maka mulai saat itupun aku menyusun strategi agar
hasil UAN dan UASku baik. Menurut bu
Ekatri Yuniarsih ( guru BK ), beliau mengatakan bahwa tidak akan ada kesuksesan
yang datang begitu saja, malainkan kita sendiri yang harus menjemput dan
meraihnya. Dari kata-kata itulah aku menjdi terinspirasi, aku menyusun strategi
untuk menghadapi uas, dan inilah strategiku:
1.
Berdoa kepada
Allah dan mohon restu pada orang tua
Setiap keberhasilan ada keikutsertaan Tuhan di
dalamnya. Berdoa adalah upayaku untuk mendekatkan diri pada Allah agar diriku
diberi kemudahan dalam menghadapi UN. Selain itu aku juga mendekatkan diri pada
orangtua, berusaha untuk patuh pada setiap perintahnya. Bagiku keberhasilan UN
adalah suatu ajang yang akan aku persembahkan nantinya kepada kedua orangtuaku
tercinta, maka dari itu aku harus mendapatkan ridho kedua orangtuaku. Masih
ingatkah kawan hadis yang berbunyi, “Ridhollohi fi ridhol walidain”, yang
berarti ridhonya Allah itu ada dalam ridhonya kedua orangtua. Oleh karena itu,
mintalah restu orangtua sebelum UN agar diberi kemudahan dan kelancaran.
2.
Memperbanyak
latihan soal
Dalam hal ini aku banyak latihan soal-soal UN
tahun-tahun lalu. Karena biasanya soal-soal UN tiap tahun tidaklah jauh
berbeda, kalaupun berbeda pasti hanya angka-angkanya saja yang di rubah
sedangkan bentuk dan tipe soalnya masih sama. Jika menunggu kehadiran buku
detik-detik UN dari sekolah terlalu lama, maka akulah yang harus aktif,
sesering mungkin aku pergi ke perpustakaan mencari buku-buku soal UN tahun
lalu, lalu di rumah aku mengerjakan soal-soal itu atau kalau ada jam kosong aku
gunakan untuk mengerjakan soal-soal tersebut. Teringat kata guruku SMP, beliau
Pak Kastudi, selalu mengatakan “ ala bisa karena biasa”, jadi jika aku terbiasa
mengerjakan soal-soal UN, maka aku akan bisa dengn sendirinya karena sudah
terbiasa. Selain itu aku juga sering mengkondisikan diriku seolah-olah
menghadapi UN yang sesungguhnya. Aku selalu mematok waktuku mengerjakan soal dengan
jam. Jika waktunya habis, maka akupun berhenti mengerjakan soal, lalu aku
cocokkan hasil kerjaanku dengan kunci jawaban yang ada, aku hitung jumlah yang
benar dan yang salah. Namun jika soal itu tak ada kunci jawabannya aku tak
segan-segan setelah usai mengerjakan, jika disekolah aku tanyakan pada guru
yang bersangkutan jawaban yang benar.
3.
Membiasakan diri
bersikap jujur dan sportif
UN adalah ajang yang sangat prestasius, namun dalam
menjalaninya tak perlulah dengan cara curang seperti membeli kunci UN pada saat
UN. Percaya pada diri sendiri itu lebih baik, karena segala sesuatu yang
diperoleh dengan cara tidak baik,
meskipun hasilnya bagus tetapi tidak akan membawa keberkahan. Walaupun ada yang
mengatakan belajar 3 tahun hanya ditentukan oleh ujian 4 hari, maka bagaimanapun
caraya kita harus lulus. Kawan coba ingatlah, kita menuntut ilmu bukan untuk
mencari nilai, tetapi untuk mencari ridho Allah dan memajukan islam. Meskipun
bukti kita berhasil adalah nilai, namun nilai bukanlah segala-galanya. Kita tak
perlu menghalalkan segala cara agar lulus UN,
tapi cobalah mantabkan hatimu, jika kamu belajar dengan sungguh-sungguh
dan doa yang selalu istiqomah insyaAllah kesuksesan akan mengikuti dengan
sendirinya, yakinlah dengan kerja kerasmu sendiri kau tak akan rugi. Berlaku
jujurlah dalam mencapai keberhasilan, jika orang lain tak tahu, maka
sesungguhnya Allah Maha Tahu atas segala apa yang kau lakukan. Tak malukah kau
dengan Allah, tak takutkah kau dengan Allah yang mengawasimu sementara kau
berbuat tak adil, berbuat dosa. Perhatikanlah ayat 8 pada QS. Al-Maidah yang berarti:”…Berlaku
adillah.Karena ( adil ) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sungguh Allah Maha Teliti atas apa yang kamu kerjakan.” Dari ayat tersebut
kita dituntut untuk berlaku adil, karena sesungguhnya setiap perbuatan yang
kita lakukan tidak ada satupun yang luput dari pengawasan Allah, Dialah (Allah)
yang Maha Teliti atas apa yang kita kerjakan.
4.
Menghindari
system belajar kebut semalam
Menurut perspektifku, belajar jauh-jauh hari sebelum
UN tiba jauh lebih baik daripada system belajar kebut semalam. Sistem belajar
kebut semalam tidaklah efektif, karena pada hari-hari menjelang UN, badan dan
pikiran harus rileks, supaya ketika UN badan tetap fit. Kalau belajar dengan
system kebut semalam berarti ibaratnya kamu mengisi air kedalam botol aqua, air
satu gayung langsung kamu masukkan pada mulut botol akua dengan langsung tanpa
sedikit-sedikit, bisa dibayangkan air yang masuk ke dalam botol hanya sedikit
sedangkan lainnya tumpah semua. Sekarang bandingkan dengan belajar jauh-jauh
hari sebelum UN, ibaratnya kamu memasukkan air ke mulut botol pelan-pelan,
sedikit demii sedikit maka hasilnya adalah botol bisa terisi air dengan penuh dan
airnya tidak tumpah kawan.
5.
Menghindari
kegitan yang bisa mengganggu belajar
Strategiku yang terakhir ini yaitu, untuk menghadapi
UN dan UAS untuk sementara waktu itu aku meninggalkan kegiatan yang bisa mengganggu pikiranku untuk
konsentrasi belajar. Karena yang aku punya hanya TV, maka aku tidak menonton TV
ketika mau ujian, tetapi ada trik lain supaya tidak jenuh belajar terus, ada
hari untukku refreshing yaitu pada hari minggu. Pada hari minggu itu aku
gunakan refreshing untuk nonton TV, sering ngaji dan menyendiri di bawah pohon
untuk mendapatkan oksigen yang banyak sebab kerja otak dipengaruhi oksigen. Nah
buat kawan-kawan yang fasilitasnya banyak untuk kegiatan hobi/ kesenangan
seperti: main play station, chatting internet, fb-an, twitter-an, dan menonton
TV, saranku tunda dululah kesenangan kalian saat-saat akan ujian, baru setelah
ujian silahkan kalian sepuas-puasnya menjalani kesenangan kalian.
Alhamdulillah
wal hasil, nilai danem dan ijazahku cukup memuaskan, aku mendapatkan juara
parallel II dari seluruh peserta UN dan UAS anak ipa. Subhanallah, terimakasih
Tuhan atas nikamat yang kau berikan, semoga dengan semangat kejujuran membawaku
pada kesuksesanku selanjutnya menempuh jalan menuntut ilmu yang lebih tinggi di
perguruan tinggi.
Perjuangan
tak henti sampai disini saja, aku harus berjuang sungguh-sungguh agar aku bisa
melanjutkan pendidikan lebih lanjut di perguruan tinggi. Dalam hal ini aku
harus berjuang ekstra, terlebih lagi Bapakku saat awal mengerti bahwa aku
menginginkan untuk kuliah, beliau kurang setuju karena sebenarnya sejak awal
beliau menghendaki aku masuk ke pesantren memperdalam pengetahuan agama. Aku
berusaha meyakinkan Bapakku agar beliau mendukungku. Bahkan untuk ikut sanlat
(pesantren kilat), semacam bimbingan belajar yang mewadahi siswa untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi melalui jalur snmptn tulis dengan biaya gratis
selama satu bulan sampai menjelang snmptn tulis, beliau tidak mengizinkan.
Awalnya aku hanya terdiam ketika beliau tidak menyetujuiku ikut sanlat, namun
karena dukungan ibuku aku semangat mengikuti sanlat. Melihat aku yang sering
terdiam merenung di kamar, sembari mengerjakan soal-soal snmptn tahun-tahun
lalu, Bapakku akhirnya hatinya tersentuh dan mengizinkanku mengikuti sanlat
karena beliau tak tega melihat semangatku yang menggebu-gebu menginginkan bisa
kuliah.
Untuk
mensiasati biaya masuk perguruan tinggi yang terbilang jumlah nominalnya sangat
besar, aku mendaftar beasiswa bidikmisi dan beasiswa beastudi etos. Bahkan aku
sudah melampaui berbagai seleksi tersebut, mulai dari tes administrative, tes
wawancara, tes visit home untuk beasiswa beastudi etos. Sedangkan untuk
beasiswa bidikmisi aku baru samapai memasukkan data administrative melalui via
online dengan bantuan guru BKku.
Kehidupan
baru di sanlat yang mengambil lokasi di pondok pesantren Al-Hikmah Nadipurwo km
8 dari Blora pun dimulai. Selama satu bulan, aku bersama teman-teman dari
SMA-SMA lain di kabupaten Blora berkumpul memperoleh bimbingan belajar sebagai
bekal mengerjakan snmptn tahun 2012 yang akan kami hadapi. Bimbingan yang luar biasa dahsyat yang disponsori
oleh mata air pusat foundation dari Jakarta pusat, sungguh perjuangan yang
sangat hebat tanpa memperoleh gaji
yang diselenggarakan oleh
kaum anshor untuk menjembatani siswa yang berprestasi untuk
bisa sukses lolos snmptn masuk perguruan tinggi negeri. Disanlat aku
mendapatkan banyak ilmu pengetahuan tak hanya materi snmptn saja, tetapi juga
materi agama yang dilakukan setiap malam dengan menghadirkan pembicara yang
super hebat dengan pembicara yang selalu berbeda setiap harinya.
Di sanlat
kami dididik dengan serius, ada masa-masa indah yang selalu terkenang sampai
kapanpun. Diantaranya, dzikiran setelah sholat wajib selama kurang lebih satu
jam, sungguh doa yang sangat lama sampai tak jarang membuat kaki kesemutan dan
aku merasa tertegun karena selama di rumah tidak pernah dzikiran sampai selama
itu, namun setelah terbiasa hal itu justru menjadi sesuatu yang indah yang melatihku untuk senantisa dekat dengan Tuhan.
Tak hanya itu, masih banyak sederetan kegiatan yang begitu mengenang untukku, tahlilan
setiap hari jumat, berjanjen, out bond setiap hari minggu, belajar bareng bahas
soal-soal snmptn dan kegiatan asyik lainnya.
Selama
di sanlat aku sangat antusias dan aku manfaatkan waktuku di sanlat dengan
sebaik mungkin. Disamping mendapatkan materi dari tutor mulai jam 8 pagi sampai
jam 12 siang dan mulai jam 2 siang sampai jam 4 sore, akupun belajar sendiri
memanfaatkan waktu luang ketika istrahat seusai solat dan makan. Biasanya mulai jam 1 siang
sampai jam 2 siang aku belajar sendiri, kemudian jika malam aku belajar sendiri
sekitar jam 22.00 sampai jam 00.30 setelah mendapatkan materi dari pembicara
mengenai materi non snmptn sebagai bekal pengembangan diri menjalani kehidupan
di kampus.
Hari-hari di sanlat pun beakhir dan berganti
dengan detik-detik menjelang snmptn. Hatiku semakin berdebar-debar apalagi jika
teringat perjuanganku selama ini agar Bapakku menyetujuiku melanjutkan kuliah.
Aku sudah bejanji kepada beliau bahwa
aku akan lolos snmptn dan bisa masuk perguruan tinggi dengan beasiswa karena
orangtuaku tidak mampu membiayaiku untuk melanjutkan kuliah. Janji itu rasanya
menjadi motivator yang membakar semangatku untuk lebih giat lagi belajar sebagai persiapan menempuh snmptn. Lalu
bagaimanakah siasatku agar aku bisa lolos menembus SNMPTN tulis??...Mau tahu,
yup siasatku adalah sebagai berikut:
1. Berkumpul dengan orang alim, karena orang alim itu
dimulyakan oleh Allah SWT.
2. Niatku kutata bahwa kesuksesanku nantinya bukanlah
untuk diriku sendiri, melainkan untuk orang banyak.
3. Yakin lolos SNMPTN.
4. Belajar harus konsentrasi dan dalam keadaan fresh.
5. Tidak perlu tegang ketika mengerjakan soal SNMPTN.
6. Mengerjakan soal SNMPTN yang mudah terlebih dahulu,
jawaban di lembar jawaban adalah jawaban yang aku yakin benar, dan apabila aku
tidak tahu sama sekali, lebih baik aku biarkan tidak kuisi.
7. Manage waktu antara mengerjakan dan memindah jawaban.
8. Doa dan tirakatnya juga harus kuat.
Snmptn telah kulalui, sembari
menunggu pengumuman hasil snmptn tanggal 7 Juli 2012 aku memanfaatkan waktu
tenggangku untuk membantu orangtuaku memanen kacang hijau disawah untuk
dikumpulkan dijual sebagai bekalku berangkat kuliah. Hari-hari yang dinantipun
tiba yaitu PEGUMUMAN SNMPTN. Pengumuman hasil snmptn, siapa sich yang nggak
deg-degan. So PASTI donk semua siswa yang mengikuti SNMPTN jalur tulis merasa
deg-degan termasuk salah satunya aku. Apalagi ketika melihat berita di
metroTV bahwa pengumuman SNMPTN diajukan
tanggal 6 Juli pukul 19.00, sungguh benar-benar membuatku semakin deg-degan. Di
berita tertera bahwa diantara sekian ratus ribu siswa yang mengikuti SNMPTN
jalur tulis, yang ketrima hanya 123.225 siswa. Waw….sungguh persaingan yang
amat ketat, benar-benar butuh perjuangan ekstra untuk bisa lolos menembus
SNMPTN jalur tulis.
Hatiku semakin penasaran ketika
ditambah lagi banyak diantara teman-temanku yang mengirim pesan kepadaku
menanyakan hasil SNMPTNku, sungguh hal ini benar-benar membuatku kawatir,
campur aduk deg-degan dan penasaran. Dengan segera aku meminta Bapakku untuk
mengantarkanku ke warnet tepat pukul 20.00. Kubuka situs snmptn.ac.id, tetapi
ketika kumasukkan nomor SNMPTNku dan tanggal lahir beserta capture yang
tertera, hasil SNMPTNku tidak bisa dibuka, disitu tertulis nomor peserta dan
tanggal lahir yang dimasukkan tidak cocok, padahal nomor peserta dan tanggal
lahir yang kumasukkan sudah benar. Sudah kuulang beberapa kali, namun tetap
tidak bisa. Akhirnya aku memutuskan jika sampai pukul 21.00 tetap tidak bisa
kubuka maka aku akan pulang dari warnet dan kulanjutkan besok lagi, akhirnya
aku pulang dengan hasil nihil.
Aku tak pantang menyerah begitu
saja, keesokan harinya aku ditemani adikku bersepeda onthel pergi ke warnet.
Sejak pukul 09.00 sampai pukul 14.00 aku di warnet. Tetapi yang membuatku
kecewa, hasilnya tetap nihil seperti kemarin, masih tetap tidak bisa dibuka.
Aku berusaha terus dan tidak menyerah, aku mencoba menghubungi dikti ingin
menanyakan mengapa pengumuman hasil SNMPTNku tidak bisa dibuka, ternyata nomor
telponnya belum dipasang. Kemudian aku mencoba menghubungi Bu Ipung bagian
akademik undip, kemudian beliau menyarankanku untuk menelfon pak Wahyu pakar IT
undip dan beliau memberi nomornya padaku. Lalu aku mencoba menghubungi Pak
Wahyu, tetapi hasilnya nomor tidak dipakai lagi ( alias tidak bisa dihubungi).
Dengan hasil kecewa, aku pulang, dan spontan air mataku berjatuhan membasahi
pipiku.
Tiba-tiba aku mendapat sms dari Mas
Yusuf (panitia sanlat), beliau mengatakan bahwa saya lolos SNMPTN ketrima di undip jurusan biologi. Beliau juga
tidak mengetahui pengumuman ini dari situs resmi snmptn.ac.id, melainkan dari
berita koran kompas. Dikoran tertulis namaku, nomor pesertaku dank kode
prodiku. Alhamdulillah akhirnya usahaku tidak sia-sia, aku lolos SNMPTN.
Sungguh betapa bahagianya aku setelah mengetahui hal ini, apalagi aku telah
menangis berjam-jam karena aku tidak bisa membuka pengumuman SNMPTNku. Aku
bersyukur atas nikmat yang engkau berikan Ya Allah.
Setelah pengumuman SNMPTN, untuk
mahasiswa yang ketrima di undip diwajibkan mengisi registrasi online dengan memasukkan
nomor peserta SNMPTN dan passwordnya adalah tanggal lahir. Kejadian itu
terulang lagi, aku tidak bisa registrasi ulang dengan online, hal ini membuatku
menangis dan amatlah kebingungan. Hampir sejak hari pertama waktu pengisian
registrasi online sampai hari-hari berikutnya aku selalu mendatangi warnet
untuk mengisi registrasi online, namun hasilnya selalu nihil, benar-benar
membuatku pusing. Akupun memutuskan untuk memastikannya bahwa aku benar-benar
ketrima di undip. Aku pergi ke kampus undip dan aku konsultasi masalahku pada
Bu Pratiwi bagian regstrasi, kemudian beliau menyarankanku untuk ke Bu Anik.
Dan ketika dicek Bu Anik, ternyata aku salah mengisi tanggal lahir ketika input
daftar SNMPTN dari yang seharusnya 07-04-1994 disitu aku memasukkan 07-01-1994
ketika input, pantas tidak bisa dibuka.
Yup….aku teringat, dulu kan ketika
input daftar SNMPTN aku dibantu Mas Yusuf dan Mas Mufid, apalagi ketika itu aku
baru saja shock terpleset jatuh dari tangga ketika tahu bahwa aku tidak lolos SNMPTN
undangan, mungkin saja ketika dibantu itu mereka salah memasukkan tanggal
lahirku, dari yang seharusnya April menjadi Januari. Tidak masalah bagiku, yang
penting aku sudah tahu letak kesalahannya dan sudah bisa registrasi online
kembali dan menjadi bagian dari
mahasiswa undip, kampus tercinta. Hal ini bisa kuambil pelajaran agar
selanjutnya aku lebih teliti dalam masalah input data.
Perjuangan terus melaju, sekarang
yang menjadi masalahku adalah sampai saat detik-detik menjelang verivikasi,
pengumuman seleksi beasiswa bidikmisipun belum ada, aku semakin kawatir
bagaimana aku bisa kuliah jika aku tidak mendapatkan beasiswa, mana mungkin
orangtuaku mampu membiayainya?, untuk makan saja harus kerja mati-matian
apalagi biaya melanjutkan perguruan tinggi yang super mahal. Sedangkan yang
kuharapkan satu-satunya adalah beasiswa bidikmisi apalagi aku sudah tidak lolos
beastudi etos. Aku sendiri bingung, padahal dari tahap awal sampai tahap akhir
yaitu SNMPTN aku selalu lolos tahap seleksinya, lah kog aku tidak ketrima
beastudi etos, teman-temankupun pada kaget termasuk juga aku. Ada apa ini, apa
ada yang salah dengan sistemnya, ya sudahlah mungkin ini bukan rizkiku semoga
Allah berikan pengganti rasa kecewaku dengan hal yang lebih baik. Aamiin.
Saat verifikasi, tepatnya setelah
aku mengumpulkan semua berkas bidikmisi, aku
memberanikan diri konsultasi masalahku pada salah satu dosen, beliau
adalah Ibu Sriyati bagian registrasi. Aku menceritakan padanya mulai dari awal keinginanku
untuk kuliah sampai aku lolos SNMPTN, perjuangan yang begitu panjang untuk
meyakinkkan orangtua agar mendukung meskipun tidak ada biaya. Kemudian karena
aku sudah bingung, orangtuaku tidak mempunyai uang yang cukup untuk biaya
mencari kos, sedangkan aku harus mendapatkan tempat tinggal di Tembalang selama
proses belajar di undip. Akhirnya aku memutuskan memberanikan diri menawarkan
pada dosen bahwa aku mau kerja apapun membantu kegiatan rumah tangga Pak/ Bu
dosen, yang penting saya mendapatkan tempat tinggal dan makan selama proses
belajar di undip, toh juga SPP sudah gratis karena aku mendapatkan beasiswa.
Aku kemudian diajak Bu Sriyati
menemui Pak Arif bagian tata usaha undip, Bu Sriati menceritakan perihalku
padanya. Pak Arif tersentuh akan perjuanganku, kemudian beliau menelfon
istrinya meminta ijin untuk mengajak saya tinggal di rumahnya, dan
Alhamdulillah istrinya menyetujuinya. Tetapi disini terjadi hal lain, Pak Ipung
dosen bagian humas, memanggilku dan beliau menyarankanku jangan ikut orang lain
terlebih dahulu, katanya nanti saya konsen belajarnya akan terganggu karena
ikut orang pasti mempunyai rasa pekewuh, dan saya akan lebih konsen ke kerja,
sementara kuliah banyak tugasnya, beliau takut saya akan keteteran.
Pak Ipung kemudian menelfon Pak
Warsito ( Pembantu Rektor III yang mengurusi bagian kesejahteraan mahasiswa ),
beliau menceritakan perihalku pada Pak Warsito. Lalu, aku diminta Pak Ipung
menemui Pak Warsito di rektorat. Sebelum ke rektorat aku terlebih dahulu
mengambil jas paket maba undip dan foto untuk KTM ditemani Pak Arif. Sebelum
saya ke rektorat Pak Arif sempat berkata, “ Nduk, keputusan ada di tangan kamu,
kamu mau nanti jadi ikut saya atau tidak terserah kamu, rumah saya terbuka
lebar untuk kamu, ya nanti dipertimbangkan dulu, Bapak juga sudah pernah
menolong enam mahasiswa yang sama halnya
seperti kamu sampai lulus sarjana, keputusan terserah kamu nduk, nanti
dipertimbangkan dulu yah”. Kemudian aku menjawab, “ Ya Pak, nanti akan saya
pertimbangkan, terimakasih atas kebaikan Bapak yang mengizinkan saya untuk
tinggal di rumah Bapak”.
Aku lalu pergi ke rektorat ditemani
oleh Mbak Riza, karena aku belum tahu tempat rektorat dimana. Oh ya Mbak Riza
adalah mahasiswa biologi angkatan 2011 yang ikut mendirikan stand-stand didepan
gedung Prof. Sodharto untuk menyambut kedatangan mahasiswa baru jurusan biologi
dengan memperkenalkan biro-biro yang ada pada jurusan biologi. Mbak Riza
menemaniku ke rektorat atas perintah Pak Ipung. Sesampai di rektorat aku lalu
menemui Pak Warsito, dan sebelumnya mohon ijin terlebih dahulu pada assistant
Pembantu Rektor III. Setelah dipersilahkan menemui Pak Warsito, lalu aku masuk
ruangan Pak Warsito.
Di ruangan tersebut, beliau bertanya
padaku mengenai perihalku yang keberatan masalah biaya untuk mencari kos.
Berliau bertanya padaku, “ Apakah kamu mahasiswa bidikmisi?”. Lalu aku menjawab
bahwa aku adalah mahasiswa bidikmisi. Kemudian beliau memintaku agar tinggal di
rusunawa ( Rumah Sewa Sederhana Mahasiswa ), nanti pembayarannya dipotong dari
uang biasiswa bidikmisi yang Rp600.000,00/ bulan. “ Tapi Pak, saya kan belum
positif menjadi mahasiswa bidikmisi, soalnya belum pengumuman?,” tanyaku. “
Tidak usah kawatir, insyaAllah kamu sudah pasti lolos beasiswa bidikmisi”,
jawabnya.
Alhamdulillah hatiku sedikit lebih
tenang, selanjutnya Pak Warsito menelfon Pak Gerry (Pengelola Rusunawa), beliau
memesankanku satu kamar untuk tinggal di rusun. Aku kemudian diminta Pak
Warsito ke rusunawa, akupun pamit pada beliau dan langkahku selanjutnya yaitu
menuju ke rusunawa untuk menemui Pak Geri yang ditemani Mbak Riza. Ketika aku
sampai di rusunawa, dengan segera aku langsung menemui Pak Gerry, beliau
memintaku mengisi data penghuni rusun yang harus dilengkapi dan menunjukkan
padaku kamar yang nantinya akan saya tempati ketika sudah masuk kuliah.
Sesudah itu, kemudian saya pulang ke
Blora. Sebelum pulang saya mengirim pesan ke dosen yang membantu saya ( Bu
Sriati, Pak Arif, Pak Ipung) untuk mengucapkan terimakasih atas bantuannya dan
memberitahu mereka bahwa saya jadinya mendapatkan kos di rusunawa dengan biaya
Rp200.000,00/ bulan dipotongkan dari uang bidikmisi yang Rp600.000,00 yang akan
saya terima tiap bulan nantinya. Setelah itu, saya pulang ke Blora dan
menjalani liburan ( tenggang waktu antara verifikasi sampai masuk kuliah )
dengan membantu orangtua kerja di sawah.
Tanggal 3 September, aku masuk
kuliah untuk mengikuti upacara
penerimaan mahasiswa baru oleh universitas. Mulai hari itulah sampai
seterusnya aku tinggal di rusunawa. Dalam kamar yang aku tempati satu kamar
diisi tiga mahasiswa, aku, Meidia ( temanku dari Demak dari Fakultas FKM ),
Endah ( temanku dari Jawa Barat dari Fakultas Ekonomi ). Kami bertiga hidup
bagaikan saudara, saling perhatian, saling menolong, dan saling bekerja sama.
Kehidupan di undip tak semurah
kehidupan di Blora dulu, hampir semuanya serba mahal. Mengandalkan uang dari orangtua
saja tidaklah cukup karena kiriman dari orangtuaku tidaklah seberapa, sementara
uang beasiswa juga belum cair masih bulan Desember. Untuk menutupi kekurangan
biaya kehidupan sehari-hari dan kebutuhan kuliah, maka saya memutuskan untuk
mencari pekerjaan part time.
Pertama, aku mencoba melamar di
bimbel menawarkan diri untuk menjadi tentor SMA, awalnya diterima namun karena
aku tidak mempunyai kendaraan motor sendiri akhirnya aku ditolak. Aku tak
menyerah begitu saja, aku mencoba pada bimbel yang lain, namun aku ditolak lagi
karena alasan yang sama. Aku tetap masih tetap mencoba bimbel lain lagi, namun
hasilnya tetap nihil ditolak dengan alasan yang sama. Sungguh, mencari
pekerjaan memanglah sulit apalagi jika tidak mempunyai kendaraan, hamper semua
bimbel mensyaratkan untuk mempunyai kendaraan sendiri.
Endah, teman sekosku menyarankanku
untuk berjualan makanan ringan kering yang tahan lama. Bersama dengannya aku
membeli makanan ringan untuk aku jual. Pertama aku menawarkan daganganku pada
teman-temanku sesama anak penghuni rusun(rusunawa terdiri dari empat lantai,
jadi penghuninya banyak). Alhamdulillah danganku laku semua laris dibeli anak
rusun. Hari kedua, akupun menjual dangangan yang sama ditemani Endah,
alhamdulillah laku semua. Hari ketiga ketika aku mau membeli barang dagangan,
ternyata kata temanku yang lain, ia mengatakan bahwa penghuni rusun dilarang
berjualan. Akhirnya aku tetap membeli makanan ringan, namun tidak aku jual di
rusun melainkan di kampusku.
Kenyataan pahitpun menimpaku, selera
anak di kampusku berbeda dengan teman-temanku di rusun, daganganku tak laku dan
akupun membawa daganganku kembali ke kos. Keesokannya, dagangan sisa kemarin
tidak laku, aku bawa kekampus lagi, namun hasilnya masih sama tidak laku.
Akhirnya aku mengambil jalan lain terpaksa jualanku aku makan sendiri sebagai
lauk makan. Sejak kejadian itulah aku tak mau berjualan lagi, karena aku sudah
mengalami kerugian.
Sementara itu, seiring dengan
berjalannya waktu, uang pemberian dari orang tuaku sudah mau habis. Aku memutar
otakku, bagaimana caranya agar aku bisa tetap bertahan disini. Aku mencari
lowongan kerja part time, namun tidak ada. Kemudian aku terus mencari dan mencari,
sampai akhirnya aku menemukan brosur lowongan kerja menjadi operator laundry. Aku
ditemani oleh Dyah Ayu ( teman sejurusan biologi, sekaligus teman dari satu SMAku ) pergi melamar kerja ke tempat
tersebut. Tak semudah yang kubayangkan, kukira ketika melamar aku langsung
diterima dan bisa langsung kerja, ternyata tidak semudah membalik telapak tangan.
Aku diminta menulis nama beserta nomor HPku oleh Ibu pemilik laundry tersebut,
lalu aku dites disuruh menyetrika baju sebanyak satu tas plastic kurang lebih 4
kg. Aku lumayan kebingungan, karena tanpa diberi pengarahan langsung disuruh
menyetrika, yup…tidak apa-apa dan aku mengerjakan itu sebisaku.
Setelah selesai menyetrika aku diperbolehkan pulang, sedangkan
pemberitahuan aku diterima kerja ataukah tidak akan dikirim melalui via sms.
Sungguh, kenyataan pahit sedang berpihak kepadaku, aku tidak diterima kerja di
laundry tersebut karena hasil setrikaanku kurang rapi dan terlalu lama
mengerjakannya. Saat membaca sms tersebut, rasanya hati ini tak kuasa menahan
tangis, apalagi keuanganku sudah sangat minim. Dikos aku terdiam merenung,
mataku sudah berkaca-kaca dan aku semakin kebingungan karena uangku hanya cukup
untuk makan dan hidup disini sekitar satu mingguan, lalu bagaimana selanjutnya
aku bisa bertahan disini jika tidak mendapatkan pekerjaan dan orangtuaku tak
mampu mengirimiku uang.
Endah, sahabatku di kos tidaklah
tinggal diam melihat aku yang sedih kebingungan mencari lowongan pekerjaan. Dia
menyematiku dan membantuku mencari lowongan pekerjaan melalui media social
twitter. Ditwitter dia menemukan ada lowongan pekerjaan untuk menjadi operator
di “BOY Laundry”, kemudian ia memberitahukan hal itu kepadaku. Aku tak mau
gagal dengan alasan yang sama ketika aku melamar kerja di “ SALWA Lauundry”,
maka dari itu, aku dengan bantuan dari temanku yang bernama Vela berlatih
bagaimana menyetrika yang rapi tetapi dengan waktu yang efisien. Setelah usai
berlatih, barulah keesokan harinya setelah pulang dari kuliah, sekitar jam
12.00 aku berangkat ke alamat “ BOY Laundry” untuk melamar bekerja di tempat
tersebut. Alhamdulillah, kali ini keberuntungan sedang berpihak kepadaku, aku
diterima kerja di tempat tersebut dan bia langsung kerja mulai hari itu.
Aku merasa senang dengan pekerjaan
itu, meskipun gajinga hanya Rp10.000,00/ hari dengan jam kerja dari jam 13.00
sampai jam 18.00, tetapi aku sangatlah bersyukur paling tidak bisa membantu
untuk kebutuhan kehidupan sehari-hari. Setelaih kurang lebih satu minggu
bekerja di “ BOY Laundry”, keadaan berubah aku yang mulanya tiap kuliah hanya
samapai jam 12.00, berubah menjadi sami kurang lebih jam 16.00 (ada pratikum full satu hari selama empat
hari berturut-turut dari senin sampai kamis selama semester gasal ). Akupun
kebingungan, bagaimana agar caranya aku bisa bekerja tetapi akademikku juga
lancar. Yah jalan satu-satunya aku tetap kerja di “ BOY Laundry” namun
pulangnya malam. Hal itu aku lakukan
selama dua minggu, dengan kerepotan aku menjalaninya mulai membagi waktu
kuliah, pratikum, kerja dan lembur membuat laporan pratikum yang tebalnya
seukuran karya tulis tetapi ditulis tangan setiap malamnya. Bahkan untuk tidur
saja dalam sehari semalam kurang lebih hanya 3-4 jam saja, meski demikian aku
tetap bersyukur karena aku dapat mengumpulkan tugas kuliah dan laporan pratikum
ontime serta hasilnya cukup memuaskan.
Setelah melihat keadaanku yang
keributan dan terlihat kecapean antara kerja di laundry dan kuliah, ada seorang
temanku yang menyarankanku untuk lebih baik berhenti kerja di tempat tersebut,
dan mencari pekerjaan lain yang gajinya lumayan banyak serta waktunya tidak
terlalu lama. Ia menyarankanku untuk berjualan kue basah di kampus. Awalya aku
menolak, aku masih takut kalau tidak laku seperti dulu. Dengan sabar dan santai
lalu ia menjelaskan padaku, ya memang dalam dunia usaha itu pasti ada laba ada
rugi, tetapi kita tidak boleh menyerah begitu saja. Ia mengajarkanku sebelum
berjualan aku harus survey makanan apa yang menjadi selera anak kampus dan
harganya terjangkau, insyaAllah dengan cara demikian maka dagangan kita akan
laku semua. Saran yang ia berikan aku lakukan, Alhamdulillah daganganku laku
semua, awalnya aku modal sedikit terlebih dahulu tetapi setelah melihat keadaan
bahwa jualanku laku terus, akhirnya sedikit demi sedikit aku selalu menambah
kuota jumlah kue basah yang aku jual. Yah inilah solusi terbaik, bisa kuliah
sekaligus bisa kerja untuk kebutuhanku hidup disini, yup…ibarat pepatah
mengatakan sekali dayung dua pulau terlampaui.
Aku tak hanya mengandalkan untung
dari menjual kue basah saja, karena disini untungnya hanyalah tak seberapa
masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ditambah lagi harus
beli kertas dan polpen serta kebutuhan lain peralatan tulis untuk menyusun
laporan tiap harinya. Aku masih mencari-cari bimbel yang mau menerima aku untuk
menjadi tentor, dan memberiku murid anak derah Tembalang yang bisa terjangkau
olehku meskipun aku tidak mempunyai motor. Akupun melamar menjadi tentor SMA di
bimbel “ Smart Moslem”, dan alhamdulullah diterima namun juga harus menunggu
ada murid daerah Tembalang sampai kurang lebih tiga minggu, barulah aku
diberikan murid anak daerah Tembalang. Mulai sejak itu, aku harus pinter-pinter
memanage waktuku.
Tiap jam 03.00 aku sudah bangun,
sholat lalu belajar sebentar sampai jam 04.00. Jam 04.30-05.00 aku memasak
nasi, lalu jam 05.00-05.15 aku mandi dan gosok gigi. Jam 05.30 aku berangkat
kuliah, sekaligus sebelum berangat kuliah jalan kaki terlebih dahulu untuk
membeli kue basah yang nantinya akan aku jual di kampus. Mulai dari jam
07.00-12.00 aku belajar di kampus, kemudian dari jam13.00-16.00 aku mengikuti
pratikum. Usai sholat asar, mulai dari jam 16.20-18.00 aku mengajar menjadi
tentor. Usai solat magrib di rumah adek yang aku les-in, aku langsung kembali
ke kos, makan malam istirahat sebentar sekitar 15 menit lalu nglembur
megerjakan laporan yang harus kukumpulkan esoknya sampai kurang lebih jam
00.30. Barulah setelah itu aku tidur.
Kegiatan itu aku lalui sampai kurang
lebih awal Desember. Sejak awal Desember aku disarankan dosenku untuk lebih
menjaga kesehatan, terlebih lagi aku sering pingsan. Pernah pada suatu saat
ketika pratikum kimia dasar, karena aku sudah letih aku pigsan dan terjatuh
dari kursi tempat dudukku. Aku tak sadar selama kurang lebih tiga jam di lantai
3 laboratorium kimia dasar. Aku diagkat teman-temanku dan dibantu para dosen,
dibawa ke lantai 2 ke tempat dosen yang lebih aman. Salah satu dari teman
dekatku, mengetahui bahwa aku mempunyai penyakit asma. Lalu aku segera
dibelikannya tabung oksigen dan dihirupkan ke mulutku. Alhamdulillah aku
tersadar, setelah sadar aku diminta
istirahat menidurkan badanku terlebih dahulu barulah setelah itu diantar pulang
ke kos.
Sejak awal Desember sampai Januari,
aku berhenti kerja karena aku sering pingsan, tak hanya di kampus tetapi juga
di kos. Aku juga mengundurkan diri ke Bosku di bimbel untuk berhenti kerja dan
konsen terlebih dahulu ke pekerjaanku. Ketika itulah aku mulai hati-hati, makan
harus teratur serta istirahat harus cukup.
Ketika aku sudah berhenti kerja, konsentrasiku hanyalah tinggal pada kuliah
saja, sedangkan masalah biaya alhamdulillah uang bidikmisi sudah cair tepat
ketika aku sudah berhenti kerja. Tanggal 02 Januari sampai 14 Januari aku
menjalani UAS semester satu, aku mengatur strategi bagaimana caranya agar
belajarku bisa focus dan hasilnya IP yang cukup memuaskan. Alhamdulillah ketika
IP keluar hasilnya lumayan memuaskan, tidak terlampau jauh dari targetku yaitu
4 dan IP semester pertama yang kudapatkan adalah 3,95. Alhamdulillah IP ku
lumayan bagus, termasuk cumlaude, ke depannya aku harus lebih giat lagi agar
bisa mencapai target.
Perjalanan tak henti sampai di sini
saja, liburan selama 1,5 bulan menjelang semester II, aku manfaatkan untuk
kerja di Café sebagai waiter pada siangnya, sedangkan malamnya aku gunakan
untuk ngelesin anak di SMA di daerah Tirtoagung dekat Poltekkes Semarang. Aku
hanya pulang beberapa hari saja ke kampung halaman di Blora karena aku ingin
mandiri yakni membantu meringankan beban orangtuaku. Apalagi aku pernah
berjanji, bahwa suatu saat nanti aku akan membatu membiayai biaya sekolah
adekku, yups…biasanya aku memanggilnya dek ida. Kalau dibilang kangen, tentu
pasti aku teramat kangen dengan orangtua dan adek, dalam satu semester saja aku
jarang pulang bahkan hanya sekali pulang ke Blora, ketemu adekpun sangat jarang
karena Ia mondok di Pesantren di Sarang, Kab. Rembang, daerah pesisir dekat
Kab. Tuban. Dalam satu tahun, biasanya aku bertemu adek 2 kali, yakni ketika
lebaran dan ketika maulud, itupun jika aku pulang kampong di Blora.
Oh ya…sekilas tentang adekku. Dek
ida sosok adek yang hebat bagiku. Mengapa tidak?, ia adalah sosok yang selalu
berkorban demi aku. Dek Ida memilih untuk mondok di Pesantren, sebenarnya
alasan ia tak lain adalah agar uangnya bisa aku gunakan untuk berangkat kuliah
di Semarang. Kata yang pernah aku dengar darinya, “ Mbak kan yang pinter, eman
banget ma’ (ibu) kalau nggak kuliah. Apalagi sudah SMA, mubadzir jika nggak
kuliah. Aku nggak SMA tidak apa-apa, toh aku sudah SMP. Lulus SMP nggak SMA tak
apa, kalau lulus SMA nggak kuliah eman banget ma’. Aku mondok di Pesantren
saja, uangnya buat mbak dulu”. Hati siapa coba yang nggak tersentuh, seorang
adek rela berkorban demi mbaknya. Bahkan ia rela uang untuk pengambilan ijazah
SMP-nya tahun 2012 kemarin tertunda selama 4 bulan baru diambil, hanya
gara-gara uangnya disuruh untuk diberikan aku. Adekku adalah adek kecil yang
berjiwa dewasa dan berhati mulia, ia selalu berkorban demi aku.
Padahal kau tahu kawan, rata-rata
anak kalau mbaknya sekolah tinggi pasti ia ngiri dan juga minta disekolahkan
tinggi juga pada orangtuanya. Lain kan dengan dek Ida. Ia bukannya berkata “Mbak
saja disekolahkan sampai SMA, masak aku nggak SMA ma’ (Ibu)”, melainkan ia
milih tidak sekolah agar aku bisa kuliah. Tak hanya itu ia juga selalu
membelaku ketika Bapak marah besar padaku. Suatu hal yang tak pernah aku lupa,
dulu aku pernah menginginkan bisa mempunyai jam tangan dan kitab-kitab motivasi
karangan cendekiawan muslim. Kau tahu kawan apa yang dilakukan dek Ida, ia
selalu menyisihkan uang sakunya dan ditabung. Ketika hari ulang tahunku, ia
memberikan barang-barang yang aku impikan menjadi sebuah kado terindah bagiku.
Aku tak menilai seberapa bagus hadiahnya, aku berusaha merawatnya dan
menjaganya…karena untuk memberikan hadiah itu, adek butuh perjuangan. Itulah
sebabnya mengapa aku sangat menyayangi adek dan berusaha untuk membahagiakannya…yups
orang pertama yang ingin aku bahagiakan.
Menginjak Semester II, aku semakin
semangat untuk kuliah. Terlebih lagi jika mengingat perjuangan ibu dan
pengorbanan adek, sangatlah membakar semangatku untuk terus maju. Pada semester
II ini, aku mendapatkan pratikum empat kali dalam seminggu. Seperti ketika
semester I, aku harus balance antara kuliah, ngaji, dan kerja. Pagi
sampai-sore, aku belajar di bangku kuliah. Sedangkan malamnya, mulai jam
18.30-21.00 aku ngelesin. Sebnernya, ngelesinnya hanya selama 1,5 jam, yang
satu jam adalah perjalanan pulang pergi ngelesinnya. Setengah jam ketika
berangkat ngelesin, dan setengah jam lagi perjalanan pulang ngelesin. Aku belum
mempunyai motor, sedangkan ketika malam angkotan sulit. Yups..aku jalan kaki
untuk ngelesin dengan jarak sekitar 2,5 km.
Tiap pulang ngelesin, jalan kaki di
gang LPPU…aku selalu dihantui rasa kawatir, rasa pengen nangis dan takut
bercampur jadi satu. Apalagi pengalaman sudah dua kali aku diganggu orang di
gang LPPU. Pertama, ketika jam 19.00, aku jalan kaki akan kumpul angakatan
(semester 1), saat berjalan tepat digang LPPU…tanganku ditarik seorang cowk
sambil mengendarai sepeda motor. Aku kaget dan spontan menjerit, Alhamdulillah
karena ia takut maka tanganku dilepas oleh cowk tersebut dan ia kabur dengan
ngebut mengendarai motornya. Aku tak ingat mukanya ia seperti apa, yang aku
ingat waktu itu ia memakai baju berwarna hitam. Aku nangis ketika kejadian
itu…dan masih trauma. Kalau difikir jam 19.00 WIB itu belum terlarut malam loh,
kog orang ada yang bertindak seperti itu, maklum kebeltulan saat itu jalan sepi
dan taka da motor lewat.
Sejak kejadian itu, aku trauma
selama semingu. Seminggu setelahnya, tiap habis magrib, aku tak pernah keluar
meskipun itu urusan akademik. Namun aku berfikir kembali ketika semester II,
trauma itu tak boleh dipelihara. Kalau aku tidak kerja, bagaimana aku bisa
bertahan kuliah diUNDIP, jika uang beasiswa saja tak mencukupi, dari
orangtuapun belum tentu ada, kalau ada ya dikasih, kalau tidak ada ya dibiarin.
Kembali seperti semula, aku tetap bekerja dan pulangnya agak terlarut malam.
Saat aku takut dan kawatir ketika melewati gang LPPU, aku selalu berdoa dan
memantabkan keyakinan bahwa Allahlah yang menjagaku. Beginilah kurang lebihnya
doaku:
“Ya Robb…hidup dan matiku adalah
milikMu. Semua ikhtiar telah aku lakukan, keselamatanku ada di tanganMu.
Sesungguhnya ketika pulang melewati gang LPPU ini, perasaanku takut dan
dihantui rasa kawatir, terlebih sejak kejadian itu. Tapi semua aku pasrahkan
padaMu, semua terjadi atas izinMu. Maka atas izinMu pulalah, selamatkanlah aku,
lancarkan urusanku. Tiada yang dapat menjagaku, semuanya pada hakikatnya adalah
perantara, sesungguhnya engkaulah yang tiada lengah untuk menjagaku…Al
Fatikhah…Aamiin”.
Itulah doa yang menguatkan aku dan
membuatku yakin akan keselamatanku. Pengalaman kedua kalinya, ketika pulang
ngelesin jam 21.00, ditengah rintik-rintik hujan aku berjalan menuju arah
rusunawa. Sesampai di gang LPPU, entah dari mana asalnya…aku nggak tahu dan
ternyata ada 2 cowk yang membuntutiku. Karena aku takut, maka jalanku aku
percepat dan agak lari. Nasib kurang beruntung memihakku, aku terpeleset dan
sendalku tenggelam di tanah becek. Saat itu mataku sudah berkaca-kaca, rasa
takut semakin besar terlebih kedua cowk itu semakin mendekat. Aku semakin takut
ketika cowk itu mendekatiku, masih teringat kejadian semester lalu.
Alhamdulillah puji syukur, cowk itu ternyata bukanlah cowk yang jahat melainkan
cowk yang baik. Katanya,”Kamu nggak usah takut, kamu nggak usah kawatir, aku
nggak ngapa-ngapain kamu kog. Aku ngikuti kamu, hanya ingin minta nomor HP
kamu”.
Alhamdulillah, ia bukanlah orang
yang jahat. Kendati demikian, karena aku masih takut…maka segera aku kasih no
HPku ke dia, ternyata dia ingin mengenalku…hanya caranya yang serem. Dia sering
melihat aku pulang dari kampus jalan kaki lewat jalan itu. Atas dasar alasan pernah diganggu orang ketika
pulang lewat LPPU itulah, aku mempunyai mimpi dan berkomitmen untuk
mewujudkannya, bahwa semester tiga aku harus sudah punya motor sendiri.
Di semester II, aku berusaha mencari
prestasi lain selain IP dan kerja. Aku merasa malu dengan diriku, terlebih lagi
ketika mendapatkan kabar dari Bapak melalui via telephon bahwa adek (dek Ida)
mendapatkan prestasi juara 1 lomba mukhafadhoh imriti membalik, juara 1 imriti tak
membalik, dan dinobatkan sebagai santriwati teladan di pesantren. Aku turut
bahagia atas keberhasilan adekku, tapi aku juga malu. Aku masak nggak bisa
menorehkan prestasi apapun, padahal adek bisa bukankah kita sama-sama terlahir
dari Rahim yang sama. Hal yang selalu aku ingat dari petuah Bapak adalah
“Lihatlah ke atas untuk masalah ilmu yakni lihatlah orang-orang yang cerdas dan
sukses sehingga bisa memotivasimu untuk lebih giat belajar, dan lihatlah ke
bawah untuk urusan duniawi termasuk urusan harta agar kau tak toma’
(rakus)…bersyukurlah atas nikmat Allah yang telah diberikan. Jika kau berjalan,
maka ucapkanlah…Alhamdulillah aku masih punya kaki sehingga aku masih bisa
berjalan. Jika kau bersepeda…ucapkanlah Alhamdulillah aku bisa bersepeda yang
lebih cepat dari berjalan. Jika kau bersepeda motor, maka lihatlah yang jalan
kaki dan bersepeda sehingga kau akan bersyukur dan tidak ngebut-ngebutan. Jika
kau naik mobil, maka bersyukurlah karena kau tak kehujanan dan jangan
kebut-kebutan”.
Alhamdulillah karena sering
dimotivasi Bapak, meski kadang berupa ecean. Alhamdulillah pada semester II,
aku mendapatkan juara 1 MTQ di Fakultas Kedokteran, juara III cerdas cermat di
FSM, juara II MTQ di FSM, dan juara II fashion di kegiatan international hijab
day yang diadakan di Fakultas Kedokteran
UNDIP. Puji syukur aku ucapkan pada Allah SWT, tanpanya aku bukanlah apa-apa,
tanpa izinnya aku tak akan bisa mendapatkan itu. Terimakasih juga pada
Bapak-Ibu yang sudah mendoakan dan merestuiku, terimakasih buat sahabat aku
yang selalu memotivasiku ketika aku terjatuh.
Dibalik suatu nikmat, terkadang
Allah hadirkan suatu musibah untuk menguji seberapa iman kita terhadapNya. Aku
yakin bahwa Tuhan menguji hambanya sesuai kadar kemampuannya, tidak mungkin
Allah menguji di luar kemampuan kita. Menjelang minggu tenang, badanku
sakit…mataku mulai kabur ketika untuk melihat, perut sering terasa sakit dan
badan sering letih dan pingsan. Meski demikian, semangatku untuk menuntut ilmu,
tiadalah sedikitpun surut. Kata Abah, “ Gunakan waktu mudamu untuk menuntut
Ilmu, menuntut ilmu itu hukumnya wajib, jadlah muslimah yang cerdas”. Beliau
juga sering memotivasiku dengan menceritakan keberhasilan anak dari golongan
lower class yang sukses dalam dunia pendidikan dan dunia karir.
Sebelum minggu tenang semester II,
yakni minggu sebelum UAS semester II berlangsung. Di tembalang aku memeriksakan
diri ke dokter. Hal yang membuatku terkejut dan menangis ketika sampai di kos
adalah dokter mengatakan aku sakit demam, mag, mata min, dn yang membuatku
kaget adalah beliau mengatakan aku menderita kista. Sesampai di kos, aku memluk
Mey (teman sekosku), dan aku masih menangis karena penyakit itu. Lalu segera
aku beres-beres dan aku pamit pulang Blora. S
Sampai di Blora, aku menceritakan
penyakitku pada Bapak dan Ibu. Lalu ditemani Bapak, aku pergi ke dokter untuk
meyakinkan lagi apakah aku menderita kista atau tidak. Alhamdulillah puji
syukur, aku ternyata tidak menderita kista, hanya menderita demam, mata min,
dan maag saja. Bersyukur selama 5 hari rutin minum obat, makan teratur, dan
istirahat yang cukup, kondisiku kemabali memulih baik. UAS semester II berjalan
lancar, hanya 1 hari kendala yakni hari kamis…dimana aku sakit kembali, dan
ketika mengerjakan UAS Fistum dan Bahasa Inggris, aku tak bisa mengerjakan
dengan maksimal justru tertidur karena aku udah nggak kuat lagi…kepala sudah
terasa sangat pusing. Aku maklum jika semester ini IP menurun, toh aku juga
sakit dan belum bisa mengerjakan secara maksimal…dan semester depan aku harus
lebih baik. Alhasil IPku menurun dari 3,95 menjadi 3,79 dengan IPK 3,86.
Awalnya aku agak sedikit down, melihat IP-ku turun, namun semuanya kukembalikan
Allah…semua yang terjadi sudah diatur oleh Allah. Menyesal boleh, tapi jangan
berlarut-larut, jauh lebih baik memikirkan ke depan agar lebih baik dari
sekarang.
Semeter 3 aku berikhtiar lebih giat
lagi. Terlebih pada semester tiga adalah puncaknya pratikum. Dalam satu minggu
yang hari aktifnya kuliah hanya lima hari (senin-jumat), aku mendapatkan
pratikum enam kali. Tiap hari pulang sore, bahkan ada satu yang pulang malam
yaitu pratikum genetika. Meski demikian, aku harus bisa memanage waktu dengan
baik antara kuliah, pratikum, bikin laporan pratikum, bekerja, belajar, dan berdoa. Semua hal tersebut harus dilakukan dengan
baik dan tekun. Mulai pagi jam 07.30 samapai rata-ta jam 17.00 aku belajar
dibangku kuliah dan pratikum. Jam 18.30 sampai jam 21.00 aku ngelesin,
setelahnya aku baru mengerjakan laporan. Tidur yang hanya beberapa jam saja,
sekitar 2- 3 jam, tak jarang membuatku sering mengantuk ketika di kampus. Meski
demikian semangatku untuk tolabul ilmi tiadalah pudar. Masih teringat peluh
kesah Ibu, maka semakin giatlah aku belajar. Apalagi janjiku yang besar untuk
membahagiakan orang-orang yang aku sayang.
Sampai suatu saat dimana aku
merasakan benar-benar letih dan lemas. Saat itulah titik dimana aku sudah tak
bisa apa-apa. Aku terjatuh pingsan sehari sebelum dilaksanakan OSN Pertamina. Hari
selanjutnya aku tak bisa masuk kuliah, kondisiku masih lemah dan untuk
berjalanpun masih pusing. Hari itulah adalah hari dimana aku merasa benar-benar
seperti pecundang, bagaimana tidak aku kalah sebelum berperang. Aku tak bisa
mengikuti OSN Pertamina dikarenakan sakit. Padahal dua hari lagi aku harus
presentasi karya tulis ke IPB. Alhamdulillah dibalik kesulitan terdapat
kemudahan, aku sembuh ketika akan perjalanan ke IPB. Namun suatu kejadian naas
terjadi pada partnerku, innalillah. Ia terjatuh dari motor saat hujan ketika
akan menghindari truk dari arah berlawanan. Kami berangkat ke IPB dalam kondisi
dimana kita belum pernah kemana-mana, Alhamdulillah di stasiun poncol kami
dipertemukan Allah dengan Mas Bono (Mahasiswa UNDIP dari fakultas teknik sipil
yang pulkam ke Bogor). Di kereta aku dan Sasa (partnerku) merasa nyaman dan
bersyukur ada anak Undip juga yang bersama kami. Dengan kaki yang masih dibalut
perban, jalan yang terseok-seok. Sasa masih tetap semangat. Semalam sebelum
esoknya presentasi, aku berlatih olah suara dan cara presentasi yang baik
dengan Sasa. Disini aku melatihny agar vokalnya lantang, bagus, dan bisa
diterima audiens. Alhamdulillah, syukur yang tiada henti kami ucapkan, saat
presentasi kami dapat menjawab semua pertanyaan juri dengan baik. Tepat malam
penganugrahan 07 Desember 2013, alhamdulilah kita dinobatkan sebagai juara II LKTI N dalam rangkaian acara SIPPI
(Semarak Inovasi Pengembangan Pertanian Indonesia).
Sekilas kawan…kisah perjuanganku
sebelum mendapatkan juara di LKTI Nasional di Bogor. Sebelumnya aku sudah
berulang kali mengikuti LKTI sejak Semester II, sekitar 10 kali. Ada yang
sampai semifinal, ada yang sampai finalis saja, dan Alhamdulillah sekarang bisa
memetik hasilnya. Aku tak menyempitkan talent hanya pada satu sisi, karena kata
Bapak, “ Rosulullah itu teladan yang baik beliau bisa menjadi politikus yang
jujur (pernah menjabat kepala negara), pendidik yang baik (teladan umat
muslim), perancang ekonomi yang bagus (sejak kecil sudah berdagang dengan ikut
pamannya ke Syam.” Selain itu Ustads IMAM FADHILAH juga mengatakan bahwa pada
dasarnya wanita dan pria sama yang membedakan adalah tingkat ketaqwaanya dan
potensinya. Bakat yang komitmen untuk kukembangkan selanjutnya adalah singing,
writing sastra (puisi, cerpen, essay), public speking (moderator, presentator),
dan STORY TELLING.
Aku pernah mengikuti lomba kontes
nyanyi, dan disitu para peserta banyak yang baru nyanyi langsung di stop. Dan
aku PD saja asal nyanyi, masalah hasil adalah urusan Allah, kalah menang
tawakkal saja. Aku kalah, dan komennya apa kawan…suaraku fals, Dari situ aku
dapat memetik hikmahnya untuk terus berlatih memperbaikinya. Dulu aku juga
pernah lomba pidato ketika madrasah, apa yang terjadi kawan…aku hanya modal
PD…sementara saingan umum, tanpa ada range usia. Alhamdulillah mendapatkan
juara II. Semua yang kudapatkan bukan karena aku hebat, bukan karena aku kuat,
atau bukan karena apapun tapi karena RAHMAT ALLAH. Tanpanya aku tak mungkin
bisa memperoleh itu. Dan apapun yang terjadi teruslah mencoba, karena dengan
sering mencoba maka kau akan berhasil. Dan lakukanlah sesuai permintaan hati
nuranimu. Jika kau ingin menjadi ORGANISATORIS, maka jadilah organisatoris yang
berkomitmen dan amanah. Jika kau menghendaki untuk menjadi akademisi, jadilah
AKADEMISI yang prestatif, dan apabila kau menginginkan keduanya, berusahalah
untuk seimbang.
Mengutip pesan dari Dr. rer. Nat.
Anto Budiharjo, M. Biotech, beliau mengatakan “DO WHAT YOU LOVE AND LOVE WHAT
YOU DO”. Kata tersebut sekilas terkesan simple, namun memiliki makna yang
dalam. Lakukanlah apa yang kamu suka, agar kamu enjoy untuk
menjalaninya…Jadikan suatu itu adalah tantangan yang harus dilalui bukan
sebagai beban yang harus ditakuti. Bersyukurlah atas nikmat Allah, sayangi
keluarga anda…karena tiadalah artinya kesuksesan anda jika anda tak bermanfaat
bagi oranglain. Jadilah orang yang selalu mengingatkan…suatu saat kita
mengingatkan dan suatu saat kita juga harus DIINGATKAN orang lain agar tak
berbelok arah. So SALING MENASEHATILAH DALAM HAL KEBAIKAN DAN KESABARAN.
Jangan pernh menyerah, selalu
optimis karena rizki allah datangnya selalu bi khaesu la yahtasib (tak
terduga). Lakukan apapun yang menjadi mimpimu dengan jalan apapun dengan
catatan MELALUI JALAN YANG HALAL DAN BENAR, bukan menghalalkan segala cara.
Salam sukses, salam prestatif…tulisan ini hanya semata-mata untuk memotivasi.
Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca,. Ini
adalah kisah nyata perjuangan hidup saya, awalnya saya ragu dan nervous untuk
ngeshare ini, namun atas dukungan sahabat. Ia menyarankan agar kisah
perjuanganku bisa menginspirasi orang lain, atas saran itulah saya mencoba
ngeshare ini….Semoga bermanfaat dan dapat diambil hikmahnya.
Kawan yang difasilitasi kebutuhan
kuliah dengan baik oleh orangtua. Gunakanlah fasilitas tersebut untuk kebaikan.
Adek-adek SMA yang mau kuliah, jangan pernah pesimis seandainyapun kalian dari
golongan anak orang tak mampu. Ingatlah semua rizki Allah yang mengatur,
insyaallah jika ada tekad yang kuat, jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan
doa yang penuh harap…insyaAllah ada jalan. Karena Sesungguhnya dibalik
kesulitan ada kemudahan. Berjuanglah…J